BAB I PENDAHULUAN. atau tanpa memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan

dokumen-dokumen yang mirip

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG PENYADAPAN SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERADILAN KASUS KORUPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

pihak. Lebih lanjut, sebagaimana tercantum dalam Pasal 184 KUHAP, alat-alat bukti

Informasi Elektronik Sebagai Bukti dalam Perkara Pidana

Dibuat Oleh A F I Y A T I NIM Dosen DR. Ir Iwan Krisnadi MBA

I. PENDAHULUAN. Para ahli Teknologi Informasi pada tahun 1990-an, antara lain Kyoto Ziunkey,

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR: /PER/M/KOMINFO/2/ TAHUN 2010 TENTANG KONTEN MULTIMEDIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV. A. Proses Pembuktian Pada Kasus Cybercrime Berdasarkan Pasal 184 KUHAP Juncto

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang

BAB I. Korupsi dalam konteks yang komprehensif merupakan white collar crime. segala sisi sehingga dikatakan sebagai invisible crime yang sering kali

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah:

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DATA ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG

BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PENYADAPAN DATA PRIBADI PENGGUNA INTERNET MELALUI MONITORING AKTIVITAS KOMPUTER DIHUBUNGKAN DENGAN

Cyber Law Pertama: UU Informasi dan Transaksi Elektronik

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

BAB II PENGATURAN ALAT BUKTI DAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA

15 Februari apa isi rpm konten

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN SEBAGAI PEMBERI KETERANGAN AHLI DAN SAKSI DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENUNJUK UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Teknologi informasi saat ini semakin berkembang dan berdampak

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perubahan hukum baru. Perkembangan teknologi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan metode yang digunakan, dan dari uraian di atas bahwa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

berjalan jauh dan bertatap muka secara langsung. Inilah yang dikenal orang

Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016

REPLIK DIAJUKAN OLEH PENGGUGAT DITUJUKAN PD MAJELIS HAKIM TIDAK PERLU DITULIS RINCIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NASKAH PUBLIKASI KEKUTAN PEMBUKTIAN BUKTI ELEKTRONIK DALAM PERSIDANGAN PIDANA UMUM

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENGGUNAAN ALAT PENDETEKSI KEBOHONGAN (LIE DETECTOR) PADA PROSES PERADILAN PIDANA

2016, No Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi tentang Audit Penyadapan Informasi yang Sah (Lawful Interception) pada Komisi Pemberantasan Ko

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

BAB III PROSES PEMBUKTIAN SECARA ELEKTRONIK PADA PERADILAN PERKARA CYBERCRIME DI INDONESIA

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

KETERKAITAN ARSIP ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI SAH DI PENGADILAN

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh belahan dunia. Tidak hanya negara maju saja, namun negara berkembang

Surat surat yang dapat diperiksa Surat yang dicurigai mempunyai hubungan dengan perkara pidana yang sedang diperiksa

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut penjelasan Pasal 31 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umumnya dan dalam rangka mendalami secara perbandingan (comparative law study)

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA INTERSEPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis alat bukti seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan penyelenggarakan pemerintahan Negara 2. Tidak hanya di

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Ancaman UU ITE terhadap Pengguna Media Sosial

Undang, dengan minimal dua alat bukti yang sah, demikian KUHAP, barulah

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan untuk mencari kebenaran dengan mengkaji dan menelaah beberapa

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

N. Tri Suswanto Saptadi. Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi Informasi Universitas Atma Jaya Makassar. 4/7/2014 nts/epk/ti-uajm 2

PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR ALGORITMA KRIPTOGRAFI PADA INSTANSI PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

D I S Q U A L I F I C A T O I R

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

Draf RUU tentang Penyadapan 5 januari 2018 DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENYADAPAN

Privacy and Security Concerns over Cloud Services in Indonesia

BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYADAPAN PADA PUSAT PEMANTAUAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyadapan termasuk salah satu kegiatan untuk mencuri dengar dengan atau tanpa memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi yang dilakukan untuk mendapatkan informasi baik secara diam-diam ataupun terang-terangan. Kegiatan penyadapan telah ada sejak perang dunia pertama yang dilakukan untuk menjaga pertahanan dan keamanan negara. Sekarang penyadapan dilakukan untuk menguak berbagai kasus-kasus korupsi yang terkait dengan kerugian keuangan negara. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang sangat besar oleh karena itu untuk melakukan pemberantasannya harus dilakukan dengan cara-cara yang luar bisa, salah satunya adalah dengan melakukan penyadapan. Penyadapan dilakukan oleh lembaga yang diberikan kewenangan oleh undang-undang. Kewenangan itu diberikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi sesuai dengan yang diamanatkan oleh ketentuan pasal 12 ayat 1 huruf a Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, yang berbunyi bahwa dalam rangka melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagai mana yang dimaksud dalam pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwewenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan.

2 Alat bukti menurut ketentuan pasal 184 ayat 1 KUHAP yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Petunjuk menurut ketentuan pasal 188 ayat 1 KUHAP adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang mempunyai hubungan baik antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tidak pidana itu sendiri yang menandakan bahwa telah terjadi sebuah tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa, kemudian pasal 188 ayat 2 KUHAP berbunyi alat bukti petunjuk diperoleh atau dibuktikan dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa. 1 Sistem pembuktian yang dianut dalam sistem pembuktian di Indonesia adalah sistem pembuktian negatif yaitu hakim hanya boleh menjatuhkan hukuman dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti dan satu keyakinan hakim, sistem ini sejalan dengan yang dianut dalam pasal 183 KUHAP yang juga merupakan batas minimum pembuktian yang dijadikan patokan penerapan standard terbukti secara sah dan meyakinkan (beyond a reasonable doubt). Dalam pembuktian di persidangan tercapainya batas minimum pembuktian namun mengandung cacat materiil yang disebabkan antara lain oleh keterangan palsu, tidak relevan, ketarangan bohong, keterangan tidak jelas sumbernya, lemahnya alat bukti yang satu dengan alat bukti yang lain, tidak bersentuhan dan bertalian, masing-masing alat bukti berdiri sendiri dan dokumen palsu. Dengan demikian maka pembuktian sebagai dasar perkara pidana dapat didasarkan pada petunjuk-petunjuk, hal itu dikarenakan setiap kejahatan khususnya tindak pidana korupsi dilakukan dengan terencana, 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Pasal 188 ayat (2).

3 terorganisir dan melibatkan banyak jaringan yang kemudian akan menghilangkan jejak perbuatannya. Maka dengan demikian Penyadapan dijadikan alat bukti petunjuk dengan tujuan agar kejahatan yang disembunyikan itu dapat terungkap. Tujuan pokok sistem peradilan pidana berdasarkan sah dan meyakinkan untuk mencari dan meujudkan kebenaran sejati (Ultimate Truth, Absolute Truth). Hasil penyadapan bisa meujudkan kebenaran sejati selama pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku dan bersesuaian dengan alat-alat bukti yang lain maka keterbuktian kesalahan terdakwa dianggap beralasan. Banyak hal yang akan menimbulkan keraguraguan akan membuat terdakwa bisa dibebaskan atau sebaliknya akan dijatuhi hukuman karena dianggap tidak bersalah oleh karena itu penyadapan dijadikan sebagai alat bukti petunjuk untuk memberikan keyakinan kepada hakim dalam mengambil keputusan. Maka dalam pembuktian tindak pidana korupsi, menurut pasal 26A Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi dalam kasus korupsi, pembuktian didasarkan atas alat bukti yang ditentukan dalam pasal 184 ayat KUHAP, namun khusus tindak pidana korupsi ditambah lagi hasil penyadapan sebagai petunjuk yang diperoleh dari : a. Alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan

4 itu ; tetapi tidak terbatas pada data penghubung elektronik ( electronic data interchange ), surat elektronik (e-mail), telegram, teleks, dan faksimili; dan b. Dokumen, yaitu rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, banda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna. 2 Rekaman yang berisikan informasi yang dapat didengar dan terekam secara elektronik menjadi bagian yang sangat penting dan tidak terpisahkan dari alat bukti yang diajukan dalam tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh terdakwa M.Al Amin Nur Nasution, SE seorang Anggota Komisi IV DPR RI sehubungan dengan usulan pelepasan Kawasan Hutan Lindung Tanjung Air Telang untuk pembangunan Samudera Tanjung Api-Api di Kebupaten Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan mencantumkan alat bukti hasil rekaman pembicaraan terdakwa, alat bukti rekaman yang dimaksud yaitu hasil marking / Provisioning melalui Pusat Pemantauan Lawful Interception Komisi Pemberantasan Korupsi, dengan hasil rekaman pembicaraan berupa Soft Copy dalam bentuk CD-R Verbatim SN : 7120 45RG 0554, CD-R Verbatim SN : 7120 45 MD 0554, CD-P Verbatim SN : 7120 45 LC 0554 yang berisi Voice atau SMS. Hasil 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 26A huruf (a) dan (b).

5 rekaman ini akhirnya dijadikan hakim sebagai Petunjuk dalam pembuktian di persidangan. Alat bukti petunjuk dalam putusan perkara nomor 161 PK/PID.SUS/2010 diperoleh dari hasil penyadapan yang dilakukan terhadap terdakwa M.Al Amin Nur Nasution, SE mempunyai hubungan dengan alat-alat bukti lain dalam penerapannya yang membuat hakim mempunyai keyakinan bahwa terdakwa dengan sadar telah merencanakan tindak pidana korupsi. Atas perbuatan itu maka hakim menjatuhkan hukuman kepada terdakwa, maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyadapan sebagai alat bukti petunjuk dalam pembuktian di sidang pengadilan dapat memberikan keyakinan kepada hakim dalam menjatuhkan putusan, dapat memberikan kepastian hukum kepada terdakwa dan dapat memberikan pencegahan terhadap tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia. 3 B. Permasalahan 1. Apakah latar belakang diterbitkannya pasal 26A Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi? 2. Bagaimana penerapan pasal 26A Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas 3 Hal. 1 dari 49 hal.putusan No.161 PK/Pid.Sus/2010

6 Undang-Undang 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi dalam kasus korupsi dengan tersangka Al Amin Nusation, dalam Putusan Peninjauan Kembali nomor 161 PK/PID.SUS/2010? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini yaitu : 1. Untuk mengetahui latar belakang diterbitkannya ketentuan pasal 26A Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi dan kewenangan yang dimiliki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan penyadapan sebagaimana terdapat dalam ketentuan pasal 12 ayat (1) huruf a Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Pembahasan mengenai kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi terkait uji materi yang dilakukan pihak yang merasa penyadapan merupakan pelanggaran terhadap haknya, dengan demikian maka akan diketahui mengenai pertimbangan Mahkamah Konstitusi terkait dengan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan penyadapan. 2. Untuk mengetahui penerapan pasal 26A Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang

7 digunakan sebagai alat bukti dalam proses pembuktian terhadap terdakwa M.Al Amin Nur Nasution, SE di persidangan berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu ; tetapi tidak terbatas pada data penghubung elektronik ( electronic data interchange ), surat elektronik (email), telegram, teleks, dan faksimili; dan dokumen, yaitu rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan / atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan sutau sarana, baik yang tertuang di atas kertas, banda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekan secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna. Dan untuk mengetahui penilaian hakim atas alat bukti rekaman berupa hasil marking / Provisioning melalui Pusat Pemantauan Lawful Interception Komisi Pemberantasan Korupsi, dengan hasil rekaman pembicaraan berupa Soft Copy dalam bentuk CD-R Verbatim SN : 7120 45RG 0554, CD-R Verbatim SN : 7120 45 MD 0554, CD-P Verbatim SN : 7120 45 LC 0554 yang berisi Voice atau SMS. Hasil rekaman ini akhirnya dijadikan hakim sebagai Petunjuk dalam pembuktian di persidangan. 4 D. Definisi Operasional 1. Penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat 4 Hal.16 dari 49 hal. Putusan No.161 PK/Pid.Sus/2010

8 publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi. 2. Penyadapan secara sah atau Lawful Interception adalah suatu cara penyadapan dengan menempatkan posisi penyadap di dalam penyelenggara jaringan telekomunikasi sedemikian rupa sehingga penyadapan memenuhi syarat tertentu yang dianggap sah secara hukum. 3. Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. 4. Dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna. 5. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.

9 6. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. 7. Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dari Pengirim. 8. Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dari Pengirim. 9. Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa terjadi satu tindak pidana. 10. Conviction-in time adalah bahwa menentukan salah tidaknya seorang terdakwa semata-mata ditentukan oleh keyakinan hakim. 11. Conviction-in time adalah bahwa menentukan salah tidaknya seorang terdakwa berdasarkan keyakinan hakim namun keyakinan itu harus dibatasi. 12. Unus Testis Nullus Testis adalah satu saksi bukan saksi. 13. Testimonium The Auditu adalah kesaksian saksi yang saksi dengar dari orang lain. 14. Beyond a reasonable doubt adalah patokan standard terbukti secara sah dan meyakinkan.

10 15. Prinsip velox et exactus yang artinya bahwa informasi yang disadap haruslah mengandung informasi terkini dan akurat. E. Metode Penelitian Dalam penelitian ini metodelogi yang digunakan adalah : 1. Type Penelitian Type penelitian yang digunakan adalah type penelitian normatif, type penelitian normatif adalah penelitian keperpustakaan yang dilakukan dengan menelusuri dan menelaah serta menganalisa pustaka atau bahanbahan siap pakai. 2. Data Penelitian Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dekomen-dekomen, peraturan perundang-undangan, artikel, makalah, buku-buku dan putusan-putusan hakim yang berkaitan dengan penyadapan alat bukti petunjuk dalam pembuktian dalam sebuah tindak pidana korupsi. 3. Sifat Penelitian Sifat penelitian yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah deskriptif analisis yang menggambarkan tentang alat bukti petunjuk yang didapat dari hasil penyadapan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap putusan 161 PK/PID.SUS/2010 dengan terdakwa M.Al Amin Nur Nasution, SE.

11 F. Sistematika BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai apa yang menjadi landasan pemikiran yang dituangkan dalam latar belakang, pokok permasalahan, pembahasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika penelitian. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan dibahas mengenai penyadapan dan pembuktian yang dilakukan dan bisa dilakukan dan bisa ditentukan dan diuraikan mengenai penyadapan, teori-teori pembuktin dan alat-alat bukti yang dipergunakan dalam melakukan pembuktian dalam tindak pidana korupsi. Diuraikan yang diperoleh dari hasil kajian pustaka (penelusuran literatur) yang telah dilakukan. Sumbersumber hukum tertulis maupun tidak tertulis yang relevan dengan permasalahan penelitian, disajikan selengkap mungkin dalam bab ini. BAB III : LATAR BELAKANG DITERBITKANNYA PENYADAPAN SEBAGAI ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM KETENTUAN PASAL 26A UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI DAN KEWENANGAN PENYADAPAN SEBAGAIMANA DITENTUKAN PASAL 12 HURUF A UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang diterbitkannya kewenangan dalam pasal 12 huruf a Undang-

12 Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, KPK melakukan penyadapan pada tingkat penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dan pentingnya penyadapan dilakukan dalam upaya untuk penegakan hukum khususnya tindak pidana korupsi. Hasil penyadapan kemudian menjadi alat bukti sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 26A huruf a Undang- Undang Anti Korupsi, diterbitkannya hasil penyadapan sebagai alat bukti petunjuk dapat mengungkap kejahatan korupsi, yang mana sebelumnya sangat lambat dan dengan hadirnya alat bukti ini akan lebih cepat terungkap yang kemudian dianggap memberikan kepastian hukum. Kontraversi terhadap kewenagan penyadapan kemudian bisa dilihat dari pendapat Mahkamah Konstitusi, DPR RI dan Pemerintah akan dipaparkan dalam bab ini. BAB IV : PENERAPAN HASIL DARI PENYADAPAN YANG DIJADIKAN SEBAGAI ALAT BUKTI SESUAI DENGAN KETENTUAN PASAL 26A UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI (PUTUSAN PK NOMOR 161 PK/PD.SUS/2010) Dalam bab ini akan dibahas mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa M. Al Amin Nur Nasution, S.E., perbuatan itu akan dilihat dalam Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang 31 tahun 1999 tentang

13 Tindak Pidana Korupsi. Dalam bab ini akan diuraikan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa Dalam bab ini juga akan diuraikan dakwaan primair dan dakwaan subsidair yang dilakukan terdakwa mengenai pasal yang disangkakan dan dihubungkan dengan perbuatan yang dilakukan dan kemudian atas perbuatan itu akan merujuk kepada alat-alat bukti yang dihadirkan, dan alat bukti hasil dari penyadapan sebagaimana terdapat dalam ketentuan pasal 26A huruf a dan b Undang-Undang korupsi diterapkan dan memberikan petunjuk terhadap perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. BAB V : PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dan saran a. Kesimpulan Kesimpulan disini akan menguraikan mengenai tindak pidana korupsi, yang merupakan kejahatan yang sangat luar biasa, oleh karen itu diperlukan cara-cara yang sangat luar biasa juga dalam melakukan pemberantasannya, salah satu caranya melakukan penyadapan yang terdapat dalam pasal 12 huruf a undang-undang nomor 30 tahun 2002 Komisi Pemberantasa Korupsi, yang kemudian dapat dijadikan sebagai alat bukti petunjuk sebagaimana ditentukan dalam pasal 26A Undang- Undang anti korupsi. Kesimpulan ini merupakan jawaban atas permasalahan yang diuraikan dalam bab-bab sebelumnya.

14 Kewenangan untuk melakukan penyadapan memberikan hasil yang baik dalam pemberantasan korupsi, maka dengan demikian akan diuraikan secara singkat bahwa tidak ada pertentangan terkait dengan penyadapan sebagaimana yang telah di putuskan Mahkamah Konstitusi dalam pertimbanganpertimbangannya. b. Saran Saran akan berisikan rekomendasi penelitian mengenai kewenangan penyadapan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dan hasil dari penyadapan sebagai alat bukti petunjuk sebagaimana terdapat dalam ketentuan pasal 26A Undang-Undang Korupsi. Rekomendasi penelitian ini sebagai jawaban atas permasalahan yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya.