ANALISIS PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH (Studi Kasus pada Kota di Jawa Tengah) NAMA : NUR INDAH MUMPUNI DWI RAHMA NPM : 28212365 PEMBIMBING : Dr. Singgih Djatmiko, S.Si, M.Sc. FAKULTAS : EKONOMI JURUSAN : AKUNTANSI
LATAR BELAKANG Lahirnya Otonomi Daerah dikarenakan adanya UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Daerah. Dimana suatu Daerah dapat dikatakan mampu berotonomi jika memiliki Kemampuan keuangan yang baik. Keberhasilan ekonomi suatu Daerah dapat dilihat dari Kemampuan Keuangan suatu Daerah tersebut.
Bagaimana perkembangan kemampuan keungan daerah pada Kota di Jawa Tengah dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah, jika ditinjau dari Rasio APBD? Bagaimana perbandingan perkembangan kemampuan keuangan daerah pada Kota di Jawa Tengah dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah yang diukur dari Indeks Kemampuan Keuangan Daerah? BATASAN MASALAH Pada Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Pertumbuhan Ekonomi (PDRB atas dasar Harga Konstan) pada Kota di Jawa Tengah tahun anggaran 2012-2014.
TUJUAN PENELITIAN Ingin mengetahui tingkat perkembangan kemampuan keuangan daerah pada Kota di Jawa Tengah dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah dilihat dari Rasio APBD. Ingin mengetahui perbandingan perkembangan kemampuan keuangan daerah pada Kota di Jawa Tengah dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah dilihat dari Indeks Kemampuan Keuangan Daerah. Deskriptif Komparatif a. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah b. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal c. Rasio Indeks Kemampuan Rutin d. Rasio Keserasian e. Rasio Pertumbuhan f. Indeks Kemampuan Keuangan
PRESENTASE PRESENTASE PEMBAHASAN Rasio Kemandirian Keuangan Daerah PERBANDINGAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH 60% 40% 20% 0% 2012 2013 2014 TAHUN ANGGARAN Magelang Pekalongan Salatiga Semarang Surakarta Tegal Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal PERBANDINGAN RASIO DERAJAT DESENTRALISASI FISKAL 40% 20% 0% 2012 2013 2014 TAHUN ANGGARAN Magelang Pekalongan Salatiga Semarang Surakarta Tegal
PRESENTASE Rasio Indeks Kemampuan Rutin Rasio Keserasian PERBANDINGAN KESELURUHAN RASIO KESERASIAN 100% 80% 60% 40% 20% Magelang Pekalongan Salatiga Semarang 0% B.OP B.MD RASIO BELANJA Surakarta Tegal
Rasio Pertumbuhan Tahun 2012 Rasio Pertumbuhan Magelang Pekalongan Salatiga Semarang Surakarta Tegal 2013 Positif Positif Positif Positif Negatif Negatif 2014 Negatif Positif Positif Positif Negatif Negatif Indeks Kemampuan Keuangan Daerah Perbandingan Indeks Kemampuan Keuangan Daerah Kota di Jawa Tengah 80% 60% 40% 20% 0% 51% 57% 58% 60% 57% 47% Magelang Pekalongan Salatiga Semarang Surakarta Tegal
KESIMPULAN DAN SARAN Rasio Kemandirian RENDAH (KONSULTATIF) : Kota Surakarta, Kota Tegal, Kota Magelang, Kota Pekalongan dan Salatiga. SEDANG (PARTISIPATIF) : Kota Semarang. Berdasarkan Perkembangan Kemampuan Keuangan Daerah dilihat dari Rasio APBD Rasio Pertumbuhan Pertumbuhan Positif : Kota Magelang, Kota Pekalongan, Kota Salatiga, Kota Semarang. Pertumbuhan Negatif : Kota Magelang, Kota Surakarta dan Kota Tegal. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal KURANG : Kota Magelang, Kota Salatiga, Kota Pekalongan. CUKUP : Kota Tegal & Kota Surakarta. SEDANG : Kota Semarang. Rasio Indeks Kemampuan Rutin KURANG : Kota Magelang, Kota Pekalongan, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Tegal. CUKUP : Kota Semarang. Rasio Keserasian Rasio Belanja Operasi : Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Tegal. Rasio Belanja Modal : Kota Magelang & Kota Pekalongan.
Berdasarkan Perbandingan Kemampuan Keuangan dilihat dari Indeks Kemampuan Keuangan Daerah SARAN 1. Kota Semarang 2. Kota Salatiga 3. Kota Surakarta dan Kota Pekalongan 4. Kota Magelang 5. Kota Tegal 1. Daerah yang memiliki Kemandirian Keuangan yang rendah sebaiknya lebih meningkatkan pada Rasio Kemandirian Keuangan Daerah. 2. Daerah yang mengutamakan pada belanja operasi sebaiknya lebih meningkatkan pada belanja modalnya. 3. Daerah yang memiliki rasio pertumbuhan negatif sebaiknya lebih meningkatkan pada pengeluaran belanja modalnya.