BAB II KAJIAN PUSTAKA. sekolah, pembentukan komite sekolah, peran komite sekolah, fungsi komite

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 044/U/2002 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KOMITE SEKOLAH WALIKOTA YOGYAKARTA

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

AD ART Komite Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR62 TAHUN 2009 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH BUPATI PURWOREJO,

DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG,

MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI 2 LAMONGAN

PERAN SERTA MASYARAKAT/ STAKE HOLDERS DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF

PEMBUKAAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

MENGENAL KOMITE SEKOLAH DAN PERANANNYA DALAM PENDIDIKAN

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 736 TAHUN 2012 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PENGURUS KOMITE SLTP NEGERI 6 SRAGEN Nomer : 01 / Komite / SLTP N 6 / 2003 Tentang Anggaran Dasar Komite Sekolah SLTP Negeri 6 Sragen

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Peran komite sekolah di SMA Negeri 1 Temon sebagai badan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA DEWAN PENDIDIKAN KABUPATEN SUBANG JL. KS TUBUN NO. 21 SUBANG JAWA BARAT

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. keinginan pemerintah dan kebutuhan masyarakat. Paradigma baru manajemen

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus

MASYARAKAT/STAKE HOLDERS DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

Jurnal SAP Vol. 1 No. 2 Desember 2016 ISSN: X PEMBERDAYAAN KOMITE SEKOLAH: KAJIAN KONSEP DAN IMPLEMENTASINYA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. yang bernama komite sekolah (SK Mendiknas Nomor 044/U/2002). karena pembentukan komite sekolah di berbagai satuan pendidikan atau

PERAN KOMITE SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH DASAR AL FALAAH SIMO BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2013/2014

BAB I PENDAHULUAN. Di era persaingan global, Indonesia memerlukan sumber daya manusia

MANAJEMEN PARTISIPASI MASYARAKAT

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dibidang peningkatan mutu pendidikan sangat diperlukan tertutama

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

ANGGARAN DASAR KOMITE SMP NEGERI 7 PARENGGEAN KECAMATAN PARENGGEAN KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Dasar Manajemen Berbasis Sekolah. istilah School-Based Management (SBM) sebagai suatu model pengelolaan

I. PENDAHULUAN. dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA KOMITE SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. manfaat penelitian secara teoritik dan praktis, serta penegasan istilah.

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, salah satunya adalah

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 08 TAHUN 2002 TENTANG LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANGGARAN DASAR DEWAN PENDIDIKAN KABUPATEN NIAS UTARA

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Perkembangan Dana BOS di Bandar Lampung

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 10 SERI E

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2016 TENTANG KOMITE SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MEMBERDAYAKAN KOMITE SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN MUTU LAYANAN PENDIDIKAN. Oleh : Alpres Tjuana, S.Pd., M.Pd

KOMITE SEKOLAH SESUAI PERMENDIKBUD NO. 75 TAHUN 2016 INSPEKTORAT JENDERAL KEMENDIKBUD

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (PROPENAS) Tahun Dalam BAB VII PROPENAS. ini memuat tentang Pembangunan Pendidikan, dimana salah satu arah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAERAH DAN KOMITE SEKOLAH/MADRASAH

YAYASAN BHAKTI TRI DHARMA KOSGORO JAKARTA ( KESATUAN ORGANISASI SERBAGUNA GOTONG ROYONG ) SURAT KEPUTUSAN

II TINJAUAN TEORETIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

ANGGARAN DASAR ASOSIASI DOSEN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR INDONESIA PENDAHULUAN

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi kewenangan ke tingkat sekolah.

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

ANGGARAN DASAR INDONESIAN ASSOCIATION FOR PUBLIC ADMINISTRATION (IAPA) BAB I NAMA, TEMPAT KEDUDUKAN, DAN WAKTU

BAB VI PENUTUP. tersebut akan disajikan secara rinci sebagai berikut: 1. Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Pertimbangan (Advisory Agency)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMBERDAYAAN KOMITE SEKOLAH DI SMA UNGGULAN KOTA YOGYAKARTA

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BATANG HARI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG PROGRAM WAJIB SEKOLAH 12 TAHUN DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN RUKUN TETANGGA DALAM DAERAH KOTA BONTANG

BAB II LANDASAN TEORI

TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

MASTEL MASYARAKAT TELEMATIKA INDONESIA The Indonesian Infocom Society

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, sekolah,

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR : 15 TAHUN 2003 TENTANG LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA/KELURAHAN (LPMD/K)

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA MAJELIS PENDIDIKAN DAERAH KABUPATEN ACEH TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bagian ini diuraikan beberapa konsep mengenai pengertian komite sekolah, pembentukan komite sekolah, peran komite sekolah, fungsi komite sekolah, dan landasan komite sekolah. Tetapi sebelum diuraikan tentang konsep-konsep tersebut perlu dijelaskan konsep hubungan manajemen pendidikan dengan komite sekolah. A. Hubungan Manajemen Pendidikan dengan Komite Sekolah. Menurut Syarif Hidayatullah (1976: 7) Manajemen Pendidikan adalah segala usaha bersama untuk mendayagunakan sumber-sumber (personil maupun materiil) secara efektif dan efisien untuk menunjang tercapainya pendidikan. Senada dengan pendapat di atas, Made Pidarta mengemukakan (1988: 4) Manajemen Pendidikan diartikan sebagai aktivitas memadukan sumbersumber pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya. Sedangkan menurut Suryosubroto (2004: 16) manajemen pendidikan mengandung pengertian proses untuk mencapai tujuan pendidikan. Proses itu dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pemantauan, dan penilaian. Lebih lanjut menurut Suharsimi Arikunto dan Lia Yuliana (2008: 4) Manajemen Pendidikan memiliki arti rangkaian segala kegiatan yang berupa proses pengelolaan usaha kerjasama sekelompok manusia yang tergabung

dalam organisasi pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya, agar efektif dan efisien. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen pendidikan adalah rangkaian proses kegiatan pengelolaan meliputi perencanaan hingga evaluasi yang dilakukan oleh sekelompok manusia dalam suatu organisasi pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Menurut Suryosubroto (2004: 30) dan Suharsimi Arikunto dan Lia Yuliana (2008: 5), ruang lingkup manajemen pendidikan akan diawasi dari 4 (empat) sudut pandang, yaitu dari sudut pandang wilayah kerja, objek garapan, fungsi atau urutan kegiatan dan pelaksana. Ruang lingkup menurut wilayah kerja meliputi manajemen pendidikan seluruh negara, manajemen pendidikan satu provinsi, dan manajemen pendidikan satu unit kerja. Ruang lingkup menurut objek garapan terdiri dari 8 (delapan) objek garapan, yaitu meliputi manajemen siswa, manajemen personil sekolah (baik tenaga pendidik maupun tenaga manajemen), manajemen kurikulum, manajemen sarana prasarana, manajemen tatalaksana pendidikan atau ketatausahaan sekolah, manajemen pembiayaan atau manajemen anggaran, manajemen lembaga-lembaga pendidikan atau organisasi pendidikan dan manajemen hubungan masyarakat atau komunikasi pendidikan. Menurut fungsi atau urutan kegiatan dikelompokkan menjadi merencanakan, mengorganisasikan, mengkomunikasikan, dan mengawasi atau mengevaluasi. Kedelapan komponen atau bidang garapan manajemen pendidikan merupakan faktor pendukung proses belajar mengajar dalam rangka mencapai

tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah itu diperlukan kerja sama antara semua personel sekolah (guru, murid, kepala sekolah, dan staf tata usaha) dan orang di luar sekolah yang ada kaitannya dengan sekolah (orang tua, komite sekolah, dan masyarakat). Kerjasama dalam menyelenggarakan sekolah itu harus dibina sehingga semua yang terlibat dalam urusan sekolah tersebut memberikan sumbangan secara maksimal. Kerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan dengan berbagai aspeknya ini dapat dipandang sebagai manajemen pendidikan. Dari penjelasan tersebut dikatakan bahwa objek permasalahan ini adalah komite sekolah ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan suatu lembaga pendidikan dan merupakan bidang garapan manajemen pendidikan, khususnya dalam bidang hubungan sekolah dengan masyarakat. B. Hubungan Sekolah dengan Masyarakat Istilah hubungan sekolah dengan masyarakat, menurut Oemi Abdurrachman (Suryosubroto, 2004: 155) ialah kegiatan untuk menanamkan dan memperoleh pengertian, good will, kepercayaan, penghargaan dari publik sesuatu badan khususnya dan masyarakat pada umumnya. Menurut Ibnoe Syamsi (Suryosubroto, 2004: 155) hubungan dengan masyarakat adalah untuk mengembangkan opini publik yang positif terhadap suatu badan, publik harus diberi penerangan-penerangan yang lengkap dan obyektif mengenai kegiatan-kegiatan yang menyangkut kepentingan mereka, sehingga dengan demikian akan timbul pengertian darinya. Selain itu

pendapat-pendapat dan saran saran dari publik mengenai kebijaksanaan badan itu harus diperhatikan dan dihargai. Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan jalinan interaksi yang diupayakan oleh sekolah agar dapat diterima di tengah-tengah masyarakat untuk mendapatkan aspirasi, simpati dari masyarakat. Dan mengupayakan terjadinya kerjasama yang baik antar sekolah dengan masyarakat untuk kebaikan bersama, atau secara khusus bagi sekolah penjalinan hubungan tersebut adalah untuk mensuksekan program-program sekolah yang bersangkutan sehingga sekolah tersebut bisa tetap eksis. Enco Mulyasa (2006: 50) menyatakan hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakekatnya merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah. Hubungan sekolah dengan masyarakat bertujuan antara lain untuk memajukan kualitas pembelajaran dan pertumbuhan anak, memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat, mengarahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah. Paradigma lama, hubungan keluarga, sekolah dan masyarakat dipandang sebagai institusi yang terpisah pisah. Pihak keluarga dan masyarakat dipandang tabu untuk ikut campur tangan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, apalagi sampai masuk ke wilayah kewenangan profesional para guru. Dewasa ini, paradigma lama ini dalam batas-batas tertentu telah ditinggalkan, keluarga memiliki hak untuk mengetahui tentang apa saja yang

diajarkan oleh guru di sekolah. Orang tua siswa memiliki hak untuk mengetahui dengan metode apa anak-anaknya diajar oleh para guru. Dalam paradigma tradisional, hubungan keluarga dan sekolah sudah mulai terjalin, tetapi masyarakat belum melakukan kontak dengan sekolah. Sedangkan dalam paradigma baru hubungan keluarga, masyarakat dan sekolah harus terjalin secara sinergis untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan, termasuk untuk meningkatkan mutu hasil belajar siswa di sekolah. Sekolah harus membina hubungan dengan masyarakat, dimana dalam pembinaan pendidikan terdapat tiga macam tanggung jawab yang dilakukan oleh orang tua, sekolah dan masyarakat. Ketiga komponen ini secara tidak langgsung telah melaksanakan kerjasama yang erat dalam pelaksanaan pendidikan. Menurut Fuad Ihsan (2003: 90) menyatakan bahwa orang tua anak meletakkan dasar-dasar pendidikan di dalam rumah tangga terutama dalam segi pembentukan kepribadian, nilai-nilai luhur moral dan agama sejak kelahirannya. Kemudian dilanjutkan dan dikembangkan dengan berbagai materi pendidikan berupa ilmu dan ketrampilan yang dilakukan oleh sekolah. Orang tua siswa menilai dan mengawasi hasil didikan sekolah dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian pendidikan di lingkungan masyarakat ikut pula berperan serta mengontrol, menyalurkan dan membina serta meningkatkannya, karena masyarakat adalah lingkungan pemakai atau the user dari produk pendidikan yang diberikan oleh rumah tangga dan sekolah. Proses pendidikan yang dilakukan oleh ketiga lingkungan ini dapat dikatakan bahwa secara mental dan spiritual dasar-dasar pendidikan

diletakkan oleh rumah tangga dan secara akademik konseptual dikembangkan oleh sekolah sehingga perkembangan diri anak mulai terarah. Kemudian perlunya hubungan yang harmonis antara sekolah dengan masyarakat yang diwadahi dalam organisasi komite sekolah, sangat diharapkan mampu mengoptimalkan peran serta orang tua dan masyarakat dalam memajukan program pendidikan dalam bentuk seperti: orang tua dan masyarakat membantu menyediakan fasilitas pendidikan, memberikan bantuan dana serta pemikiran atau sumbang saran yang diperlukan untuk kemajuan sekolah. Kemudian orang tua memberikan informasi kepada sekolah tentang potensi yang dimiliki anaknya serta memupuk pengertian orang tua dan masyarakat tentang program pendidikan yang sedang diperlukan oleh masyarakat. Masyarakat berkewajiban untuk memberikan dukungan terhadap tujuan, program, kebutuhan sekolah atau pendidikan. Sebaliknya, sekolah harus mengetahui dengan jelas apa kebutuhan, harapan dan tuntutan masyarakat terhadap sekolah. Dengan perkataan lain, antara sekolah dan masyarakat harus dibina suatu hubungan yang harmonis, dengan hubungan yang harmonis ini diharapkan akan dapat saling pengertian antara sekolah, orang tua, masyarakat dan lembaga-lembaga lain yang ada di masyarakat, termasuk dunia kerja. Saling membantu antara sekolah dan masyarakat karena mengetahui manfaat, arti dan pentingnya peranan masing-masing. Terbinanya kerjasama yang erat antara

sekolah dengan berbagai pihak masyarakat dan mereka merasa ikut bertanggung jawab atas suksesnya pendidikan di sekolah. Masyarakat harus diberikan kesempatan untuk ikut berperan serta memajukan sekolah serta mengikutkan orang tua dan tokoh masyarakat dalam merencanakan dan mengawasi program sekolah. Jika hubungan sekolah dengan masyarakat berjalan dengan baik, rasa tanggung jawab dan partisipasi masyarakat untuk memajukan sekolah akan semakin tinggi dan semakin membaik. Pengertian hubungan masyarakat di atas, sedikitnya ada dua kepentingan dalam manajemen pendidikan. Pertama, kepentingan sekolah, yang dapat dilihat dari pemberian informasi dari pihak sekolah kepada masyarakat, sehingga masyarakat membentuk opini tersendiri terhadap sekolah. Kepentingan lain agar sekolah dapat mengerti berbagai sumber yang ada dalam masyarakat yang dapat didayagunakan untuk kepentingan belajar mengajar dan usaha pendidikan pada umumnya. Kedua, dilihat dari segi kepentingan masyarakat, maka masyarakat dapat mengambil manfaat dan menyerap hasil-hasil pemikiran dan perkembangan pengetahuan dan teknologi yang berguna bagi masyarakat itu sendiri. Pengertian, penerimaan dan pemahaman masyarakat akan membentuk persepsi masyarakat terhadap sekolah.

C. Komite Sekolah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 56 ayat 3 menyatakan bahwa: Komite sekolah atau madrasah sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. Esensi dari partisipasi komite sekolah adalah peningkatan kualitas pengambilan keputusan dan perencanaan sekolah yang dapat mengubah pola pikir, keterampilan, dan distribusi kewenangan atas individual dan masyarakat yang dapat memperluas kapasitas manusia meningkatkan taraf hidup dalam sistem manajemen pemberdayaan sekolah. Syaiful Sagala (2008: 191) menyatakan peran serta masyarakat mendukung manajemen sekolah adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari, bahkan menjadi keharusan, dimana agar peran serta masyarakat menjadi suatu sistem yang terorganisasi. Komite sekolah juga merupakan wadah bagi orang tua atau masyarakat yang peduli untuk membantu memajukan pendidikan di sekolah seperti membantu menyediakan fasilitas pembelajaran dan meningkatkan kesejahteraan guru. Intinya tugas komite sekolah dapat membantu mempercepat atau mengoptimalkan upaya peningkatan mutu pendidikan dan memberikan pemahaman kepada masyarakat sekitar tentang program-program yang akan dilaksanakan.

1. Tujuan Pembentukan Komite Sekolah Pembentukan komite sekolah memiliki tujuan agar adanya suatu organisasi masyarakat sekolah yang mempunyai komitmen dan loyalitas serta peduli terhadap peningkatan kualitas sekolah. Tujuan komite sekolah adalah: a. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan. b. Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan. c. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntanbel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan (SK Mendiknas Nomor 044/U/2002 tanggal 2 April 2002 tentang pembentukan Dewan dan Komite Sekolah) Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa posisi komite sekolah berada di tengah-tengah antara orang tua murid, murid, guru, masyarakat setempat dan kalangan swasta di satu pihak dengan pihak sekolah sebagai institusi, kepala sekolah, dinas pendidikan wilayahnya, dan pemerintah daerah di pihak lainnya. Komite sekolah menjembatani kepentingan keduanya. 2. Peran dan Fungsi Komite Sekolah Keberadaan komite sekolah harus bertumpu pada landasan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan hasil pendidikan di sekolah. Komite sekolah berperan sebagai : a. Pendukung (Supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan. b. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.

c. Pengontrol (controling agency) dalam rangka transparansi, demokratis dan akuntanbilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan. d. Mediator antara pemerintah (executive) dengan masyarakat di satuan pendidikan (SK Mendiknas Nomor 044 / U/ 2002 tanggal 2 April 2002 tentang pembentukan Dewan dan Komite Sekolah) Berdasarkan uraian di atas dapat di simpulkan bahwa komite sekolah mencerminkan peran serta masyarakat dalam memajukan pendidikan. Karena itu komite sekolah tidak semata-mata dibentuk atas dasar formalitas belaka, melainkan memang diberdayakan memberikan sumbang saran, pendapat, kontrol terhadap penyelenggaraan pendidikan. Luasnya peran komite sekolah tidak dimaksudkan untuk mengurangi wibawa guru dan kepala sekolah. Tetapi dengan peran yang berbeda tersebut memungkinkan kerjasama yang baik di antara sekolah dan komite sekolah. Fungsi komite sekolah yang disebutkan dalam SK Mendiknas Nomor 044/ U/ 2002 tanggal 2 April 2002 tentang Pembentukan Dewan dan Komite Sekolah sebagai berikut : a. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. b. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/ organisasi/dunia usaha/dunia industri dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. c. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat. d. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai : 1. Kebijakan dan program pendidikan 2. Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS) 3. Kriteria kinerja satuan pendidikan 4. Kriteria tenaga kependidikan 5. Kriteria fasilitas pendidikan 6. Hal-hal lain yang terkait dalam pendidikan.

e. Mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan. f. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan. g. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi komite sekolah seperti yang digambarkan di atas, bidang garapanya lebih condong ke arah evaluasi dan koreksi ke arah perbaikan di masa depan. Penerapan fungsi komite sekolah lebih bergerak mulai dari bidang perencanaan dahulu dalam porsi lebih besar dan kemudian diakhiri dengan evaluasi program. Orang tua memiliki peran yang tidak kecil dalam mendukung keberhasilan penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Keberadaan orang tua dengan status sosial ekonomi yang tinggi akan mendukung terselenggaranya berbagai kegiatan pendidikan di sekolah. Status sosial ekonomi yang tinggi dari orang tua siswa diantaranya dapat mendukung berjalannya berbagai jenis kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggarakan oleh sekolah. 3. Kedudukan dan Sifat Komite Sekolah Menurut Depdiknas (2004: 21-22) komite sekolah dapat dibentuk dengan alternatif sebagai berikut : a. Komite sekolah yang dibentuk di satu satuan pendidikan. b. Komite sekolah dibentuk untuk beberapa satuan pendidikan sekolah yang sejenis.

c. Komite sekolah dibentuk untuk beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenis dan jenjang pendidikan dan terletak di dalam satu kompleks kawasan yang berdekatan. d. Komite sekolah dibentuk untuk beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenis dan jenjang pendidikan milik atau dalam pembinaan satu yayasan penyelenggara pendidikan. Komite sekolah berkedudukan di satuan pendidikan. Komite sekolah dapat terdiri dari satu satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan dalam jenjang yang sama, atau beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenjang tetapi berada pada lokasi yang berdekatan, atau satuan-satuan pendidikan yang dikelola oleh suatu penyelenggaran pendidikan, atau karena pertimbangan lainnya. Badan ini bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan dengan lembaga pemerintah. 4. Organisasi Pengaturan keorganisasian komite sekolah yang meliputi keanggotaan, kepengurusan serta anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dalam. a. Keanggotaan komite sekolah 1. Keanggotaan komite sekolah terdiri atas : a) Unsur masyarakat dapat berasal dari : 1) Orang tua atau wali peserta didik 2) Tokoh masyarakat. 3) Tokoh pendidikan 4) Dunia usaha/ industry 5) Organisasi profesi tenaga pendidikan 6) Wakil alumni 7) Wakil peserta didik

b) Unsur dewan guru, yayasan/ lembaga penyelenggara pendidikan, Badan pertimbangan desa dapat pula dilibatkan sebagai anggota Komite Sekolah (maksimal 3 orang) 2. Anggota komite sekolah sekurang-kurangnya berjumlah 9 (sembilan) orang dan jumlah gasal. b. Kepengurusan komite sekolah 1. Pengurus sekurang-kurangnya terdiri atas a) Ketua b) Sekretaris c) Bendahara 2. Pengurus dipilih dari dan oleh anggota 3. Ketua bukan berasal dari Kepala satuan pendidikan c. Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) 1. Komite sekolah wajib memiliki AD dan ART 2. Anggaran dasar sebagaimana dimaksudkan sekurang-kurangnya memuat : a) Nama dan tempat kedudukan b) Dasar, tujuan dan kegiatan c) Keanggotaan dan kepengurusan d) Hak dan kewajiban anggota dan pengurus e) keuangan f) Mekanisme kerja dan rapat-rapat g) perubahan AD dan ART, serta pembubaran organisasi (SK Mendiknas Nomor 044/ U/ 2002 tanggal 2 April 2002 tentang Pembentukan Dewan dan Komite Sekolah) Menurut Depdiknas (2003: 7) anggota komite sekolah dari unsur masyarakat dapat berasal dari perwakilan orang tua atau wali peserta didik berdasarkan jenjang kelas yang dipilih secara demokratis; tokoh masyarakat (ketua RT/RW/RK, Kepala Dusun, ulama, budayawan, pemuka adat), anggota masyarakat yang mempunyai perhatian atau dijadikan figur dan mempunyai perhatian untuk meningkatkan mutu pendidikan, pejabat pemerintah setempat (Kepala Desa/ Lurah, Kepolisian, Koramil, Depnaker, Kadin, dan instansi lain) dunia usaha/ industri (pengusaha industri, jasa, asosiasi dan lain-lain), pakar pendidikan yang mempunyai perhatian pada peningkatan mutu pendidikan, organisasi profesi tenaga pendidikan, perwakilan siswa bagi

tingkat SLTP/ SMU/SMK yang dipilih secara demokratis berdasarkan jenjang kelas; dan perwakilan forum alumni SD/SLTP/SMU/SMK yang telah dewasa dan mandiri. Anggota komite sekolah yang berasal dari unsur dewan guru, yayasan/ lembaga penyelenggara pendidikan, Badan pertimbangan Desa sebanyak-banyaknya berjumlah tiga orang. Jumlah anggota komite sekolah sekurang-kurangnya 9 (sembilan) orang dan jumlahnya harus gasal. Syarat-syarat, hak dan kewajiban serta masa keanggotaan komite sekolah ditetapkan di dalam AD/ART. Pengurus Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah ditetapkan berdasarkan AD/ART yang sekurang-kurangnya terdiri atas seorang ketua, sekretaris dan bendahara. Apabila dipandang perlu, kepengurusan dapat dilengkapi dengan bidangbidang tertentu sesuai kebutuhan. Selain itu dapat pula diangkat petugas khusus yang menangani urusan administrasi. Pengurus dewan dipilih dari dan oleh anggota secara demokratis. Khusus jabatan ketua Dewan Pendidikan bukan berasal dari unsur Pemerintah Daerah dan DPRD. Komite Sekolah bukan berasal dari kepala satuan pendidikan. 5. Dasar Hukum Pembentukan Komite Sekolah Dasar hukum yang digunakan sebagai pegangan dalam pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah, termasuk pelaksanaan program kegiatan sosialisasi dan fasilitasi, adalah sebagai berikut: a. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

b. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. c. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional d. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peran serta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional e. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. f. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. g. Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 559/C/Kep/PG/2002 tentang Tim Pengembangan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. 6. Pembentukan Komite Sekolah Pembentukan komite sekolah menurut SK Mendiknas Nomor 044/ U/ 2002 tanggal 2 April 2002 tentang Pembentukan Dewan dan Komite Sekolah meliputi: a Prinsip Pembentukan Pembentukan komite sekolah menganut prinsip-prinsip sebagai berikut: 1) Transparan, akuntabel dan demokratis 2) Merupakan mitra satuan pendidikan b Mekanisme Pembentukan Pembentukan Panitia Persiapan 1) Masyarakat dan/ atau kepala satuan pendidikan membentuk panitia persiapan. Panitia persiapan berjumlah sekurang-kurangnya 5 (lima) orang yang terdiri atas kalangan praktisi pendidikan (seperti guru, kepala satuan pendidikan, penyelenggara pendidikan), pemerhati pendidikan (LSM peduli pendidikan, tokoh masyarakat, tokoh agama, dunia usaha dan industri) dan orang tua peserta didik.

2) Panitia persiapan bertugas mempersiapkan pembentukan Komite sekolah dengan langkah-langkah sebagai berikut : a) Mengadakan forum sosialisasi kepada masyarakat (termasuk pengurus/ anggota BP3, majelis sekolah, komite sekolah yang sudah ada) tentang komite sekolah menurut keputusan ini; b) Menyusun kriteria dan mengidentifikasi calon anggota berdasarkan usulan masyarakat; c) Menyeleksi calon anggota berdasarkan usulan masyarakat; d) Mengumumkan nama-nama calon anggota kepada masyarakat; e) Menyusun nama-nama anggota terpilih; f) Memfasilitasi pemilihan pengurus dan anggota komite sekolah; g) Menyampaikan nama pengurus dan anggota komite sekolah kepada kepala satuan pendidikan; 3) Panitia persiapan dinyatakan bubar setelah Komite Sekolah terbentuk c Penetapan pembentukan komite sekolah Komite sekolah ditetapkan untuk pertama kali dengan Surat Keputusan kepala satuan pendidikan, dan selanjutnya diatur dalam AD/ART (SK Mendiknas Nomor 044/ U/ 2002 tanggal 2 April 2002 tentang Pembentukan Dewan dan Komite Sekolah). Menurut Depdiknas (2003: 8) pembentukan komite sekolah harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan demokratis. Pengertian transparan adalah bahwa komite sekolah harus dibentuk secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat secara luas mulai dari tahap pembentukan panitia persiapan, proses sosialisasi oleh panitia persiapan, kriteria calon anggota, pengumuman calon anggota, proses pemilihan, dan penyampaian hasil pemilihan. Akuntabel adalah bahwa panitia persiapan hendaknya menyampaikan laporan pertanggungjawaban kinerjanya maupun penggunaan dana kepanitiaan. Demokratis adalah bahwa dalam proses pemilihan anggota dan pengurus dilakukan dengan musyawarah mufakat. Jika dipandang perlu pemilihan anggota dapat dilakukan melalui pemungutan suara.

Pembentukan komite sekolah di SMA N 1 Temon diawali dengan pembentukan panitia persiapan yang dibentuk oleh kepala satuan pendidikan atau oleh masyarakat. Panitia persiapan berjumlah sekurang-kurangnya 5 (lima) orang yang terdiri atas kalangan praktisi pendidikan (seperti guru, kepala satuan pendidikan dan penyelenggara pendidikan), pemerhati pendidikan dan orang tua peserta didik. 7. Mekanisme Pembentukan Komite Sekolah Di bawah ini adalah uraian pembentukan komite sekolah menurut Kepmendiknas No 044/U/2002 tentang dewan pendidikan dan komite sekolah. Pembentukan komite sekolah diawali dengan pembentukan panitia persiapan atas prakarsa masyarakat atau dipelopori oleh orang tua/wali peserta didik, tokoh masyarakat/pemimpin informal, atau kepala satuan pendidikan. Panitia persiapan sekurang-kurangnya 5 orang terdiri atas kalangan praktisi pendidikan (guru, kepala satuan pendidikan, penyelenggara pendidikan), pemerhati pendidikan (LSM berorientasi atau peduli pendidikan, tokoh masyarakat/pemimpin informal, tokoh agama, dunia usaha/dunia industri), serta orang tua/wali peserta didik. Pembentukan Komite Sekolah yang dipandu oleh panitia persiapan seyogyanya mengikuti 7 langkah pokok, sebagai berikut: Langkah pertama, sosialisasi tentang komite sekolah dengan mengacu pada Surat Keputusan Menteri Pendidikan No. 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Langkah kedua, penyusunan kriteria dan

identifikasi calon anggota berdasarkan usulan dari masyarakat. Bakal calon yang diusulkan tidak harus berdomisili di lingkungan sekolah, namun diketahui memiliki keterikatan batin dengan sekolah (misalnya alumni). Langkah ketiga, seleksi bakal calon anggota yang diusulkan masyarakat, berdasarkan kriteria yang disepakati bersama pada langkah kedua. Langkah keempat, pengumuman bakal calon anggota yang telah diseleksi pada langkah ketiga, dan yang menyatakan kesediaannya dicalonkan sebagai calon anggota komite sekolah. Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya keberatan dari masyarakat terhadap satu atau lebih bakal calon. Langkah kelima, penyusunan nama-nama calon anggota yang dinyatakan resmi sebagai calon anggota. Langkah keenam, pemilihan anggota komite sekolah oleh masyarakat. Pemilihan dapat dilakukan dalam suatu forum baik secara musyawarah mufakat ataupun melalui pemungutan suara. Langkah ketujuh, penyampaian nama-nama pimpinan dan anggota Komite Sekolah dan struktur organisasinya kepada kepala satuan pendidikan untuk mendapat surat keputusan kepala satuan pendidikan. Panitia persiapan memfasilitasi pengukuhan terbentuknya Komite Sekolah. Selanjutnya panitia persiapan dinyatakan bubar. E. Kerangka Berfikir Penelitian ini berawal dari pergantian sistem manajemen pendidikan yang semula sentralisasi menjadi desentralisasi. Dengan otonomi pengelolaan, sebagian besar keputusan pendidikan harus dibuat ditingkat sekolah. Otonomi

sekolah memungkinkan sekolah dapat mengurus kepentingannya berdasarkan inisiatif dan kemampuannya sendiri. Keputusan yang partisipatif memungkinkan terlaksananya demokratisasi di bidang pendidikan sehingga semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan dapat lebih bertanggung jawab. Berawal dari hal tersebut, partisipasi masyarakat merupakan bagian dalam pengambilan keputusan partisipatif dalam rangka otonomi sekolah. Partisipasi masyarakat dimanifestasikan oleh komite sekolah, sebagai lembaga yang mewadahi aspirasi dan partisipasi masyarakat. Komite sekolah memiliki peran sebagai badan pertimbangan, pendukung, pengawas, dan penghubung. Melalui peran tersebut komite sekolah dapat terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. F. Pertanyaan Penelitian Di bawah ini adalah panduan yang mengarahkan penelitian peran komite sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan, yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana komite sekolah melaksanakan peran sebagai badan pertimbangan dalam penyelenggaraan pendidikan di SMA N 1 Temon? 2. Bagaimana komite sekolah melaksanakan peran sebagai badan pendukung dalam penyelenggaraan pendidikan di SMA N 1 Temon? 3. Bagaimana komite sekolah melaksanakan peran sebagai badan pengawas dalam penyelenggaraan pendidikan di SMA N 1 Temon?

4. Bagaimana komite sekolah melaksanakan peran sebagai badan penghubung dalam penyelenggaraan pendidikan di SMA N 1 Temon?