TEKNIK GULUDAN SEBAGAI SOLUSI METODE PENANAMAN MANGROVE PADA LAHAN YANG TERGENANG AIR YANG DALAM

dokumen-dokumen yang mirip
REHABILITAS MANGROVE PADA TAPAK-TAPAK YANG KHUSUS. Oleh : Cecep Kusmana 1 dan Samsuri 2

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

4 KERUSAKAN EKOSISTEM

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan salah satu peran penting mangrove dalam pembentukan lahan baru. Akar mangrove mampu mengikat dan menstabilkan substrat

PEMANFAATAN PERSEMAIAN BERTINGKAT UNTUK PRODUKSI BIBIT DALAM KERANGKA REHABILITASI HUTAN MANGROVE SPESIFIK LOKASI. Bau Toknok 1 Wardah 1 1

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VI. SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Teknik Restorasi Mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Rehabilitasi dan Restorasi Hutan Mangrove di Kalimantan Selatan. Wawan Halwany Eko Priyanto

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove dilaporkan berasal dari kata mangal yang menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

PENGARUH UMUR BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN BAKAU (Rhizophora mucronata Lam) PADA LAHAN TAMBAK DI DELTA MAHAKAM

KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi. pembangunan adalah sebagai berikut ; pertama, sumberdaya yang dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT

Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

Teknik Merehabilitasi Hutan Bakau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

IDENTIFIKASI TINGKAT KERAWANAN DEGRADASI KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA MUARA, TANGERANG, BANTEN

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada

Analisis Vegetasi Hutan Mangrove Di Kawasan Muara Sungai Serukam Kabupaten Bengkayang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

KERAPATAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI DASAR REHABILITASI DAN RESTOCKING KEPITING BAKAU DI KABUPATEN MAMUJU PROVINSI SULAWESI BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 1 : (1999)

TINJAUAN PUSTAKA. Mangrove tumbuh terutama pada tanah lumpur, namun berbagai jenis. mangrove juga dapat tumbuh di tanah berpasir atau berkoral yaitu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

1. Pengantar A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bantu yang mampu merangsang pembelajaran secara efektif dan efisien.

ZONASI TUMBUHAN UTAMA PENYUSUN MANGROVE BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS AIR LAUT DI DESA TELING KECAMATAN TOMBARIRI

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Mangrove/bakau adalah tanaman alternatif terbaik sebagai

ANALISIS VEGETASI DAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI TELUK BENOA-BALI. Dwi Budi Wiyanto 1 dan Elok Faiqoh 2.

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

Yuda Purnama 1, Iwan Hilwan 1 dan Cecep Kusmana 1

sangat penting saat ini. Fakta akan pentingnya ekosistem mangrove dan ancaman yang

Bibit yang berkualitas merupakan salah satu faktor utama yang mampu menunjang keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

Hasil dan Pembahasan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ari Luqman, 2013

Struktur Vegetasi Mangrove di Desa Ponelo Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: KARAKTERISTIK LAHAN PASUT DAN LEBAK DARI SEGI ASPEK HIDROLOGI.

TINJAUAN PUSTAKA. pada daerah landai di muara sungai dan pesisir pantai yang dipengaruhi oleh

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

Bab III Karakteristik Desa Dabung

Transkripsi:

Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 1 No. 3, Desember 2014: 165-171 ISSN : 2355-6226 TEKNIK GULUDAN SEBAGAI SOLUSI METODE PENANAMAN MANGROVE PADA LAHAN YANG TERGENANG AIR YANG DALAM 1* 1 1 Cecep Kusmana, Istomo, Tarma Purwanegara Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor 16680 *Email:ckusmana@ymail.com RINGKASAN Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas sekitar 17.504 buah pulau dengan panjang garis pantai sekitar 95.181 km yang ditumbuhi oleh mangrove dengan lebar beberapa meter sampai beberapa kilometer dari garis pantai. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan pada tahun 2007 melaporkan bahwa dari luas kawasan hutan mangrove sekitar 7.758.411 ha, sekitar 60% dari luas tersebut berada dalam kondisi yang rusak. Sebagian dari kawasan yang rusak tersebut terdiri atas lahan-lahan yang digenangi air yang dalam (kedalaman air lebih dari 1 m). Berdasarkan hasil penelitian selama 3 tahun (tahun 2008 sampai tahun 2010), secara empirik tehnik guludan sudah terbukti merupakan metode penanaman mangrove yang efektif untuk lahan-lahan yang tergenang air yang dalam tersebut. Tehnik guludan ini pada dasarnya terdiri atas 3 (tiga) tahapan, yaitu : (1) pembuatan konstruksi guludan berukuran lebar 4 sampai 5 meter, panjang 6 sampai 10 meter, dan tingginya sesuai dengan kedalaman air; (2) pengurugan guludan dengan karung tanah di bagian bawah yang ditutupi oleh tanah curah setebal 30 sampai 50 cm di bagian atasnya sebagai media tumbuh; dan (3) penanaman bibit mangrove dengan jarak tanam rapat (0,25 x 0,25 m), sedang (0,5 x 0,5 m), dan jarang (1 x 1 m). Saat ini penanaman mangrove dengan teknik guludan sudah banyak diterapkan oleh berbagai pihak di kawasan pesisir Angke Kapuk, Jakarta Utara. Kata kunci: teknik guludan, metode penanaman mangrove, rehabilitasi mangrove PERNYATAAN KUNCI Sebagai suatu negara kepulauan yang terdiri atas 17.504 buah pulau dengan panjang garis pantai sekitar 95.181 km, Indonesia memiliki kawasan mangrove yang cukup luas (sekitar 7.758.411 ha). Dari luasan mangrove tersebut, sekitar 31% dikategorikan masih baik, 27% rusak sedang, dan 42% rusak berat. Ekosistem mangrove berfungsi penting untuk menghasilkan berbagai jenis produk (kayu dan hasil hutan bukan kayu) dan jasa lingkungan (pengendali abrasi, intrusi, barier terhadap gelombang laut/badai dan angin topan, dan penyerap CO serta penghasil oksigen), habitat 2 berbagai jenis fauna, penunjang fungsi 165

Vol. 1 No. 3, Desember 2014 Tehnik Guludan sebagai Solusi Metoda Penanaman Mangrove perikanan (feeding ground, nursery ground, spawning ground untuk berbagai jenis ikan, udang, dan kepiting). Oleh karena itu, kawasan mangrove yang rusak harus direhabilitasi. Salah satu kendala dalam merehabilitasi hutan mangrove yang rusak adalah dalamnya genangan air pada lahan yang harus direhabilitasi. Berdasarkan hasil penelitian, secara empirik teknik guludan sudah terbukti secara efektif dapat diterapkan sebagai metode penanaman mangrove pada lahan-lahan yang tergenang air yang dalam. REKOMENDASI KEBIJAKAN Kementerian Kehutanan dapat mendorong Teknik Guludan untuk dijadikan sebagai salah satu alternatif inovasi teknologi dalam rehabilitasi ekosistem mangrove yang rusak. Perlu adanya sosialiasi penerapan Teknik Guludan kepada berbagai lapisan masyarakat dan instansi terkait (Pusat dan Daerah). Perlu adanya pendampingan teknis penerapan Teknik Guludan kepada para pengguna. I. PENDAHULUAN Sebagai suatu negara kepulauan yang terdiri atas sekitar 17.504 buah pulau dengan panjang garis pantai sekitar 95.181 km dengan kondisi fisik lingkungan dan iklim yang beragam. Indonesia mempunyai ekosistem pesisir yang luas yang umumnya didominasi oleh hutan mangrove dengan lebar dari beberapa meter sampai beberapa kilometer dari garis pantai (DKP DKI Jakarta, 2009). Berdasarkan informasi dari Ditjen RLPS Kementerian Kehutanan pada tahun 2007, luas kawasan mangrove di Indonesia diduga sekitar 7.758.411 ha. Selanjutnya dilaporkan bahwa dari luasan mangrove tersebut sekitar 31% dikategorikan masih baik, 27% rusak sedang, dan 42% rusak berat. Salah satu penyebab utama rusaknya mangrove tersebut adalah konversi lahan mangrove menjadi bentuk penggunaan lahan lain, terutama menjadi lahan tambak. Sebagaimana dilaporkan oleh banyak para peneliti, ekosistem mangrove menyediakan berbagai jenis barang dan jasa yang sangat penting untuk menunjang kehidupan masyarakat dan pemeliharaan kualitas lingkungan pesisir. Fungsi ekosistem mangrove tersebut, diantaranya penghasil kayu, hasil hutan bukan kayu (bahan makanan, minuman, obat-obatan, energi), jasa perlindungan lingkungan (pengendali abrasi, intrusi, barier terhadap gelombang laut/badai dan angin topan, dan penyerap CO serta penghasil 2 oksigen), habitat berbagai jenis fauna, penunjang fungsi perikanan (feeding ground, nursery ground, spawning ground untuk berbagai jenis ikan, udang, dan kepiting). Oleh karena itu, ekosistem mangrove yang rusak harus direhabilitasi. Salah satu kendala dalam melakukan rehabilitasi lahan di kawasan mangrove adalah dalamnya genangan air karena bibit mangrove yang ditanam tidak akan dapat hidup kalau secara permanen terendam air tanpa adanya proses bebas dari genangan pada saat surut. Sehubungan dengan hal tersebut, secara empirik teknik guludan sudah terbukti secara efektif dapat mengatasi penanaman mangrove pada lahan-lahan yang tergenang air yang dalam, seperti dapat dilihat di kawasan pesisir Angke Kapuk, Jakarta Utara. 166

Cecep Kusmana, Istomo, Tarma Purwanegara Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan II. SITUASI TERKINI TERHADAP ISU YANG DIBAHAS Sebelum teknik guludan ini diperkenalkan, penanaman mangrove pada lahan-lahan yang tergenang air yang cukup dalam dilakukan dengan menggunakan drum bekas minyak tanah yang diisi dengan tanah dan bronjong anyaman bambu yang diisi dengan tanah sebagai media tumbuh. Berdasarkan pengalaman, metode penanaman tersebut dapat menopang pertumbuhan anakan mangrove sampai umur sekitar dua tahun. Namun, selanjutnya anakan mangrove tersebut mati karena tanah sebagai media tumbuhnya hilang akibat hancurnya drum dan bronjong bambu yang digunakan sebagai wadah tanah tersebut. Dengan demikian, penggunaan drum dan bronjong anyaman bambu dalam penanaman anakan mangrove tidak efektif dan tidak efisien dalam menumbuhkan anakan mangrove yang ditanam pada lahan yang tergenang air yang dalam. Sejak tahun 2008, Fakultas Kehutanan IPB di bawah koordinasi Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta bekerjasama dengan berbagai pihak (PT. Jasa Marga, PT. Pertamina, Perusahaan Gas Negara, Bank Mandiri, PT. AEON, dan lain-lain) melakukan rehabilitasi kawasan pesisir yang rusak di Angke Kapuk, Jakarta Utara (khususnya kawasan sebelah kiri dan kanan tol Sedyatmo) menggunakan tehnik guludan. Sampai saat ini penanaman mangrove dengan menggunakan tehnik guludan di kawasan pesisir tersebut telah mencapai sekitar 300.000 bibit mangrove jenis bakau (Rhizophora spp.). Dengan demikian, sekitar 95 ha kawasan mangrove yang rusak di Angke Kapuk hampir seluruhnya telah berhasil direhabilitasi. Keberhasilan penerapan teknik guludan di Angke Kapuk ini mulai tahun 2015 akan coba dijajagi untuk diterapkan di lokasi lain (kawasan pesisir Provinsi Jawa Barat, khususnya Pantai Utara Jawa Barat). III. ANALISIS DAN PENANGANAN Pemilihan jenis merupakan faktor yang sangat menentukan di dalam keberhasilan penanaman mangrove. Beberapa faktor lingkungan yang sering digunakan secara praktis untuk pemilihan jenis yang akan ditanam adalah kelas penggenangan pasang surut dan salinitas, serta kondisi tanah. Selain mempertimbangkan faktor lingkungan fisik lokasi yang akan ditanam, pemilihan spesies yang akan ditanam harus mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini : Sudah ada atau pernah ada spesies secara alami di sekitar atau di wilayah penanaman (spesies asli setempat). Penguasaan terhadap teknik budidaya spesies yang akan ditanam Ketersediaan propagul (bahan tanaman) dan bibit cukup memadai. Sesuai dengan tujuan penanaman. (1) Kelas penggenangan dan salinitas Dalam hal ini, hubungan antara salinitas, kelas genang (frekuensi penggenangan) dengan jenis mangrove adalah seperti disajikan pada Tabel 1. Dari uji coba disimpulkan bahwa tinggi relatif permukaan tanah terhadap permukaan air pasang tertinggi (pasang purnama) dan pasang terendah (pasang perbani), merupakan faktor terpenting yang menentukan sebaran spesies mangrove. Selain itu, karena tinggi permukaan tanah mudah diukur, peubah ini bisa secara praktis diandalkan untuk pemilihan spesies. Pada prakteknya, ketinggian permukaan tanah diukur sebagai jarak antara permukaan tanah yang bersangkutan, dengan permukaan air pasang tertinggi. Bila jarak 167

Vol. 1 No. 3, Desember 2014 Tehnik Guludan sebagai Solusi Metoda Penanaman Mangrove ini besar, berarti permukaan tanah ini rendah, dan sebaliknya. Permukaan air pasang tertinggi diukur secara langsung dan bisa juga dengan mewawancarai penduduk sekitar lokasi. Pada ujicoba di Bali (Taniguchi et al 1999), disimpulkan bahwa pemilihan spesies terbaik diperoleh dengan mula-mula mengidentifikasi spesies yang cocok dengan tinggi permukaan tanahnya. Setelah itu, baru faktor faktor lain, seperti salinitas, topografi, sifat tanah, dan sebagainya, dikaji untuk memperoleh keputusan akhir mengenai spesies yang akan ditanam. Tabel 1. Hubungan antara salinitas, kelas penggenangan air pasang surut dengan penyebaran spesies mangrove Kelasgenang (Watson, 1928) 1. All high tides (daerah yang terkena semua tipe pasang) 2. Medium hightides (daerah pasang moderat) 3. Normal high tides (daerah pasang normal) 4. Spring tides only (daerah pasang tertinggi) 5. Storm hight tides only (daerah yang hanya terkena pasang badai) Sumber : Kusmana et al. 2005 Salinitas Kelasgenangberdasarkansalinitas Frekuensigenangan Spesies mangrove (de Haan, 1931) (Chapman, 1944) dominan 10 30 ppt A. Payau sampai masin, salinitas 10-30 ppt 530 700 + Avicennia spp. A.1. 1 2 kali/hari, paling sedikit 20 hari/ Sonneratia alba bulan Rhizophora spp. 10 30 ppt A.2. 10 19 hari/bulan 400 530 Bruguiera spp. Rhizophoraspp. Ceriops spp. Kandelia spp. 10 30 ppt A.3. 9 hari/bulan Xylocarpus spp. Heritiera spp. B.sexangula B.cylindrica 10 30 ppt A.4. Hanya beberapa hari/bulan 150 250 Scyphiphora spp. 0-10 ppt B. Air tawar sampai payau salinitas 0-10 ppt B.1. Sedikit banyak dipengaruhi pasang surut Lumnitzera spp. 4 100 Oncosperma spp. Cerbera spp. Nypa fruticans Ficusretusa, etc. Pendekatan ini memperoleh hasil yang baik di Bali. (2) Kondisi Tanah Tanah sebagai substrat bagi pertumbuhan mangrove bisa dikategorikan dengan bermacam cara. Ada yang mengkategorikan tanah mangrove menjadi tanah berlumpur, berpasir atau berkoral (mengandung koral) atau bergambut. Tanah mangrove bisa dikategorikan berdasarkan kematangannya. Tanah yang belum matang biasanya disebut lunak atau lembek, sehingga orang yang berjalan diatasnya akan terperosok jauh ke bawah (biasanya ini adalah tanah berlumpur). Tanah yang sudah matang biasanya disebut stabil atau keras, sehingga orang yang berjalan diatasnya tidak terperosok ke bawah. Tingkat kematangan tanah bisa ditaksir dengan cara sebagai berikut (Pons dan Zonneveld 1965): Ambil segenggam tanah yang berada dalam keadaan tergenang di areal mangrove, langsung dari lapangan. Amati dan perkirakan volume tanah dalam genggaman. Remas tanah basah tersebut dalam kepalan tangan. Makin banyak tanah keluar dari sela sela jari (bersama airnya), maka tanah tersebut makin kurang kematangannya (makin lunak). Sebaliknya, makin besar proporsi tanah yang tersisa di genggaman, berarti tanah tersebut makin matang atau makin keras atau makin stabil. Adapun preferensi beberapa jenis mangrove terhadap tanah disajikan pada Tabel 2. 168

Cecep Kusmana, Istomo, Tarma Purwanegara Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Tabel 2. Preferensi beberapa jenis mangrove terhadap tanah (Kusmana, et al, 2010) Nama Tanah dan lokasi 1. Avicennia alba Lumpur dalam, pinggir sungai dan daerah kering dengan salintas tinggi 2. Avicenniaofficinalis Lumpur dalam, pinggir sungai dan daerah kering dengan salintas rendah 3. Avicennia marina Lumpur dalam, pinggir sungai dan daerah kering dengan salintas tinggi 4. Avicennialanata Lumpur berpasir, pinggir sungai dan daerah kering dengan salinitas tinggi 5. Aegicerascorniculatum Lumpur, pinggir sungai dengan salinitas tinggi 6. Aegicerasfloridum Tanah berpasir, pantai berbatu dan berkoral, pingggir sungai dengan salinitas tinggi 7. B. gymnorrhiza Lumpur berlempung atau berpasir dengan salinitas rendah, gambut, bergerombol pada tanah lebih kering, tengah sampai zona pedalaman 8. B. parviflora Lempung, lumpur berlempung atau berpasir dengan salinitas tinggi, pinggir sungai, zona pedalaman 9. B. sexangula Tumbuh dimana saja pada mangrove apabila drainasi baik; sungai estuari dengan salinitas rendah atau air tawar 10. B. cylindrica Lumpur (liat sampai liat berdebu), tanah berpasir sampai liat, kearah daratan 11. Rhizophoramucronata Lumpur dalam dengan rentang salinitas lebar, pinggir sungai, gambut, ke arah laut sampai ke zona pertengahan 12. Rhizophorastylosa Lumpur berpasir, berbatu atau berkoral, ke arah laut 13. Rhizophoraapiculata Lumpur dalam dengan rentang salinitas lebar, tanah berpasir, daerah estuari, pinggir sungai, ke arah laut sampai zona tengah 14. Ceriopstagal Gambut, lumpur dan daerah kering dengan salinitas tinggi, zona pedalaman 15. Ceriopsdecandra Gambut, lumpur dan daerah kering dengan salinitas tinggi, zona pedalaman 16. Kandeliacandel Lumpur, gambut 17. Sonneratiacaseolaris Lempung, lumpur berpasir dengan salinitas rendah, pinggir sungai, pinggir sungai estuari, dengan masukan air tawar permanen 18. Sonneratia alba Lempung, lumpur berpasir, berbatu atau berkoral dengan salinitas tinggi, sungai estuary, pinggir laut. 19. Nypafruticans Lumpur dalam dengan pengaruh air tawar 20. Heriterialitoralis Tanah lempung berpasir dengan salinitas rendah, hulu sungai, ke arah daratan 21. Lumnitzeraracemosa Lumpur dengan salinitas rendah, pinggir sungai estuari, ke arah daratan 22. Lumnitzeralittorea Lumpur dengan salinitas rendah, pinggir sungai estuari, ke arah daratan 23. Nypafruticans Lumpur dengan salinitas rendah (air payau), pinggir sungai 24. Xylocarpusgranatum Tanah dengan salinitas rendah, pinggir sungai, ke arah daratan 25. Excocariaagalocha Tanah dengan salinitas rendah, ke arah daratan Berdasarkan hasil penelitian Kusmana et al (2010), diperoleh beberapa informasi seperti di bawah ini : (1) diameter anakan R. mucronata yang berumur 22 bulan berkisar antara 25,68-26,79 mm sedangkan anakan A. marina 19.76-29.71 mm. Tidak terdapat perbedaan diameter batang anakan antar jarak tanam, baik untuk anakan R. mucronata maupun A. marina kecuali untuk anakan A. marina dengan jarak tanam 0.25 x 0.25 m. (2) secara umum tinggi batang untuk anakan A. marina lebih besar bila dibandingkan dengan anakan R. mucronata untuk semua jarak tanam dengan kisaran tinggi berturut-turut untuk 169

Vol. 1 No. 3, Desember 2014 Tehnik Guludan sebagai Solusi Metoda Penanaman Mangrove kedua jenis yaitu 249.92-305.71 cm dan 148.33-183.66 cm. Tidak terdapat perbedaan tinggi anakan antar jarak tanam untuk jenis R. mucronata, lain halnya dengan tinggi batang anakan A. marina. Anakan A. marina yang ditanam dengan jarak tanam 0.25 x 0.25 lebih tinggi bila dibandingkan dengan jarak tanam 0.5 x 0.5 m. (3) pertumbuhan diameter batang dan tinggi semai R. mucronata mengikuti fungsi allometrik, sedangkan pada jenis semai A. marina, pertumbuhan diameter batang mengikuti fungsi kuadratik polinomial dan pertumbuhan tinggi semai mengikuti fungsi eksponensial dan fungsi allometrik. (4) bila dilihat dari riap diameter dan tingginya, maka riap diameter batang anakan semakin besar seiring dengan semakin lebarnya jarak tanam dan berlaku sebaliknya untuk riap tinggi pada anakan R. mucronata. Sedangkan untuk anakan A. marina, jarak tanam yang semakin lebar menghasilkan riap diameter anakan yang semakin besar pula, akan tetapi jarak tanam yang menghasilkan riap tinggi terbesar adalah jarak tanam 0.5 x 0.5 m. Anakan mangrove yang ditanam pada guludan dengan jarak tanam 0,25 x 0,25 m memiliki riap tinggi terbesar dan riap diameter terendah, dan sebaliknya untuk jarak tanam 1 x 1 m. Adapun kisaran riap diameter dan tinggi untuk jenis R. mucronata dan A. marina berturut-turut adalah 10.06-10.77mm/th, 21.92 46.49 cm/th, 8.09-13.66 mm/th, dan 105.63-136.81 cm/th. (5) biomassa total, baik untuk anakan A. marina maupun R. mucronata berturut-turut berkisar antara 610.3-1549.9 g dan 506.5-704.9 g. Tidak terdapat perbedaan biomassa total antar perlakuan jarak tanam, baik untuk jenis A. marina maupun R. mucronata. Secara umum, biomassa total dari anakan A. marina lebih tinggi bila dibandingkan dengan anakan R. mucronata pada penanaman dengan jarak tanam 1 x 1 m dan 0.5 x 0.5 m. Selain itu, diperoleh beberapa proses pembelajaran dari penerapan teknik guludan dalam penanaman mangrove pada lahan-lahan yang tergenang air yang dalam, seperti berikut ini : a. Mangrove dapat ditanam di tanah mineral b. Media yang baik untuk pertumbuhan semai mangrove adalah tanah campuran antara tanah mineral 30% dan lumpur 70% c. Untuk menghindari banyaknya gulma, semai mangrove yang ditanam di guludan harus terendam air sekitar 10-20 cm d. S e m a i R. m u c r o n a t a m e nu n j u k k a n pertumbuhan yang baik pada salinitas air kurang dari 20 ppt e. Semakin rapat jarak tanam maka semakin besar pertumbuhan tinggi semai yang dihasilkan dan sebaliknya untuk pertumbuhan diameter batang semai f. Jarak tanam 0.5 x 0.5 m menghasilkan pertumbuhan diameter dan tinggi semai R. mucronata yang baik g. Tehnik LRM (Lateral Root Manipulation) yang diberi pupuk Rock Phospat yang dikombinasikan dengan HSC (Humic Substance Complex) dan Terabuster dapat meningkatkan pertumbuhan semai R. mucronata h. Semai yang ditanam di guludan harus dipelihara sampai umur 5 tahun dari gangguan gulma, siput dan ulat. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka tehnik guludan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif inovasi teknologi untuk penanaman mangrove pada lahan-lahan yang tergenang air yang dalam. 170

Cecep Kusmana, Istomo, Tarma Purwanegara Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan REFERENSI Chapman, V.J. 1975a. Mangrove vegetation. Strauss and Cramer GmbH, German. [DKP DKI JAKARTA] Marine and Agricultural Services Jakarta DKI Province. Jumlah p u l a u k e c i l. h t t p : / / w w w. p p k - kp3kdkp.go.id/index.php?option=com_c ontent [7 Juli 2009]. Haan, J.H. De. 1931. Het een en ander over de Tjilatjap schevloedboedbosschen. Tectona 24: 39-76. (In Dutch with English summary). Kusmana, C., Istomo., Purwanegara, T. 2010. Manual Teknik Budidaya Mangrove. Bogor (ID) : Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB. Kusmana, C., Istomo., Purwanegara, T. 2010. Penerapan Tehnik Guludan dalam Penanaman Mangrove pada Lahan yang Terendam Air Masin yang Dalam. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. [tidak dipublikasikan]. Kusmana, C., Hilwan I., Pamungkas, P., Wilarso, S., Wibowo, C., Tiryana, T., Triswanto, A., Yunasfi., Hamzah. 2005. Teknik rehabilitas mangrove. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Pons, L.J., I.S, Zonneveld. 1965. Soil Ripening and Soil Classification of The Resulting Soils. Int. Inst. Land. Reclam. And Impr. Pub 13.Wageningen, The Netherlands. Taniguchi, K, S. Takashima., O. Suko. 1999. The silviculture manual for mangrove. Ministry of Forestry and Estate Crops. PT. Indografika Utama, Jakarta. Watson, J.G. 1928. Mangrove forests of the Malay Peninsula. Malay. Forest Rec. 6.275p. 171