II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ergonomika

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS TINGKAT KEBISINGAN DAN PENCAHAYAAN DI BENGKEL ALSINTAN (ALAT DAN MESIN PERTANIAN) SEDERHANA DAN BENGKEL ALSINTAN BESAR

Ergonomics. Human. Machine. Work Environment

Syarifuddin *, Muzir Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh, Aceh-Indonesia * Corresponding Author:

KEBISINGAN (NOISE) Dr. Ir. Katharina Oginawati, MS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONDISI LINGKUNGAN KERJA YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 2.1 Tangga Intensitas dari Kebisingan Skala Intensitas Desibels Batas Dengar Tertinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Genap 2014/2015. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kebisingan dan Pencahayaan di Kedua Bengkel

Lingkungan Kerja. Dosen Pengampu : Ratih Setyaningrum,MT.

- BUNYI DAN KEBISINGAN -

PENGUJIAN TINGKAT PENCAHAYAAN DI RUANG KULIAH SEKOLAH C LANTAI III- O5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan beban tambahan bagi tenaga kerja.

TINGKAT REDAM BUNYI SUATU BAHAN (TRIPLEK, GYPSUM DAN STYROFOAM)

SISTEM KERJA. Nurjannah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI. tersebut digunakan sebagai dasar dan penunjang pemecahan masalah.

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

PENENTUAN TINGKAT KEBISINGAN SIANG MALAM DI PERKAMPUNGAN BUNGURASIH AKIBAT KEGIATAN TRANSPORTASI TERMINAL PURABAYA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas kerja (Suma mur,2009). Faktor pendukung ini diantaranya yaitu

BIOAKUSTIK. Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebisingan. Kebisingan dapat dibagi tiga macam kebisingan.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 mengenai kesehatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MODUL III INTENSITAS CAHAYA

PEMROGRAMAN KOMPUTER UNTUK MENGANALISIS TINGKAT KEBISINGAN ELLA DESYNATA S

Konservasi energi pada sistem pencahayaan

BAB I PENDAHULUAN. paling utama dalam kerja dimana manusia berperan sebagai perencana dan

FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA

Kebisingan Kereta Api dan Kesehatan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

STUDI OPTIMASI SISTEM PENCAHAYAAN RUANG KULIAH DENGAN MEMANFAATKAN CAHAYA ALAM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Menghitung kebutuhan jumlah titik lampu dalam ruangan

PENGARUH PAGAR TEMBOK TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA PERUMAHAN JALAN RATULANGI MAKASSAR ABSTRAK

BAB IV ANALISIS DATA. menentukan berapa besar energi yang dikonsumsi per tahun. Data yang diperoleh,

TEKNIK TATA CARA KERJA MODUL KONDISI LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA

Pencahayaan dan Penerangan Rumah Sakit. 2. Pencahayaan dan penerangan seperti apa yang dibutuhkan dirumah sakit?

BAB I PENDAHULUAN. Rekam medis merupakan salah satu bagian terpenting di rumah sakit

PENGANTAR MK.ERGONOMI

Bab 11 Standar Pencahayaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan jika tidak dikehendaki

ANALISA KEBISINGAN ALAT PRAKTIKUM KOMPRESOR TORAK PADA LABORATORIUM PRESTASI MESIN

BAB I PENDAHULUAN. banyak tenaga kerja untuk mengoperasikan peralatan kerja industri.

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis,

ABSTRAK. Kata Kunci : Kebisingan, Jalan Raya.

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaannya dalam sehari-hari. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi tingkat

Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik Kerja Terhadap Waktu Penyelesaian Pekerjaan:Studi Laboratorium

PERTEMUAN #6 PERANCANGAN SISTEM KERJA #2 (MESIN, PERALATAN, & LINGKUNGAN KERJA) TKT TAUFIQUR RACHMAN ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA

BAB I PENDAHULUAN. International Labour Organization (ILO) (ILO, 2003) diperkirakan di seluruh dunia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang

DESAIN BARRIER UNTUK MENGURANGI TINGKAT KEBISINGAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE MAEKAWA. Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknologi Industri

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ( X Print) B-101

BAB I PENDAHULUAN. Temperature merupakan keadaan udara pada waktu dan tempat. pertukaran panas diantara tubuh dan lingkungan sekitar.

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 6. SATUAN UKURAN KEBISINGAN

MAKALAH ILUMINASI DISUSUN OLEH : M. ALDWY WAHAB TEKNIK ELEKTRO

ANALISIS KEMAMPUAN PROSES DENGAN MEMPERHATIKAN LINGKUNGAN DAN KETELITIAN KERJA OPERATOR

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK

PERANCANGAN PENGENDALIAN BISING PADA RUANG BACA dan LABORATORIUM REKAYASA INSTRUMENTASI TEKNIK FISIKA ITS

KEBISINGAN DI BAWAH LAUT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

GAMBARAN RESIKO GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA SARANA NON MEDIS DI AREA PLANTROOM RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya (Suratmo, 2002). Suara tersebut

FISIKA. 2 SKS By : Sri Rezeki Candra Nursari

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

Pert 9 ASPEK ERGONOMIK DALAM INTERAKSI MANUSIA DAN KOMPUTER

Rancang Bangun Perangkat Lunak Perencanaan Pencahayaan Buatan Pada Ruangan

BAB 7. INSTRUMENTASI UNTUK PENGUKURAN KEBISINGAN

PERANCANGAN ELEMEN-ELEMEN RUMAH TINGGAL DENGAN MEMPERTIMBANGKAN DATA ANTHROPOMETRI

BAB III METODE PEMBAHASAN

ANALISIS KEBISINGAN PADA KAWASAN COMPRESSOR HOUSE UREA-1 PT. PUPUK ISKANDAR MUDA, KRUENG GEUKUEH ACEH UTARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lingkungan kerja merupakan bagian yang penting dalam perusahaan.

2. Dasar Teori 2.1 Pengertian Bunyi 2.2 Sumber bunyi garis yang tidak terbatas ( line source of infinite length

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan. Dalam jangka panjang bunyibunyian

BAB I PENDAHULUAN I-1

PERANCANGAN ISOLASI ENCLOSURE DAN BARRIER UNTUK SISTEM REFINERY PADA PERUSAHAAN MIGAS

BAB I PENDAHULUAN. modern. Seiring dengan adanya mekanisasi dalam dunia industri yang

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 176 TAHUN 2003

BAB I PENDAHULUAN. makin terangkat ke permukaan, terutama sejak di keluarkannya Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengoperasikan peralatan industri, mempunyai keahlian yang sesuai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. udara tersebut ikut bergetar (Harnapp dan Noble, 1987). dirasakan sebagai gangguan (Mangunwijaya, 1988).

BAB II ANCANGAN ERGONOMI. : Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa dapat menjelaskan cakupan dan rekanan Ergonomi.

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Unsur-Unsur Efek Cahaya Pada Perpustakaan. Abstrak

Kebisingan KEBISINGAN. Dedy Try Yuliando Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas Padang

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ergonomika Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ergon berarti kerja dan Nomos berarti aturan dan hukum alam. Ergonomi dapat didefinisikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan. Ergonomika berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah dan di tempat rekreasi. (Nurmianto, 2004). Perkembangan ergonomi terjadi sekitar pertengahan abad ke-20 mulai berkembang disiplin ilmu tentang perancangan peralatan dan fasilitas kerja yang berdasarkan kondisi fisiologi, yang dikenal dengan Ergonomi, di Eropa Barat dikenal dengan istilah Human Factor Engineering atau Human Engineering. Definisi ergonomi yang disebut sebagai human factor yaitu (Wignjosoebroto, 1995) penekanan pada keberadaan manusia dan interaksinya dengan produk, perlengkapan, fasilitas, prosedur dan lingkungan kerjanya sehari-hari. Tujuan human factor yaitu : a. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja, termasuk di dalamnya usaha memaksimalkan keselamatan kerja dan meningkatkan produktivitas kerja. b. Untuk meningkatkan nilai-nilai kemanusiaan termasuk pengembangan keselamatan kerja, pengurangan kelelahan dan ketegangan kerja, peningkatan kenyamanan dan kepuasan kerja, serta pengembangan kualitas hidup. 3

B. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan diartikan sebagai suara yang tidak dikehendaki, misalnya yang merintangi terdengarnya suara-suara, musik dan sebagainya atau yang menyebabkan rasa sakit atau yang menghalangi gaya hidup. Kebisingan yaitu bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (KepMenLH,1996 No.48). Tingkat kebisingan merupakan ukuran energi bunyi yang dinyatakan dengan skala decibel (db). Skala ini merupakan skala logaritmik dan alasan pemakaiannya karena besarnya rentang tekanan dan intensitas suara di lingkungan kita. Intensitas audible (dapat ditangkap indera manusia) adalah 10-12 hingga 10 W/m 2. Pemakaian skala logaritmik akan berakibat rentang intentsitas suara terkompresi. Alasan lain adalah bahwa respon telinga manusia terhadap dua bunyian didasarkan atas nisbah intensitasnya yang merupakan bentuk perilaku logaritmik. Kualitas suatu bunyi ditentukan oleh frekuensi dan intensitasnya (Suma mur, 1996). Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik/hertz (Hz). Suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang-gelombang sederhana dari beraneka frekuensi. Intensitas atau arus energi per satuan luas yang dinyatakan dalam desibel (db) dengan memperbandingkannya dengan kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm 2 yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat didengar oleh telinga manusia, dinyatakan dengan rumus:.. (1) Dengan : SPL (sound pressure level) = aras tekanan suara (db) p = tegangan suara yang bersangkutan (Pa) p o = tegangan suara standar (0,0002 dyne/cm 2 = 2x10-5 Pa) (Sasongko et al. 2000) 4

Telinga manusia mampu mendengar frekuensi-frekuensi di antara 16-20.000 Hz. Pengukuran kebisingan dilakukan untuk memperoleh data kebisingan di perusahaan atau di mana saja dan mengurangi tingkat kebisingan tersebut sehingga tidak menimbulkan gangguan (Suma mur, 1996). Alat yang digunakan dalam pengukuran kebisingan adalah sound level meter (Tambunan, 2005). Sound level meter adalah alat pengukur level kebisingan, yang mampu mengukur kebisingan di antara 30-130 db dan frekuensi-frekuensi dari 20-20.000 Hz (Suma mur,1996). Intensitas bising akan semakin berkurang jika jarak dengan sumber bising semakin bertambah. Perambatan atau pengurangan tingkat bising dari sumbernya dinyatakan dengan persamaan: Jika sumber bising diam SL 1 SL 2 = 20 log (r 2 /r 1 )... (2) Jika sumber bising bergerak SL 1 SL 2 = 10 log (r 2 /r 1 )... (3) Keterangan: SL 1 = intensitas suara sumber 1 pada jarak r 1 (db) SL 2 = intensitas suara sumber 2 pada jarak r 2 (db) r 1 = jarak ke sumber bising yang pertama (satuan panjang) r 2 = jarak ke sumber bising yang kedua (satuan panjang) (Wilson 1989 dalam Budi Santoso 2008) 2. Pengaruh Kebisingan Pengaruh kebisingan terhadap manusia tergantung pada karakteristik fisis, waktu berlangsung dan waktu terjadinya. Pengaruh tersebut berbentuk gangguan yang dapat menurunkan kesehatan, kenyamanan dan rasa aman manusia. Beberapa bentuk gangguan yang diakibatkan oleh kebisingan bisa berupa gangguan pendengaran, gangguan percakapan, gangguan tidur, gangguan psikologis, gangguan produktivitas kerja, dan gangguan 5

kesehatan. Gangguan yang paling banyak dirasakan adanya bising yaitu gangguan percakapan. pada tabel 1. Kriteria gangguan percakapan yang terjadi di ruangan disajikan Tabel 1. Kriteria gangguan percakapan di dalam ruangan No Jenis ruangan untuk keperluan Tingkat kebisingan (dba) 1 Pertunjukan musik, opera 21-30 2 Auditorium besar, pertunjukan drama (kondisi mendengar yang baik) 3 Studio rekaman, TV, broadcast 4 Auditorium kecil, konverensi 5 Rumah sakit, kamar tidur, pemukiman, 34-47 apartemen, hotel 6 Kantor, rapat, kuliah, perpustakaan 38-47 7 Ruang tamu dan sejenisnya untuk 38-47 percakapan atau mendengarkan TV/radio 8 Toko, kafetaria, restoran 42-52 9 Lobi, laboratorium, ruang gambar teknik 47-56 10 Ruang reparasi, dapur, penatu 52-61 11 Bengkel, ruang kontrol pembangkit 56-66 Sumber : Dwi P.Sasongko, 2000 3. Tipe Kebisingan Kebisingan menurut Suma mur (1996) dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu : a) Kebisingan kontinyu dengan frekuensi yang luas seperti kebisingan akibat mesin-mesin dan kipas angin. b) Kebisingan kontinyu dengan frekuensi yang sempit seperti kebisingan yang ditimbulkan oleh gergaji sirkular, katup gas dll. c) Kebisingan terputus-putus seperti kebisingan lalu lintas, suara pesawat terbang di lapangan udara, dll. d) Kebisingan impulsif seperti bunyi tembakan senapan atau meriam, ledakan. e) Kebisingan impulsif berulang, seperti kebisingan mesin tempa di perusahaan. 6

Sedangkan menurut Tambunan (2005) di tempat kerja, kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar yaitu: a) Kebisingan tetap (steady noise), yang terbagi menjadi dua yaitu: (1) Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise), berupa nada-nada murni pada frekuensi yang beragam, (2) Broad band noise, kebisingan yang terjadi pada frekuensi terputus yang lebih bervariasi (bukan nada murni). b) Kebisingan tidak tetap (unsteady noise), yang terbagi menjadi tiga yaitu: (1) Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise), kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu, (2) Intermittent noise, kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubahubah, contoh kebisingan lalu lintas, (3) Impulsive noise, dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata api. 4. Nilai Ambang Batas (NAB) Nilai ambang batas adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (KEPMENAKER No.Kep-51 MEN/1999). NAB kebisingan di tempat kerja adalah intensitas suara tertinggi yang merupakan nilai rata-rata, yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang menetap untuk waktu kerja terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu (Budiono et al. 2003). Nilai ambang batas yang diperbolehkan untuk kebisingan ialah 85 dba, selama waktu pemaparan 8 jam berturut-turut (Priatna & Utomo, 2002). Tabel 2 merupakan pedoman pemaparan terhadap kebisingan (NAB Kebisingan) berdasarkan lampiran II Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja. 7

kriteria tingkat bising pendengaran (dba) Menulikan 120 110 Sangat buruk 100 90 Kuat 80 70 Sedang 60 50 Tenang 40 30 Sangat tenang 20 10 0 Tabel 2. Skala tingkat kebisingan Sumber : Kepmenaker No.51 tahun 1999 ilustrasi halilintar, meriam jalan hiruk pikuk, perusahaan sangat gaduh, peluit polisi. kantor gaduh, jalan, radio, pemukiman rumah gaduh, kantor umumnya, percakapan kuat, radio, pertokoan rumah tenang, kantor perorangan, auditorium, percakapan suara daun, berbisik batas dengar terendah Adapun standar maksimum waktu yang diperbolehkan untuk bertahan dalam pekerjaan disesuaikan antara lama waktu dan standar yang digunakan dipaparkan pada tabel 3. Tabel 3. Standar kebisingan dan lama waktu yang diijinkan Waktu kerja (jam) Intensitas (db) ISO OSHA Indonesia 8 85 90 85 6,,, 92 87,5 4 88 95 90 3,,, 97 92,5 2 91 100 95 1 94 105 100 0,5 97 110 105 0,25 100 115 110 Sumber: Sudirman, 1992 dalam Heryadi, 2008 8

C. Pencahayaan Suatu penerangan diperlukan oleh manusia untuk mengenali suatu objek secara visual. Organ tubuh yang mempengaruhi penglihatan, yaitu mata, saraf, dan pusat saraf penglihatan di otak. Pada banyak industri, penerangan mempunyai pengaruh terhadap kualitas produk. Kuat penerangan baik yang tinggi, rendah, maupun yang menyilaukan berpengaruh terhadap kelelahan mata maupun ketegangan saraf. Untuk memperoleh kualitas penerangan yang optimal IES (Illumination Engineering Society) menetapkan standar kuat penerangan untuk ruangan. Besaran penerangan yang sering dikacaukan pemahamannya adalah Kuat penerangan, dan Luminasi. Walaupun satuannya sama yang membedakan keduanya bahwa kuat penerangan sebagai besaran penerangan yang dihasilkan sumber penerangan, sedangkan luminasi merupakan kuat penerangan yang sudah dipengaruhi faktor lain yaitu refleksi warna. Definisi Cahaya menurut IES adalah pancaran energi yang dapat dievaluasi secara visual. Secara sederhana, cahaya adalah bentuk energi yang memungkinkan makhluk hidup dapat mengenali sekelilingnya dengan mata. CIE (Commision International de I Eclairage) dan IES (Illumination Engineering Society) telah menerbitkan tingkat pencahayaan yang direkomendasikan untuk berbagai pekerjaan. Nilai-nilai yang direkomendasikan tersebut telah dipakai sebagai standar nasional dan internasional bagi perancangan pencahayaan. Tabel 4 adalah nilai-nilai yang direkomendasikan oleh CIE dan IES tentang penerangan berdasarkan jenis kegiatan. 9

Jenis pencahayaan Tabel 4. Tingkat penerangan berdasarkan jenis kegiatan Pencahayaan umum untuk ruangan dan area yang jarang digunakan atau tugastugas visual sederhana Pencahayaan umum untuk interior Pencahayaan tambahan setempat untuk tugas visual yang tepat Sumber : www.energyefficiencyasia.org.pdf Tingkat penerangan Contoh-contoh area kegiatan (lux) 20 Layanan penerangan yang minimum dalam area sirkulasi luar ruangan, pertokoan di daerah terbuka, halaman tempat penyimpanan 50 Tempat pejalan kaki & panggung 70 Ruang boiler 100 Halaman trafo, ruangan tungku, dll. 150 Area sirkulasi di industri, pertokoan dan ruang penyimpan 200 Layanan penerangan yang minimum dalam tugas 300 Meja & mesin kerja ukuran sedang, proses umum dalam industri kimia dan makanan, kegiatan membaca dan membuat arsip 450 Gantungan baju, pemeriksaan, kantor untuk menggambar, perakitan mesi dan bagian yang halus, pekerjaan warna, tugas menggambar kritis. 1500 Pekerjaan mesin dan di atas meja yang sangat halus, perakitan mesi presisi kecil dan instrumen; komponen elektronik, pengukuran dan pemeriksaan bagian kecil yang rumit (sebagian mungkin diberikan oleh tugas pencahayaan setempat) 3000 Pekerjaan berpresisi dan rinci sekali, misal instrumen yang sangat kecil, pembuatan jam tangan, pengukiran 10

1. Luminasi Luminasi (L) merupakan besaran penerangan yang kaitannya erat dengan kuat penerangan (E). Luminasi adalah pernyataan kuantitatif jumlah cahaya yang dipantulkan oleh permukaan pada suatu arah. Luminasi suatu permukaan ditentukan oleh kuat penerangan dan kemampuan memantulkan cahaya oleh permukaan. Kemampuan memantulkan cahaya oleh permukaan disebut faktor refleksi atau reflektasi ( ). 2. Penerangan Ruangan Pada saat merencanakan penerangan dalam ruangan yang harus diperhatikan pertama kali adalah kuat penerangan, warna cahaya yang diperlukan dan arah pencahayaan sumber penerangan. Kuat penerangan akan menghasilkan luminasi karena pengaruh faktor pantulan dinding maupun lantai ruangan. Faktor refleksi merupakan perbandingan luminasi dengan kuat penerangan. Kuat penerangan ruangan dikategorikan menjadi 6 yaitu: 1. Penerangan Ekstra Rendah, di bawah 50 lux 2. Penerangan Rendah, di bawah 150 lux 3. Penerangan Sedang, 150 hingga 175 lux 4. Penerangan Tinggi: a. Penerangan Tinggi I, 200 lux b. Penerangan Tinggi II, 300 lux c. Penerangan Tinggi III, 450 lux 5. Penerangan Sangat Tinggi, 700 lux 6. Penerangan Ekstra Tinggi di atas 700 lux Penerangan dalam ruangan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1. Penerangan untuk keperluan umum, adalah penerangan yang digunakan untuk keperluan publik, misalnya: penerangan untuk kantor, penerangan bengkel, perkantoran, ruang tunggu di stasiun. 2. Penerangan dikhususkan pada titik tertentu. Penerangan ini umumnya menggunakan sumber cahaya dengan sudut pancaran berkas cahaya 11

yang sempit, misalnya: penerangan pada etalase, bagian tertentu perkantoran. 3. Penerangan dekoratif. Penerangan dekoratif harus mempertimbangkan estetika dan distribusi cahaya, misalnya penerangan pada: ruang keluarga, restoran, tempat hiburan. 3. Optimasi Pencahayaan Tujuan optimasi pencahayaan suatu ruangan adalah agar para pekerja dapat melakukan aktivitas dengan baik di dalam ruangan, efisiensi dalam konsumsi energi listrik serta kenyamanan penglihatan. Penggunaan energi yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan. Ada langkah-langkah dalam mencapai efisiensi yaitu pemasangan alat kontrol pada lampu, pengelompokan titik-titik lampu terhadap sakelar, penggunaan luminer yang sesuai, pemanfaatan cahaya alam, pengoperasian dan perawatan sistem pencahayaan. Disain instalasi pencahayaan untuk suatu ruangan disesuaikan dengan kebutuhan penggunaan ruangan. Setiap ruangan mempunyai kebutuhan intensitas pencahayaan yang berbeda-beda (Harten & Setiawan, 1985). 4. Perhitungan Iluminasi (lux) Pencahayaan Iluminasi menyatakan daerah densitas cahaya mencapai suatu objek atau permukaan. Satuan yang biasa digunakan untuk mengukur iluminasi yaitu foot-candle (ft-c) atau lux untuk satuan SI. 1 lux adalah densitas cahaya bergerak mencapai suatu permukaan yang berbentuk bola dengan radius 1 meter jika sumber cahaya mempunyai sumber cahaya 1 candle (c). Iluminasi berkurang dengan semakin jauhnya dari titik pusat sumber cahaya (Grether & Baker, 1972). Iluminasi dinyatakan dalam rumus :...(4) (Grether & Baker, 1972) 12

Tujuan dari perhitungan iluminasi pencahayaan adalah untuk mendapatkan hasil yang akurat dan dapat dipakai sebaga i perbandingan dengan hasil pengukuran secara langsung sehingga diperoleh instalasi pencahayaan yang paling optimal. Intensitas pencahayaan pada suatu bidang adalah flux yang jatuh pada luasan 1 m 2 dari bidang tersebut. Intensitas pencaha yaan ditentukan di tempat mana kegiatan dilakukan. Efisiensi pencahayaan juga dipengaruhi oleh penempatan sumber cahaya pada ruangan dan umur lampu. Jika intensitas pencahayaan lampu menurun hingga 20% di bawahnya maka perlu diganti atau dibersihkan. D. Bengkel Alsintan Bengkel (workshop) adalah wadah yang mencakup tempat, sarana, dan juga organisasi dan pengelola untuk melakukan setiap aktivitas atau kerja perbengkelan. Adapun teknik perbengkelan yaitu pengetahuan dan keterampilan tentang peralatan dan metode untuk membuat, membentuk, merubah bentuk, merakit ataupun memperbaiki suatu benda (dalam hal ini adalah berbahan dasar logam) menjadi bentuk baru atau kondisi yang lebih baik, baik bermanfaat ekonomis ataupun estetika. Dalam kaitannya dengan dunia mesin termasuk mesin-mesin pertanian, bengkel dapat digolongkan dalam beberapa jenis sesuai dengan fungsi dan aktivitas di dalamnya, yaitu: Bengkel untuk perawatan atau pemeliharaan mesin (maintanance workshop) Bengkel untuk perbaikan mesin (repair workshop) Bengkel perawatan dan perbaikan (maitanance/service & repair workshop) Bengkel konstruksi/pembuatan alsin (construction workshop) Penggunaan suatu alat atau mesin pada prinsipnya adalah bertujuan untuk mempermudah atau memperingan suatu pekerjaan yang dilakukan oleh manusia. Yang dimaksud dengan alat atau biasa juga disebut perkakas (dalam bahasa Inggris tool) adalah : suatu benda yang berbentuk khusus 13

dan digunakan untuk membantu kerja yang relatif sulit dilakukan langsung oleh tangan atau anggota tubuh manusia lainnya. Sumber tenaga pengendaliannya adalah sepenuhnya dan langsung oleh operator atau pengguna (secara prinsip tidak ada proses reduksi ataupun transmisi tenaga). Misalnya: pisau atau gergaji (alat pemotong), obeng atau kunci (alat pembuka atau pengencang), tang atau pinset (alat pemegang), bor atau puncher (alat pelubang manual), dll. Sedangkan yang disebut mesin (dalam bahasa inggris machine) adalah: suatu bentuk rancang bangun yang dibuat secara khusus untuk membantu usaha manusia dalam melakukan suatu jenis atau proses kerja dengan cara mengurangi atau menggantikan energi manusia. Sumber tenaga dan pengendaliannya sebagian atau sepenuhnya dilakukan atau diambil alih oleh mesin dan secara prinsip terdapat proses reduksi atau transmisi tenaga. Tergantung tingkat kecanggihan mesin termasuk ke dalam semi mekanis, mekanis ataukah otomatis, operator yakni manusia dapat berperan sebagai penggerak, pengendali ataupun sebagai pengatur. Adapun beberapa fungsi dari bengkel pertanian (farm workshop) adalah: Tempat perawatan dan pemeliharaan berbagai macam alsintan Tempat perbaikan alsintan Tempat bongkar pasang dan penyetelan berbagai macam alsintan Tempat penyimpanan berbagai macam peralatan dan perkakas Tempat penyimpanan suku cadang alsintan 14