BERACARA DI PENGADILAN AGAMA DAN PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH Oleh: Agus S. Primasta, SH 1

dokumen-dokumen yang mirip
STANDAR PELAYANAN PADA BADAN PERADILAN AGAMA (KMA

Kuliah PLKH Oleh Fauzul A. Fakultas Hukum UPN Jatim 7 Maret /04/2013 1

PROSEDUR BERPERKARA PENGADILAN TINGKAT PERTAMA

PENGADILAN AGAMA JAKARTA BARAT Jl. Pesanggrahan Raya No.32 Kembangan Jakarta Barat Telp./Fax. (021) sd. 95

STANDAR PELAYANAN PERKARA PERMOHONAN

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Gugat

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

PROSDUR BERPERKARA. CERAI GUGAT A. Langkah-langkahnya

Pelayanan Perkara Perdata

CHOICE OF LAW DALAM HUKUM KEWARISAN. Oleh: Agus S. Primasta, SH* 1. Abstraksi. Secara umum Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA MUHAMMAD MUSLIH, SH, MH

PROSEDUR BERPERKARA TATA CARA PENGAJUAN PERKARA (VIA BANK)

Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan. wewenang yang dimiliki Pengadilan Agama yaitu memeriksa, mengadili,

BAB IV ANALISIS PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARI AH MENURUT PASAL 55 UU NO. 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Penerimaan Perkara Tingkat Pertama

BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan di Indonesia

Drs. H. Mamat Ruhimat, SH. MH NIP PANITERA Judul SOP Penerimaan Perkara Tingkat Pertama

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada prinsipnya asas pada Hukum Acara Perdata juga berlaku di PA Asas Wajib Mendamaikan Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum, kec.

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Talak

Tahapan Berperkara TAHAPAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA. {tab=pendaftaran Tingkat Pertama} PENDAFTARAN PERKARA TINGKAT PERTAMA

BAB IV ANALISIS DATA. 1. profil pengadilan agama malang. No. 1, Kelurahan Polowijen, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, dengan

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Suryani 2. Materi pasal yang diuji:

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau kuasanya :

I. TEKNIS ADMINISTRASI A. PENGADILAN AGAMA 1. Penerimaan Perkara a. Pendaftaran Perkara Tingkat Pertama 1) Petugas Meja I menerima gugatan,

FORMULIR ADMINISTRASI KEPANITERAAN PENGADILAN AGAMA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VI/2008

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB IV PEMBAHASAN. Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah dibawah umur di Pengadilan Agama Bantul

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

EKSEPSI KOMPETENSI RELATIF DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PERADILAN AGAMA. Drs. H. Masrum M Noor, M.H EKSEPSI

DERDEN VERZET (Oleh : Drs. H. M. Yamin Awie, SH. MH. 1 )

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan

MEMUTUSKAN. Menetapkan

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan

RIVIU DOKUMEN RENCANA STRATEGIS PENGADILAN AGAMA LAMONGAN

PENGADILAN AGAMA SINJAI Jl. Jenderal Sudirman No. 5, Telp. (0482) 21054, Fax SINJAI 92651

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan perkara di lingkungan peradilan agama, khususnya di pengadilan

Setiap orang yang melaksanakan perkawinan mempunyai tujuan untuk. pada akhirnya perkawinan tersebut harus berakhir dengan perceraian.

SURAT EDARAN Nomor : 1 Tahun 1990 Tentang Petunjuk Pembuatan Penetapan Eks Pasal 71 ayat (2) Dan Akta Cerai Eks Pasal 84 ayat (4)

Prosedur berperkara pada Pengadilan Agama Sungai Penuh, adalah sebagai berikut:

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota

Mengenal Sistem Peradilan di Indonesia

P U T U S A N Nomor 0560/Pdt.G/2012/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

DRAFT REVISI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN

P U T U S A N. Nomor 0318/Pdt.G/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M E L A W A N :

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

Perkara Tingkat Pertama Cerai Gugat. Langkah-langkah yang harus dilakukan Penggugat (Istri) atau kuasanya :

BAGAN ALUR PROSEDUR PERKARA PERDATA PENDAFTAAN KASASI

PUTUSAN. Nomor 29/Pdt.G/2017/PTA.Plg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

PENERAPAN ASAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN SERTA ASAS MEMBERIKAN BANTUAN KEPADA PENCARI KEADILAN DI PERADILAN AGAMA

P U T U S A N Nomor 00/Pdt.G/2012/PTA. Btn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 1945 yang telah diamandemen dinyatakan bahwa Kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk. peradilan agama telah menjadikan umat Islam Indonesia terlayani dalam

BAB III PENETAPAN PENGADILAN AGAMA KENDAL TENTANG PERUBAHAN BIODATA PADA AKTA NIKAH

BAB IV. Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), tepatnya pada Pasal 24 ayat (2) dinyatakan bahwa Pengadilan Agama merupakan salah satu lingkungan

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3).

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

Sekitar Kejurusitaan

BAB I PENDAHULUAN. diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-

Secara kronologis sejarah Pengadilan Agama Jombang dapat ditelusuri. Islam yang mulai tersebar pada saat itu. Oleh karena itu sistem peradilan

I. TEKNIS ADMINISTRASI A. PENGADILAN AGAMA/MAHKAMAH SYAR IYAH 1. Penerimaan Perkara a. Pendaftaran Perkara Tingkat Pertama 1) Sistem pelayanan

KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN AGAMA LAMONGAN Nomor : W13-A17/4967/KU.03.2/SK/X/2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Oktober :57 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 28 Oktober :12

BAB III PENERAPAN HAK EX OFFICIO HAKIM DALAM PERKARA CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA BANGIL

TATA CARA DAN MEKANISME PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DALAM PERKARA PERDATA PELAYANAN PERKARA PRODEO

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA BANK SYARI AH DENGAN NASABAH MELALUI PENGADILAN AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008

Hakim sebagai pendekar hukum dan pendekar peradilan

UNDANG-UNDANG Nomor: 7 TAHUN 1989 Tentang PERADILAN AGAMA Tanggal: 29 DESEMBER 1989 (JAKARTA) LN 1989/49; TLN NO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

P U T U S A N No. : 264 K / AG / 2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

BAB II PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

STANDAR PELAYANAN KEPANITERAAN PERDATA PENGADILAN

PENYELESAIAN PERKARA GUGATAN PIHAK KETIGA /DERDEN VERZET

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

A. PELAYANAN MASYARAKAT

BAB IV ANALISIS UNDANG-UNDANG NO. 7 TAHUN 1989 TERHADAP PENENTUAN PATOKAN ASAS PERSONALITAS KEISLAMAN DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA

Pengadilan Agama Cilacap

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA No. 10 Tahun 2010

BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan konflik, konflik ini adakalanya dapat di selesaikan secara damai, tetapi

UPAYA PENYELESAIAN PERKARA MELALUI PERDAMAIAN PADA PENGADILAN AGAMA, KAITANNYA DENGAN PERAN BP4 1. Oleh. Wahyu Widiana 2

KOMPETENSI HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA EKONOMI SYARI AH (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta)

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

Praktek Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara

PEDOMAN PENDAFTARAN GUGATAN TERHADAP KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA DAN TINDAKAN KONKRIT/FAKTUAL (GUGATAN UMUM) DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

Transkripsi:

BERACARA DI PENGADILAN AGAMA DAN PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH Oleh: Agus S. Primasta, SH 1 Abstraksi Berdasarkan UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, semua Pengadilan baik secara teknis yustisi maupun organisasi, administrasi dan financial berada dibawah Mahkamah Agung dan tidak lagi dibawah Departemen masing-masing yang membawahi sebelumnya. Mahkamah Agung membentuk Dirjen Peradilan Umum, Dirjen Peradilan Agama, dan Dirjen Peradilan Militer dan TUN. Semua Peradilan tersebut ada dalam satu atap Mahkamah Agung. Tugas pokok dan fungsi Pengadilan Agama yakni bertugas menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum, keadilan dan kedamaian berdasarkan hukum islam, kekuasaan Pengadilan Agama didasarkan atas asas personalitas keislaman yang melekat pada substansi perkara dan berdasarkan kompetensinya. Dengan adanya perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menjadi Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama telah membawa perubahan yang sangat mendasar terhadap eksistensi Pengadilan Agama, diantaranya adalah perluasan kewenangan absolut yaitu kompetensi terhadap sengketa ekonomi syariah. Namun demikian, hal tersebut mengalami permasalahan baru dengan lahirnya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yakni masih adanya kemungkinan penyelesaian dalam wilayah pengadilan Negeri sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 55 UU No. 21 Tahun 2008 yang bertolak belakang dengan Pasal 49 UU No. 3/2006. Pendahuluan Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 oleh Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, berpengaruh sangat besar baik terkait dengan eksistensi dari Pengadilan Agama maupun dari kewenangannya. Dalam UU No. 3 Tahun 2006 tersebut, kewenangan Pengadilan Agama diperluas.sebagaimana dalam Pasal 49 menyatakan Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaiakan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang: Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, Shadaqah dan ekonomi syariah. Kebijakan terhadap perluasan kompetensi tersebut tentu dipengaruhi oleh perkembangan kondisi di masyarakat. Adapun perubahan-perubahan yang sangat terlihat adalah dimasukkannya ekonomi syariah ke kompentensi Pengadilan Agama oleh pembuat undang-undang. Sedangkan hal kewarisan, dalam penjelasan undang-undang tersebut menyatakan bahwa pilihan hukum telah dihapus, hal mana setiap pewaris yang beragama Islam maka pembagian warisannya tunduk pada hukum Islam yang merupakan kompetensi dari Pengadilan agama. Mengenai hapusnya pilihan hukum mengenai kewarisan ini tidak lepas dari masalah karena dalam praktik masih terjadi penolakan-penolakan. Dalam hal ini penulis tidak membahas bagaimana penanganan kewarisan dan pilihan hukum (choice of law), namun penulis membatasi pembicaraan terkait bagaimana beracara di Pengadilan Agama dan membahas tentang tumpang tindihnya aturan perundangan dalam hal penyelesaian sengketa ekonomi syariah (perbankan syariah). Hukum Acara Pengadilan Agama Hukum Acara Peradilan agama adalah hukum yang mengatur bagaimana tatacara/proses mempertahankan hukum Islam materiil sesuai dengan kewenangannya, untuk mendapatkan Putusan. Hukum acara yang dipakai dalam berpraktik di Pengadilan Agama adalah Hukum acara perdata yang 1 Alumni Fakultas hukum UII angkatan 2002, Staff Legal Bank Muamalat Yogyakarta. 25

berlaku pada Pengadilan di lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam undang-undang. Hal tersebut berdasarkan dan mengacu pada ketentuan pasal 54 UU Pengadilan Agama. Sehingga pada Pengadilan Agama berlaku 2 (dua) hukum acara yakni pertama, Hukum Acara Khusus dan kedua, Hukum Acara Perdata. Hukum acara khusus pada prinsipnya pada Pengadilan Agama berlaku hukum acara khusus baik karena kelembagaanya sebagai peradilan Islam maupun karena hukum materiil yang harus ditegakkan yaitu hukum islam, yang memerlukan hukum acara khusus. Hal-hal yang diatur dengan hukum acara khusus karena kelembagaan sebagai Peradilan Islam ialah sebagai berikut : 1. Tiap putusan dan penetapan harus diawali dengan kalimat BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM diikuti dengan DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. 2. Penetapan Pengadilan Agama dapat dimintakan banding oleh pihak yang berperkara, kecuali apabila undang-undang menentukan lain; 3. Biaya perkara diatur tersendiri; 4. Perceraian yang diatur dalam Pasal 66 Pengadilan Agama diajukan dalm bentuk permohonan. Sehingga acara khusus inilah yang juga berlaku dalam hukum acara di Pengadilan Agama selain Acara Perdata yang berlaku pada umumnya. Oleh karenanya seorang advokat yang beracara di Pengadilan Agama harus memahami dan menguasai hukum acara pengadilan agama dan hukum Islam yang menjadi hukum terapan Pengadilan Agama. Adapun beberapa kekhususan tersebut diatas dan beberapa hukum acara di Pengadilan Agama akan diuraikan dalam tulisan ini, sebagai berikut: 1. Pengadilan Agama Didalam hukum acara perdata pasal 118 HIR, kompetensi relatif suatu pengadilan untuk mengadili suatu perkara adalah dimana Tergugat berada atau tempat letak tanah objek sengketa, dan lain sebagainya. Demikian pula di Pengadilan Agama diajukan ditempat Tergugat, atau menurut obyek sengketa. Sedang untuk perkara Ekonomi Syariah diajukan ditempat tinggal Tergugat atau menurut pilihan domisili hukum yang telah ditentukan. Namun didalam hukum acara Peradilan agama mengenai kompetensi untuk perkara keperdataan Islam tertentu memiliki kekhususan terhadap masalah Perkawinan. Berdasarkan UU No. 3 tahun 2006 jenis perceraian di Pengadilan Agama dibedakan menjadi dua yakni Cerai Talak dan Cerai Gugat. Kompetensi Relatif Cerai Talak yakni : a. Pengadilan Agama didaerah hukum domisili istri berada; b. Pengadilan Agama di daerah hukum pemohon apabila istri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa ijin Pemohon; c. Pengadilan Agama didaerah hukum pemohon bila Termohon berada diluar negeri; d. Pengadilan Agama di daerah hukum tempat dilangsungkannya perkawinan (Pencatatan) atau PA Jakarta Pusat apabila Pemohon dan Termohon di Luar Negeri. Sedangkan kompetensi relative Cerai Gugat yakni di Pengadilan Agama didaerah hukum domisili Penggugat berada kecuali bila Istri meninggalkan tempat kediaman tanpa ijin Tergugat, Pengadilan Agama didaerah Hukum Tergugat bila Penggugat berada di Luar Negeri, Pengadilan Agama hukum tempat dilangsungkannya perkawinan (Pencatatan) atau di Pengadilan Agama Jakarta Pusat jika keduanya berada di Luar Negeri. Dalam beracara di Pengadilan Agama, peran seorang Advokat sangat dibutuhkan. Dimana dalam beracara di Pengadilan, Advokat sebagai Penegak Hukum berfungsi untuk memberikan jasa hukum bagi masyarakat khususnya bagi kliennya. Hal mana seorang Advokat atau Kuasa Hukum tersebut harus memahami dan menguasai hukum acara pengadilan agama dan hukum Islam yang menjadi hukum terapan Pengadilan Agama. Dalam praktik di Pengadilan Agama pun kuasa hukum tidak disyaratkan harus laki-laki muslim. 2. Jenis perkara yang ada di Pengadilan Agama menurut bentuknya yakni : 1. Gugatan Perkara yang diajukan karena adanya sengketa antara penggugat dengan tergugat. 2. Permohonan Kontentius Sengketa antara pemohon dan termohon di bidang perkawinan seperti cerai talak, poligami, pembatalan nikah dll. 3. Permohonan Volunter Yakni seperti dispensasi nikah dsb. 26

Surat Gugatan atau Permohonan harus memuat yakni Pengadilan yang dituju (Kopetensi Absolut dan Relatif), dalam perkara perceraian, identitas pihak-pihak sekurangnya memuat (nama, umur, agama, pekerjaan, tempat kediaman, dan kedudukan masing-masing dalam perkara). Posita berisi uraian secara kronologis tentang kejadian-kejadian yang dijadikan dasar untuk menuntut. Petitum yakni rumusan tuntutan yang diminta, surat gugatan/permohonan harus ditandatangani oleh Penggugat/Pemohon atau Kuasa hukumnya. 3. Prosedur Penerimaan Perkara Dalam beracara di pengadilan Agama, sebelum seseorang atau kuasa hukumnya mengajukan permohonan atau gugatan maka terlebih dahulu melakukan registrasi atau pendaftaran perkara. Dalam pendaftaran perkara tersebut, juga dikenal istilah penerimaan berkas-berkas. Penerimaan berkas-berkas tersebut dilakukan dengan system meja yakni Meja I sampai dengan Meja III. Hal mana kita wajib mengetahui tugas dan tanggung jawab tiap meja tersebut. adapun tugas dan kewenangan dari setiap meja dapat diterangkan sebagai berikut : 2 MEJA I : Menerima permohonan, gugatan, permohonan banding, permohonan kasasi, permohonan peninjauan kembali dan permohonan eksekusi; Permohonan perlawanan yang merupakan verzet terhadap putusan verstek, tidak didaftar sebagai perkara baru; Permohonan perlawanan pihak ke-3 (derden verzet) didaftarakan sebagai perkara baru dalam gugatan; Menentukan besarnya panjar biaya perkara yang dituangkan dalam SKUM rangkap tiga; Menyerahkan surat permohonan, gugatan, permohonan banding, permohonan kasasi, permohonan PK dan permohonan eksekusi yang dilengkapi dengan SKUM kepada yang bersangkutan agar membayar uang panjar perkara yang tecantum dalam SKUM kepada Pemegang Kas Pengadilan Agama. MEJA II : Mendaftar perkara yang masuk kedalam buku register induk perkara perdata sesuai dengan nomor perkara yang tercantum pada SKUM/Surat Gugatan/Permohonan. Pendaftaran perkara dilaksanakan setelah panjar biaya perkara dibayar pada pemegang kas; nomor perkara dalam register sama dengan nomor perkara dalam buku jurnal; MEJA III : menyiapkan dan meyerahkan salinan putusan Pengadilan apabila ada permintaan dri pihak; menerima dan memberikan tanda terima atas memori banding, kontra memori banding, memori kasasi, kontra memori kasasi jawab/tanggapan alasan PK; KAS Kas merupakan bagian Meja Pertama Pemegang kas menerima dan membukukan uang panjar biaya perkara sebagaimana tercantum dalam SKUM pada buku jurnal keuangan perkara yang bersangkutan; Pencatatan panjar perkara dalam buku jurnal, khusus perkara tingkat pertama (gugatan dan Permohonan), nomor urut perkara harus sama dengan nomor halam buku jurnal. Dengan mengetahui tugas dari setiap Meja, maka dalam mengajukan perkara di Pengadilan Agama dapat langsung menuju meja-meja yang telah disediakan. Sehingga jangan sampai seorang Advokat/Kuasa Hukum dalam pendampingannya dengan klien masih kebingungan dalam pendaftaran perkara. 4. Proses sidang di Pengadilan Agama Adapun Proses sidang di Pengadilan Agama adalah sebagai berikut : 1. Panggilan Sidang Pertama Panggilan dilakukan ke Para pihak secara patut (sekurang-kurangnya tiga hari sebelum sidang) jika tidak hadir dipanggil kembali paling banyak tiga kali. Sehingga dalam praktek terkadang tergugat/termohon mengulur-ulur waktu untuk menghadiri persidangan dengan alasan karena masih diberi kesempatan sampai panggilan ketiga. 2 Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku II, edisi Revisi cetakan ke-2, Proyek Pembinaan Tehnis Yustisial Mahkamah Agung RI 1997 Hlm. 40 27

Jika Penggugat/Pemohon tidak hadir setelah dipanggil secara patut maka gugatan/permohonan dinyatakan Gugur. Sedang bila Tergugat/Termohon tidak hadir setelah dipanggil secara patut maka akan diputus secara verstek. 2. Sidang Pertama dan Upaya Perdamaian Pada sidang pertama bila Para Pihak telah hadir, maka kedua belah pihak diwajibkan untuk hadir secara inperson (untuk perkara gugat cerai dan cerai talak) meskipun ada kuasanya dengan acara melakukan pengecekan identitas dan melakukan upaya perdamaian (upaya permaian akan terus dilakukan sampai dengan sebelum putusan hakim dijatuhkan). 3. Pembacaan Gugatan/Permohonan kontentius. Pada sidang pertama jika upaya perdamaian tidak bisa dilakukan, maka dilanjutkan dengan proses Pembacaan Gugatan/Permohonan. 4. Jawaban Tergugat/termohon: Setelah Pembacaan Gugatan/Permohonan maka Tergugat/Termohon diberi kesempatan untuk melakukan jawaban terhadap gugatan/permohonan. 5. Tahap Jawab-Jinawab (Replik-Duplik); 6. Pembuktian Pembuktian dilakukan dengan pemeriksaan bukti tulis dan mendengar keterangan saksi-saksi dilakukan oleh Penggugat/Pemohon terlebih dulu kemudian kesempatan berikutnya oleh Tergugat/termohon. 7. Kesimpulan 8. Putusan. Kewenangan Mengadili Sengketa Ekonomi Syariah. Mengacu Pasal 49 menyatakan Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaiakan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang: Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, Shadaqah dan ekonomi syariah. Sehingga segala persoalan mengenai ekonomi syariah merupakan kewenangan Pengadilan Agama untuk memeriksa dan mengadili. Hal ini memiliki konsekuensi bahwa jika terjadi persoalan hukum/sengketa dalam permasalahan ekonomi syariah meskipun yang menjalankan bukan berkeyakinan Islam maka penyelesaian adalah di Pengadilan Agama. Dan dalam ketentuan ini, tidak membuka peluang adanya suatu pilihan hukum (choice of law). Kemudian dalam pasal 55 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008 menyatakan Penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Sedangkan yang dimaksud perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank syariah dan Unit Usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Apabila kita menganalisa dari uraian kedua pasal tersebut diatas yakni pasal 55 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dengan Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Pengadilan Agama adalah sesuai dan tidak terlihat adanya tumpang tindih dalam pengaturannya. Dimana kedua pasal termaksud menyatakan sejalan persoalan yang menyangkut sengketa perbankan syariah maka menjadi kewenangan dari Pengadilan Agama. Yang menjadi persoalan adalah dalam Pasal 55 ayat berikutnya yakni ayat (2) menyebutkan dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian dilakukan sesuai dengan isi akad. Kemudian ayat (3) penyelesaian sengketa yang dimaksud ayat (3) tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah. Yang menjadi pertanyaan kita adalah, apakah yang dimaksud dengan penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad? Berdasarkan Penjelasan pasal 55 UU No. 21 Tahun 2008, yang dimaksud dengan penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad adalah upaya sebagai berikut : 1. Musyawarah; 2. Mediasi perbankan; 3. Melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (basyarnas) atau lembaga arbitrase lain; dan/atau 4. Melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum. Mengacu uraian diatas, penyelesaian sengketa ekonomi syariah (Perbankan Syariah) dapat juga diselesaikan melalui wilayah Peradilan Umum, sehingga membuka celah untuk diajukan ke Pengadilan Negeri, meskipun putusan tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah. Namun, dalam hal ini dapat kita ambil kesimpulan dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah (ekonomi 28

syariah) terdapat choice of law. Adanya Pasal 55 UU No. 21 Tahun 2008 ini menjadikan persoalan baru yakni adanya tumpang tindih dan ketidakpastian hukum dalam kewenangan mengadili sengketa perbankan syariah (ekonomi syariah). Disatu sisi dari UU Peradilan Agama menyatakan sengketa ekonomi syariah adalah mutlak kewenangan Peradilan Agama, sedangkan disisi lain UU Perbankan Syariah justru membuka peluang untuk diselesaikan diluar Pengadilan Agama yaitu Pengadilan Umum. Kemudian berdasarkan SEMA No. 08 Tahun 2008 tanggal 10 Oktober 2008 menyatakan bahwa sengketa bidang ekonomi syari ah merupakan kewenangan mengadili Pengadilan Agama. Namun demikian, SEMA pun sebenarnya tidak memberikan solusi yang tepat karena kekuatan mengikat dari Surat Edaran Mahkamah Agung tidak sebanding dengan Undang-Undang yang jelas merupakan suatu peraturan perundang-undangan yang sangat mengikat. Secara tidak langsung hal ini merupakan cerminan kinerja wakil-wakil rakyat, indikasi kompromi dan pasal pesanan menjadi isu santer dikalangan para akademisi. Olehkarenanya hukum adalah produk politik memang benar adanya. Mudah-mudahan dengan pemilu yang baru beberapa waktu lalu dapat mencetak para wakil rakyat yang dapat menempatkan hukum sebagai panglima, khususnya bagi komisi yang membidangi bidang hukum. Semoga!! Kesimpulan: 1. Hukum acara yang dipakai dalam berpraktik di Pengadilan Agama adalah Hukum acara perdata yang berlaku pada Pengadilan di lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam undang-undang. 2. Choice of law (pilihan hukum) dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah (ekonomi syariah) dimungkinkan dengan penyelesaian diajukan baik melalui Pengadilan Agama maupun penyelesaian dilakukan sesuai dengan isi akad, yang diantaranya adalah melalui Pengadilan Negeri. 29