MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.02/MEN/I/2005 TENTANG

KEPMEN NO. 92 TH 2004

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI NO. 10 TH 2005 PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

2 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6, Ta

! NoMoR;1"^fil1trEN/I/200s

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 301/MPP/Kep/10/2001 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG TATA KERJA DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTIT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG TATA KERJA DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTIT

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG TATA KERJA DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTIT

KEPMEN NO. 231 TH 2003

Tiga perundang-undangan ketenagakerjaan yang diundangkan dalam

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 226 /MEN/2003

Kata Kunci : Optimalisasi, Mediasi, Penyelesaian Hubungan Industrial. Penjelasan umum Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BAB III PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.10/MEN/V/2005 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Konsiliator Serta Tata Kerja Konsili

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG TATA KERJA DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTITT

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beragam seperti buruh, pekerja, karyawan, pegawai, tenaga kerja, dan lain-lain.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2004 TENTANG DEWAN PENGUPAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO D E S A P A D I Jln. Raya Padi Pacet No.26 Kec. Gondang Tlp PERATURAN DESA PADI NOMOR : 06 TAHUN 2002

2017, No Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 2. Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015 tentang Badan Ekonomi

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2004 TENTANG DEWAN PENGUPAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.214, 2010 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Pengangkatan.

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

MATRIKS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG TATA KERJA DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTIT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DESA KALITEKUK KECAMATAN SEMIN KABUPATEN GUNUNGKIDUL

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR

PERATURAN MENTERI NO. 20 TH 2007

PERATURAN DAERAH MURUNG RAYA NOMOR : 22 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN BIDANG KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN MURUNG RAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG

KEPALA DESA NGLANGGERAN KECAMATAN PATUK KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER -10/MEN/V/2005 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KONSILIATOR SERTA TATA KERJA KONSILIASI MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 19 ayat (1) huruf i, Pasal 28 dan Pasal 121 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, perlu menetapkan syarat-syarat pengangkatan dan pemberhentian konsiliator serta tata kerja konsiliasi dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial dengan Peraturan Menteri; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4356); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4437); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonomi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952); 5. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2005 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu;

Memperhatikan : 1. Pokok-pokok Pikiran Sekretariat lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 13 Januari 2004; 2. Kesepakatan rapat Pleno Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 31 Maret 2005; MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KONSILIATOR SERTA TATA KERJA KONSILIASI BAB I UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Konsiliator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut konsiliator adalah seorang atau lebih yang memenuhi syaratsyarat sebagai konsiliator ditetapkan oleh Menteri, yang bertugas melakukan konsiliasi dan wajib memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. 2. Konsiliasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral. 3. Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan

antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. 4. Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai perbuatan, dan/atau perubahan syaratsyarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. 5. Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. 6. Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatanpekerja. 7. Menteri adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi BAB II SYARAT-SYARAT KONSILIATOR Pasal 2 (1) Untuk menjadi konsiliator, seseorang harus memenuhi persyaratan yaitu : a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha esa; b. warga negara Indonesia; c. berumur sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) tahun; d. pendidikan minimal lulusan Strata Satu (S1); e. berbadan sehat menurut surat keterangan dokter; f. berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela; g. memiliki pengalaman di bidang hubungan industrial sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun; h. menguasai peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan;

i. tidak berstatus Pegawai Negeri Sipil atau anggota TNI/POLRI; j. lulus mengikuti program latihan yang diselenggarakan oleh pemerintah. (2) Pengalaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf g, meliputi kegiatan yang pernah dilakukan sebagai : a. penyelesaian perselisihan hubungan industrial; b. kuasa hukum penyelesaian perselisihan hubungan industrial; c. pengurus serikat pekerja/serikat buruh atau pengurus organisasi pengusaha; d. konsultan hukum bidang hubungan industrial; e. pengelola sumber daya manusia di perusahaan; f. dosen, tenaga pengajar, dan peneliti di bidang hubungan industrial; g. anggota P4D/P4P atau Panitera P4D/P4P; h. narasumber atau pembicara dalam seminar, lokakarya, simposium dan lain-lain di bidang hubungan industrial. (3) Dalam hal calon konsiliator tidak memenuhi pengalaman 5 (lima) tahun untuk salah satu kegiatan, maka pengalaman 5 (lima) tahun dapat diperhitungkan dari penggabungan beberapa kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Pengalaman 5 (lima) tahun atas perhitungan penggabungan beberapa kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuktikan dengan surat keterangan Kepala Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota setempat. Pasal 3 (1) Untuk dapat diangkat menjadi konsiliator, calon konsiliator mengajukan pendaftaran dengan menyampaikan permohonan tertuilis kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi melalui Bupati /Walikota c.q. Kepala Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat. (2) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dengan melampirkan: a. surat pernyataan tidak berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI/POLRI; b. daftar riwayat hidup calon konsiliator; c. copy ijazah pendidikan minimal Strata Satu (S1) yang telah dilegalisir rangkap 2 (dua); d. surat keterangan berbadan sehat dari dokter; e. surat berkelakuan baik dari kepolisian; f. copy KTP yang masih berlaku; g. pas foto berwarna terbaru ukuran 3x4 cm, sebanyak 4 (empat) lembar; h. surat keterangan telah memiliki pengalaman di bidang hubungan industral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) (3) Bupati/Walikota c.q. Kepala Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat setelah menerima permohonan tertulis calon konsiliator sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terlebih dahulu melakukan seleksi atas kelengkapan berkas permohonan. (4) Terhadap calon konsiliator yang telah memenuhi kelengkapan berkas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan seleksi tertulis. (5) Seleksi tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Tim Seleksi yang dibentuk oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. (6) Materi seleksi tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi: a. peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan; b. hubungan industrial dan sarananya; c. penyelesaian perselisihan hubungan industrial, di dalam maupun di luar pengadilan hubungan industrial; d. persyaratan kerja, kondisi kerja, pengupahan dan jaminan sosial tenaga kerja; e tehnik negosiasi. Pasal 4

(1) Calon konsiliator yang telah lulus seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, diusulkan oleh Bupati/Walikota daengan melampirkan tanda lulus seleksi kepada Menteri untuk mendapatkan legitimasi sebagai konsiliator. (2) Calon konsiliator yang diusulkan oleh Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi legitimasi sebagai konsiliator dengan Keputusan Menteri. (3) Konsiliator yang telah mendapat legitimasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melapor kepada Bupati/Walikota untuk dicatat sebagai konsiliator dan didaftar pada kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota setempat. BAB III TUGAS DAN WEWENANG KONSILIATOR Pasal 5 Konsiliator bertugas melakukan konsiliator kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Pasal 6 Konsiliator mempunyai kewenangan : a. meminta keterangan kepada para pihak; b. menolak wakil para pihak apabila ternyata tidak memiliki surat kuasa; c. menolak melakukan konsiliasi bagi pra pihak yang belum melakukan perundingan secara bipartit; d. meminta surat/dokumen yang berkaitan dengan perselisihan; e. memanggil saksi atau saksi ahli; f. membuka buku dan meminta surat-surat yang diperlukan dari para pihak instansi/lembaga terkait. BAB IV KEWAJIBAN KONSILIATOR Pasal 5 Konsiliator bertugas melakukan konsiliasi kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam

satu perusahaan. Pasal 6 a. meminta keterangan kepada para pihak; b. menolak wakil para pihak apabila ternyata tidak memiliki surat kuasa; c. menolak melakukan konsiliasi bagi para pihak yang belum melakukan perundingan secara bipartit; d. meminta surat/dokumen yang berkaitan dengan perselisihan; e. memanggil saksi atau saksi ahli; f. membuka buku dan meminta surat-surat yang diperlukan dari para pihak dan instansi/lembaga terkait. BAB IV KEWAJIBAN KONSILIATOR Pasal 7 Konsiliator mempunyai kewajiban : a. memanggil para pihak yang berselisih untuk dapat didengar keterangan yang diperlukan; b. mengatur dan memimpin konsiliasi; c. membantu membuat perjanian bersama apabila tercapai kesepakatan; d. membuat anjuran tertulis, apabila tidak tercapai kesepakatan penyelesaian; e. membuat risalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial; f. membuat dan memelihara buku khusus dan berkas perselisihan yang ditangani; g. membuat laporan hasil penyelesaian perselisihan hubungan industrial kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi melalui Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial. BAB V PENDAFTARAN DAN KEDUDUKAN KONSILIATOR Pasal 8 Konsiliator terdaftar di instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota.

Pasal 9 (1) Konsiliator melakukan konsiliasi penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang terjadi di Kabupaten/Kota tempat pekerja/buruh bekerja. (2) Berdasarkan permintaan para pihak yang berselisih, konsiliator dapat melakukan konsiliasi diluar wilayah konsiliator terdaftar dengan seijin Kepala Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di tempat konsiliator terdaftar. (3) Berdasarkan pertimbangan anggaran, Kepala Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di tempat konsiliator terdaftar berwenang menolak permintaan para pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) BAB VI TATA KERJA KONSILIATOR Pasal 10 (1) Setelah menerima permintaan penyelesaian perselisihan secara tertulis dari para pihak, kosiliator yang ditunjuk dan disepakati oleh para pihak segera : a mencatat dalam buku yang dibuat khusus untuk itu; b melakukan penelitian berkas perselisihan termasuk risalah perundingan bipartit; c melakukan sidang konsiliasi paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima permintaan penyelesaian secara tertulis; d memanggil para pihak secara tertulis untuk menghadiri sidang dengan mempertimbangkan waktu panggilan sehingga sidang konsiliasi dapat dilaksanakan selambatlambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima penyerahan penyelesaian perselisihan; e melaksanakan sidang konsiliasi dengan mengupayakan penyelesaian perselisihan secara musyawarah untuk mufakat; f mengeluarkan anjuran secara tertulis kepada para pihak apabila penyelesaian perselisihan tidak mencapai kesepakatan dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepulh) hari kerja sejak sidang konsiliasi pertama; g membantu membuat perjanjian bersama secara tertulis apabila tercapai kesepakatan penyelesaian, yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh

konsiliator; h memberitahukan para pihak untuk mendaftarkan perjanjian bersama yang telah ditandatangani ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri tempat dimana perjanjian bersama ditandatangani untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran; i membuat risalah pada setiap penyelesaian perselisihan hubungan idustrial. (2) Dalam hal salah satu pihak atau para pihak menggunakan jasa kuasa hukum dalam sidang konsiliasi, maka pihak yang menggunakan jasa kuasa hukum tersebut harus tetap hadir. (3) Dalam hal para pihak telah dipanggil dengan mempertimbangkan waktu penyelesaian ternyata pihak pemohon tidak hadir, maka konsiliator melaporkan kepada instansi yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota setempat untuk dihapuskan dari buku perselisihan. (4) Dalam hal para pihak telah dipanggil dengan mempertimbangkan waktu penyelesaian ternyata pihak termohon tidak hadir, maka konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis berdasarkan data-data yang ada. (5) Dalam hal para pihak tidak menjawab anjuran secara tertulis dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak anjuran tertulis dikeluarkan, maka para pihak dianggap menolak anjuran, selanjutnya konsiliator mencatat dalam buku perselisihan bahwa perselisihan tidak dapat diselesaiakan melalui konsiliasi. (6) Dalam hal para pihak menyetujui anjuran dan menyatakannya secara tertulis, maka konsiliator membantu pembuatan perjanjian bersama selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran disetujui para pihak yang kemudian ditandatangani oleh para pihak dan konsiliator sebagai saksi. (7) Anjuran tertulis konsiliator memuat : a keterangan pekerja/buruh atau keterangan serikat pekerja/serikat buruh; b keterangan pengusaha; c keterangan saksi/saksi ahli apabila ada; d pertimbangan hukum dan kesimpulan konsiliator; e isi anjuran. (8) Dalam hal konsiliator mengeluarkan anjuran dengan mempertimbangkan keterangan yang harus dirahasiakan menurut permintaan pemberi keterangan, maka dalam

anjuran konsiliator cukup menyatakan kesimpulan berdasarkan keterangan yang harus dirahasiakan dalam pertimbangannya. Pasal 11 Penyelesaian di tingkat konsiliasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus sudah selesai dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya permintaan penyelesaian perselisihan. BAB VII PEMBERHENTIAN KONSILIATOR Pasal 12 (1) Pemberhentian konsiliator dilakukan dengan pencabutan legitimasi oleh Menteri. (2) Pencabutan legitimasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan karena : a meninggal dunia; b permintaan sendiri; c terbukti telah melakukan tindak pidana kejahatan; d menyalahgunakan jabatan; e membocorkan keterangan yang seharusnya dirahasiakan; f telah dikenakan pencabutan sementara sebanyak 3 (tiga) kali. (3) Sebelum dilakukan pencabutan legitimasi sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f, terhadap konsiliator yang bersangkutan diberikan teguran tertulis. Pasal 13 (1) Teguran tertulis diberikan konsiliator apablia : a tidak menyampaikan anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja dalam hal para pihak tidak tercapai kesepakatan; b tidak membantu para pihak membuat perjanjian bersama dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja; c tidak menyelesaikan perselisihan dalam waktu 30 (tiga pulh) hari kerja; aatau d tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf g. (2) Dalam hal sebab-sebab sebagaiman dimaksud pada ayat (1) ternyata diakibatkan dari kelalaian konsiliator maka

Bupati/Walikota menjatuhkan teguran tertulis kepada konsiliator yang berkekdudukan di Kabupaten/Kota. (3) Pencabutan sementara dilakukan setelah melalui teguran tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dalam waktu 2 (dua) bulan. Pasal 14 (1) Pencabutan sementara sebagai konsiliator berlaku untuk waktu selama 3 (tiga) bulan. (2) Pencabutan sementara dilakukan dengan menarik legitimasi oleh Menteri. (3) Menteri dapat mendelegasikan pencabutan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial, Gubernur atau Bupati/Walikota. (4) Selama pancabutan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) konsiliator yang bersangkutan tidak boleh menangani perselisihan yang baru tetapi wajib menyelesaikan perselisihan yang sedang ditangani. (5) Dalam hal Menteri atau Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial atau Gubernur atau Bupati/Walikota mencabut legitimasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pencabutan sementara tersebut harus diumumkan, sekurang-kurangnya ditempatkan pada papan pengumuman di kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di tempat konsiliastor terdaftar. Pasal 15 (1) Dalam hal konsiliator telah pernah dikenakan pencabutan sementara pertama, maka apbila konsiliator yang bersangkutan melakukan kelalaian kembali sebagaiman dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dikenakan pencabutan sementara yang kedua. (2) Dalam hal konsiliator telah pernah dikenakan pencabutan sementara kedua maka apabila konsiliator yang bersangkutan mealakukan kelalaian kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan pencabutan sementara yang ketiga. Pasal 16 (1) Sebelum konsiliator dikanakan pencabutan tetap, maka yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal penerimaan

pemberitahuan pencabutan sementara yang ketiga. (2) Pembelaan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dihadapan Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk, menjatuhkan teguran tertulis kepada konsiliator yang berkedudukan di Kabupaten/Kota. (3) dalam hal konsiliator menggunakan kesempatan membela diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) membuat risalah tentang pembelaan diri konsiliator. (4) Risalah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan dilampiri dokumen pendukung, disamping kepada menteri dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak selesainya dilakukan pembelaan diri oleh konsiliator. (5) Risalah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sekuarngkurangnya memuat : a keterangan konsiliator; b keterangan saksi apabila ada; c pendapat pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (6) Apabila konsiliator tidak menggunakan kesempatan membela diri dalam tenggang waktu sebagaiman dimaksud ayat (1), maka pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengusulkan kepada Menteri untuk mencabut legitimasi konsiliator yang bersangkutan. (7) Dalam hal pembelaan konsiliator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterima, maka Menteri memberitahukan kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk mengembalikan kartu legitimasi konsiliator. (8) Dalam hal pembelaan diri tidak dapat diterima, maka Menteri menerbitkan keputusan pencabutan legitimasi konsiliator yang bersangkutan. BAB VIII PELAPORAN Pasal 17 Konsiliator wajib membuat laporan konsiliasi setiap 3 (tiga) bulan, disampaikan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dengan tembusan kepada Gubernur atau Bupati/Walikota setempat. BAB IX KETENTUAN PENUTUP

Pasal 18 Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Mei 2005 MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, ttd FAHMI IDRIS