IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Narasumber Dan Gambaran Umum

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT (STUDI KASUS PUTUSAN NO. 30/PID/2013/PT.

I. PENDAHULUAN. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

P U T U S A N. Nomor 316/Pid/2014/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Nama lengkap : UJANG SUHERMAN Bin ADANG

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB I PENDAHULUAN. telah berusia 17 tahun atau yang sudah menikah. Kartu ini berfungsi sebagai

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim Dalam Proses Peradilan Pidana

I. PENDAHULUAN. formil. Hukum pidana materiil di Indonesia secara umum diatur di dalam Kitab

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan untuk mencari kebenaran dengan mengkaji dan menelaah beberapa

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

P U T U S A N Nomor : 99/Pid.B./2013/PN.Unh. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG

P U T U S A N. Nomor : 491/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

P U T U S A N Nomor : 311/Pid.B/2013/PN.Bkn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. : NURZANI Als ZANI Bin ATIN (Alm)

P U T U S A N. Nomor : 394/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Nama Lengkap : HERMANSYAH Als. HERMAN Tempat Lahir : Selayang Umur / Tanggal : 38 tahun / 06 Nopember 1974

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Selanjutnya disebut KUHP), dan secara

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

P U T U S A N NOMOR : 61/PID/2015/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 118/PID/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) disebutkan:

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

P U T U S A N NOMOR 274/PID/2015/PT MDN. Tempat Lahir : Sei Kamah II; Umur/tanggal lahir : 30 tahun / 13 Juli 1984; Jenis Kelamin : Laki-laki;

BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 129/PID.B/2014/PN.SBG

P U T U S A N NOMOR : 237/PID/2015/PT- MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Abstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

I. PENDAHULUAN. juga di dalam kehidupan bermasyarakat yang teratur dan maju tidak dapat

P U T U S A N. No. 53 / Pid.B / 2013 / PN. UNH DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 171/PID.B/2014/PN.BJ

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id

P U T U S A N NOMOR : 315/PID/2012/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 20/Pid.Sus.Anak/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

P U T U S A N NO: 68/Pid.B/2013/PN.Unh

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial

Nomor : 113/Pid/2015/PT.Bdg. perkara-perkara pidana dalam peradilan tingkat banding telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara Terdakwa :

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D

P U T U S A N. Nomor : 19/Pid/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

P U T U S A N. Nomor : 625/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

KODE ETIK P O S B A K U M A D I N

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan

P U T U S A N Nomor : 195 /PID/2014/PT-MDN.-

P U T U S A N Nomor : 147 /Pid.B/2014/PN. BJ.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

P U T U S A N Nomor 349/PID/2015/PT.Bdg

P U T U S A N Nomor : 223/Pid.B/2014/PN.BKN

P U T U S A N Nomor : 60/Pid.B/2013/PN.Unh

P U T U S A N Nomor : 160/PID/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 85/PID/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur/tanggal lahir : 21 tahun / 27 Agustus 1992

PENGADILAN TINGGI MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

P U T U S A N. Nomor : 41 / PID / 2016 / PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. bukan lagi hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Salah satu penyebabnya

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

P U T U S A N Nomor :579/PID/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA : KASMAN SITORUS ALIAS BAPAK MONITA.

P U T U S A N Nomor 30/Pid.Sus/2014/PN BNJ

P U T U S A N. Nomor : 358/Pid/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor : 64/Pid.B/2013/PN.Unh.

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

P U T U S A N. Nomor : 491/PID/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENGADILAN TINGGI MEDAN

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. PENGADILAN TINGGI SUMATERA UTARA DI MEDAN, dalam. sebagai berikut, dalam perkara Terdakwa :

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P U T U S A N. Nomor : 33/PID.SUS.Anak/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian sudah seharusnya penegakan

P U T U S A N. Nomor : 751/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENGADILAN TINGGI MEDAN

P U T U S A N. Nomor : 212/ Pid. B / 2010 / PN. SKH. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. pada peradilan tingkat banding telah menjatuhkan putusan

P U T U S A N Nomor : 108/Pid.B./2013/PN.Unh. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

P U T U S A N Nomor : 196/PID.B/2014/PN.BJ

P U T U S A N Nomor : 129/Pid.B/2013/PN.Unh. Umur/Tanggal lahir : 27 Tahun / 14 Juni 1986

Transkripsi:

40 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Narasumber Dan Gambaran Umum Sebelum diuraikan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, maka terlebih dahulu akan diuraikan mengenai karakteristik para narasumber. Dengan diuraikannya karakteristik para narasumber tersebut, maka akan memberikan gambaran mengenai narasumber yang akan dijadikan sumber informasi terhadap penelitian yang telah dilakukan diperoleh dari narasumber yang dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan kebenarannya. Biodata Narasumber 1. Nama : Aris Fitra Wijaya, S.H Jabatan : Hakim Pengadilan Negeri Kalianda 2. Nama : Guntur. P, S.H., M.H Jabatan : Hakim Pengadilan Tinggi Tanjung Karang 3. Nama : Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H Jabatan : Dosen Pidana di Fakultas Hukum Universitas Lampung Penentuan narasumber ini berdasarkan pada pertimbangan bahwa para narasumber dapat mewakili dan menjawab permasalahan yang penulis angkat dalam skripsi ini. Jawaban yang diberikan oleh penulis berdasarkan pengetahuan

41 dan pengalaman para narasumber di lembaga atau instansinya masing-masing, sehingga dalam penelitian ini dapat diperoleh informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Penulis melakukan studi kasus terhadap putusan pengadilan dalam perkara tindak pidana pemalsuan surat No.30/PID/2013/PT.TK, dengan gambaran umum kasus sebagai berikut : 1. Identitas Terdakwa Nama Tempat lahir : Riski Meliana Binti M. Yusuf : Tanjung Karang Umur/Tanggal lahir : 25 Tahun / 29 Mei 1986 Jenis kelamin Kebangsaan : Perempuan : Indonesia Tempat tinggal : Dusun Gebang Induk, RT/RW 001/002, Desa Gebang, Kec. Padang Cermin, Kab. Pesawaran Agama Pekerjaan : Islam : Tenaga Honorer Pemda Pesawaran 2. Kasus Posisi Riski Meliana Binti M. Yusuf yang selanjutnya disebut sebagai terdakwa, pada hari yang sudah tidak diingat lagi oleh terdakwa pada tanggal 03 September 2010 setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan September 2010, bertempat dirumah terdakwa Riski Meliana Binti M. Yusuf yang beralamat di Dusun Gebang Induk RT/RW 001/002, Desa Gebang, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran atau setidak-tidaknya tempat yang masih dalam daerah

42 hukum Pengadilan Negeri Kalianda berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini, membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu. Terdakwa mengajukan proposal untuk mendapatkan dana SPP-PNPM (Simpan Pinjam Perempuan-Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) tahun 2010 dengan mengatas namakan Kelompok Mandiri dengan anggota : Riski Meliana (Ketua), Suci Apriani, Rosyani, Heni Rosyida, Rohaya, Melisa, Asmawati, Sudarya, Susilawati, Laliyana, dengan jumlah dana yang diajukan sebesar Rp 20.000.000,-. Proposal tersebut berisikan Surat permohonan Pinjam, Surat Pernyataan Kesanggupan Tanggung Renteng PNPM-MP, Rencana Angsuran Kelompok, Fotokopi KTP dan berkas anggota kelompok yang dipalsukan terdakwa. Sehingga seolah-olah memang benar kelompok mandiri yang beranggotakan sembilan saksi korban tersebut benar membutuhkan dana SPP- PNPM. Setelah terdakwa membuat proposal pengajuan dana yang didalamnya terdapat tandatangan dan lampiran fotokopi saksi korban yang dipalsukan, terdakwa langsung mengajukannya kepada Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK) PNPM-MP dan kemudian pada tanggal 03 September 2010 dana yang dimohonkan tersebut dicairkan penuh sejumlah RP 20.000.000. Akibat perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa Riski tersebut, anggota kelompok mengalami kerugian karena saksi diminta untuk melunasi pinjaman PNPM,

43 padahal para saksi tidak pernah merasa mengajukan pinjaman dan tidak pernah menikmati dana pinjaman tersebut. 3. Dakwaan atau Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kalianda yaitu menyatakan terdakwa Riski Meliana binti M. Yusuf terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu yang dilakukan terhadap akta-akta otentik, serta hutang atau sertifikat hutang dari suatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum, suatu ser atau hutang, atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan, atau maskapai, talon, tanda bukti deviden atau bunga yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu, surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan melanggar Pasal 263 Ayat (1) tentang Pemalsuan Jo Pasal 264 ayat (1) tentang Pemalsuan Surat. Terdakwa dijatuhkan pidana dengan pidana penjara selama 1 tahun dan membayar denda sebesar Rp. 23.000.000,-. 4. Putusan Hakim Terdakwa dinyatakan bersalah dan diputus oleh Pengadilan Negeri Kalianda dengan dakwaan subsidair tentang Pemalsuan dan dikuatkan dengan putusan Hakim pada Pengadilan Tinggi Tanjung Karang dengan dakwaan subsidair tentang Pemalsuan surat sebagaimana diatur dalam Pasal 264 KUHP. Terdakwa Riski Meliana binti M. Yusuf dijatuhi 5 bulan pidana bersyarat dengan hukuman

44 masa percobaan dan dibebankan kepada terdakwa dalam kedua tingkat peradilan, untuk ditingkat banding sebesar Rp 2000,-. B. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan surat dalam Putusan No. 30/PID/2013/PT.TK Tugas hakim sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 adalah menerima, memeriksa, dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya dan perkara-perkara tersebut berupa perkara pidana, perdata, maupun tata usaha negara. Pada Pasal 3 dan 4 disebutkan pula bahwa semua peradilan negara yang menerapkan dan menegakkan hukum serta keadilan adalah berdasarkan Pancasila dan peradilan dilakukan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa serta dilakukan dengan bebas dari segala campur tangan dan tidak membeda-bedakan orang. Menurut Sudarto, hakim memberikan keputusannya mengenai hal-hal sebagai berikut : 36 1. Keputusan mengenai peristiwanya, yaitu apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya, dan kemudian 2. Keputusan mengenai hukumannya, yaitu apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dan dapat dipidana, dan akhirnya 3. Keputusan mengenai pidananya, apabila terdakwa memang dapat dipidana. 36 Sudarto, Loc.cit, hlm.74.

45 Penulis melakukan studi kasus terhadap putusan pengadilan dalam perkara tindak pidana pemalsuan surat nomor : 30/PID/2013/PT.TK. menyatakan terdakwa Riski Meliana bin M. Yusuf terbukti bersalah melanggar Pasal 263 Jo Pasal 264 KUHP tentang Pemalsuan Surat dan dijatuhi vonis 5 bulan pidana bersyarat dengan hukuman masa percobaan dan membayar biaya perkara untuk tingkat banding sebesar RP 2000,-. Berdasarkan wawancara penulis dengan Aris, menyatakan bahwa penuntut umum dalam tuntutan pidananya meminta kepada majelis hakim agar terdakwa dituntut selama 1 tahun penjara dan membayar denda sebesar Rp 23.000.000, sedangkan terdakwa memohon agar dihukum seringan-ringannya. Disini hakim dituntut agar cermat dalam menganalisis suatu perkara, melihat benar hal apasaja yang dapat menjadi pertimbangan untuk meringankan atau memberatkan penjatuhan hukuman, sesuai dengan alat bukti yang terungkap dipersidangan. 37 Terdakwa dalam pembelaannya di persidangan telah menunjukkan kuitansi bukti pembayaran cicilan kepada UPK PNPM. Meskipun terdakwa telah memalsukan fotokopi dan tanda tangan korban, maka untuk membayar kesalahannya tersebut terdakwa mau membayar cicilan dari para korban. Dengan demikian kewajiban pokok kelompok simpan pinjam perempuan mandiri kepada UPK PNPM telah dilunasi terdakwa. Majelis hakim menilai ada niatan baik dari terdakwa untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. 37 Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber di Pengadilan Negeri Kalianda, pada tanggal 21 Mei 2014, Pukul 11.00 Wib

46 Selanjutnya Aris menyatakan, ada syarat-syarat yang harus diperhatikan oleh hakim dalam menjatuhkan pidana. Syarat-syarat hakim dalam menjatuhkan pidana tersebut, adalah : 38 1. Untuk dikatakan terbukti dengan sah sekurang-kurangnya harus ada dua alat yang sah berdasarkan Pasal 183 KUHAP : Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. 2. Karena pembuktian yang sah menurut Undang-Undang, seperti yang tertuang dalam Pasal 184 KUHAP yaitu Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, Keterangan Terdakwa, Surat dan Petunjuk. 3. Adanya keyakinan hakim 4. Orang yang melakukan tindak pidana (pelaku) dianggap dapat bertanggung jawab 5. Adanya kesalahan melakukan tindak pidana yang didakwakan atas diri pelaku tindak pidana tersebut. Berkaitan dalam kasus pemalsuan surat dalam putusan no.30/pid/2013/pt.tk dengan terdakwa Riski Meliana binti M. Yusuf ini yang menjadi alat bukti dalam persidangan adalah : 1. Keterangan Saksi Keterangan saksi dalam kasus ini terdiri dari para anggota kelompok yang dirugikan yaitu Suci Apriani, Rosyani, Heni Rosida, Rohaya, Melisa, Asmawati, Sudarya, Susilawati, Laliyana. 38 Ibid.

47 2. Keterangan Ahli Keterangan ahli dalam kasus ini adalah penanggung jawab operasional kegiatan PNPM, yaitu Asep Mukhtar Effendi bin H. Jamhur. 3. Keterangan Terdakwa Keterangan terdakwa dalam kasus ini adalah Riski Meliana binti M. Yusuf terdakwa kasus pemalsuan surat. 4. Surat Surat-surat dalam kasus ini adalah 1 lembar eksemplar berita acara musyawarah antar desa prioritas usulan PNPM Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Lampung Selatan Ta.2007, 1 lembar eksemplar asli proposal usulan kegiatan simpan pinjam kelompok perempuan peguliran Kelompok Mandiri Desa Gebang Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran Ta. 2009 dan 2010, 1 lembar kuitansi asli tanda terima dana pinjaman kelompok SPP tanggal 07 November 2009, 1 lembar fotokopi pembayaran bunga dan angsuran pokok kredit SPP Ta.2010, 4 lembar KTP Asli korban. Aris menyatakan dasar para jaksa menuntut terdakwa yang pertama adalah hal yang memberatkan, kedua yaitu tolok ukur kerugian yang timbul terdakwa menikmatinya atau tidak, tetapi atas kelalaiannya tindak pidana ini dapat terjadi. Majelis hakim dalam menjatuhkan putusan juga mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan yang menjadi dasar pertimbangan bagi hakim untuk menjatuhkan putusannya. Sehingga hakim dapat menetapkan, menambah ataupun mengurangi tuntutan dari jaksa penuntut umum dalam penjatuhan hukuman bagi terdakwa.

48 Hal yang memberatkan dalam putusan No. 30/PID/2013/PT.TK, yaitu perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat, sehingga keseimbangan, keharmonisan dan kekeluargaan relatif dapat terganggu akibat perbuatan terdakwa. Sedangkan hal yang meringankan dalam perkara ini adalah sebagai berikut : 1. Terdakwa jujur dan berterus terang atas perbuatannya sehingga memperlancar jalannya pemeriksaan. 2. Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi. 3. Terdakwa belum pernah dihukum. Berdasarkan wawancara penulis dengan Aris, bahwa dari uraian petimbanganpertimbangan hukum diatas dihubungkan dengan tuntutan pidana dari jaksa penuntut umum, maka majelis hakim memiliki pendapat yang berbeda dengan jaksa penuntut umum dalam hal pemidanaan bagi terdakwa. Menurut majelis hakim Penjatuhan pidana dari 1 tahun pidana penjara dan denda Rp 23.000.000,- menjadi 5 bulan pidana bersyarat dengan hukuman masa percobaan dirasa sudah tepat dan adil untuk diterapkan bagi terdakwa. Memasukkan terdakwa kedalam Lembaga Pemasyarakatan untuk menjalani pidana bukanlah satu-satunya solusi untuk memperbaiki diri terdakwa. Jalan lain bagi terdakwa untuk menjalani pidana yaitu dengan memperbaiki diri di dalam masyarakat dengan bersosialisasi secara langsung dengan masyarakat. 39 Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Aris maka dapat disimpulkan oleh penulis bahwa hukuman yang dijatuhkan terhadap terdakwa yang diputus oleh hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa itu sudah sesuai, tepat dan adil, karena 39 Ibid.

49 terdakwa sudah ada nitan baik untuk mengganti kerugian tersebut kemudian menyesali perbuatannya. Hukuman masa percobaan yang dijalani terdakwa dengan bersosialisasi dalam masyarakat membuat terdakwa memiliki banyak kesempatan dan tantangan untuk berbuat tindak pidana, sehingga dengan ini diharapkan bagi terdakwa untuk bisa menahan diri dan memperbaiki diri agar tidak berbuat tindak pidana lagi. Berdasarkan wawancara penulis dengan Guntur.P, setelah mempelajari dengan seksama berkas perkara dan turunan resmi putusan Pengadilan Negeri Kalianda, maka hakim Pengadilan Tinggi sependapat dengan pertimbangan hakim pada tingkat pertama dalam putusannya bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan Pasal 263 Jo Pasal 264 KUHP tentang Pemalsuan Surat dan pertimbangan hakim diambil alih dan dijadikan sebagai pertimbangan Pengadilan Tinggi dalam memutus perkara ini di tingkat banding. 40 Hakim Pengadilan Tinggi sependapat dengan pertimbangan hakim pada tingkat pertama, bukan berarti hakim pada tingkat banding tidak menganalisis perkara tersebut. Guntur.P mengatakan tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan terdakwa dengan memalsukan fotokopi KTP dan tandatangan anggota kelompok mandiri ini dinyatakan dan diputus bersalah melanggar Pasal 264 KUHP, karena perbuatan terdakwa merugikan dan meresahkan masyarakat. Tetapi jika dilihat dari alat bukti yang terungkap dipersidangan dan hal-hal yang menjadi 40 Berdasarkan hasil wawancara dengan Narasumber di Pengadilan Tinggi Tanjung Karang, pada tanggal 03 Juni 2014, pukul 10.00 wib.

50 pertimbangan untuk meringankan ataupun memberatkan, hakim pada tingkat banding sudah menganalisis secara seksama perkara ini. Hakim Pengadilan Tinggi mengambil alih pertimbangan hakim tingkat pertama. Putusan hakim Pengadilan Tinggi ini bersifat yudekfaksi yang artinya hakim dalam memutus perkara melihat terlebih dahulu fakta-fakta dan bukti yang terungkap dipersidangan seperti yang tertuang dalam Pasal 184 KUHAP. Sifat putusan pada Pengadilan Tinggi Tanjung Karang ini besifat menguatkan putusan Pengadilan Negeri Kalianda yang dimohonkan banding. Putusan yang dijatuhkan dalam kasus ini, tidak ada perbedaan antara putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi karena sudah jelas terdakwa menyesali perbuatannya, dan berniatan baik untuk membayar ganti kerugian yang dialami korban, terdakwa pun belum pernah melakukan tindak pidana. Inilah yang sekiranya menjadi pertimbangan hakim Pengadilan tinggi untuk menguatkan putusan pada pengadilan tingkat pertama. Menurut Guntur. P bahwa penjatuhan hukuman dari 1 tahun dengan denda Rp 23.000.000 menjadi hukuman 5 bulan pidana bersyarat dengan hukuman masa percobaan ini dirasakan sudah tepat beralasan hukum dan adil untuk diterapkan bagi terdakwa sesuai dengan jiwa Pasal 14 a KUHP. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Guntur. P maka dapat dianalisis oleh penulis bahwa terdakwa terbukti bersalah karena akibat perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian dalam masyarakat. Berdasarkan bukti yang terungkap dipersidangan dan mempertimbangkan hal-hal yang meringankan bagi terdakwa, maka disimpulkan putusan hukuman yang dijatuhkan sudah sesuai dan tepat

51 karena pada hakikatnya tujuan pemidanaan bukanlah semata-mata untuk melakukan balas dendam akan tetapi lebih ditujukan untuk mendidik terdakwa agar dikemudian hari tidak melakukan perbuatan pidana lagi. Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Eddy Rifai, menjelaskan bahwa hakim dalam memutus perkara harus berdasar alat bukti yang sah seperti yang tertuang dalam Pasal 184 KUHAP. Bukti-bukti tersebut harus terungkap dalam persidangan sehingga pelaku tindak pidana dapat dikatakan bersalah. Pengambilan putusan oleh hakim di pengadilan adalah didasarkan pada surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam sidang pengadilan, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 191 KUHAP. Surat dakwaan dari penuntut umum merupakan dasar hukum acara pidana, karena dengan berdasarkan dakwaan itulah pemeriksaan sidang pengadilan dilakukan. Suatu persidangan di pengadilan seorang hakim tidak dapat menjatuhkan pidana diluar dakwaan. 41 Penjatuhan hukuman merupakan konsekwensi atas suatu tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan dan bermanfaat tidak hanya bagi si pelaku tetapi juga harus bermanfaat bagi masyarakat, sebab setiap penghukuman selalu akan menimbulkan korban yaitu penderitaan, kerugian mental, dan fisik. Hakim tidak boleh menangguhkan atau menolak menjatuhkan putusan dengan alasan karena hukumannya tidak lengkap atau tidak jelas. Ketika undang-undang tidak lengkap atau tidak jelas untuk memutus suatu perkara, saat itulah hakim harus mencari dan menemukan hukumnya (rechtsviding). Larangan bagi hakim menolak perkara 41 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, Rineka Cipta, hlm.167.

52 diatur dalam Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Hasil temuan yang akan menjadi hukum apabila diikuti oleh hakim berikutnya atau dengan kata lain menjadi yurisprudensi. 42 Menurut hasil wawancara dengan Eddy Rifai, penemuan hukum ini dilakukan dengan cara menggali nilai-nilai hukum yang berkembang dalam masyarakat. Hakim dalam mengadili perkara yang dihadapinya maka hakim akan : 43 1. Dalam kasus yang hukumannya atau undang-undangnya sudah jelas, maka hakim hanya menerapkan saja hukumnya. 2. Dalam kasus yang hukum atau undang-undangnya tidak ada atau belum jelas maka hakim menafsirkan hukum atau undang-undang melalui cara-cara penafsiran yang lazim berlaku dalam ilmu hukum. 3. Dalam kasus dimana terjadi pelanggaran atau penerapan hukum yang bertentangan hukum atau undang-undang yang berlaku, maka hakim akan menggunakan hak mengujinya (judicial riview). 4. Dalam kasus yang belum ada hukumnya atau undang-undangnya maka hakim harus menemukan hukumnya dengan mengadili dan mengikuti nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Eddy Rifai dapat penulis analisis bahwa hakim dalam memutus perkara yang diadilinya harus berdasarkan hukum, kebenaran dan keadilan serta dengan tidak membeda-bedakan individu, tentu pula dengan berbagai resiko yang akan dihadapinya. Hakim juga dalam melaksanakan 42 Berdasarkan hasil wawancara dengan Narasumber di Gedung Pasca Sarjana UNILA, pada tanggal 04 Juni 2014, Pukul 13.30 wib. 43 Ibid.

53 tugasnya harus terbebas dan tidak boleh terpengaruh atau memihak kepada siapapun. Menurut hasil wawancara diatas penulis sependapat dengan apa yang dinyatakan oleh narasumber bahwa dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan surat dengan terdakwa Riski Meliana binti M. Yusuf yang dinyatakan sah dan diyakinkan bersalah melanggar Pasal 264 KUHP dengan tuntutan Jaksa 1 tahun dan denda Rp 23.000.000. Analisis dasar pertimbangan hakim dalam kasus ini Hakim memutus lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum hal tersebut berkaitan dengan adanya beberapa pertimbangan mengenai keterangan dari saksi. Hakim juga sudah cukup tepat dalam mempertimbangkan hal-hal yang meringankan terdakwa yang terungkap dipersidangan seperti terdakwa sudah jujur dan berterus terang atas perbuatannya, terdakwa menyesali perbuatannya berjanji tidan akan mengulangi lagi dan ada niatan baik terdakwa untuk membayar kerugian akibat perbuatan terdakwa. Hakim menjatuhkan vonis 5 bulan pidana bersyarat dengan hukuman masa percobaan dirasa sudah tepat dan adil, karena selama hukuman masa percobaan itu dijalankan terdakwa dapat memperbaiki diri dengan bersosialisasi langsung dengan masyarakat. Sehingga diharapkan bagi terdakwa untuk menahan diri dan memperbaiki diri agar tidak berbuat tindak pidana lagi. Setiap putusan pengadilan (Hakim), harus mengandung dua unsur yaitu legal justice dan moral justice. Legal justice artinya setiap putusan Hakim harus sesuai

54 dengan peraturan perundang-undangan dan moral justice artinya setiap putusan Hakim harus sesuai dengan rasa keadilan yang ada dalam masyarakat. 44 Putusan No.30/Pid/2013/PT.TK, selain melihat pada Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP, hakim juga menggunakan teori pendekatan hukum dalam menentukan dasar pertimbangan dalam penjatuhan putusan. Teori pendekatan yang digunakan hakim dalam menjatuhkan putusan yang berkaitan dengan kasus ini adalah : 1. Teori Keseimbangan, keseimbangan di sini adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihakpihak yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban, atau kepentingan pihak penggugat dan pihak tergugat. 2. Teori pendekatan keilmuan dimana titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian, khususnya dalam kaitannya dengan putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim. Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi atau instink semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus diputuskannya. Hakim dituntut untuk menguasai berbagai ilmu pengetahuan, baik itu ilmu pengetahuan hukum maupun ilmu pengetahuan lain, sehingga putusan yang 44 John Rawls, A Theory of Juatice, Chapter II The Principle of Justice, Terjemahan Susanti adi Nugroho, Tanpa Kota Penerbit : Kencana Prenada Media Group, 1971, hlm. 54.

55 dijatuhkan dapat dipertanggungjawabkan dari segi teori-teori yang ada dalam ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan perkara yang diperiksa, diadili, dan diputus oleh hakim. 3. Teori Ratio Decidendi dimana teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan, kemudian mencari Peraturan Perundangundangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbanagn hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara. Landasan filsafat merupakan bagian dari pertimbangan seorang hakim dalam menjatuhkan putusan, karena filsafat itu biasanya berkaitan dengan hati nurani dan rasa keadilan yang terdapat dalam diri hakim tersebut. Putusan hakim merupakan pertanggungjawaban hakim dalam melaksanakan tugasnya untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara yang diajukan kepadanya, dimana pertanggungjawaban tersebut tidak hanya ditujukan kepada hukum, dirinya sendiri ataupun kepada masyarakat luas. Pada dasarnya tujuan pemidanaan adalah sebagai alat korektif, introspektif, dan edukatif bagi terdakwa, bukan merupakan alat balas dendam atas kesalahan dan perbuatan terdakwa. Sehingga dari hukuman yang dijatuhkan, pada akhirnya terdakwa diharapkan mampu untuk hidup lebih baik dan taat azas akan hukum. Penjatuhan hukuman atas diri terdakwa, seharusnya majelis hakim tidak hanya melihat rasa keadilan korban maupun masyarakat, tetapi juga apakah pidana

56 tersebut juga memberikan rasa keadilan bagi terdakwa. Sehingga dalam penjatuhan pidana atas diri terdakwa adanya kepastian, keadilan dan kesebandingan hukum diupayakan dapat terwujud. Pada akhirnya, bagaimanapun isi putusan suatu perkara, selama hakim memegang independensinya, maka suatu putusan selalu dapat dipertanggungjawabkan tetapi yang lebih penting putusan itu harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. C. Rasa Keadilan Dalam Putusan No. 30/Pid/2013/PT.TK Keadilan tidak berbentuk dan tidak dapat dilihat namun pelaksanaannya dapat kita lihat dalam perspektif pencarian keadilan. Dalam memberikan putusan terhadap suatu perkara pidana, seharusnya putusan hakim tersebut berisi alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang bisa memberikan rasa keadilan bagi terdakwa. Dimana dalam pertimbangan-pertimbangan itu dapat dibaca motivasi yang jelas dari tujuan putusan diambil, yaitu untuk menegakkan hukum (kepastian hukum) dan memberikan keadilan. 45 Kasus tindak pidana pemalsuan surat dalam putusan Nomor 30/Pid/2013/PT.TK dengan terdakwa Riski Meliana binti M. Yusuf memohon agar dihukum seringanringannya, maka sampailah kepada berapa lamanya hukuman (sentencing atau staftoemeting) atau pidana yang cocok, selaras, tetap dan adil untuk dijatuhkan kepada terdakwa sesuai dengan tindak pidana dan kesalahan yang telah dilakukannya. 45 Nanda Agung Dewantara, Loq.cit, hlm.50

57 Hakim untuk memutuskan putusan yang memenuhi rasa keadilan bagi terdakwa, korban dan masyarakat harus melihat dan mempertimbangkan berbagai aspek yuridis yaitu aspek keadilan korban dan masyarakat, aspek kejiwaan/psikologis terdakwa, aspek edukatif dan aspek agamis/ religius dimana terdakwa tinggal dan dibesarkan, aspek figur terdakwa dan trial by press, aspek policy/filsafat pemidanaan guna melahirkan keadilan dan menghindari adanya disparitas dalam hal pemidanaan (Isentencing of disparity), aspek model sistem pidana yang ideal bagi Indonesia dan aturan-aturan formil yang terdapat dalam Pasal 264 KUHP tentang Pemalsuan surat. Dimana pertimbangan-pertimbangan tersebut majelis hakim perlu uraikan dan jelaskan dalam rangka sebagai pertanggungjawaban majelis kepada masyarakat, ilmu hukum itu sendiri, rasa keadilan dan kepastian hukum, negara dan bangsa serta demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Berikut penjelasan penjatuhan hukuman berdasarkan aspek tersebut diatas : 46 1. Dikaji dari aspek keadilan masyarakat, maka perbuatan terdakwa baik langsung maupun tidak langsung dengan memalsukan fotokopi dan tanda tangan anggota kelompok mandiri yang diketuai oleh terdakwa, maka akan berkolerasi adanya korban dlam masyarakat sehingga memicu keresahan masyarakat sehingga keseimbangan, keharmonisan dan kekeluargaan relatif dapat terganggu akibat perbuatan terdakwa. 2. Dikaji dari aspek kejiwaan/psikologis terdakwa, ternyata dengan diadili dan dijadikan terdakwa dalm perkara ini maka dikatakan sebagai sebuah sejarah perjalanan kelam bagi kehidupan terdakwa sebagaimana teori tabularasa 46 Berdasarkan wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Kalianda, pada tanggal 21 Mei 2014, Pukul 11.00 wib.

58 dari John Locke dan sekaligus pula akan menimbulkan stigma bagi kehidupan terdakwa dalam masyarakat padahal terdakwa harus menjadi panutan bagi keluarga dan masyarakat pada umumnya. Selain itu dari aspek kejiwaan/psikologis terdakwa ternyata sepanjang pengamatan majelis hakim, terdakwa tidak menderita gangguan kejiwaan seperti gejala sosiopatik atau depresi mental. Hal mana tersirat selama persidangan dalam hal terdakwa menjawab setiap pertanyaan majelis, begitu pula dari aspek fisik ternyata terdakwa tidak menderita penyakit sehingga secara yuridis terdakwa dapat dipertanggungjawabkan terhadap perbuatan yang telah dilakukannya. 3. Dikaji dari aspek edukatif dan aspek agamis/religius dimana terdakwa tinggal dan dibesarkan, dimana terdakwa berpendidikan harusnya lingkungan terdakwa tinggal dan dibesarkan tidak membentuk pribadi, mental dan moral terdakwa melakukan tingkah laku serta perbuatan negatif dan bertentangan dengan hukum positif yang berlaku di masyarakat Indonesia. 4. Dikaji dari aspek figur terdakwa dan trial by press, dimana dengan terdakwa diadili dan menjalani proses persidangan maka baik secara langsung maupun tidak langsung akan merubah pandangan masyarakat terhadap terdakwa serta keluarganya dan juga dengan adanya pemberitaan dari media massa terhadap kasus yang menimpa dan dijalani oleh terdakwa dengan menyebut utuh nama terdakwa tanpa berupa inisial aspek ini menurut majelis hakim merupakan salah satu hukuman moral tersendiri bagi terdakwa beserta keluarganya sebagai salah satu bentuk trial by press.

59 5. Dikaji dari aspek policy / filsafat pemidanaan melahirkan keadilan dan mencegah adanya disparitas dalam hal pemidanaan (sentencing of disparity) yang dianut sistem hukum indonesia maka pada dasarnya pidana dijatuhkan semata-mata bukan bersifat pembalasan. Pada dasarnya secara global dan representatif aspek policy/ filsafat pemidanaan hendaknya melahirkan keadilan dan menghindari adanya disparitas dalam hal pemidanaan (sentencing of disparity) pelaku tindak pidana. Maka walaupun perkara bersifat kasuistik sedapat mungkin menurut hukum pidana modern tidak terjadi disparitas dalam pemidanaan sehingga dalam penegakkan hukum timbul adanya keadilan bagi terdakwa. 6. Dikaji dari aspek perspektif model sistem peradilan pidana yang ideal bagi Indonesia, maka hendaknya dianut aspek model keseimbangan kepentingan atau daad-dader strafrecht. Dengan dimensi yang demikian majelis menyadari sepenuhnya model hukum pidana Indonesia yang dianut seperti hukum Belanda yang bersifat dader-strafrecht oriented atau orientasi pada pelaku hakikatnya relatif kurang memadai sehingga majelis hakim dalam aspek ini telah melakukan penemuan hukum (rechtsvinding) dengan melakukan penjatuhan pidana berdasarkan model daad-dader strafrecht, yaitu model sistem peradilan pidana yang mengacu pada keseimbangan kepentingan. Putusan pemidanaan majelis hakim ini sanksinya berorientasi kepada perlindungan kepentingan negara, kepentingan masyarakat, kepentingan individu, kepentingan pelaku tindak pidana dan kepentingan korban kejahatan.

60 Dengan bertitik tolak pada aspek yuridis diatas dan lebih tegasnya lagi berdasarkan seluruh pertimbangan-pertimbangan dari aspek yuridis, sosiologis, filosofis, dan psikologis atau dari aspek legal justice, moral justice, dan social justice maka majelis berpendirian bahwa tuntutan pidana penuntut umum atas diri terdakwa menurut hakim relatif terlalu berat. Berdasarkan pembelaan terdakwa serta fakta yang terungkap dipersidangan, sebelum majelis hakim menjatuhkan pidana juga memperhatikan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa sesuai dengan Pasal 183 dan 184 KUHAP. Sehingga menurut majelis hakim vonis 5 bulan pidana bersyarat dengan hukuman masa percobaan dirasa telah adil, memadai, argumentatif, manusiawi, proporsional dan sesuai dengan kesalahan yang telah dilakukan terdakwa. 47 Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Eddy Rifai, putusan yang memenuhi unsur rasa keadilan yaitu putusan yang memenuhi kepentingan hukum dilihat dari sisi korban, terdakwa maupun masyarakat. Jika putusan tersebut memenuhi rasa keadilan maka korban merasa terlindungi, terdakwa merasa jera dan tidak berniat untuk mengulangi kembali perbuatan tersebut, dan bagi masyarakat dapat diambil pelajaran, bahwa perbuatan tersebut melanggar hukum. Putusan No.30/Pid/2013/PT.TK yang dijatuhkan kepada terdakwa Riski Meliana binti M. Yusuf dengan vonis 5 bulan pidana bersyarat dengan hukuman masa percobaan ini dirasa sudah tepat dan adil. Hukuman percobaan sendiri dirasa hukuman yang sepele, tetapi jika dijatuhkan kepada terdakwa itu sangat berat, karena dengan 47 Ibid.

61 bermasyarakat banyak tantangan untuk menahan diri dari segala perbuatan hukum. 48 Rasa keadilan juga harus mengacu pada keadilan restoratif (restoratif justice) yaitu penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula bukan pembalasan. 49 Tidak semua perkara harus berakhir di lembaga pemasyarakatan, tetapi masih ada jalan lain yang lebih baik untuk menciptakan rasa adil bagi terdakwa, karena tujuan pemidanaan itu sendiri bukanlah untuk melakukan suatu balas dendam tetapi lebih ditujukan untuk mendidik terdakwa agar dikemudian hari tidak melakukan perbuatan pidana lagi. Berdasarkan penjelasan diatas maka penulis menganalisis, bahwa putusan No.30/Pid/2013/PT.TK dengan terdakwa Riski Meliana bin M. Yusuf telah memenuhi rasa keadilan hal ini didasarkan pada telah terpenuhinya kepentingan korban, terdakwa dan masyarakat. Hal ini sesuai pula dengan teori keseimbangan dimana adanya keseimbangan yang berkaitan dengan kepentingan korban, kepentingan terdakwa dan kepentingan masyarakat. Sehingga rasa keadilan itu tidak hanya dirasa oleh korban dan masyarakat tetapi juga dirasa oleh terdakwa. 48 Berdasarkan hasil wawancara dengan Narasumber di Gedung Pasca Sarjana UNILA, pada tanggal 04 Juni 2014, Pukul 13.30 wib. 49 Tri Andrisman, Hukum Peradilan Anak, Bandar Lampung, Universitas Lampung, 2013, hlm.81.