corpus, pilorus antrum dan antrum (Standring, 2008).

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. memiliki aktifitas penghambat radang dengan mekanisme kerja

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh rusaknya ketahanan mukosa gaster. Penyakit ini. anemia akibat perdarahan saluran cerna bagian atas (Kaneko et al.

Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Lambung. Anak Agung K Tri K

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

Lesi mukosa akut lambung akibat Aspirin atau dengan istilah Aspirin gastropati merupakan kelainan mukosa akibat efek topikal yang akan diikuti oleh

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit ulkus peptikum (tukak peptik) terdiri dari ulkus gaster dan ulkus

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi. Obat ini merupakan salah satu kelompok obat yang paling banyak diresepkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tukak lambung merupakan salah satu bentuk tukak peptik yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat. Kejadian ulkus lambung berkisar antara 5% - 10% dari total populasi

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan korban tersering dari kecelakan lalu lintas. 1. Prevalensi cedera secara nasional menurut Riskesdas 2013 adalah 8,2%,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

sebesar 90% (Dodge, 1993). Ulkus gaster berukuran lebih besar dan lebih menonjol sehingga pada pemeriksaan autopsi lebih sering atau mudah dijumpai di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004).

SISTEM DIGESTIVA (PENCERNAAN) FISIOLOGI PENCERNAAN

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

BAB I PENDAHULUAN. ini ternyata semakin meningkat. Disektor pertanian, herbisida digunakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. pada bagian superior sinistra rongga abdomen dibawah diafragma seperti. kardia, fundus, korpus, dan pilorus (Ellis, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya stres oksidatif pada tikus (Senturk et al., 2001) dan manusia

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. esophagus dan duodenum. Organ ini adalah saluran pencernaan yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Setelah streptomisin ditemukan pada tahun 1943, ditemukan pula antibiotik lain

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sistem organ dikarenakan hipersensitivitas terhadap makanan tertentu yang

Khasiat Kulit Pisang Kepok (Musa acuminata) sebagai Agen Preventif Ulkus Gaster. Banana Peel (Musa Acuminata) as Preventif Agent for Gastric Ulcer

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

EFEK PEMBERIAN EKSTRAK KAYU MANIS (CINNAMOMUM BURMANNII) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS WISTAR YANG DIBERI ASPIRIN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

I. PENDAHULUAN. progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

Histologi Lambung. Alya Amila Fitrie. Fakultas Kedokteran Bagian Histologi Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Petani merupakan kelompok kerja terbesar di berbagai negara di dunia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu penyebab utama kematian. Ada sekitar sepertiga penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan rongga mulut yang sering ditemukan pada masyarakat adalah kasus

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banyak. Lambung menerima makanan dan bekerja sebagai penampung untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan radang atau degenerasi pada jaringan yang

BAB I PENDAHULUAN. pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kulit Pisang Ambon dan Kulit Pisang Kepok. Tenggara, termasuk Indonesia. (Warintek, 2011)

Proses pencernaan di dalam Rongga mulut Saliva gl.salivarius Proses mengunyah memecah makanan dengan menaikkan kelarutannya, memperluas daerah permuka

UJI EFEK ANTIULCER PERASAN UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. tingkat gen akan kehilangan kendali normal atas pertumbuhannya. Tumor

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun dan saat ini Indonesia merupakan negara nomor 3 (tiga) dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. beberapa jenis makan yang kita konsumsi, boraks sering digunakan dalam campuran

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SISTEM PENCERNAAN. Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,

BAB VI PEMBAHASAN. cedera abrasi menyerupai dengan cedera peritoneum saat operasi abdomen..

BAB I PENDAHULUAN. seperti informasi dan teknologi, namun juga berpengaruh pada pola hidup

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. makan tradisional ke pola makan yang tinggi lemak. 1, 2 Akibat konsumsi makan

BAB I PENDAHULUAN. dengan Per Mortality Rate (PMR) 13 %. Di negara-negara maju seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB I PENDAHULUAN. tingginya penyakit infeksi seperti thypus abdominalis, TBC dan diare, di sisi lain

Transkripsi:

10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaster 2.1.1 Anatomi Gaster adalah sebuah organ yang berbentuk huruf J yang terletak dalam traktus gastrointestinal yang berfungsi untuk mencerna makanan oleh enzim dan cairan gaster lalu akhirnya makanan dari gaster akan dikeluarkan ke duodenum (Floch et al., 2010). Letak gaster di antara traktus esofagus dan duodenum, pada region hipokondrium sinistra. Volume isi gaster kurang lebih 1500 ml pada orang dewasa. Gaster terdiri dari beberapa bagian besar, antara lain fundus, corpus, pilorus antrum dan antrum (Standring, 2008). Gaster memiliki dua permukaan yaitu permukaan ventral dan permukaan dorsal. Gaster juga memiliki dua batas yaitu curvature mayor yang ada pada batas kiri dan curvature minor yang ada pada batas kanan (Floch et al., 2010).

11 Seluruh permukaan gaster ditutupi oleh lapisan peritoneum (Russo, 2006). Gambar 1. Anatomi gaster (Moore et al., 2010) Arteri yang memperdarahi gaster sebagian besar berasal dari trunkus coeliacus. Arteri gastrica sinistra berasal dari axis coeliacus. Arteri splenica akan menjadi arteri gastrica breves. Arteri hepatica akan memberikan percabangan yang akan menjadi arteri gastrica dextra dan arteri gastroduodenal (Standring, 2008). Vena-vena yang memperdarahi gaster akan mengikuti lintasan arteri. Empat atau lima vena gastrica breves akan memperdarahi curvatura mayor bagian atas dan daerah fundus, lalu akan bermuara pada vena splenica. Vena gastroepiploica sinistra akan memperdarahi bagian anterior

12 dan posterior corpus. Vena gastroepiploica dextra memperdarahi omentum majus, corpus bagian distal dan antrum. Vena gastrica sinistra akan memperdarahi bagian corpus bagian atas dan fundus. Vena gastrica dextra akan langsung bermuara pada vena porta hepatica (Standring, 2008). 2.1.2 Fisiologi Secara fisiologi, fungsi gaster antara lain untuk membantu melanjutkan digesti dari karbohidrat yang terinisiasi oleh amilase dalam saliva di cavitas oral, untuk menambahkan cairan asam dalam proses ingesti serta mencampur makanan hingga berubah menjadi kimus dan untuk memulai pencernaan protein oleh pepsin (Mescher, 2013). Fungsi motorik dari gaster ada tiga, yaitu: (1) penyimpanan sejumlah besar makanan sampai makanan dapat diproses di dalam duodenum, (2) pencampuran makanan ini dengan sekresi dari gaster sampai membentuk suatu campuran setengah cair yang disebut kimus, dan (3) pengosongan makanan dengan lambat dari gaster ke dalam usus halus pada kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorpsi yang tepat oleh usus halus

13 (Guyton & Hall, 2007). Sel-sel dalam mukosa gaster akan mensekresi cairan lambung. Empat komponen mayor dari cairan lambung yaitu HCl, pepsinogen, faktor intrinsik dan mukus. HCl dan pepsinogen berfungsi dalam proses pencernaan protein. Faktor intrinsik dibutuhkan untuk penyerapan vitamin B 12 dalam ileum. Faktor intrinsik merupakan satu-satunya komponen esensial dalam cairan lambung. Mukus akan melindungi mukosa lambung dari kerusakan yang ditimbulkan oleh HCl yang korosif dan merupakan komponen lubrikasi (Costanzo, 2014). Di dalam corpus gaster terdapat glandula oxyntic yang berfungsi untuk mengalirkan produk sekresinya melalui duktus ke lumen gaster. Lebih dalam lagi terdapat sel parietal dan chief cell. Sel parietal akan menyekresi HCl dan faktor intrinsik. Sementara itu, chief cell memiliki fungsi sekresi pepsinogen. Antrum gaster memiliki glandula pilorik yang di dalamnya berisi sel G dan sel mukus. Sel G akan memproduksi gastrin yang akan disalurkan ke dalam sirkulasi. Sel mukus adalah penghasil mukus yang akan melapisi gaster. - Tidak hanya itu, sel mukus juga akan memproduksi HCO 3

14 dan pepsinogen. Mukus dan HCO 3 - akan memproteksi mukosa gaster dan menetralisir asam lambung (Costanzo, 2014). Sekresi asam basal dipengaruhi oleh faktor kolinergik melalui nervus vagus dan alkohol histaminergik melalui sumber lokal di lambung. Sekresi asam akibat perangsangan dihasilkan dalam tiga fase yang berbeda tergantung sumber rangsang. Fase sefalik melalui perangsangan nervus vagus. Fase gastric terjadi pada saat makanan masuk ke dalam gaster, komponen sekresi adalah kandungan makanan, yang merangsang sel G untuk melepaskan gastrin yang selanjutnya mengaktifasi sel parietal. Fase terakhir, intestinal sekresi asam lambung dimulai pada saat makanan masuk ke dalam usus dan diperantarai oleh adanya peregangan usus dan pencampuran kandungan makanan yang ada (Tarigan, 2007). 2.1.3 Histologi Gaster adalah bagian saluran cerna yang melebar dengan fungsi utama menambahkan cairan asam pada makanan yang masuk, mengubahnya melalui aktifitas otot menjadi massa kental (khimus) dan melanjutkan proses pencernaan yang

15 telah dimulai dalam rongga mulut dengan menghasilkan enzim proteolitik pepsin (Junquiera et al., 2007). Gambar 2. Histologi gaster (Junqueira et al., 2007) Pada pemeriksaan mikroskopis dapat dibedakan menjadi empat daerah : kardia, fundus, korpus dan pilorus. Bagian fundus dan korpus memiliki struktur mikroskopis yang identik, sehingga secara histologi hanya ada tiga daerah. Mukosa dan submukosa gaster yang tidak direnggangkan tampak makanan, maka lipatan ini akan merata (Junqueira et al., 2007).

16 Mukosa gaster terdiri dari epitel selapis silindris yang berinvaginasi ke dalam lamina propria. Invaginasi yang terbentuk akan membentuk jutaan gastric pit atau lembah dan tiap lembah memiliki permukaan yang terbuka ke lumen gaster. Terdapat sel mukosa permukaan yang ada pada epitel selapis columnar gaster. Sel ini akan menyekresi cairan yang memiliki viskositas tinggi dan ketebalan yang akan membentuk lapisan mukosa pada gaster yang kaya akan ion bikarbonat dan berfungsi untuk memproteksi lapisan mukosa dari efek abrasi makanan intraluminal dan efek korosi dari cairan gaster (kaya akan HCl). Di dalam lembah yang terbentuk dari gastric pit terbentuk kelenjar yang berbentuk tubular yang berasal dari ekstensi lamina propria (Mescher, 2013). Kardia adalah sabuk melingkar sempit selebar 1,5 3cm pada peralihan antara esofagus dan gaster. Kardia merupakan zona atau area peralihan dari esofagus ke gaster. Pada bagian kardia, yang dominan adalah sel penyekresi mukus dan lisozim serta ada beberapa sel parietal (oksintik). Struktur

17 kelenjar ini serupa dengan kelenjar kardia bagian akhir esofagus (Junqueira et al., 2007; Mescher, 2013). Pada daerah fundus dan korpus, sel-sel epitel kolumnar selapis tidak merata, lamina propria terisi oleh banyak kelenjar tubular gaster. Pada bagian leher terdapat banyak sel mukosa leher atau mucous neck cell dan pada bagian sedikit dalam terdapat sel-sel oksintik, sel enteroendokrin dan zimogen (chief cell). (Mescher, 2013). Pada umumnya, struktur pilorus sedikit menyerupai kardia. Kelenjar gaster pada bagian pilorus merupakan kelenjar yang berbentuk tubular serta bercabang. Lalu, kelenjar ini juga berfungsi sebagai penyekresi mukus dan lisozim. Tidak hanya itu, bagian pilorus, banyak sel G yang berfungsi dalam menyekresi gastrin. Gastrin yang akan merangsang pengeluaran HCl oleh sel oksintik pada gaster. Terdapat juga sel D yang berfungsi dalam sekresi somatostatin sebagai umpan balik negatif dari gastrin (Mescher, 2013).

18 2.2 Ketahanan mukosa gaster Gaster memiliki mekanisme atau sistem proteksi terhadap cairan lambung. Mekanisme sistem proteksi mukosa gaster terhadap cairan asam lambung antara lain berupa mukus dan bikarbonat, resistensi mukosa, aliran darah gaster dan prostaglandin: 2.2.1 Mukus (glikoprotein) dan Bikarbonat Mukus dan bikarbonat berfungsi sebagai pelindung mukosa terhadap asam dan pepsin, empedu dan zat perusak luar seperti salisilat dan OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid) lain. Pada mukosa lambung dan duodenum diproduksi mukus (glikoprotein) dan bikarbonat. Lapisan mukus ini melapisi permukaan mukosa dengan tebal 2-3 kali tinggi sel epitel permukaan (Raini & Isnawati, 2009). 2.2.2 Resistensi Mukosa Dalam hal ini yang dimaksud adalah regenerasi sel, potensial listrik membran mukosa dan kemampuan penyembuhan luka. Potensial listrik akan turun oleh empedu atau salisilat sehingga kemampuan proliferasi sel

19 mukosa pada ulkus kronik rendah. Cairan empedu dan salisilat dapat menurunkan potensial listrik membran mukosa. Kerusakan atau kehilangan sel akan segera dikompensasi dengan mitosis sel, sehingga keutuhan permukaan mukosa dipertahankan. Kemampuan proliferasi sel mukosa sangat penting untuk mempertahankan keutuhan mukosa dan penyembuhan lesi mukosa. Pada penderita dengan lesi mukosa akut dalam waktu singkat akan terjadi proliferasi sel untuk menutupi lesi (Johnson et al., 2007). 2.2.3 Alirah Darah Aliran darah ini akan menjamin pasokan oksigen dan nutrisi yang cukup. Tiap penurunan baik lokal maupun sistemik akan menyebabkan anoksia sel, penurunan pertahanan mukosa, mempermudah ulserasi. Pada orang tua dengan ulkus lambung ternyata disertai arteriosklerosis dan atrofi mukosa, keadaan ini yang mempermudah kerusakan mukosa lambung (Ramakrishnan & Salnas, 2007).

20 2.2.4 Prostaglandin Prostaglandin yang dihasilkan mukosa lambung dan duodenum penting untuk ketahanan mukosa (efek sitoprotektif) dengan meningkatkan sekresi mukus dan bikarbonat, mempertahankan pompa natrium, stabilitas membran sel dan meningkatkan aliran darah mukosa. Komponen lain yang akan memelihara ketahanan mukosa adalah epidermal growth factor (EGF) dan transforming growth factor alpha (TGF α). Kedua peptida ini pada lambung akan meningkatkan produksi mukus dan menghambat produksi asam (Philipson et al., 2008). 2.3 Ulkus Gaster Ulkus gaster adalah suatu tukak bulat atau semi bulat atau oval, ukuran >5 mm ke dalam submukosa pada mukosa lambung akibat terputusnya kontinuitas/integritas mukosa lambung. Teori penyebab ulkus gaster bermacam-macam. Akan tetapi, semuanya merujuk pada ketidakseimbangan faktor ketahanan gaster dan faktor agresif gaster itu sendiri. Berdasarkan data di Pusat Gastro Hepatologi Surabaya/Divisi Gastroentero Hepatologi, Departemen/SMF, Ilmu

21 Penyakit Dalam FK. Unair RSU Dr. Soetomo Surabaya, pada tahun 2004 2008 didapatkan dari hasil pemeriksaan endoskopi pada 7754 penderita, 278 penderita menderita ulkus di saluran cerna yang terdiri dari 169 (61%) ulkus gaster, 70 (25%) ulkus duodenum dan sisanya 39 (14%) kombinasi. Patofisiologinya terdiri dari beberapa teori seperti faktor asam lambung, Shay and sun: balance theory 1974, Helicobacter pylori (H. pylori), no HP no ulcer Warren and Marshall 1993 (Suyono, 2001). Gambar 3. Ulkus gaster (Robbins et al., 2007). Diagnosa ulkus gaster secara gold-standard dapat ditegakkan melalui gastroduodenoskopi dan histopatologi gaster (Robbins et al., 2007). Kunci pengobatan ulkus gaster terletak pada supresi atau penekanan

22 sekresi asam lambung yang berlebihan dan termasuk penggunaan antasida, antagonis reseptor muskarinik M1 spesifik, penekanan reseptor gastrin dan reseptor histamine H2, serta penggunaan proton pump inhibitors (PPI). Pada ulkus yang disebabkan infeksi bakteri Helicobacter pylori, penggunaan antibiotik seperti Klaritromisin dan Tetrasiklin juga harus diperhatikan. (Pahwa et al., 2010; Zinia, 2012). Gambar 4. Histopatologi Ulkus Gaster (Clara et al., 2012). 2.4 Aspirin Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin mempunyai efek terapeutik seperti antipiretik dan analgesik dengan dosis 325 sampai 650 mg untuk dewasa dan efek anti-inflamasi yang

23 sering digunakan untuk penanganan artrirtis rheumatoid dengan dosis 4 sampai 6 gram sehari, serta mempunyai efek antikoagulan dengan dosis 40 sampai 80 mg per hari (Bintari, 2014). Aspirin cepat dideasetilasi oleh esterase dalam tubuh, menghasilkan salisilat yang mempunyai efek anti inflamasi, antipiretik dan analgesik. OAINS, termasuk aspirin, mempunyai tiga efek terapi utama, yaitu mengurangi inflamasi (anti inflamasi), rasa sakit (analgesia) dan demam (antipireksia) (Mycek et al., 1997). Sediaan aspirin memiliki aktivitas penghambat radang dengan mekanisme kerja menghambat biosintesis prostaglandin dari asam arakhidonat melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase. Asam arakhidonat mulanya merupakan komponen normal yang disimpan pada sel dalam bentuk fosfolipid dan dibebaskan dari sel penyimpan lipid oleh asil hidrosilas. Terdapat dua jalur utama reaksireaksi yang dialami oleh asam arakidonat pada metabolismenya yaitu jalur siklooksigenase dan jalur lipooksigenase. Jalur siklooksigenase menghasilkan prostaglandin, prostasiklin dan tromboksan, sementara jalur lipoksigenase menghasilkan leukotrien. Prostaglandin yang dihasilkan melalui jalur siklooksigenase berperan dalam proses timbulnya nyeri, demam dan reaksi-reaksi peradangan dan merupakan

24 sitoprotektor yang melindungi lambung dari faktor agresif (asam lambung dan pepsin) (Katzung, 2011; Bintari, 2014). Aspirin diabsorpsi dengan cepat dan praktis lengkap terutama di bagian pertama duodenum. Namun, karena bersifat asam sebagian zat diserap pula di lambung. Aspirin diserap dalam bentuk utuh, dihidrolisis menjadi asam salisilat terutama dalam hati (Bintari, 2014). 2.5 Pisang (Musaceae) Tanaman buah pisang terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan buah. Bagian akar pohon adalah akar rimpang dan tidak memiliki akar tunggang Bagian batang yang sebenarnya terletak di dalam tanah berupa umbi batang. Sedangkan yang berdiri tegak di atas tanah merupakan batang semu. Tinggi batang semu ini berkisar 5 9 m. Bunga pisang, umunya disebut jantung pisang, mempunyai daun penumpu yang berjejal rapat (Satuhu & Supriyadi, 2000). Pada pemanfaatannya, bunga pisang dapat dimasak menjadi sayur karena memiliki kandungan protein, lemak, vitamin dan karbohidrat yang tinggi. Daun pisang umumnya dimanfaatkan sebagai pembungkus makanan dan daun yang lebih tua atau sudah koyak

25 dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Batang pisang dimanfaatkan sebagai penyokong bangunan, membungkus bibit, tali industri pengolahan tembakau (batang yang dikeringkan terlebih dahulu), dan lain-lain. Sementara itu pemanfaatan yang paling banyak ada pada buah pisang. Selain untuk pakan ternak, kulit buah pisang juga sering dimanfaatkan untuk banyak hal seperti krim antinyamuk dan campuran pembunuh larva serangga. Akan tetapi, pada penelitian yang terbaru kulit buah pisang juga dapat diambil ekstraknya untuk dijadikan sebagai bahan dasar obat obatan (Andini, 2014). 2.6 Pisang Kepok (Musa acuminata) 2.6.1 Klasifikasi Klasifikasi tanaman pisang kepok menurut taksonomi dewasa ini adalah sebagai berikut : Division : Magnoliophyta Subdivision : Spermatophyta Class : Liliopsida Sub Class : Commelinidae Ordo : Zingiberales Famili : Musaceae

26 Genus : Musa Species : Musa acuminata (Astawan, 2008) Gambar 5. Musa acuminata (Jeridi et al., 2012). 2.6.2 Fisiologi dalam Kulit Pisang Kepok (Musa acuminata) Pisang kepok (Musa acuminata) memiliki kandungan antioksidan yang sangat tinggi dan berfungsi sebagai penangkap radikal bebas (Singhal & Ratra, 2013). Antioksidan merupakan senyawa kimia yang sangat berguna bagi tubuh manusia saat ini. Oleh karena antioksidan dapat menurunkan radikal bebas dalam tubuh manusia dan/atau menurunkan derajat produksi radikal bebas dan peroksidasi lipid di tubuh manusia yang dapat menyebabkan penyakit dan penuaan (Patil

27 & Jadhav, 2013). Beberapa studi in vitro menunjukkan antioksidan dapat menangkap tidak hanya superoksida, hidroksil dan peroksil dan memberikan efek terhadap berbagai tahap kaskade arakidonat melalui siklooksigenase 2 dan lipooksigenase. Aktivitas antioksidan dari kulit pisang kepok efisien dalam menangkap anion superoksida, hidroksil, peroksil dan radikal alkoholik (Alanko et al., 1999). Kulit Pisang kepok (Musa acuminata) memiliki kandungan flavonoid dan fenol yang sangat tinggi (Baskar, 2011). Flavonoid merupakan senyawa turunan dari grup polyphenolic yang terdapat pada banyak tumbuhan dan tidak sedikit penelitian yang telah membuktikan bahwa senyawa ini dapat menjadi agen pelindung traktus gastrointestinal antara lain sebagai antiulkus, antidiare, antispasmodik dan antisekretorik (Hussain, 2009). Tumbuhan menyintesis flavonoid sebagai respon dari stress (infeksi, luka, dan lain lain). Beberapa tahun lalu flavonoid menjadi sangat terkenal di kalangan peneliti karena dipercaya memiliki kemampuan untuk memproteksi tubuh manusia dari radikal bebas oleh kemampuan mendonasi ion hidrogennya (Bigoniya & Singh, 2014).

28 2.7 Tikus Putih (Rattus novergicus) Galur Sprague dawley 2.7.1 Klasifikasi Kingdom : Animalia. Filum : Chordata. Kelas : Mamalia. Ordo : Rodentia. Subordo : Odontoceti. Familia : Muridae. Genus : Rattus. Spesies : Rattus norvegicus (Setiorini, 2012) 2.7.2 Sprague dawley Tikus Sprague dawley adalah jenis outbred dari tikus albino yang digunakan secara ekstensif dalam penelitian medis. Keuntungan utamanya adalah ketenangan dan kemudahan dalam penanganan. Ukuran panjang rata-rata tikus Sprague dawley adalah 10,5 cm. berat rata-rata tikus dewasa adalah 250 300 gr untuk betina, dan 450 520 gr untuk jantan. Rentang hidup ada pada kisaran 2,5 3,5 tahun. Tikus dari galur Sprague dawley ini biasanya memiliki

29 ekor yang lebih panjang sehingga meningkatkan rasio panjang tubuh dibandingkan dengan tikus galur wistar (Muhartono, Fiana & Kurrahman, 2013). 2.8 Khasiat Kulit Pisang Kepok (Musa acuminata) terhadap Ulkus Gaster yang Diinduksi Aspirin OAINS menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat COX (siklooksigenase). Terhambatnya COX menyebabkan penurunan sekresi mukus dan bikarbonat, penurunan aliran darah mukosa, kerusakan vaskular, akumulasi leukosit dan penurunan cell turnover, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan mukosa. Selain itu, terjadi peningkatan jumlah neutrofil yang terlekat pada endotel vaskular yang cepat dan signifikan. Perlekatan neutrofil menyebabkan stasis aliran pada mikrovaskular dan kerusakan mukosa melalui iskemia dan pelepasan oxygen derived free radicals and proteases (Kautsar, 2009). Cedera topikal menginisiasi erosi inisiasi awal dengan mengganggu pertahanan mukosa epitel lambung. Akan tetapi, dengan absennya prostaglandin merupakan esensi pembentukan ulkus gaster dan duodenum. Studi pada mitokondria dan berbagai sel menunjukkan adanya akumulasi

30 ion trapping atau ion yang terjebak pada sel epitel lambung dengan fosforilasi oksidatif mitokondria yang tidak berpasangan dan inhibisi kerja rantai transpor elektron. Hal ini mengakibatkan tidak terjadinya pembentukan ATP intrasel, toksisitas Ca ++ selular dan penumpukan Reactive Oxygen Species (ROS) sebagai radikal bebas (Orrenius, 2007). Tidak hanya itu, pemberian aspirin juga menginduksi akumulasi radikal bebas di permukaan mukosa lambung. Mekanisme kerja dari peristiwa ini dimulai karena adanya ulkus di epitel lambung yang memicu perlekatan neutrofil di permukaan epitel yang menyebabkan akumulasi kelebihan radikal bebas. Radikal bebas ini yang akan memicu peroksidasi lipid dan kerusakan jaringan (McCarthy, 1995). Konsumsi aspirin dapat menaikkan kadar TNF α karena hambatan dari COX 2. TNF α berfungsi dalam induksi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM 1), molekul ini berfungsi untuk menambah perlekatan neutrofil pada sel endotel pembuluh darah, apabila terjadi ekstravasasi neutrofil maka aktivasi neutrofil akan menginduksi pembentukan radikal bebas dari hasil fagositosis (Robbins et al., 2007). Apabila terjadi ekstravasasi neutrofil maka akan mengaktifasi neutrofil untuk melakukan fagositosis dan menimbulkan kerusakan

31 mukosa melalui pembentukan oksigen radikal, nitrogen reaktif dan protease. Radikal bebas ini akan menginduksi lipid peroksidase yang akan mempengaruhi lemak tak jenuh pada dinding sel epitel melalui proses stres oksidatif dan akan berakibat gangguan permeabilitas dinding sel sehingga timbul kerusakan sel (Kaneko et al., 2007). Gangguan pencernaan yang dapat timbul dimulai dari dispepsia ringan dan nyeri ulu hati sampai ulser lambung dan duodenum. Efek samping tersebut mucul pada minggu-minggu pertama pemakaian dengan dosis besar yaitu 4 sampai 5 gram sehari yang sering digunakan pada terapi raumatoid arthritis. Mekanisme aspirin dalam merusak mukosa lambung terdiri dari dua cara yaitu topikal dan sistemik (Katzung, 2011; Bintari, 2014). Beberapa mekanisme yang berkaitan dengan aktivitas antioksidan dari kulit pisang kepok antara lain adalah penangkap radikal bebas, kelasi dari transisi ion metal, inhibisi dari enzim oksidan atau produksi radikal bebas yang diproduksi oleh sel dan regenerasi α- tokoferol dari radikal α tokoferoksil. Dalam hal ini mekanisme tersebut akan mempromosikan pembentukan mukosa gaster,

32 mengurangi sekresi asam pada mukosa lambung, inhibisi produksi pepsinogen dan mengurangi lesi ulserogenik (Casa CL et al., 2000). Fenol dan flavonoid merupakan antioksidan dari golongan antioksidasi pemutus rantai yang akan memotong perbanyakan reaksi berantai sehingga akan mengendalikan dan mengurangi peroksidasi lipid manusia dimana peroksidasi lipid merupakan reaksi rantai dengan berbagai efek yang berpotensial merusak jaringan (Priyanto, 2007). Salah satu studi menunjukkan bahwa flavonoid dapat memproteksi gaster dengan mekanisme Platelet Activating Factor (PAF), peningkatan sekresi mukus dan sebagai agen antihistamin yang akan menurunkan kadar histamin dan mereduksi jumlah sel mast (Samara, 2009). Flavonoid juga diteliti dapat menginhibisi regulasi dari fosforilasi protein. Inhibisi ini merupakan inhibisi sinyal P-kinase yang akan memicu terbentuknya ulkus pada gaster (Patil & Jadhav, 2013). 2.9 Kerangka Konseptual 2.9.1 Kerangka Berpikir Aspirin memiliki tiga efek terapi utama, yaitu mengurangi inflamasi (anti inflamasi), rasa sakit (analgesia) dan demam

33 (antipireksia). Tidak hanya itu, pemberian aspirin juga menginduksi akumulasi radikal bebas di permukaan mukosa lambung. Mekanisme kerja dari peristiwa ini dimulai karena adanya ulkus di epitel gaster yang memicu perlekatan neutrofil di permukaan epitel yang menyebabkan akumulasi kelebihan radikal bebas. Radikal bebas ini yang akan memicu peroksidasi lipid dan kerusakan jaringan (McCarthy, 1995). Peran faktor agresif seperti asam lambung dan pepsin akan memperberat lesi mukosa karena bertambahnya proses radang yang terjadi. Efek topikal ini akan diikuti oleh efek sistemik dalam menghambat produksi prostaglandin melalui jalur COX 1 dan COX 2 (Lichtenberger et al., 2007). Penghambatan COX 2 dapat menginduksi adhesi neutrofil yang menimbulkan obstruksi kapiler serta produksi radikal bebas berlebih dari fagositosis akibat aktifasi neutrofil (Wallace & Vong, 2008) Pisang kepok (Musa acuminata) memiliki kandungan antioksidan yang sangat tinggi dan berfungsi sebagai penangkap radikal bebas (Singhal & Ratra, 2013). Beberapa studi in vitro menunjukkan antioksidan dapat menangkap tidak hanya

34 superoksida, hidroksil dan peroksil dan memberikan efek terhadap berbagai tahap kaskade arakidonat melalui siklooksigenase 2 dan lipooksigenase. Aktivitas antioksidan dari kulit pisang kepok efisien dalam menangkap anion superoksida, hidroksil, peroksil dan radikal alkoholik (Alanko et al., 1999). Beberapa mekanisme yang berkaitan dengan aktivitas antioksidan dari kulit pisang kepok antara lain adalah penangkap radikal bebas, kelasi dari transisi ion metal, inhibisi dari enzim oksidan atau produksi radikal bebas yang diproduksi oleh sel dan regenerasi α-tokoferol dari radikal α-tokoferoksil. Dalam hal ini mekanisme tersebut akan mempromosikan pembentukan mukosa gaster, mengurangi sekresi asam pada mukosa lambung, inhibisi produksi pepsinogen dan mengurangi lesi ulserogenik (Casa CL et al., 2000). Kerangka teori disajikan dalam Gambar 6.

35 Aspirin Sistemik Ekstrak Kulit Pisang (Musa accuminata) Kandungan: Flavonoid Penghambatan produksi Prostaglandin COX 1 COX 2 Efek Antioksidan Menurunkan ketahanan mukosa lambung Adhesi neutrofil dan pembentukan radikal bebas Kerusakan mukosa lambung dan terjadi ulkus Gambar 6. Kerangka Teori Ekstrak Kulit Pisang Kepok Menghambat Ulkus Gaster

36 2.9.2 Kerangka Konsep Variabel Independen Variabel Dependen Ekstrak Kulit Pisang Kepok (Musa acuminata) Kerusakan mukosa gaster: Skor 0 = tidak ada perubahan patologis. Skor 1= adanya peradangan Skor 2= erosi permukaan epitel superfisial Skor 3= ulserasi epitel Gambar 7. Kerangka Konsep 2.10 Hipotesis 2.10.1 Adanya perbaikan mukosa gaster yang diberikan ekstrak kulit pisang kepok (Musa acuminata) yang diinduksi aspirin. 2.10.2 Terdapat efek dari pemberian dosis ekstrak kulit pisang kepok (Musa acuminata) bertingkat yang dapat memberikan peningkatan perbaikan mukosa gaster dan ditunjukkan pada perbaikan gambaran histopatologi yang mendekati normal.