BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perekahan Dasar Laut (Sea Floor Spreading Theory) yang dikembangkan oleh F.

T I N J A U A N P U S T A K A

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV PERMODELAN STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PERILAKU STRUKTUR PELAT DATAR ( FLAT PLATE ) SEBAGAI STRUKTUR RANGKA TAHAN GEMPA TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung

BAB IV ANALISIS & PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

II. KAJIAN LITERATUR. tahan gempa apabila memenuhi kriteria berikut: tanpa terjadinya kerusakan pada elemen struktural.

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL ITB FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB III METODE ANALISIS

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN LITERATUR DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

EVALUASI KINERJA INELASTIK STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG TERHADAP GEMPA DUA ARAH TUGAS AKHIR PESSY JUWITA

Laporan Tugas Akhir Perencanaan Struktur Gedung Apartemen Salemba Residences 4.1 PERMODELAN STRUKTUR Bentuk Bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aman secara konstruksi maka struktur tersebut haruslah memenuhi persyaratan

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI PERBANDINGAN KONSEP DESAIN DINDING GESER TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI BETON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN VARIASI PENEMPATAN BRACING INVERTED V ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL

Peraturan Gempa Indonesia SNI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR RANGKA GEDUNG 20 TINGKAT SIMETRIS DENGAN SISTEM GANDA ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu sendiri adalah beban-beban baik secara langsung maupun tidak langsung yang. yang tak terpisahkan dari gedung.

STUDI EVALUASI KINERJA STRUKTUR BAJA BERTINGKAT RENDAH DENGAN ANALISIS PUSHOVER ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

ANALISIS DAN DESAIN DINDING GESER GEDUNG 20 TINGKAT SIMETRIS DENGAN SISTEM GANDA ABSTRAK

PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA

BAB III METODE ANALISA STATIK NON LINIER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan

PENGARUH PENEMPATAN DAN POSISI DINDING GESER TERHADAP SIMPANGAN BANGUNAN BETON BERTULANG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT BEBAN GEMPA

Keywords: structural systems, earthquake, frame, shear wall.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tingkat kerawanan yang tinggi terhadap gempa. Hal ini dapat dilihat pada berbagai

PEMODELAN DINDING GESER BIDANG SEBAGAI ELEMEN KOLOM EKIVALEN PADA MODEL GEDUNG TIDAK BERATURAN BERTINGKAT RENDAH

EFEKTIVITAS KEKAKUAN STRUKTUR BANGUNAN GEDUNG TERHADAP GEMPA Muhtar *) ABSTRACT

ANALISIS DAN DESAIN DINDING GESER TAHAN GEMPA UNTUK GEDUNG BERTINGKAT TINGGI

STUDI MENENTUKAN PARAMETER DAKTILITAS STRUKTUR GEDUNG TIDAK BERATURAN DENGAN ANALISIS PUSHOVER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maupun tidak langsung mempengaruhi struktur bangunan tersebut. Berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkantoran, sekolah, atau rumah sakit. Dalam hal ini saya akan mencoba. beberapa hal yang harus diperhatikan.

ANALISIS DINAMIK BEBAN GEMPA RIWAYAT WAKTU PADA GEDUNG BETON BERTULANG TIDAK BERATURAN

PERHITUNGAN BEBAN GEMPA PADA BANGUNAN GEDUNG BERDASARKAN STANDAR GEMPA INDONESIA YANG BARU 1

B A B I I TINJAUAN PUSTAKA. getaran elastis yang dipancarkan ke segala arah dari titik runtuh (rupture point).

BAB 1 PENDAHULUAN. hingga tinggi, sehingga perencanaan struktur bangunan gedung tahan gempa

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Iswandi Imran (2014) konsep dasar perencanaan struktur

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 [12] Perbandingan umum antara sistem struktur dengan jumlah tingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG TINGKAT TINGGI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

PERANCANGAN STRUKTUR TAHAN GEMPA

Contoh Perhitungan Beban Gempa Statik Ekuivalen pada Bangunan Gedung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB 2 TEORI DASAR. permukaan bumi akibat adanya pelepasan energi secara tiba-tiba dari pusat gempa.

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

KINERJA STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN BREISING BAJA TIPE X

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

STUDI KOMPARATIF PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM RANGKA GEDUNG BERDASARKAN TATA CARA ASCE 7-05 DAN SNI

BABI PENDAHULUAN. Perancangan bangunan sipil terutama gedung tingkat tinggi harus

STUDI PERILAKU STRUKTUR BETON BERTULANG TERHADAP KINERJA BATAS AKIBAT PENGARUH TINGGI BANGUNAN DAN DIMENSI KOLOM BERDASARKAN SNI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Melihat sejarah panjang gempa bumi di Indonesia, wilayah Jakarta

ANALISA KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN KOLOM YANG DIPERKUAT DENGAN LAPIS CARBON FIBER REINFORCED POLYMER (CFRP)

BAB II LANDASAN TEORI. kestabilan struktur dalam menahan segala pembebanan yang dikenakan padanya,

KRITISI DESAIN PSEUDO ELASTIS PADA BANGUNAN BERATURAN 6- DAN 10- LANTAI DENGAN DENAH PERSEGI DI WILAYAH 6 PETA GEMPA INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

TUGAS AKHIR ANALISA PEMBESARAN MOMEN PADA KOLOM (SRPMK) TERHADAP PENGARUH DRIFT GEDUNG ASRAMA MAHASISWI UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

ANALISIS DINAMIK RAGAM SPEKTRUM RESPONS GEDUNG TIDAK BERATURAN DENGAN MENGGUNAKAN SNI DAN ASCE 7-05

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

PERBANDINGAN PERILAKU ANTARA STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN (SRPM) DAN STRUKTUR RANGKA BRESING KONSENTRIK (SRBK) TIPE X-2 LANTAI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. beban, saat dilampaui dalam kurun waktu tertentu, oleh tingkat daktilitas struktur saat

BAB III PEMODELAN RESPONS BENTURAN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Mekanisme Gempa Kerak bumi terdiri dari beberapa lapisan tektonik keras yang disebut litosfir (lithosphere) yang mengapung di atas medium fluida yang lebih lunak yang disebut mantel, sehingga kerak bumi ini dapat bergerak. Teori yang dipakai untuk menerangkan terjadinya pergerakanpergerakan kerak bumi tersebut adalah Teori Perekahan Dasar Laut (Sea Floor Spreading Theory) yang dikembangkan oleh F. V. Vine dan D. H. Mathews pada tahun 1963 (Irsyam, 2005). Tectonic plate Spreading ridge boundary Outer core Convection Subduction zone boundary Inner core HOT COLD Mantle (solid) Subduction plate 6350 km Gambar 2.1 Mekanisme pergerakan pelat tektonik Bersatunya massa batu atau pelat satu sama lain dicegah oleh gaya-gaya friksional, apabila tahanan ultimit friksional tercapai karena adanya gerakan kontinyu dari fluida di bawahnya dua pelat yang akan bertumbukan satu sama lain akan menimbulkan gerakan tiba-tiba yang bersifat transient yang menyebar dari satu titik ke segala arah yang disebut gempa bumi (M. T. Zein). Gempa bumi yang menimbulkan kerusakan yang paling luas adalah gempa tektonik. Gempa bumi tektonik disebabkan oleh terjadinya pergeseran kulit bumi (litosphere) yang umumnya terjadi di daerah patahan kulit bumi. II - 1

Gerakan batuan dasar yang diakibatkan oleh getaran gempa bumi meliputi percepatan, kecepatan, dan perpindahan. Ketiganya pada umumnya teramplifikasi ke permukaan tanah sehingga menimbulkan gaya dan perpindahan yang dapat melebihi kapasitas struktur yang berada di atasnya. Nilai maksimum besarnya gerakan tanah, yaitu kecepatan tanah puncak, percepatan tanah puncak, dan perpindahan tanah puncak menjadi parameter-parameter utama dalam desain struktur tahan gempa. Seismic source a(max) bedrock M R Gambar 2.2 Mekanisme penjalaran gempa ke bangunan (Irsyam, 2005) 2.2 Konsep Perencanaan Struktur Bangunan Tahan Gempa Struktur suatu bangunan bertingkat tinggi harus dapat memikul beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut, di antaranya beban gravitasi dan beban lateral. Beban gravitasi adalah beban mati struktur dan beban hidup, sedangkan yang termasuk beban lateral adalah beban angin dan beban gempa. Jika terjadi suatu gempa, maka struktur di atasnya akan mengalami pergerakan secara vertikal maupun secara lateral. Pergerakan vertikal relatif kecil dan pada umumnya struktur cukup kuat terhadapnya, sehingga tidak perlu perhatian khusus dalam proses desain, sedangkan pergerakan lateral akan memberikan beban lateral kepada struktur yang dapat menyebabkan struktur runtuh. Berdasarkan UBC 1997, tujuan desain bangunan tahan gempa adalah untuk mencegah terjadinya kegagalan struktur dan kehilangan korban jiwa, dengan tiga kriteria standar sebagai berikut: II - 2

Tidak terjadi kerusakan sama sekali pada gempa kecil Ketika terjadi gempa sedang, diperbolehkan terjadi kerusakan arsitektural tetapi bukan merupakan kerusakan struktural Diperbolehkan terjadinya kerusakan struktural dan non-struktural pada gempa kuat, namun kerusakan yang terjadi tidak sampai menyebabkan bangunan runtuh. Maka perencanaan bangunan struktur tahan gempa harus dapat memperhitungkan dampak dari gaya lateral yang bersifat siklis (bolak-balik) yang dialami oleh struktur selama terjadinya gempa bumi. Untuk memikul gaya lateral yang dialami oleh bangunan, struktur harus dapat memiliki daktilitas yang memadai di daerah joint atau elemen struktur tahan gempa seperti shearwall. Berdasarkan hal di atas, perencanaan struktur dapat direncanakan dengan mengetahui skenario keruntuhan dari struktur tersebut dalam menahan beban maksimum yang bekerja. Pelaksanaan konsep desain kapasitas struktur adalah memperkirakan urutan kejadian dari kegagalan suatu struktur berdasarkan beban maksimum yang di alami struktur. Sehingga kita merencanakan bangunan dengan elemen-elemen struktur tidak dibuat sama kuat terhadap gaya yang direncanakan, tetapi ada elemen-elemen struktur atau titik pada struktur yang dibuat lebih lemah dibandingkan dengan yang lain dengan harapan di elemen atau titik itulah kegagalan struktur terjadi pada saat beban maksimum bekerja. Dalam hal ini kita merancang supaya sendi-sendi plastis yang terjadi pada daerah-daerah yang dapat menunjang tujuan desain bangunan tahan gempa. Konsep desain kapasitas ini dikenal dengan konsep strong column weak beam, yaitu merancang supaya sendi-sendi plastis terjadi pada balok-balok dan kaki kolom bawah. Dengan konsep mekanisme keruntuhan ini, sendi plastis akan terjadi pada balok terlebih dahulu baru pada tahap-tahap akhir plastis terjadi pada ujung-ujung bawah kolom. Hal ini dilakukan supaya sejumlah besar sendi plastis terbentuk pada struktur secara daktail yang dapat memencarkan energi melalui proses pelelehan struktur dan diharapkan dapat menyerap II - 3

beban gempa. Secara matematis konsep strong column weak beam dapat dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut 1 : 6 5 M n kolom > M n balok Bangunan tahan gempa didesain berdasarkan zona gempa, karakter lokasi, jenis tanah, okupansi bangunan, faktor kegunaan bangunan, periode natural struktur, dan lain- lain. UBC 1997 mensyaratkan seluruh elemen struktur didesain dengan tahanan yang sesuai untuk menahan perpindahan lateral yang terjadi akibat ground motion dengan memperhatikan respon inelastis struktur, faktor redundan, kuat lebih, dan daktilitas struktur. (2-1) 2.3 Rekayasa Kegempaan Secara Umum Pada umumnya struktur didesain berperilaku plastis pada saat gempa kuat terjadi dengan tingkat daktilitas tertentu. Desain struktur tahan gempa yang berperilaku elastis pada saat gempa kuat terjadi sangatlah tidak ekonomis. Hal ini karena gempa kuat jarang terjadi. Untuk memperoleh hasil desain yang lebih efisien dan ekonomis, sistem struktur dapat didesain dalam kondisi tidak elastik penuh, sehingga tingkat tahanan dapat direduksi (R) pada rentang 1,6 hingga 8,5 pada batas daktail penuh 2. Terkait dengan risiko kegempaan, peraturan kegempaan dapat dibagi menjadi 3 golongan besar yaitu struktur rangka pemikul momen biasa (SRPMB) untuk wilayah dengan zona gempa 1 atau 2, struktur rangka pemikul momen menengah (SRPMM) untuk wilayah dengan zona gempa 3 dan 4, serta struktur rangka pemikul momen khusus (SRPMK) untuk wilayah dengan zona gempa 5 dan 6. Tabel 2.1 Klasifikasi peraturan gempa berdasarkan resiko kegempaan Jenis Struktur Resiko Gempa yang Dapat Digunakan Rendah Sistem Rangka Pemikul Momen - SRPMB (Bab 3-20) - SRPMM (Pasal 23.10) - SRPMK (Pasal 23.3 23.5) Faktor Modifikasi Respons (R) 3 3,5 5 5,5 8 8,5 1 SNI 03-2847-2002, Pasal 23.4.2.2 2 Pasal 9.11, Tabel 9 SNI -1726-2002 II - 4

Menengah Tinggi Sistem Dinding Struktural - SDSB (Bab 3-20) - SDSK (Pasal 23.6) Sistem Rangka Pemikul Momen - SRPMM - SRPMK Sistem Rangka Pemikul Momen - SDSB - SDSK Sistem Rangka Pemikul Momen - SRPMK Sistem Rangka Pemikul Momen - SDSK 4-4,5 5,5-6,5 5-5,5 8-8,5 4-4,5 5,5-6,5 8-8,5 5,5-6,5 2.3.1 Seismic Respon Spektra Dalam respon spektra, efek dari ukuran dan tipe gelombang getar yang terjadi saat gempa disimplifikasi dari garis garis yang bergelombang menjadi suatu garis tertentu. Respon spektra yang digunakan dalam perencanaan adalah respon percepatan (Sa,g) dengan periode (T). Respon spektra adalah plot dari respons maksimum struktur yang diperoleh dari analisa riwayat waktu suatu gempa. Respon maksimum yang dimaksud adalah nilai-nilai percepatan, kecepatan dan perpindahan maksimum. Nilai-nilai tersebut dicari untuk berbagai macam periode alami struktur, sehingga diperoleh spektra yang merepresentasikan respon maksimum terhadap periode struktur, sehingga dapat diperoleh respon spektra untuk percepatan, kecepatan dan perpindahan. 4 Ground Acceleration - Time T = 0.02 sec, ξ = 2% Ground Acceleration, m/detik 2 2 0-2 0 60-4 Time, detik Gambar 2.3 Ground acceleration II - 5

Pseudo Acceleration, (g) Pseudo Velocity, mm/detik Displacement, mm 1.4 1200 500 1.2 1000 400 1 0.8 0.6 0.4 800 600 400 300 200 0.2 200 100 0 0 2 4 6 8 10 Period, detik 0 0 2 4 6 8 10 Period, detik 0 0 2 4 6 8 10 Period, detik Gambar 2.4 Pseudo acceleration, velocity, dan displacement Ketiga respon spektra tersebut (percepatan, kecepatan dan perpindahan) dapat secara simultan diplot kedalam sebuah grafik skala log dengan 3 sumbu yang disebut tripartite (dikembangkan oleh Newmark). Dimana sumbu horizontal dapat berupa periode atau frekuensi, sumbu vertikal berupa respons kecepatan dan dua buah sumbu diagonal yang merupakan respon percepatan dan perpindahan. Contoh tripartite dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 2.5 Respon spektra pada skala tripartite Respon spektra yang sering digunakan untuk perencanaan dan terdapat di peraturanperaturan bangunan adalah respon spektra percepatan terhadap periode. Respon spektra ini lebih mudah digunakan untuk perencanaan karena beban atau gaya gempa berbanding II - 6

lurus dengan percepatan sehingga nilainya dapat langsung dicari dengan mengalikan nilai spetra percepatan maksimum dengan berat bangunan. Salah satu contoh respons spektra yang digunakan dalam peraturan Uniform Building Code 1995 (UBC 1995) dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Gambar 2.6 Respons spektra desain pada peraturan Peraturan di Indonesia, menyarankan untuk menggunakan respon spektra menurut SNI 03-1726-2003 yang telah diklasifikasikan terhadap zona atau wilayah gempa Indonesia. Respon spectra menurut SNI 03-1726-2003 untuk 6 wilayah gempa di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.7. Untuk analisis non linear, dimana dibutuhkan pemahaman mengenai gaya gempa dan perpindahan sekaligus, dibutuhkan sebuah respons spektra yang menggambarkan perceparan versus perpindahan. Respon spektra tersebut dinamakan accelerationdisplacement response spektra (ADRS), dimana sumbu x merupakan respon perpindahan, sumbu y merupakan respon percepatan dan periode bangunan direpresentasikan sebagai garis-garis radial dari titik pusat grafik. Bentuk umum ADRS dapat dilihat pada Gambar 2.8. II - 7

Gambar 2.7 Respon spektra SNI 03-1726-2003 Sa- Acceleration T1 T2 Gambar 2.8 Kurva ADRS Sd- Displacement II - 8

2.3.2 Gaya Geser Desain Nilai dari gaya geser desain ditentukan oleh respon spektra desain dari struktur tersebut berdasarkan peraturan yang digunakan, keutamaan bangunan (I), periode bangunan dan berat bangunan (W). Untuk beban gempa statik ekivalen, menurut SNI 1726-2003, gaya geser dasar dapat dihitung dengan persamaan: dimana : C 1 I W R C I l V b = Wt (2-2) R = faktor respon gempa yang dapat ditentukan dari response spektra gempa rencana dan jenis tanah dibawah bangunan untuk waktu getar alami fundamental T. = faktor keutamaan bangunan yang nilainya bervariasi tergantung dari jenis bangunan, dapat dilihat pada Tabel 2.2 = berat bangunan efektif saat terjadi gempa, nilai W dapat ditentukan sebagai jumlah dari beban-beban berikut : beban mati total dari struktur bangunan gedung dan beban hidup efektif yang mungkin ada saat terjadi gempa, dapat diambil sebesar 30% dari beban hidup. = faktor reduksi beban gempa yang bergantung dari sistem struktur yang digunakan, dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.2 Faktor keutamaan bangunan Total gaya geser dasar yang yang diperoleh, kemudian didistribusikan berdasarkan ketinggian dari struktur yang memenuhi persamaan di bawah ini: (2-3) Dimana Ft merupakan konsentrasi gaya gempa di puncak dan ditentukan oleh persamaan di bawah ini: (2-4) II - 9

Nilai T yang digunakan adalah nilai periode yang digunakan untuk menghitung gaya geser dasar. Nilai Ft tidak boleh melebihi 0.25 V dan dianggap nol jika nilai T kurang dari 0.7 detik. Sisa gaya geser dasar setelah dikurangi Ft didistribusikan sebagai beban gempa nominal statik ekivalen Fi pada tiap lantai dengan menggunakan persamaan berikut: F i = W z n i=1 i i i W z i ( V F ) b t (2-5) Perlu diperhatikan bahwa nilai gaya geser dasar dan gaya gempa yang dihitung pada persamaan di atas hanya valid bila ragam getar (mode) 1 bangunan dominan. Apabila persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka perlu dilakukan perhitungan dengan metode dinamis untuk menentukan nilai V b dan F i. 2.3.3 Penentuan Daktilitas Bangunan dan Faktor Reduksi Beban Gempa Gambar berikut ini menjelaskan hubungan antara beberapa parameter yang menjadi acuan untuk menentukan besarnya beban gempa nominal pada suatu struktur. Gambar 2.9 Diagram beban-perpindahan pada struktur II - 10

Keterangan: Vn = gaya geser nominal (desain) Vy = gaya geser pada leleh pertama Vm = gaya geser maksimum Ve = gaya geser elastic δn = perpindahan pada V = Vn δy = perpindahan pada leleh pertama δm = perpindahan maksimum f1 = kuat lebih desain f2 = kuat cabang bahan f = kuat cabang struktur R = faktor reduksi beban gempa µ = faktor daktilitas struktur gedung Menurut UBC 1997, daktilitas adalah kemampuan suatu struktur untuk mengalami simpangan dalam kondisi pasca elastik hingga terjadinya keruntuhan. Perilaku ini sangat penting, karena selama proses pelelehan elemen struktur tersebut terjadi proses disipasi energi gempa. Selama terjadi gempa, daktilitas akan mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur gedung tersebut tetap berdiri walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan. Struktur dengan tingkat daktilitas tertentu akan memungkinkan terjadinya sendi plastis secara bertahap pada elemen-elemen struktur yang telah ditentukan. Dengan terbentuknya sendi plastis pada elemen struktur, maka struktur akan mampu menahan beban gempa maksimum tanpa memberikan kekuatan yang berlebihan pada elemen struktur karena energi kinetik akibat gerakan tanah dasar yang diterima akan dipencarkan pada sendi plastis tersebut. Semakin banyak terbentuk sendi plastis pada elemen struktur, semakin besar pula energi gempa yang dipencarkan. Setelah terjadi sendi plastis pada suatu elemen, defleksi struktur serta rotasi plastis masih terus bertambah. Daktilitas stuktur direncanakan dengan terdapat faktor modifikasi respon mewakili faktor kuat lebih dan kapasitas komponen struktur secara keseluruhan dalam kondisi daktail, dan II - 11

selanjutnya dikenal dengan lambang µ. Daktilitas bangunan yang didesain dengan faktor modifikasi respon juga harus dibatasi berdasarkan kriteria perencanaan berikut: Kekuatan dan kekakuan struktur yang direncanakan untuk memenuhi kondisi di atas direncanakan juga supaya cukup untuk memberikan kemampuan kepada struktur bangunan untuk melakukan deformasi (simpangan) yang bersifat elastoplastik tanpa runtuh, bila mengalami gempa rencana maksimum. Agar struktur gedung tinggi memiliki daktilitas yang tinggi, harus diupayakan supaya sendi-sendi plastis yang terjadi akibat beban gempa maksimum ada di dalam balok-balok dan tidak terjadi dalam kolom-kolom, kecuali pada kaki kolom yang paling bawah dan pada bagian atas kolom penyangga atap. Hal ini dapat tercapai bila kapasitas (momen leleh) kolom lebih tinggi daripada kapasitas (momen leleh) balok yang bertemu pada kolom tersebut (konsep strong column weak beam). Besarnya displacement yang terjadi harus dibatasi untuk menjaga integritas bangunan dan menghindari jatuhnya korban jiwa. Daktilitas didefinisikan sebagai perbandingan antara deformasi maksimum yang terjadi dengan deformasi pada saat terjadi leleh pertama. (2-6) dimana faktor daktilitas maksimum yang digunakan untuk bangunan beton bertulang adalah 5,3. Karena kekuatan bahan yang terpasang pada pelaksanaan umumnya berlebih, maka kekuatan material aktual lebih besar dari kekuatan material yang direncanakan. Faktor tersebut disebut faktor kuat lebih bahan atau beban. (2-7) Akibat adanya kehiperstatikan struktur gedung, terjadi redistribusi gaya-gaya oleh proses pembentukan sendi plastis yang tidak bersamaan (dimana mekanisme jumlah sendi plastis yang direncanakan pada bangunan lebih besar dari satu), maka akan ada kenaikan base shear sebesar Vm. Kuat lebih struktur didefinisikan sebagai berikut: (2-8) II - 12

Faktor amplifikasi gaya gempa menyatakan faktor kuat lebih total yang selanjutnya disebut sebagai overstrength factor dengan lambing f 3). Perkalian antara faktor kuat lebih beban atau bahan dengan faktor kuat lebih struktur akan menghasilkan faktor kuat lebih total: (2-9) Sedangkan ratio antara beban gempa maksimum akibat pengaruh gempa rencana pada struktur elastic penuh dan beban gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana pada struktur daktail disebut faktor reduksi gempa. (2-10) 2.3.4 Penentuan Periode Struktur Periode struktur merupakan representasi dari fleksibilitas struktur yang merupakan fungsi dari kekakuan dan massa. Periode struktur pada kondisi elastik dihitung berdasarkan ASCE 7-05, nilai periode alami struktur (portal beton) dapat didekati dengan berikut: (2-11) dimana h adalah tinggi total struktur dalam satuan meter. 2.3.5 Efek Peredam (damping) terhadap Struktur Damping pada struktur menyebabkan terjadinya kehilangan energi pada saat struktur dibebani. Energi yang hilang berubah bentuk menjadi retak, friksi, leleh pada tulangan, dan lain lain. Nilai damping pada struktur berpengaruh terhadap respon spektra, dimana semakin besar nilai damping struktur, maka akselerasi spektral dari respon spektra yang bersangkutan akan semakin kecil. Besar damping dinyatakan dalam critical damping. Sebelum terjadi gempa, struktur beton bertulang pada umumnya memiliki 1 atau 2 persen critical damping, pada saat gempa terjadi, nilai damping bertambah menjadi sekitar 5 persen. Semakin besar beban gempa yang bekerja pada struktur, semakin banyak bagian struktur yang retak atau leleh, maka nilai damping akan semakin besar. 3 Pada UBC 1997 dilambangkan dengan notasi Ω II - 13

2.3.6 Kinerja Batas Layan Kinerja batas layan struktur gedung ditentukan oleh simpangan antar-tingkat akibat pengaruh gempa rencana, hal ini untuk membatasi terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan, selain itu untuk mencegah kerusakan non-struktur dan ketidaknyamanan penghuni. Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas layan struktur gedung, simpangan antar-tingkat struktur gedung tidak boleh melampaui 0,03 / R kali tinggi tingkat yang bersangkutan atau 30 mm, bergantung yang mana yang nilainya terkecil. 2.3.7 Kinerja Batas Ultimit Kinerja batas ultimit struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan simpangan antartingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana dalam kondisi struktur gedung di ambang keruntuhan, yaitu untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah benturan berbahaya antar-gedung. Simpangan dan simpangan antar-tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung akibat pembebanan gempa nominal, dikalikan dengan suatu faktor pengali ξ sebagai berikut : - untuk struktur gedung beraturan : ξ = 0,7 R (2-12) - untuk struktur gedung tidak beraturan : ξ = 0,7 R / Faktor Skala (2-13) di mana R adalah faktor reduksi gempa struktur gedung tersebut. Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas ultimit struktur gedung, dalam segala hal simpangan antar-tingkat yang dihitung dari persamaan di atas tidak boleh melampaui 0,02 kali tinggi tingkat yang bersangkutan. 2.4 Sistem Struktur Sistem struktur untuk high-rise building biasanya disesuaikan dengan ketinggian gedung (Gambar 2.10). Secara umum, semakin tinggi bangunan maka ada titik limit dimana kekakuannya kurang untuk menahan beban-beban lateral, sehingga diperlukan sistem struktur yang sesuai dengan ketinggiannya. II - 14

Gambar 2.10 Berbagai sistem struktur untuk jumlah lantai yang berbeda-beda 4 Sistem struktur yang dibahas pada tugas akhir ini adalah sistem struktur dinding geser (shearwall) dan sistem struktur tube (framed tube). 2.4.1 Dual System (Shearwall) Dual system (sistem kombinasi shearwall dan rangka terbuka) merupakan sistem yang efektif digunakan pada bangunan tahan gempa. Shearwall merupakan elemen struktur berupa dinding yang sangat efektif sebagai penahan gaya lateral untuk menambah kekakuan struktur karena kekakuan lateralnya sangat tinggi. Berikut ini adalah karakteristik umum dual system: dual system dimana shearwall sangat efektif menyerap gaya gempa rangka merupakan disipator energi yang efektif transfer gaya gempa lewat kombinasi lentur dan geser displacement kecil shearwall kurang daktail dibandingkan portal terbuka 4 Evolution of Concrete Skyscrapers: from Ingalls to Jin mao, Ali, Mir M. (Professor and Chairman, Structures Division School of Architecture, University of Illinois, USA) II - 15

Gambar 2.11 Mekanisme transfer beban lateral pada dual system (shearwall) Terdapat dua tipe dinding geser yaitu dinding geser biasa (wall pier), atau dinding geser dengan menggunakan komponen batas (wall pier with boundary elements). Dalam pengerjaan tugas akhir ini, model dinding geser yang digunakan dalam model struktur adalah dinding geser dengan menggunakan komponen batas. Berbeda dengan dinding geser biasa yang memikul beban vertikal dan gaya geser pada panel dinding, maka pada dinding geser dengan komponen batas, semua beban vertikal dipikul oleh komponen batas (boundary element), sedangkan gaya gesernya dipikul oleh bagian dindingnya. Berikut merupakan perbandingan dari gaya-gaya dalam yang diserap oleh elemen dinding geser biasa (wall pier) dengan dinding geser dengan menggunakan komponen batas (wall pier with boundary elements). Mekanisme keruntuhan yang direncanakan adalah terbentuknya sendi plastis di bagian bawah kaki-kaki dinding geser. Hal ini akibat dari momen lentur, dan bukan oleh gaya geser. Hal yang sama juga berlaku untuk dinding geser menggunakan komponen batas, di mana momen lentur yang terjadi pada dinding geser ditransformasi menjadi gaya aksial tekan dan tarik pada komponen-komponen batasnya. II - 16

Bila komponen batas khusus digunakan, harus memenuhi persyaratan dimana komponen batas harus menerus secara horizontal dari sisi serat tekan terluar sejarak tidak kurang daripada 5 : c 0, 1l w, dan (2-14) dimana: l w c = c 2 = lebar shearwall l w δ u 600 hw δ u,dengan nilai = 0, 007 h w (2-15) Gambar 2.12 Mekanisme sendi plastis yang terjadi pada dinding geser dengan boundary element Dalam pembuatan tugas akhir ini, shearwall dimodelkan sebagai elemen wall dengan tipe shell sehingga memiliki kekakuan membran pada kedua arah tegak lurus bidang dan outof-plane bending stiffness. Untuk memperhitungkan pengaruh peretakan beton ketika terjadinya gempa, momen inersia penampang dinding geser direduksi sehingga momen inersia efektif yang digunakan hanya 60% dari momen inersia awal. 5 SNI 03-2847-2002, Pasal 23.6.6.4 II - 17

2.4.2 Sistem Struktur Tube Konsep sistem tube berdasarkan pemikiran bahwa suatu bangunan dapat didesain untuk menahan gaya-gaya lateral dengan mendesainnya sebagai suatu kantilever berongga (hollow cantilever) yang menjulang tegak lurus dengan tanah. Bentuk tube diaplikasikan sebagai kolom-kolom eksterior yang saling berdekatan (spaced columns) yang diikat oleh balok-balok sehingga menjadi satu kesatuan rangka kaku dengan kekakuan terpusat di eksterior bangunan. Gambar 2.13 Denah umum sistem tube Rangka (kolom dan balok) luar ini didesain cukup kuat untuk menahan seluruh beban lateral yang bekerja pada bangunan, dengan demikian, bisa membuat rangka interior gedung hanya menahan beban gravitasi saja. Kolom interior yang berfungsi untuk menahan beban gravitasi saja membuatnya bisa didesain lebih ramping, sehingga ruang lantai yang ada lebih luas. Adapun karakteristik umum sistem tube antara lain: transfer gaya gempa melalui mekanisme lentur sehingga diperlukan banyak kolom di daerah perimeter (sehingga menyerupai shearwall di keliling bangunan) lebih daktail dibandingkan shearwall banyak terbentuk sendi plastis displacement lebih besar dibandingkan dual system (shearwall) II - 18

Gambar 2.14 Mekanisme transfer beban lateral pada struktur sistem tube II - 19