BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove merupakan kombinasi antara kata mangue (bahasa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

Hasil dan Pembahasan

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera Utara 7300 ha. Di daerah-daerah ini dan juga daerah lainnya, mangrove

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Vegetasi Mangrove di Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove dilaporkan berasal dari kata mangal yang menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

Struktur Vegetasi Mangrove di Desa Ponelo Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VI. SIMPULAN DAN SARAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

1. Pengantar A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. air laut dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang mampu tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

TINJAUAN PUSTAKA. daratan dengan ekosistem lautan. Oleh karena itu, ekosistem ini mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi - manggi,

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. pada daerah landai di muara sungai dan pesisir pantai yang dipengaruhi oleh

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus

BAB III METODE PENELITIAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kawasan hutan mangrove dikenal dengan istilah vloedbosschen (hutan

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

TINJAUAN PUSTAKA. komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar

TINJAUAN PUSTAKA. di sepanjang garis pantai perairan tropis dan mempunyai ciri-ciri tersendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. bantu yang mampu merangsang pembelajaran secara efektif dan efisien.

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Mangrove Mangrove berasal dari kata mangue (Portugis) yang berarti bakau dan kata

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi. pembangunan adalah sebagai berikut ; pertama, sumberdaya yang dapat

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

TINJAUAN PUSTAKA. Umumnya mangrove dapat ditemukan di seluruh kepulauan Indonesia, mangrove terluas

TINJAUAN PUSTAKA. terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak

IDENTIFIKASI POPULASI MAKROZOOBENTOS DI KAWASAN EKOSISTEM MANGROVE DESA LADONG ACEH BESAR. Lili Kasmini 11 ABSTRAK

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

ZONASI TUMBUHAN UTAMA PENYUSUN MANGROVE BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS AIR LAUT DI DESA TELING KECAMATAN TOMBARIRI

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis, ekologis, maupun biologis. Fungsi fisiknya yaitu sistem perakaran

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Peta lokasi

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya alam hayati dan non hayati. Salah satu sumberdaya alam hayati

KORELASI ANTARA KERAPATAN AVICENNIA DENGAN KARAKTERISTIK SEDIMEN DI KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI RAWA KABUPATEN SIAK, RIAU

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap kadar garam. Ekosistem mangrove

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ekosistem Mangrove

4 KERUSAKAN EKOSISTEM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 8 tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara tradisional oleh suku bangsa primitif. Secara terminologi, etnobotani

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

Transkripsi:

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Mangrove Kata mangrove merupakan kombinasi antara kata mangue (bahasa Portugis) yang berarti tumbuhan dan grove (bahasa Inggris) yang berarti belukar atau hutan kecil (Arief, 2003). Menurut Steenis (1978) dalam Rahmawaty (2006) mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang surut. Sementara menurut Nybakken (1992) dalam Rochana (2010) bahwa hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohonpohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh pada perairan asin. Kathiresan dan Bingham (2001) dalam Taher (2011) mendefinisikan hutan mangrove sebagai hutan yang tumbuh pada tanah lumpur di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, dan terdiri atas jenis-jenis pohon Avicennia sp, Sonneratia sp, Rhizophora sp, Bruguiera sp, Ceriops sp, Lumnitzera sp, Excoecaria sp, Xylocarpus sp, Aegiceras sp, Scyphyphora sp dan Nypa sp. Ezwardi (2009) menyatakan bahwa hutan mangrove disebut sebagai hutan payau atau bakau. Hutan mangrove ini dianggap sebagai salah satu ekosistem yang khas, menempati habitat pada garis pantai daerah tropis.

5 B. Klasifikasi dan Ciri-Ciri Mangrove Setyawan, dkk, (2002) menyatakan secara taksonomi tumbuhan mangrove diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae Divisi : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Ordo : Scrophulariales, Myrtales Family: Acanthaceae, Sonneratiaceae, Rhizophoraceae, Arecaceae Genus: Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Nypa Morfologi dan struktur ekosistem mangrove dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini. Gambar 1. Morfologi dan Struktur Ekosistem Mangrove (Sumber: http://blogs.itb.ac.id/sholihah/files/2011) Gambar 1. Morfologi dan Struktur Ekosistem Mangrove (Sumber: Solihah, 2011). Ciri-ciri tumbuhan mangrove menurut Setyawan, dkk, (2002) adalah sebagai berikut : a. Tumbuhan berpembuluh (vaskuler). b. Menggunakan air garam sebagai sumber air, daun keras, tebal, mengkilat, sukulen, memiliki jaringan penyimpan air dan garam.

6 c. Mencegah masuknya sebagian besar garam ke dalam jaringan dan dapat mengekskresi atau menyimpan kelebihan garam. d. Menghasilkan biji yang berkecambah saat masih di pohon induk (vivipar) dan dapat tumbuh dengan cepat setelah jatuh dari pohon, serta dapat mengapung. e. Akar dapat tumbuh pada tanah anaerob. f. Memiliki struktur akar tertentu (pneumatofora) yang menyerap oksigen pada saat surut dan mencegah kelebihan air pada saat pasang. C. Vegetasi di Kawasan Mangrove Menurut Nontji (1987) dalam Thalib (2008) bahwa vegetasi mangrove di Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia, seluruhnya tercatat 89 spesies yang terbagi menjadi 35 jenis pohon, 5 jenis palem, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis parasit. Beberapa jenis mangrove yang dijumpai di pesisir Indonesia adalah bakau (Rhizophora sp), api-api (Avicennia sp), bogem (Sonneratia sp), tancang (Bruguiera sp), nyirih (Xylocarpus sp), tengar (Ceriops sp), dan buta-buta (Excoecaria sp). Formasi hutan mangrove terdiri atas empat genus utama, yaitu Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, dan Bruguiera (Nybaken, 1993), terdapat pula Aegiceras, Lumnitzera, Acanthus illicifolius, Acrosticum aureum, dan Pluchea indica. Pada perbatasan hutan mangrove dengan rawa air tawar tumbuh Nypa fruticans dan beberapa jenis Cyperaceae (Setyawan, dkk, 2002). Arief (2003) mengemukakan bahwa pada umumnya vegetasi yang tumbuh di kawasan mangrove mempunyai variasi yang seragam, yakni terdiri atas satu strata yang berupa pohon-pohon yang berbatang lurus dengan tinggi pohon

7 mencapai 20-30 m. Jika tumbuh di pantai berpasir atau di lingkungan lain, tanaman akan tumbuh kerdil, rendah, dan batang tanaman sering kali bengkok. Gambar 2 merupakan vegetasi yang terdapat di hutan mangrove dan banyak ditemukan di Indonesia. Rhizophora sp Sonneratia sp Avicennia sp Bruguiera sp Gambar 2. Vegetasi yang Terdapat di Hutan Mangrove dan Banyak ditemukan di Indonesia (Sumber: Noor, dkk, 2006) Menurut Bengen (2003) dalam Arief (2003) vegetasi hutan mangrove sejati dominan yang termasuk kedalam empat famili Rhizophoraceae (Rhizophora sp, Bruguiera sp, dan Ceriops sp), Sonneraticeae (Sonneratia sp), Aviceniaceae (Avicennia sp), dan Meliaceae (Xilocarpus sp). Nybakken (1988) dalam Tuwo (2011) menyatakan ekosistem mangrove didominasi oleh Rhizophora sp, Avicennia sp, Bruguiera sp, dan Sonneratia sp. Pada ekosistem mangrove juga ditemukan tumbuhan jenis Ceriops sp, Xilocarpus sp, Nypa sp, Acrostichum sp, Lumnitzera sp, Aegiceras sp, dan Scypyphora sp.

8 D. Analisis Vegetasi Mangrove Beberapa analisis yang dijadikan sebagai tolak ukur dalam menentukan vegetasi mangrove adalah kerapatan, frekuensi, dominansi, dan INP. 1. Kerapatan Kerapatan jenis mangrove merupakan parameter untuk menduga kepadatan jenis mangrove pada suatu komunitas. Kerapatan jenis pada suatu area dapat memberikan gambaran ketersediaan dan potensi tumbuhan mangrove (Wantasen, 2002 dalam Feronika, 2011). Supardjo (2007) menyatakan bahwa tinggi rendahnya kerapatan mangrove disebabkan oleh matahari yang dibutuhkan untuk berfotosintesis, selain itu kerapatan jenis juga dipengaruhi oleh jenis vegetasi mangrove yang toleran terhadap kondisi lingkungan. Kriteria baku mutu kerapatan mangrove menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201 Tahun 2004 bahwa kriteria baku mutu kerapatan mangrove, kerapatan padat 1.500 ind/ha, sedang 1.000-1.500 ind/ha dan jarang < 1.000 ind/ha (Eriza, 2010). Menurut Skilleter dan Warren (1999) dalam Schaduw (2008) bahwa kerapatan relatif pada suatu ekosistem berpengaruh pada biota yang berasosiasi didalamnya, ekosistem mangrove digunakan sebagai tempat perlindungan bagi biota yang hidup didalamnya, seperti ikan dan gastropoda dari faktor alam dan hewan predator. Kerapatan relatif mangrove terkait erat dengan ketersediaan bahan organik pada lingkungan untuk mendukung pertumbuhan jenis mangrove.

9 2. Frekuensi Sultan (2001) menyatakan bahwa frekuensi suatu jenis menunjukkan penyebaran suatu jenis dalam suatu area. Jenis yang menyebar secara merata mempunyai nilai frekuensi yang besar, sebaliknya jenis-jenis yang mempunyai nilai frekuensi yang kecil mempunyai daerah sebaran yang tidak merata dan kurang luas. Jenis mangrove yang mempunyai penyebaran yang merata dan luas didominasi oleh jenis mangrove jenis Rhizophora. Sementara frekuensi relatif merupakan pengukuran distribusi spesies yang ditemukan pada plot yang dikaji. Nilai dari frekuensi relatif (FR) menunjukkan keseringan suatu jenis ditemukan dalam suatu kawasan (Price, 1975 dalam Pariyono, 2006). Tinggi rendahnya nilai frekuensi relatif disebabkan oleh terjadinya kompetisi yang tidak seimbang antar jenis mangrove yang menempati suatu habitat yang sama, sehingga kurang kompetitif dalam memperoleh unsur hara (Pramudji, 2000 dalam Kaunang dan Kimbal, 2009). 3. Dominansi Dominansi suatu jenis merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan suatu jenis tumbuhan tingkat pohon dalam hal bersaing dengan tumbuhan lainnya, dalam hal ini terkait dengan besarnya diameter tumbuhan. Sementara luas basal area suatu jenis pohon mangrove dapat diperoleh dari diameter pohon setinggi 1,5 m dari permukaan tanah atau setinggi dada dari permukaan tanah (dbh = diameter at breast hight). Hal ini berarti semakin besar diameter pohon suatu tumbuhan, maka luas basal area pohon juga semakin besar.

10 Sementara tingginya dominansi relatif menunjukkan bahwa suatu kawasan memiliki kekayaan jenis yang rendah (Barbour, 1980 dalam Prasetyo, 2007). 4. Indeks Nilai penting (INP) Fachrul (2007) menyatakan bahwa Indeks Nilai Penting (INP) merupakan indeks yang memberikan suatu gambaran mengenai pentingnya peranan atau pengaruh pada suatu vegetasi mangrove dalam suatu lokasi penelitian. Indeks nilai penting biasa digunakan untuk menentukan dominansi jenis tumbuhan terhadap jenis tumbuhan lainnya, karena dalam suatu komunitas yang bersifat heterogen, data parameter vegetasi dari nilai frekuensi, kerapatan dan dominansinya tidak dapat menggambarkan komunitas tumbuhan secara menyeluruh, maka untuk menentukan nilai pentingnya yang mempunyai kaitan dengan struktur komunitas dapat diketahui dari indeks nilai pentingnya, yaitu suatu indeks yang dihitung berdasarkan jumlah seluruh nilai frekuensi relatif (FR), kerapatan relatif (KR) dan dominansi relatif (DR). Kisaran INP untuk tingkat pohon yakni 0-300%, sedangkan kisaran INP untuk pancang dan semai yakni 0-200%. Nilai penting juga digunakan dalam menginterpretasi komposisi dari suatu komunitas tumbuhan. Martosubroto dan Sudrajat (1974) dalam Prasetyo (2007) mengatakan bahwa area mangrove yang memiliki nilai penting tinggi menandakan bahwa mangrove di area tersebut dalam kondisi baik, sebaliknya apabila kondisi ini berkurang atau berubah menjadi daratan karena sedimentasi dan rusak karena ulah manusia, maka perlu dilakukan rehabilitasi agar keseimbangan ekosistem terjaga.

11 E. Cara Identifikasi Vegetasi Mangrove Cara mempelajari komposisi dan struktur vegetasi tumbuhan mangrove umumnya dilakukan dengan pengambilan contoh. Identifikasi dan analisis vegetasi dalam ekologi tumbuhan adalah cara untuk mempelajari struktur vegetasi dan komposisi jenis tumbuhan. Identifikasi dan analisis ini bertujuan untuk mengetahui komposisi jenis (susunan) tumbuhan dan bentuk (struktur) vegetasi yang ada di wilayah yang diidentifikasi (Fachrul, 2007). Menurut Setyobudiandi, dkk, (2009) cara yang perlu diperhatikan dalam identifikasi komposisi dan struktur vegetasi mangrove secara langsung di lapangan yaitu: 1. Nama spesies (nama lokal dan ilmiah). 2. Jumlah individu suatu spesies untuk mengitung kerapatan. 3. Diameter batang untuk mengetahui luas bidang dasar yang diantaranya sangat berguna untuk memprediksi volume pohon dan tegakan. 4. Tinggi pohon baik tinggi pohon bebas cabang maupun tinggi pohon total. Tinggi pohon ini cukup penting untuk mengetahui stratifikasi dan menduga volume pohon serta volume tegakan. 5. Pemetaaan lokasi individu pohon untuk mendeteksi pola distribusi spasial (spatial distribution pattern) pada berbagai luasan mangrove yang berbeda. F. Kriteria Stadium Pertumbuhan Mangrove Setyobudiandi, dkk, (2009) menyatakan bahwa secara ekologis untuk membedakan tumbuhan kedalam stadium pertumbuhan semai, pancang, dan pohon untuk tumbuhan mangrove cukup penting, oleh karena itu diperlukan kriteria sebagai berikut:

12 a) Semai yaitu permudahan mulai dari kecambah sampai anakan setinggi kurang dari 1,5 m. b) Pancang yaitu permudahan dengan tinggi 1,5 m sampai anakan yang berdiameter kurang dari 10 cm. c) Pohon yaitu pohon dewasa yang memiliki tinggi lebih dari 1,5 m dengan diameter 10 cm atau lebih. Khusus untuk mangrove stadium pohon diukur pada ketinggian 20 cm diatas akar tunjang (Rhizophora sp) dan ketinggian 10 cm diatas akar tunjang untuk jenis non Rhizophora sp. Bagi pohon-pohon yang tidak berakar tunjang, pengukuran diameter pohon dilakukan pada ketinggian 1,3 m diatas permukaan tanah. G. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Vegetasi Mangrove Kusmana (2005) dalam Taher (2011) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor lingkungan yang mendukung/ mempengaruhi mangrove (struktur vegetasi, komposisi dan distribusi spesies, pola pertumbuhan, serta zonasi) yakni sebagai berikut: 1. Topografi pantai Topografi pantai merupakan faktor penting yang mempengaruhi karakteristik struktur vegetasi, komposisi spesies, distribusi spesies dan ukuran serta luas mangrove. Semakin datar pantai dan semakin besar pasang surut maka semakin lebar mangrove yang tumbuh.

13 2. Angin Angin berpengaruh terhadap gelombang dan arus pantai, yang dapat menyebabkan abrasi dan mengubah struktur vegetasi mangrove, meningkatkan evapotranspirasi dan angin kuat dapat menghalangi pertumbuhan dan menyebabkan karakteristik fisiologis abnormal, tetapi angin diperlukan untuk penyebaran benih tanaman. 3. Pasang surut Pasang surut menentukan zonasi dan komunitas flora dan fauna mangrove. Durasi pasang surut berpengaruh besar terhadap perubahan salinitas pada areal mangrove. Perubahan tingkat salinitas pada saat pasang merupakan salah satu faktor yang membatasi distribusi spesies mangrove terutama distribusi horizontal. Pada area yang selalu tergenang hanya Rhizophora sp, yang tumbuh baik, sedangkan Bruguiera sp, dan Xylocarpus sp, jarang mendominasi daerah yang sering tergenang. 4. Suplai air tawar dan salinitas Suplai air tawar dan salinitas merupakan faktor penting dari pertumbuhan, vegetasi, daya tahan dan zonasi spesies mangrove. Kusmana (2005) dalam Taher (2011) menyatakan bahwa kisaran salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh berkisar antara 10-30. Beberapa spesies dapat tumbuh didaerah dengan salinitas yang tinggi. Menurut Dahuri (2003) bahwa spesies vegetasi mangrove memiliki mekanisme adaptasi yang tinggi terhadap salinitas, namun bila suplai air tawar tidak tersedia, hal ini akan meyebabkan kadar garam dalam tanah dan air mencapai kondisi ekstrim sehingga mengancam kelangsungan

14 hidup mangrove. Faktor yang mempengaruhi fluktuasi salinitas yaitu pola sirkulasi air, ketersediaan dan pasokan air tawar, penguapan, curah hujan, dan aliran sungai (Nontji, 2003). 5. Suhu Suhu berperan penting dalam proses fisiologi yang dapat mempengaruhi proses-proses dalam suatu ekosistem mangrove seperti fotosintesis dan respirasi. Aksornkoae (1993) dalam Taher (2011) mengemukakan bahwa tinggi rendahnya suhu pada habitat mangrove disebabkan oleh intensitas cahaya matahari yang diterima oleh badan air, banyak sedikitnya volume air yang tergenang pada habitat mangrove, keadaan cuaca, dan ada tidaknya naungan (penutupan) oleh tumbuhan. Kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan mangrove adalah 18-30 o C (Saenger, 1979 dalam Setyawan, dkk, 2002), 6. Derajat Keasaman (ph) tanah Nilai ph didefinisikan sebagai logaritma dari aktivitas-aktivitas ion hidrogen. Derajat keasaman tanah mempengaruhi transportasi dan keberadaan nutrien yang diperlukan tanaman. Arief (2003) mengatakan bahwa jenis tanah banyak dipengaruhi oleh keasaman tanah yang berlebihan, yang mengakibatkan tanah sangat peka terhadap terjadinya proses biologi. Jika keadaan lingkungan berubah dari keadaan alaminya, keadaan ph tanah juga akan dapat berubah. Proses dekomposisi bahan organik pada umumnya akan mengurangi suasana asam. Menurut Murdiyanto (2003) dalam Kristoper (2011) bahwa umumnya ph tanah tmangrove berkisar antara 6-7, kadang-kadang turun menjadi lebih rendah dari 5.

15 7. Substrat Substrat mangrove dibentuk oleh akumulasi sedimen yang berasal dari pantai dan erosi hulu sungai. Secara umum hutan mangrove dapat tumbuh pada berbagai macam substrat (tanah berpasir, lempung, tanah lumpur, tanah lumpur berpasir, tanah berbatu dan sebagainya). Dahuri (2001) mengemukakan bahwa mangrove dapat tumbuh pada berbagai jenis substrat yang bergantung pada proses pertukaran air untuk memelihara pertumbuhan mangrove. Soeroyo (1993) dalam Bahri (2007) menyatakan bahwa Rhizophora dapat tumbuh baik pada substrat yang dalam/tebal dan berlumpur. Menurut Irwanto (2006) bahwa tanah mangrove merupakan tanah alluvial yang dibawa sebagai sedimen dan diendapkan oleh sungai dan laut. Tanah ini dapat diklasifikasikan sebagai pasir (sand), lumpur/debu halus (silt) dan lempung/tanah liat (clay). Tanah disusun oleh ketiganya dengan komposisi berbeda-beda, sedangkan lumpur (mud) merupakan campuran dari lumpur halus dan lempung yang keduanya kaya bahan organik (detritus). H. Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove Menurut Arief (2003) bahwa kawasan mangrove mempunyai beberapa keterkaitan dalam pemenuhan kebutuhan manusia sebagai penyedia bahan pangan, papan, dan kesehatan, serta lingkungan dibedakan menjadi lima fungsi : 1. Fungsi fisik kawasan mangrove adalah sebagai berikut : a. Menjaga garis pantai agar tetap stabil. b. Melindungi pantai dan tebing sungai dari proses erosi atau abrasi, serta menahan atau menyerap tiupan angin kencang dari laut ke darat.

16 c. Menahan sedimen secara periodik sampai terbentuk lahan baru. d. Kawasan penyangga proses intrusi atau rembesan air laut ke darat, atau sebagai filter air asin menjadi tawar. 2. Fungsi kimia kawasan mangrove adalah sebagai berikut : a. Tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan oksigen. b. Penyerap karbondioksida. c. Pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri dan kapal-kapal di lautan. 3. Fungsi biologis kawasan mangrove adalah sebagai berikut : a. Penghasil bahan pelapukan yang merupakan sumber makanan penting bagi invertebrata kecil pemakan bahan pelapukan (detritus), yang kemudian berperan sebagai sumber makanan bagi hewan yang lebih besar. b. Kawasan pemijah atau asuhan (nursery ground) bagi udang, ikan, kepiting, kerang dan sebagainya. c. Kawasan untuk berlindung, bersarang, serta berkembang biak bagi burung dan satwa lain. d. Sumber plasma nutfah atau sumber genetika. e. Habitat alami bagi berbagai jenis biota darat dan laut lainnya. 4. Fungsi ekonomi kawasan mangrove adalah sebagai berikut : a. Penghasil kayu, misalnya kayu bakar, arang, serta kayu untuk bahan bangunan dan perabot rumah tangga. b. Penghasil bahan baku industri, misalnya pulp, kertas, tekstil, makanan, obatobatan, alkohol, penyamak kulit, kosmetika, dan zat warna.

17 c. Penghasil bibit ikan, udang, kerang, kepiting, telur burung, dan madu. 5. Fungsi lain (wanawisata) kawasan mangrove adalah sebagai berikut : a. Kawasan wisata alam pantai dengan keindahan vegetasi dan satwa, serta berperahu di sekitar mangrove. b. Tempat pendidikan, konservasi, dan penelitian.