BAB I PENDAHULUAN. Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Bayi menurut WHO ( World Health Organization) (2015) pada negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. A. Analisis Hasil Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi September hingga

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan ekstrauterin. Secara normal, neonatus aterm akan mengalami

INOVASI TERKAIT HIPERBILIRUBINEMIA

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90 persen.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikterus neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada perawatan bayi baru lahir normal, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. Ikterus merupakan perubahan warna kuning pada kulit, jaringan mukosa,

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari

Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter?

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta

ASUHAN HIPERBILIRUBIN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bilirubin merupakan produk dari sejumlah destruksi normal dari sirkulasi eritrosit dimana

HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura

Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme

HUBUNGAN ANTARA INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA INDUKSI

BAB IV PEMBAHASAN A. PENGKAJIAN PERTAMA (11 JUNI 2014) obyektif serta data penunjang (Muslihatun, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan, perkembangan otak dan pertumbuhan bayi. 9

HUBUNGAN BERAT LAHIR DENGAN KEJADIAN IKTERIK PADA NEONATUS TAHUN 2015 DI RSUD. DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

Pengertian. Bayi berat lahir rendah adalah bayi lahir yang berat badannya pada saat kelahiran <2.500 gram [ sampai dengan 2.

C. Pengaruh Sinar Fototerapi Terhadap Bilirubin Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan dilaporkan oleh seorang perawat di

MODUL FOTOTERAPI PADA BAYI NSA419. Materi Fototerapi Pada Bayi. Disusun Oleh Ns. Widia Sari, M. Kep. UNIVERSITAS ESA UNGGUL Tahun 2018

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA BAYI BARU LAHIR 0-7 HARI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns AKPER HKBP BALIGE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbentuk akibat terbukannya cincin karbon- dari heme yang berasal dari

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG IKTERUS FISIOLOGIS PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN ABSTRAK

BAB VI PEMBAHASAN. pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94

SINDROM DOWN HIPERBILIRUBINEMIA

BAB I PENDAHULUAN. yang sering dihadapi tenaga kesehatan terjadi pada sekitar 25-50% bayi

BAB I PENDAHULUAN. pelatihan medik maupun paramedik serta sebagai pelayanan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan Anak, khususnya

Hubungan Pendidikan Kesehatan dengan Kejadian Hiperbilirubinemia di Rumah Sakit.

BAB Ι PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan suatu proses fisiologis yang terjadi pada setiap

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan neonatal harus dimulai sebelum bayi dilahirkan

HUBUNGAN USIA GESTASI DAN JENIS PERSALINAN DENGAN KADAR BILIRUBINEMIA PADA BAYI IKTERUS DI RSUP NTB. Syajaratuddur Faiqah

TATALAKSANA FOTOTERAPI PADA BAYI KURANG BULAN. Roro Kurnia Kusuma W

BAB I PENDAHULUAN. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bilirubin Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin dalam proses pemecahan

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat rendah (BBLSR) yaitu kurang dari 1000 gram juga disebut sebagai

PENGARUH PERAWATAN BAYI LEKAT TERHADAP PENINGKATAN BERAT BADAN PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN IKTERUS NEONATORUM DI RUANG RAWATAN KEBIDANAN RSI. SITI RAHMAH PADANG TAHUN Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gr disebut low birth weight infant (berat

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi diperlukan manusia Indonesia yang berkualitas untuk dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berat badan pada neonatus cenderung menurun secara fisiologis karena

BAB 1 PENDAHULUAN. kejang pada bayi baru lahir, infeksi neonatal. 1 Hiperbilirubinemia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bulan, 80% anak meninggal terjadi saat umur 1-11 bulan. 1 Menurut profil

BAB I PENDAHULUAN. terjadi adalah adanya perubahan berat badan pada neonatus. 2

METABOLISME BILIRUBIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. retikuloendotelial. Neonatus akan memproduksi bilirubin dua kali lipat dari

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui pengetahuan yang baik tentang pentingnya dan manfaat kolostrom

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak khususnya bidang nutrisi,

STUDI KOMPARATIF KADAR BILIRUBIN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN FOTOTERAPI YANG DIBERIKAN ASI ESKLUSIF DAN NON ESKLUSIF DI RST MALANG ABSTRAK

Hubungan antara Apgar Score Dengan Ikterus Neonatorum Fisiologis di RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung Tahun 2014

BULAN. Oleh: J DOKTER

MENGAPA IBU HARUS MEMBERIKAN ASI SAJA KEPADA BAYI

BAB I PENDAHULUAN. tahun yang dinyatakan dalam kelahiran hidup pada tahun yang sama. kematian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. jam pertama kelahiran atau sering disebut dengan inisiasi menyusu dini. berdampak psikologis pada ibu dan bayi (Roesli, 2008).

Diterbitkan melalui:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertumbuhan Berat Badan Setelah Lahir. a. Pertumbuhan berat badan

Written by Administrator Sunday, 07 August :30 - Last Updated Wednesday, 07 September :03

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN

BAB I PENDAHULUAN. minggu atau berat badan lahir antara gram. Kejadiannya masih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai dengan 4000 gram, lahir langsung menangis, dan tidak ada. kelainan kongenital (cacat bawaan) yang berat (Kosim, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (WHO, 2011). Angka kematian neonatal sejak lahir sampai usia

BAB IV METODE PENELITIAN. khususnya subbagian Perinatologi. Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP/ RS

HUBUNGAN FREKUENSI PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA BBL 2-10 HARI DI BPM N PADANG PANJANG TAHUN Rulfia Desi Maria, 2 Suci Rahmadeni

BAB VI PEMBAHASAN. Banyak faktor dapat mempengaruhi terjadinya diare berulang pasca

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan, merupakan penyakit saluran cerna pada neonatus, ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB III METODE PENELITIAN. sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2010). Variabel bebas yang. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr Moewardi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diabetes, penyakit lupus, atau mengalami infeksi. Prematuritas dan berat lahir

KASUS III. Pertanyaan:

3. Potensial komplikasi : dehidrasi. 3. Defisit pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang menjadi dambaan

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap penyakit dan kondisi hidup yang tidak sehat. Oleh sebab itu,

BAB I PENDAHULUAN. dengan melibatkan individu secara total, melibatkan keseluruhan status

BAB I PENDAHULUAN. dari 14 tahun. Kasus SN lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan

KEJADIAN HIPERBILIRUBIN AKIBAT INKOMPATIBILITAS ABO. Dwi Anita Apriliastuti Akbid Estu Utomo Boyolali

FAKTOR-FAKTOR PADA IBU BERSALIN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERBILLIRUBIN PADA BAYI BARU LAHIR DI RUMAH SAKIT DUSTIRA CIMAHI TAHUN 2009

BAB VI PEMBAHASAN. Pengaruh jenis kelamin terhadap frekuensi defekasi masih kontroversial.

PENGETAHUAN 1. Apakah ibu tahu apa yang dimaksud dengan ASI eksklusif? a. Ya b. Tidak 2. Apa yang dimaksud dengan ASI eksklusif? a.

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan generasi yang sehat, cerdas, dan taqwa merupakan tanggung

HUBUNGAN INISIASI MENYUSU DINI DENGAN IKTERUS NEONATORUM DI RSUD WATES YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

LBM 1 Bayiku Lahir Kecil

PROFESI Volume 10 / September 2013 Februari 2014

Hubungan Jenis Persalinan dan Prematuritas dengan Hiperbilirubinemia di RS Persahabatan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di dalam sisitem retikuloendotelial. Mayoritas bilirubin diproduksi dari protein yang mengandung heme dalam sel darah merah (Paulette, 2003). Kadar bilirubin serum normal pada bayi baru lahir < 2 mg/dl. Pada konsentrasi > 5 mg/dl bilirubin akan tampak secara klinis berupa pewarnaan kuning, terutama pada permukaan kulit. Peningkatan bilirubin merupakan masalah yang sering dijumpai pada bayi baru lahir, dimana terjadi peralihan transisi normal atau fisiologis yang lazim terjadi pada 60 % pada bayi cukup bulan dan 80 % pada bayi kurang bulan (Cohen, 2006; dalam Lowdermilk, 2010). Pemakaian istilah hiperbilirubinemia digunakan untuk menggambarkan suatu kondisi jumlah bilirubin yang berlebihan dalam darah dan ditandai dengan adanya jaundice atau ikterus yang merupakan warna kekuningan pada kulit, sklera, dan kuku (Hockenberry & Wilson, 2007). Istilah ikterik lebih mengacu kepada gambaran klinis berupa pewarnaan kuning. Pewarnaan kuning ini timbul sebagai akibat dari akumulasi bilirubin tak terkonjugasi dalam darah bayi baru lahir (Wong, 2004). Terdapat beberapa perbedaan angka kejadian hiperbilirubinemia di beberapa negara. Bayi baru lahir menderita hiperbilirubinemia fisiologis dalam minggu pertama kehidupan sebanyak 65 % di Amerika serikat pada tahun 1

2 1998, di Malaysia sebanyak 75 %. Di Indonesia sendiri kejadian hiperbilirubinemia fisiologis pada bayi cukup bulan di beberapa rumah sakit pendidikan berbeda-beda. Data di Rumah Sakit Kariadi Semarang tahun 2003 kejadian hipebilirubinemia fisiologis sebanyak 78 %, pada Rumah Sakit Umum Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003 melaporkan sebanyak 23,8 % bayi baru lahir memiliki kadar bilirubin darah di atas 13 mg/dl. Data Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sutomo Surabaya menyebutkan ada 9,8 % kejadian hiperbilirubinemia (2002) dan meningkat jadi 15,66 % pada tahun 2003 (Moeslichan, dkk. 2004). Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya kasus hiberbilirubinemia pada bayi baru lahir, baik dari faktor ibu maupun dari si bayi sendiri. Pada kondisi dan faktor bayi diantaranya terjadinya peningkatan produksi bilirubin akibat dari inkomtabilitas darah fetomaternal, penghancuran Haemoglobin (Hb), peningkatan sirkulasi enterohepatik, maupun obstruksi hepatik itu sendiri (Sukadi, 2008). Untuk mengetahui kondisi bilirubin pada bayi baru lahir dapat dilakukan dengan pemeriksaan kadar serum bilirubin dalam darah pada bayi hiperbilirubinemia. Selain itu dapat juga dengan memakai sistim pengukuran Skala Kramer, yaitu dengan cara melihat dan menekan jari telunjuk pada bagian-bagian ekstremitas dari bayi yang terlihat ikterik dengan urutan sefalokaudal. Kramer menemukan kadar indirek serum sebagai perkembangan ikterik, kepala dan leher = 4-8 mg/dl, tubuh sebelah atas = 5-12 mg/dl, tubuh sebelah bawah dan paha = 8-16 mg/dl, lengan dan tungkai bawah = 11-18

3 mg/dl, telapak tangan dan telapak kaki jika > 15 mg/dl, walaupun demikian jika kadar bilirubin > 15 mg/dl seluruh tubuh akan terlihat ikterik (Martiza, 2010). Hiperbilirubunemia fisiologis tidak memerlukan penanganan yang khusus, kecuali pemberian minum yang sering dan sedini mungkin dengan jumlah cairan dan kalori yang mencukupi. Pemberian minum sedini mungkin akan meningkatkan motalitas usus dan juga menyebabkan bakteri diintroduksi ke usus. Bakteri dapat mengubah bilirubin direk menjadi urobilin yang tidak dapat diabsorbsi kembali, sehingga kadar bilirubin serum akan turun (Surasmi, 2003). ASI adalah makanan terbaik bagi bayi baru lahir. ASI merupakan makanan yang paling sempurna, bersih dan mengandung antibodi yang sangat penting, dan nutrisi yang tepat (Chumbley, 2004 ; dalam Hardiningsih, 2009). ASI merupakan makanan yang sesuai untuk bayi karena mengandung semua zat-zat yang dibutuhkan bagi pertumbuhan serta perkembangan bayi dan juga mengandung zat-zat yang dapat melindungi bayi terhadap penyakit infeksi (Hardiningsih, 2009). Pada bayi yang mendapat ASI terdapat dua bentuk neonatal jaundice yaitu early (berhubungan dengan breastfeeding) dan late (berhubungan dengan breast milk jaundice). Bentuk early onset diyakini berhubungan dengan proses pemberian minum ASI yang tidak adekuat dan buruknya pemasukan cairan yang menyebabkan tertundanya pengeluaran mekonium pada neonatus, hal tersebut akan meningkatkan sirkulasi enterohepatik. Bentuk late onset diyakini

4 dipengaruhi oleh kandungan ASI ibu yang mempengaruhi proses konjugasi dan ekskresi. Penyebab late onset tidak diketahui, tetapi telah dihubungkan dengan adanya faktor spesifik dari ASI yaitu : 2α 20β pregnanediol yang mempengaruhi aktifitas enzim uridine diphospate glucuronosyl transferase (UDPG-T) atau pelepasan billirubin konjugasi dari hepatosit, peningkatan aktifitas lipoprotein lipase yang kemudian melepaskan asam lemak bebas ke dalam usus halus, penghambatan konjugasi akibat peningkatan asam lemak unsaturated, atau β-glukorunidase atau adanya faktor lain yang mungkin menyebabkan peningkatan jalur enterohepatik ( Sukadi, 2008 ). Selain itu bayi yang mendapat ASI kemungkinan mempunyai kadar bilirubin yang tinggi dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu formula pada minggu pertama kehidupannya. Hal ini dapat disebabkan kurangnya pemasukan ASI disertai dehidrasi atau kurangnya pemasukan kalori. Memberi tambahan air gula pada bayi yang minum ASI dihubungkan dengan kadar bilirubin yang lebih tinggi, sebagian disebabkan oleh menurunnya densitas ASI yang tinggi kalori. Frekuensi yang sering (>10 kali dalam 24 jam ), lamanya menyusui, rooming in menyusui pada malam hari dan menghindari penambahan dekstrose 5 % atau air dapat mengurangi insiden ikterus awal karena ASI (Nelson, 2005) Penelitian yang dilakukan Tazami, Mustarim, Syah (2013) diketahui bahwa angka kejadian hiperbilirubinemia meningkat pada neonatus jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan, meningkat pada kasus neonatus dengan preterm dibandingkan dengan neonatus aterm, dan pemberian ASI yang

5 kurang dari 8 kali/hari (72 % ) di bandingkan dengan frekuensi menyusui ASI yang lebih dari 8 kali/hari (27,9 % ). Itu menunjukkan bahwa frekuensi menyusui ASI ikut mempengaruhi terjadinya hiperbilirubinemia termasuk juga lama menyusui ASI. Dari studi pendahuluan yang penulis lakukan pada tanggal 10-11 September 2013 di ruangan Perinatologi RSUP. Dr. M.Djamil Padang, diketahui bahwa kasus bayi dengan hiperbilirubinemia termasuk dalam 4 besar kasus terbanyak dijumpai. Hiperbilirubinemia ini menduduki no 4 setelah RDS (Respiratory Distress Syndrom), BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah), dan asfeksia. Dari hasil observasi terhadap 10 bayi hiperbilirubinemia fisiologis yang dirawat, 60 % dengan derajat ikterik III dan 40 % ada pada kategori derajat IV dengan total serum bilirubin berkisar antara 12-16 mg %/dl. Lebih lanjut dari wawancara dengan 10 orang ibu bayi tersebut, 6 orang ibu memberikan ASI dan kolostrum pada bayinya, 2 orang ibu tidak memberikan kolostrum, 2 orang ibu memberikan ASI dengan tambahan susu formula. Frekuensi menyusui rata-rata 6-7 kali sehari selama 20 menit, dimana ada 6 orang ibu memberi ASI dengan kedua payudara, dan ada 2 orang ibu memberikan ASI hanya sebelah payudara saja tanpa bergantian, dan ada 2 orang ibu yang memberikan ASI dengan frekuensi 8 kali sehari selama 30 menit dan bergantian payudara kanan dan kiri. Ibu yang tidak memberikan kolostrum mengatakan bahwa kolostrum mereka adalah ASI basi yang harus dibuang. Pada ibu yang memberikan susu formula mengatakan merasa sudah memberikan ASI kepada bayinya dengan baik, tetapi kadang-kadang masih

6 saja bayi mereka rewel dan sering menangis, sehingga mereka menambahkan susu formula pada bayi mereka, meskipun dirasa sudah sering menyusui bayinya tetapi mereka heran mengapa masih saja bayi mereka menjadi kuning. Melihat hal tersebut diatas peneliti ingin mengetahui lebih lanjut mengenai hubungan keefektifan pemberian ASI dengan derajat ikterik bayi hiperbilirubunemia fisiologis di ruangan Perinatologi RSUP. Dr. M. Djamil Padang tahun 2014. B. Rumusan Masalah Pemberian minum dengan segera dan adekuat setelah bayi lahir dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kejadian hiperbilirubinemia fisiologis pada bayi baru lahir, terutama pemberian ASI yang merupakan nutrisi penting. Berdasarkan keadaan tersebut penulis merumuskan masalah penelitian ini adalah bagaimanakah hubungan pemberian ASI terhadap derajat ikterik pada bayi hiperbilirubinemia fisiologis di ruangan Perinatologi RSUP. Dr. M. Djamil Padang tahun 2014? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan keefektifan pemberian ASI dengan derajat ikterik pada bayi hiperbilirubinemia fisiologis yang dirawat di ruangan Perinatologi RSUP. Dr. M. Djamil Padang tahun 2014.

7 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya distribusi frekuensi keefektifan pemberian ASI pada bayi hiperbilirubunemia fisiologis yang dirawat di ruangan Perinatologi RSUP. Dr. M. Djamil Padang tahun 2014. b. Diketahuinya distribusi frekuensi derajat ikterik bayi hiperbilirubinemia fisiologis yang dirawat di ruangan Perinatologi RSUP. Dr. M. Djamil Padang tahun 2014. c. Diketahuinya hubungan distribusi frekuensi keefektifan pemberian ASI dengan distribusi frekuensi derajat ikterik bayi hiperbilirubinemia fisiologis yang dirawat di ruangan Perinatologi RSUP. Dr. M. Djamil Padang tahun 2014. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai hubungan keefektifan pemberian ASI terhadap derajat ikterik, serta memberikan pengalaman yang berguna bagi peneliti untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama pendidikan. 2. Bagi Insitusi Rumah Sakit Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan data dan informasi bagi petugas tentang pentingnya pendidikan kesehatan terkait pentingnya ASI pada ibu-ibu hamil dan menyusui, khususnya

8 perawat Perinatologi RSUP. Dr. M. Djamil Padang dalam meningkatkan pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan hiperbilirubinemia fisiologis. 3. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan menambah jumlah penelitian dalam bidang ilmu keperawatan, terutama llmu keperawatan anak. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Dapat digunakan oleh pihak lain sebagai bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.