BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Keagenan Teori keagenan merupakan teori yang menjelaskan adanya konflik antara manajemen selaku agen dengan pemilik selaku principal. Jensen dan Meckling (1976) dalam Badjuri (2011), menggambarkan hubungan agensi sebagai suatu kontrak antara satu atau lebih principal yang melibatkan agen untuk melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan melakukan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Principal ingin mengetahui segala informasi termasuk aktivitas manajemen, yang terkait dengan investasi atau dananya dalam perusahaan. Hal ini dilakukan dengan meminta laporan pertanggungjawaban pada agen (manajemen). Berdasarkan lapo ran tersebut principal menilai kinerja manajemen. Tetapi yang sering kali terjadi adalah kecenderungan manajemen untuk melakukan tindakan yang membuat laporannya kelihatan baik, sehingga kinerjanya dianggap baik. Dalam teori keagenan auditor sebagai pihak ketiga membantu memahami konflik kepentingan yang muncul antara principal dan agen. Auditor independen dapat menghindarkan terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen. Taylor (1997) dalam Sari dan Sudana (2013) mengatakan bahwa auditor tidak seharusnya memihak pihak manapun. Auditor tidak hanya berkewajiban untuk jujur kepada manajemen dan pemilik
perusahaan, namun juga pihak lain yangmenaruh kepercayaan atas pekerjaan auditor. 2.1.2. Teori Atribusi Teori atribusi mempelajari proses bagaimana seseorang menginterpretasikan suatu peristiwa, alasan, atau sebab perilakunya (Suartana, 2010). Teori ini mengacu tentang bagaimana seseorang menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau dirinya sendiri yang akan ditentukan apakah dari internal misalnya sifat, karakter, sikap, dan lain-lain ataupun eksternal misalnya tekanan situasi atau keadaan tertentu yang akan memberikan pengaruh terhadap perilaku individu (Ayuningtyas, 2012). Situasi disekitarnya yang menyebabkan perilaku seseorang dalam persepsi sosial yang disebut dengan dispositional attributions dan situational attributions (Gordon and Graham, 2006).Dispositional attributions atau penyebab internal yang mengacu pada aspek perilaku individual yang ada dalam diri seseorang seperti keperibadian, persepsi diri, kemampuan, motivasi sedangkan situational attributions atau penyebab eksternal yang mengacu pada lingkungan sekitar yang dapat mempengaruhi perilaku, seperti kondisi sosial, nilai-nilai sosial, dan pandangan masyarakat. Pada penelitian ini peneliti menggunakan teori atribusi karena peneleti ingin mengetahui dampak dari karakteristik personal auditor terhadap kualitas audit. Karakterisitk personal auditor merupakan salah satu penentu terhadap kualitas audit yang akan dilakukan karena merupakan suatu faktor internal yang mendorong seorang auditor untuk melakukan suatu aktivitas.
2.1.3. Auditing Mulyadi (2011:9) auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mangenai pernyataanpernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan (Arens et al 2008).Halim (2008:1) mengemukakan bahwa auditing merupakan proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi tentang tindakan maupun kejadian ekonomi untuk menentukan apakah asersi tersebut telah sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan dan selanjutnya disampaikan kepada para pengguna laporan yang berkepentingan. Auditing merupakan pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen. 2.1.4. Due Professional Care Menurut (Singgih, 2010) due professional care memiliki arti kemahiran professional yang cermat dan seksama, kecermatan dan keseksamaan dalam penggunaan kemahiran profesional menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional. Due professional care menyangkut dua aspek, yaitu skeptisme profesional dan keyakinan yang memadai (Mansur, 2007).
Louwers, et al (2008) mengungkapkan auditor yang tidak menggunakan sikap due professional care cenderung gagal dalam mengungkapkan penipuan dalam penyajian laporan keuangan perusahaan. Penggunaan due profrssional care memungkinkan auditor untuk mendapatkan keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan. 2.1.5. Pengalaman Auditor Pengalaman merupakan atribut yang sangat penting yang harus dimiliki auditor. Pengalaman auditor yang dimaksud disini adalah pengalaman auditor dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu ataupun banyaknya penugasan yang pernah dilakukan. Mulyadi (2011), jika seorang memasuki karier sebagai akuntan publik, ia harus lebih dulu mencari pengalaman profesi dibawah pengawasan akuntan senior yang lebih berpengalaman. Knoers dan Haditono (1999) dalam Asih (2006 :12) mengatakan bahwa pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan penambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa juga diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Menurut Horngren (2001:40) Pengalaman auditor merupakan ukuran tentang lama waktu dan masa kerjanya yang telah dilalui seseorang dalam memahami tugas-tugas pekerjaannya dengan baik. Penelitian yang dilakukan Bonner (1990) menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai spesifik tugas dapat meningkatkan kinerja auditor berpengalaman. Pengetahuan auditor tentang audit akan semakin berkembang dengan
bertambahnya pengalaman bekerja. Pengalaman kerja akan meningkat seiring dengan semakin meningkatnya kompleksitas kerja. Nataline (2007), menyatakan bahwa pengalaman auditor (lebih dari 2 tahun) dapat menentukan profesionalisme, kinerja, komitmen terhadap organisasi, serta kualitas auditor melalui pengetahuan yang diperolehnya dari pengalaman melakukan audit. Menurut pendapat Tubbs (199 2) dalam Putri Noviyani (2002 : 483) jika seorang auditor berpengalaman, maka. 1) Auditor menjadi sadar terhadap lebih banyak kekeliruan 2) Auditor memiliki salah pengertian yang lebih sedikit tentang kekeliruan 3) Auditor menjadi sadar mengenai kekeliruan yang tidak lazim 4) Hal-hal yang terkait dengan penyebab kekeliruan departemen tempat terjadinya kekeliruan dan pelanggaran serta tujuan pengendalian internal menjadi relatif lebih menonjol Libby dan Frederick (1990) menemukan bahwa auditor yang lebih berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik atas laporan keuangan sehingga keputusan yang diambil bisa lebih baik. Pengalaman merupakan salah satu hal penting, sehingga tidak mengherankan apabila cara memandang dan menanggapi informasi yang diperoleh selama melakukan pemeriksaan antara auditor berpengalaman dengan yang kurang berpengalaman akan jauh berbeda, demikian juga dalam mengambil keputusan dalam tugasnya. Purnamasari (2005) memberikan kesimpulan yaitu seorang auditor yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal diantaranya: 1) mendeteksi kesalahan, 2) memahami kesalahan dan 3) mencari penyebab
munculnya kesalahan.salah satu faktor penentu dalam mengidentifikasi kesalahan dalam proses analitis adalah pengalaman auditor (M archant, 1989).Auditor yang memiliki pengalaman dan lama masa kerja akan dapat menciptakan kualitas audit yang baik (Rahmatika, 2011). 2.1.6. Kualitas Audit Menurut Goetsh and Davis dalam (Rinta, 2008) kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi yang memenuhi atau melebihi harapan.menurut De Angelo dalam Alim, dkk,(2007) mendefinisikan kualitas audit sebagai probabilitas bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran. Kane dan Velury (2005), mendefinisikan kualitas audit sebagai kapasitas auditor eksternal untuk mendeteksi terjadinya kesalahan material dan bentuk penyimpangan lainnya.kualitas ini harus dibangun sejak awal pelaksanaan audit hingga pelaporan dan pemberian rekomendasi (Hidayat, 2011). Berbagai pandangan tentang kualitas audit dikemukakan oleh para ahli, De Angelo (1981) dalam Restu dan Nastia (2013) menyatakan bagaimana seorang auditor akan menemukan lalu melaporkan penyimpangan yang ditemui saat pemeriksaan laporan keuangan. Menurut Rosnidah (2010) dalam Restu dan Nastia (2013) adalah pelaksanaan audit yang dilakukan sesuai dengan standar sehingga mampu mengungkapkan dan melaporkan apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan klien.de Angelo dalam Kusharyanti (20 03) mendefinisikan kualitas audit sebagai kemungkinan dimana seorang auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi kliennya.
Kemungkinan dimana auditor akan menemukan salah saji tergantung pada kualitas pemahaman auditor (kompetensi) sementara tindakan melaporkan salah saji tergantung pada independensi auditor.bila auditor dapat menyelesaikan pekerjaannya secara professional, maka kualitas audit akan mendapatkan hasil yang terjamin karena kualitas audit merupakan keluaran utama dari profesionalisme. Kualitas audit yang baik akan dihasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan. 2.2. Hipotesis Penelitian 2.2.1 Pengaruh Due Professional Care terhadap Kualitas Audit Dewasa ini persaingan dunia usaha semakin ketat, termasuk persaingan dalam bisnis jasa akuntan publik. Agar dapat bertahan di tengah persaingan yang ketat, masing-masing Kantor Akuntan Publik harus dapat menghimpun klien sebanyak mungkin namun Kantor Akuntan Publik tersebut juga harus memperhatikan kualitas kerjanya, sehingga selain dapat menghimpun klien sebanyak mungkin, kantor tersebut juga dapat semakin dipercaya oleh masyarakat luas. Jika kualitas kerja terus dipertahankan bahkan ditingkatkan oleh KAP, maka jasa yang dihasilkan juga akan berkualitas tinggi. Untuk meningkatkan mutu dari kualitas audit maka seorang auditor harus mematuhi syarat dasar untuk menjadi auditor dimana auditor harus menerapkan sikap due professional care dan melaksanakan prinsip etika auditor dalam melakukan audit agar hasil dari audit suatu laporan keuangan dapat dipercaya dan berkualitas (Komang, 2012).Due professional care perlu diperhatikan oleh seorang akuntan
publik karena merupakan syarat diri yang penting untuk di implementasikan dalam pekerjaan audit (Badjuri, 2011). Due professional care memiliki arti kemahiran profesional yang cermat dan seksama. Singgih dan Bawono (2010) menyatakan bahwa due professional care merupakan hal yang penting yang harus diterapkan setiap akuntan publik dalam melaksanakan pekerjaan profesionalnya agar dicapai kualitas audit yang memadai. Hal ini senada dengan penelitian Nirmala dan Cahyonowati (2013) yang menyatakan bahwa auditor yang dapat mengimplementasikan due professional care dalam pekerjaan auditnya dengan baik, maka hasil audit yang dihasilkan akan semakin berkualitas. Rahman (2009) meneliti tentang pengaruh kompetensi, independensi, dan due profesional care terhadap kualitas audit. Hasilnya adalah ketiga variabel independen tersebut berpengaruh terhadap kualitas audit. Selain itu, variabel yang paling berpengaruh terhadap kualitas audit adalah due profesional care. Oleh karena itu, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H 1 : Due Professional Care berpengaruh terhadap kualitas audit. 2.2.2. Pengalaman Kerja Memoderasi Pengaruh Due Professional Care terhadap Kualitas Audit Menurut Taufik (2008) seseorang dengan lebih banyak pengalaman dalam suatu bidang memiliki lebih banyak hal yang tersimpan dalam ingatannya dan dapat mengembangkan suatu pemahaman yang baik mengenai peristiwaperistiwa.bernardi (1994) menyatakan bahwa pengalaman merupakan faktor yang
mempengaruhi kemampuan prediksi dan deteksi auditor. Klien akan puas dengan pekerjaan akuntan publik jika akuntan publik memiliki pengalaman melakukan audit, responsive dan melakukan pekerjaan dengan tepat dan sebagainya (Christiawan, 2002). Maka dengan adanya pengalaman kerja yang semakin lamadiharapkan auditor dapat semakin baik dalam pendeteksian salah saji atau kecurangan yang terjadi.menurut Badjuri (2011) pengalaman kerjatelah dipandang sebagai suatu faktor penting dalam memprediksi kinerja auditor,dalam hal ini yaitu kualitas audit. Auditor harus secara terus menerus mengikuti perkembangan yang terjadi dalam bisnis dan profesinya.choo dan Trotman (1991) menyatakan bahwa auditor berpengalaman lebih banyak menemukan suatu keselahan dibandingkan dengan auditor yang kurang berpengalaman. Menurut Bawono dan Singgih (2010) due profesional care memiliki arti kemahiran profesional yang cermat dan seksama. Pemeriksa harus memperhatikan prinsip-prinsip layanan atas kepentingan publik serta memelihara integritas,objektivitas,dan independensi dalam menerapkan kemahiran profesionalnya serta mewajibkan pemeriksa melaksanakan pemeriksaannya berdasarkan Standar Pemeriksaan. Terdapat standar umum pemeriksaan kemahiran profesional menuntut pemeriksa untuk melaksanakan skeptisme profesional, yaitu sikap auditor yang berpikir kritis terhadap bukti audit yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi terhadap bukti audit tersebut. Pemeriksa menggunakan pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang dituntut oleh profesinya untuk melaksanakan pengumpulan bukti dan evaluasi objektif mengenai kecukupan, kompetensi dan relevansi bukti.
Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama atau due professional care memungkinkan auditor memperoleh keyakinan yang memadai bahwa salah saji material atau ketidak akuratan yang signifikan dalam laporan akan terdeteksi sehingga akan menghasilkan laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan ataupun kecurangan. Herdiningsih dan Oktaviani (2012) membuktikan bahwa due professional care berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit. Dalam hal ini auditor yang profesional, cermat dan hati-hati dalam melakukan pertimbangan serta selalu menjaga etika akan dapat menghasilkan kualitas audit yang tinggi. Selamet (2012) menyimpulkan pengalaman kerja berengaruh terhadap kualitas audit.semakin banyak pengalaman kerja yang dimiliki oleh audito rmaka akan semakin baik kualitas hasil audit yang dihasilkan. Hal ini didukung dengan adanya penelitian Nugraha (2013) yang menunjukan bahwa due professional care berpengaruh terhadap kualitas audit. Menurutnya kemahiran profesional dan keyakinan yang memadai atas bukti yang ditemukan akan membantu auditor dalam melaksanakan audit. Berdasarkan penjelasan diatas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H 2 : pengalaman kerja memoderasi pengaruh due professional care pada kualitas audit