DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 437 K/30/MEM/2003 TENTANG

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI NOMOR : /39/600.

BAB VII PEMERIKSAAN & PENGUJIAN INSTALASI PEMANFAATAN TEGANGAN RENDAH

AKREDITASI DAN SERTIFIKASI KETENAGALISTRIKAN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SKEMA PSK TERSEBAR ecil Teknologi

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR... TAHUN... TENTANG KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN

- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG INSTALASI PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK TEGANGAN RENDAH

2017, No Nomor 23 Tahun 2014, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Tingkat Mutu Pelayanan dan Biaya yang T

LAPORAN INSPEKSI PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK PLTU BANTEN 1 X 660 MW (PT. LESTARI BANTEN ENERGI) 27 FEBRUARI - 1 MARET 2017

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEDOMAN TEKNIS USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dan Pasal 1

2016, No Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 33 Tahun 2014 ten

PELAKSANA INSPEKSI KETENAGALISTRIKAN (PIK)

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 2052 K/40/MEM/2001 TENTANG STANDARDISASI KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA AKREDITASI DAN SERTIFIKASI KETENAGALISTRIKAN

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 815 K/30/MEM/2003 TENTANG

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 0027 TAHUN 2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1094 K/30/MEM/2003 TENTANG STANDAR LATIH KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 1693 K/34/MEM/2001 TANGGAL 22 JUNI 2001 TENTANG PELAKSANAAN PABRIKASI PELUMAS DAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Standar Nasional Indonesia. Pemutus Sirkit. Proteksi Arus. Rumah Tangga.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2012, No.28 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Usaha penyediaan tenaga listrik adalah pengadaan te

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1187 K/30/MEM/2002 TENTANG

Regulasi Keteknikan Di Bidang Ketenagalistrikan

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEWENANGAN BIDANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 34); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR: 1122 K/30/MEM/2002 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

LAPORAN INSPEKSI PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK PLTU BANTEN 1 X 660 MW (PT. LESTARI BANTEN ENERGI) 27 FEBRUARI - 1 MARET 2017

PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK UNTUK KEPENTINGAN SENDIRI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Permohonan Izin. Pemanfaatan Tenaga Listrik. Telekomunikasi. Tata Cara. Pencabutan.

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

TATA CARA PERIZINAN USAHA JASA PENUNJANG TENAGA LISTRIK

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI

PENGUJIAN TAHANAN ISOLASI INSTALASI LISTRIK. Lembar Informasi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI,

KELAIKAN OPERASI INSTALASI TENAGA LISTRIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2012 TENTANG USAHA JASA PENUNJANG TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2012 TENTANG USAHA JASA PENUNJANG TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN INSPEKSI PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK PLTU BANTEN 1 X 660 MW (PT. LESTARI BANTEN ENERGI) 27 FEBRUARI - 1 MARET 2017

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA

2 Menetapkan: 2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembar

Prinsip Dasar dan Regulasi Ketenagalistrikan. Toha Ardi Nugraha

PENATAAN DAN PENYEDERHANAAN REGULASI SUB SEKTOR KETENAGALISTRIKAN

BUPATI BANGKA TENGAH

TUGAS MAKALAH INSTALASI LISTRIK

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 048 Tahun 2006 TENTANG

Satellite SISTEM PENTANAHAN MARYONO, MT

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 2 TAHUN 2001 T E N T A N G TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT TIPE ALAT DAN PERANGKAT TELEKOMUNIKASI

MENGENAL ALAT UKUR. Amper meter adalah alat untuk mengukur besarnya arus listrik yang mengalir dalam penghantar ( kawat )

GUBERNUR LAMPUNG. DENGAN RAHMAT TUHAl'f YANG MARA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1273 K/30/MEM/2002 TENTANG KOMISI AKREDITASI KOMPETENSI KETENAGALISTRIKAN

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor :

MEMUTUSKAN: BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

5. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANDAILING NATAL NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III SISTEM PROTEKSI DENGAN RELAI JARAK. terutama untuk masyarakat yang tinggal di kota-kota besar. Kebutuhan tenaga

bahwa untuk menjamin keselamatan, keamanan, dan

PEDOMAN TEKNIS PELAYANAN IZIN USAHA PENUNJANG TENAGA LISTRIK

KEBIJAKAN STANDARDISASI KETENAGALISTRIKAN DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAVA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAMBANGAN DAN ENERGI DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI

Peraturan Menteri ESDM Nomor 46 Tahun 2017 tentang Standardisasi Kompetensi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,

BAB IX. PROTEKSI TEGANGAN LEBIH, ARUS BOCOR DAN SURJA HUBUNG (TRANSIENT)

WALIKOTA JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

2017, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, T

TENTANG STANDARDISASI KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KHUSUS BIDANG GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA KETENAGALISTRIKAN

Transkripsi:

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI NOMOR 20012/44/600.4/2003 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT LAIK OPERASI INSTALASI TENAGA LISTRIK DIREKTUR JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat (7) Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 437 K/30/MEM/2003 tanggal 11 April 2003 tentang Perubahan Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01 P/40/M.PE/1990 tentang Instalasi Ketenagalistrikan, perlu menetapkan Tata Cara Penerbitan Sertifikat Laik Operasi Instalasi Tenaga Listrik dalam suatu keputusan Direktur Jenderal; Mengingat : 1. UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 (LN Tahun 1999 No. 42, TLN No. 3821); 2. UndangUndang Nomor 20 Tahun 2002 (LN Tahun 2002 No. 94, TLN No. 4226); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 (LN Tahun 1989 No. 24, TLN No. 3394); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1995 (LN Tahun 1995 No. 34, TLN No. 3603); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 (LN Tahun 2000 No. 199, TLN No. 4020); 6. Keputusan Presiden Nomor 11/M Tahun 2001 tanggal 9 Januari 2001; 7. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 437 K/30/MEM/2003 tanggal 11 April 2003; M E M U T U S K A N : Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI TENTANG TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT LAIK OPERASI INSTALASI TENAGA LISTRIK.

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan: 1. Instalasi Tenaga Listrik, Tenaga Listrik, Pemeriksaan Instalasi, Pengujian Instalasi, Penyediaan Tenaga Listrik, Pemanfaatan Tenaga Listrik, Instalasi Penyediaan Tenaga Listrik, Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik, dan Direktur Jenderal adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 437 K/30/MEM/2003 tanggal 11 April 2003. 2. Lembaga Inspeksi adalah lembaga yang melakukan pemeriksaan dan pengujian instalasi penyediaan tenaga listrik dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik tegangan tinggi dan tegangan menengah yang telah diakreditasi oleh lembaga yang berwenang dalam memberikan pengakuan formal untuk memberikan sertifikasi. 3. Lembaga Inspeksi Nirlaba adalah lembaga yang melakukan pemeriksaan dan pengujian instalasi pemanfaatan tenaga listrik tegangan rendah yang telah diakreditasi oleh lembaga yang berwenang dalam memberikan pengakuan formal untuk memberikan sertifikasi. 4. Rekondisi adalah suatu upaya untuk memperbaiki kemampuan instalasi penyediaan tenaga listrik seperti kondisi semula. BAB II INSTALASI PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK Pasal 2 (1) Setiap instalasi penyediaan tenaga listrik wajib memiliki Sertifikat Laik Operasi. (2) Sertifikat Laik Operasi instalasi penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan oleh Lembaga Inspeksi yang telah diakreditasi dan mendapat penugasan dari Direktur Jenderal. (3) Sertifikasi Laik Operasi instalasi penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan terhadap instalasi yang telah: a. selesai dibangun dan dipasang; b. dilakukan pemeliharaan besar (major overhaul); c. dilakukan rekondisi; d. dilakukan perubahan kapasitas; dan e. dilakukan relokasi. Pasal 3 (1) Permohonan Sertifikat Laik Operasi instalasi penyediaan tenaga listrik disampaikan secara tertulis oleh Direksi atau Kuasa Direksi kepada Lembaga Inspeksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan tembusan permohonan disampaikan kepada Direktur Jenderal. (2) Permohonan Sertifikat Laik Operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurangkurangnya dilengkapi dengan data mengenai: a. jenis instalasi (pembangkit, transmisi, gardu induk, jaringan tegangan tinggi, jaringan tegangan menengah, jaringan tegangan rendah, gardu hubung, gardu distribusi);

b. kapasitas daya terpasang (MW, kms, jumlah bay, buah); c. pelaksana pembangunan, pemasangan, dan pemeliharaan; dan d. tahun pembangunan, pemasangan, dan pemeliharaan. (3) Batas waktu pengajuan permohonan Sertifikat Laik Operasi paling lambat 1 (satu) bulan sebelum dilaksanakan pengujian. Pasal 4 (1) Instalasi penyediaan tenaga listrik harus dilakukan pemeriksaan dan pengujian sebelum diberikan Sertifikat Laik Operasi. (2) Pemeriksaan dan pengujian instalasi penyediaan tenaga listrik meliputi pemeriksaan dan pengujian instalasi pembangkitan, transmisi, dan distribusi tenaga listrik. (3) Pemeriksaan dan pengujian instalasi penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan oleh Lembaga Inspeksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2). (4) Pembeli tenaga listrik dapat menunjuk suatu Lembaga Inspeksi lainnya untuk dan atas nama pembeli tenaga listrik melakukan penyaksian (witnessing) terhadap pemeriksaan dan pengujian instalasi penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (3). Pasal 5 (1) Instalasi penyediaan tenaga listrik diperiksa dan diuji dengan mengacu pada Standar Nasional Indonesia di bidang ketenagalistrikan, standar internasional, atau standar negara lain yang tidak bertentangan dengan ISO/IEC. (2) Mata uji (item tests) laik operasi instalasi pembangkitan tenaga listrik adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini. (3) Mata uji (item tests) laik operasi instalasi transmisi dan distribusi tenaga listrik adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Keputusan ini. (4) Hasil pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) dituangkan dalam laporan hasil pemeriksaan dan pengujian. Pasal 6 (1) Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), Lembaga Inspeksi menerbitkan Sertifikat Laik Operasi instalasi penyediaan tenaga listrik. (2) Sertifikat Laik Operasi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. (3) Lembaga Inspeksi wajib mengirimkan tembusan Sertifikat Laik Operasi yang telah diterbitkan kepada Direktur Jenderal.

BAB III INSTALASI PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK Pasal 7 (1) Instalasi pemanfaatan tenaga listrik pelanggan tegangan tinggi, tegangan menengah, dan tegangan rendah wajib memiliki Sertifikat Laik Operasi. (2) Sertifikat Laik Operasi instalasi pemanfaatan tenaga listrik pelanggan tegangan tinggi dan tegangan menengah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan oleh Lembaga Inspeksi yang telah diakreditasi dan mendapat penugasan dari Direktur Jenderal. (3) Sertifikat Laik Operasi instalasi pemanfaatan tenaga listrik pelanggan tegangan rendah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan oleh Lembaga Inspeksi Nirlaba yang telah diakreditasi dan mendapat penugasan dari Direktur Jenderal. Pasal 8 (1) Permohonan Sertifikat Laik Operasi instalasi pemanfaatan tenaga listrik pelanggan tegangan tinggi dan tegangan menengah disampaikan secara tertulis oleh pemilik instalasi kepada Lembaga Inspeksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2). (2) Permohonan Sertifikat Laik Operasi instalasi pemanfaatan tenaga listrik pelanggan tegangan rendah disampaikan secara tertulis oleh pemilik instalasi kepada Lembaga Inspeksi Nirlaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3). (3) Permohonan Sertifikat Laik Operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) sekurangkurangnya dilengkapi dengan data mengenai: a. jenis instalasi (jaringan tegangan tinggi, jaringan tegangan menengah, jaringan tegangan rendah, gardu hubung, gardu distribusi, sambungan rumah); b. kapasitas daya terpasang (MW, kms, jumlah bay, buah); c. pelaksana pembangunan dan pemasangan; dan d. tahun pembangunan dan pemasangan. Pasal 9 (1) Instalasi pemanfaatan tenaga listrik harus dilakukan pemeriksaan dan pengujian sebelum diberikan Sertifikat Laik Operasi. (2) Pemeriksaan dan atau pengujian instalasi pemanfaatan tenaga listrik pelanggan tegangan tinggi, tegangan menengah, dan tegangan rendah dimulai dari titik pemakaian. (3) Pemeriksaan dan pengujian instalasi pemanfaatan tenaga listrik pelanggan tegangan tinggi dan tegangan menengah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan oleh Lembaga Inspeksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2). (4) Pemeriksaan instalasi pemanfaatan tenaga listrik pelanggan tegangan rendah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan oleh Lembaga Inspeksi Nirlaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3). Pasal 10 (1) Instalasi pemanfaatan tenaga listrik diperiksa dan diuji dengan mengacu pada Standar Nasional Indonesia di bidang ketenagalistrikan, standar internasional, atau standar negara lain yang tidak bertentangan dengan ISO/IEC.

(2) Mata uji (item tests) laik operasi instalasi pemanfaatan tenaga listrik pelanggan tegangan tinggi dan tegangan menengah adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Keputusan ini. (3) Mata uji (item tests) laik operasi instalasi pemanfaatan tenaga listrik pelanggan tegangan rendah adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini. (4) Hasil pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) dituangkan dalam laporan hasil pemeriksaan dan pengujian. Pasal 11 (1) Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4), Lembaga Inspeksi menerbitkan Sertifikat Laik Operasi instalasi pemanfaatan tenaga listrik pelanggan tegangan tinggi dan tegangan menengah. (2) Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4), Lembaga Inspeksi Nirlaba menerbitkan Sertifikat Laik Operasi instalasi pemanfaatan tenaga listrik pelanggan tegangan rendah. (3) Sertifikat Laik Operasi berlaku selama 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang. (4) Lembaga Inspeksi wajib mengirimkan tembusan Sertifikat Laik Operasi yang telah diterbitkan kepada Direktur Jenderal. (5) Lembaga Inspeksi Nirlaba wajib menyampaikan laporan pelaksanaan sertifikasi instalasi pemanfaatan tenaga listrik pelanggan tegangan rendah secara berkala setiap 6 (enam) bulan kepada Direktur Jenderal. BAB I PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 12 (1) Direktur Jenderal melakukan pembinaan dan pengawasan dalam pelaksanaan sertifikasi laik operasi instalasi tenaga listrik sesuai dengan peraturan yang berlaku. (2) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Direktur Jenderal dapat merekomendasikan kepada Lembaga Inspeksi dan Lembaga Inspeksi Nirlaba untuk mencabut Sertifikat Laik Operasi apabila ditemukan penyimpangan dalam instalasi tenaga listrik. (3) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Direktur Jenderal dapat mencabut surat penugasan kepada Lembaga Inspeksi dan Lembaga Inspeksi Nirlaba apabila ditemukan penyimpangan dalam pelaksanaan sertifikasi instalasi tenaga listrik. (4) Dalam hal Direktur Jenderal mencabut surat penugasan kepada Lembaga Inspeksi dan Lembaga Inspeksi Nirlaba, tembusan surat pencabutan tersebut disampaikan kepada lembaga yang berwenang dalam memberikan pengakuan formal untuk memberikan sertifikasi.

BAB KETENTUAN LAINLAIN Pasal 13 Dalam hal belum terdapat Lembaga Inspeksi dan Lembaga Inspeksi Nirlaba yang telah diakreditasi, maka berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. Sertifikat Laik Operasi instalasi tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) diterbitkan oleh Direktur Jenderal. 2. Permohonan Sertifikat Laik Operasi instalasi tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) disampaikan secara tertulis kepada Direktur Jenderal. 3. Direktur Jenderal menunjuk Lembaga Inspeksi untuk melaksanakan pemeriksaan dan pengujian instalasi penyediaan tenaga listrik dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik pelanggan tegangan tinggi dan tegangan menengah. 4. Direktur Jenderal menunjuk Lembaga Inspeksi Nirlaba untuk melaksanakan pemeriksaan dan pengujian instalasi pemanfaatan tenaga listrik pelanggan tegangan rendah. BAB I KETENTUAN PENUTUP Pasal 14 Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Agustus 2003 Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Luluk Sumiarso NIP. 130610385 Tembusan : 1. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 2. Menteri Perindustrian dan Perdagangan 3. Sekretaris Jenderal Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral 4. Ketua Badan Standardisasi Nasional 5. Ketua Komite Akreditasi Nasional 6. Ketua Forum Komunikasi/Asosiasi terkait

LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI NOMOR : 200 12 / 44 / 600.4 / 2003 TANGGAL : 1 Agustus 2003 MATA UJI (ITEM TESTS) LAIK OPERASI INSTALASI PEMBANGKITAN TENAGA LISTRIK No. A Mata Uji (Item Tests) Review Dokumen: 1. Spesifikasi teknik 2. Spesifikasi material 3. Dokumen AMDAL atau UKL/UPL Baru Pembangkit Lama B Review Desain: 1. Sistem pentanahan titik netral 2. Short circuit level sistem 3. Sistem pengaman elektrikal 4. Sistem pengukuran 5. Setting relai yang berkaitan dengan grid B*) C Evaluasi Hasil Uji: 1. Pengukuran tahanan sistem pembumian 2. Pengujian individual utama: Elektrikal Mekanikal 3. Pengujian fungsi peralatan proteksi dan kontrol: Elektrikal Mekanikal 4. Pengujian unjuk kerja: Pengaturan tegangan (voltage regulation) Pengaturan frekuensi (frequency regulation) D Pemeriksaan dan Pengujian 1. Pemeriksaan visual/fisik: Data name plate (generator, trafo tenaga) Perlengkapan/peralatan pengamanan kebakaran Perlengkapan/pelindung terhadap bahaya benda bertegangan Perlengkapan/pelindung terhadap bahaya benda berputar Perlengkapan/peralatan Sistem K2 (Keselamatan Ketenagalistrikan) Pemeriksaan pembumian peralatan Pemeriksaan secara fisik instalasi tenaga listrik Pemeriksaan clearance & crepage distance Pemeriksaan kebocoran minyak trafo 2. Pengujian unjuk kerja: Uji sinkronisasi Pengujian kapasitas pembangkit Pengaturan tegangan (voltage regulation) Pengaturan frekuensi (frequency regulation) Pengujian keandalan pembangkit (72 jam ; 80% 100% dari kemampuan pembangkit) 3. Pemeriksaan dampak lingkungan: Pengukuran tingkat kebisingan Pengukuran emisi gas buang Pemeriksaan limbah D*)

Keterangan: B*) : Review desain secara lengkap dilakukan jika terjadi perubahan desain pada pembangkitnya sendiri atau perubahan pada grid (sistem) D*) : Untuk pembangkit lama, jangka waktu pengujian minimum dilakukan selama 24 jam Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Luluk Sumiarso NIP. 130610385

LAMPIRAN II KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI NOMOR : 200 12 / 44 / 600.4 / 2003 TANGGAL : 1 Agustus 2003 MATA UJI (ITEM TESTS) LAIK OPERASI INSTALASI TRANSMISI DAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK No. A Mata Uji (Item Tests) Review Dokumen: 1. Spesifikasi teknik 2. Spesifikasi material 3. Dokumen AMDAL atau UKL/UPL*) Baru Penyalur Lama B Review Desain: 1. Sistem pentanahan titik netral 2. Short circuit level sistem 3. Sistem pengaman elektrikal 4. Sistem pengukuran 5. Setting relai yang berkaitan dengan grid C Evaluasi Hasil Uji: 1. Pengukuran tahanan sistem pembumian 2. Pengukuran isolasi 3. Pengujian individual peralatan utama 4. Pengujian individual relai pengaman dan kontrol D Pemeriksaan dan Pengujian 1. Pemeriksaan visual/fisik: Data name plate (pemutus tenaga, relai) Perlengkapan/peralatan pengamanan kebakaran Perlengkapan/pelindung terhadap bahaya benda bertegangan Perlengkapan/peralatan Sistem K2 (Keselamatan Ketenagalistrikan) Pemeriksaan pembumian peralatan Pemeriksaan secara fisik instalasi tenaga listrik Pemeriksaan clearance & crepage distance Pemeriksaan kebocoran minyak trafo 2. Pengujian fungsi peralatan pengaman (relai pengaman) 3. Pemeriksaan dampak lingkungan : Pengukuran tingkat kebisingan Pemeriksaan limbah Keterangan: *) : Mengacu pada peraturan perundangundangan yang berlaku Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Luluk Sumiarso NIP. 130610385

LAMPIRAN III KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI NOMOR : 200 12 / 44 / 600.4 / 2003 TANGGAL : 1 Agustus 2003 MATA UJI (ITEM TESTS) LAIK OPERASI INSTALASI PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK PELANGGAN TEGANGAN TINGGI DAN TEGANGAN MENENGAH No. A Review Dokumen: 1. Spesifikasi teknik 2. Spesifikasi material Mata Uji (Item Tests) Baru Instalasi Lama B Review Desain: 1. Sistem pentanahan titik netral 2. Short circuit level sistem 3. Sistem pengaman elektrikal 4. Sistem pengukuran 5. Setting relai yang berkaitan dengan grid B*) B*) B*) B*) B*) C Pemeriksaan dan Pengujian 1. Pemeriksaan visual/fisik: Data name plate (trafo tenaga, pemutus tenaga, trafo tegangan, dan trafo arus) Perlengkapan/peralatan pengamanan kebakaran Perlengkapan/pelindung terhadap bahaya benda bertegangan Perlengkapan/peralatan Sistem K2 (Keselamatan Ketenagalistrikan) Pemeriksaan pembumian peralatan Pemeriksaan secara fisik instalasi tenaga listrik Pemeriksaan clearance & crepage distance Pemeriksaan kebocoran minyak trafo 2. Pengukuran tahanan sistem pembumian 3. Pengujian individual peralatan utama (trafo tenaga, pemutus tenaga, trafo tegangan, dan trafo arus) 4. Pengujian individual relai pengaman 5. Pemeriksaan peralatan ukur 6. Pengujian sistem interlock 7. Pengujian fungsi relai pengaman Keterangan: B*) : Review desain secara lengkap dilakukan jika terjadi perubahan desain pada instalasi pemanfaatan tenaga listrik itu sendiri Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Luluk Sumiarso NIP. 130610385

LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI NOMOR : 200 12 / 44 / 600.4 / 2003 TANGGAL : 1 Agustus 2003 MATA UJI (ITEM TESTS) LAIK OPERASI INSTALASI PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK PELANGGAN TEGANGAN RENDAH No. A Mata Uji (Item Tests) Pengamanan terhadap sentuhan langsung tegangan Instalasi Baru Lama B Pengaman terhadap sentuhan tak langsung tegangan: 1. Hubungan ekipotensial dengan penghantar ekipotensial antara pipa air/gas logam bagian konduktif dari bangunan 2. Pemasangan penghantar pengaman 3. Setiap kotak kontak 2P + N 4. Terpasang SPAS (dianjurkan untuk ruang basah) C Kamar Mandi: 1. Hubungan ekipotensial semua bagian, pipa air/gas pada penghantar nol 2. Terpasang SPAS 30 ma (dianjurkan) 3. Pemanas air listrik 4. Kotak kontak (untuk pencukur listrik) 5. Lainlain D Pemisah Fungsi: 1. Dianjurkan pemisahan sirkit akhir penerangan dan kotak kontak 2. Jumlah lampu tiap sirkit akhir 3. Jumlah kotak kontak tiap sirkit akhir E Kontrol: 1. Saklar utama, KHB (kotak hubung bagi) utama 2. Jumlah saklar/pengaman lebur pada KHB utama 3. KHB cabang 4. Arus nominal saklar/pengaman lebur untuk penghantar: 1,5 ma 2 A 2,5 A 4 A 6 A 10 A 5. Diagram garis tunggal F Pemeriksaan luas penampang penghantar: 1. Sirkit akhir penerangan 1,5 mm 2 ; 2,5 mm 2 2. Sirkit akhir penerangan 2,5 mm 2 ; 4 mm 2 G Pembumian: 1. Penampang penghantar netral 2,5 mm 2 2. Penampang penghantar pembumian 4 mm 2 tanpa pelindung dan 2,5 mm 2 dengan pelindung 3. Elekrode pembumian

H Material Instalasi: 1. Kotak hubung bagi 2. Jenis penghantar 3. Saklar 4. Kotak kontak I Pemasangan: 1. Ketinggian kwh meter... m (maksimum 1,6 meter) 2. Ketinggian KHB... m 3. Penandaan sirkit (dianjurkan) 4. Pemasangan terbuka/tertanam J Nilai pengujian: 1. Kelangsungan hubungan penghantar sirkit 2. Tahanan elektrode pembumian 5 ohm 3. SPAS... ma 4. Tahanan isolasi (minimum 1 Mega ohm): antar penghantar... Mega ohm antara penghantar dengan pembumian... Mega ohm K Sistem proteksi petir: 1. Cara pemasangan 2. Elektrode pembumian Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Luluk Sumiarso NIP. 130610385