PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 4

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BIMA,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

I. PENDAHULUAN. ekonomi dan sosial budaya. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. lainnya memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan masyarakat.

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro

commit to user BAB I PENDAHULUAN

AKTIFITAS ILLEGAL DI DALAM KAWASAN HUTAN. Penebangan Liar Pencurian Kayu Perambahan Hutan Perladangan Liar Pengembalaan Liar

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan adalah salah satu sumber daya alam yang dikaruniakan oleh

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Hutan adalah suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Hutan lindung sesuai fungsinya ditujukan untuk perlindungan sistem

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA

diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan daerah setempat. Kebijakan pembangunan dalam GBHN dimaksudkan

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang

BAB I PENDAHULUAN. Selain isu kerusakan hutan, yang santer terdengar akhir - akhir ini adalah

KARAKTERISTIK LINGKUNGAN, KARAKTERISTIK PETANI PESANGGEM, DAN PERAN MASYARAKAT LOKAL DALAM PHBM KPH KENDAL TUGAS AKHIR

PENDAHULUAN Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

PENDAHULUAN Latar Belakang

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. keputusan (SK) perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001. berkurangnya akses masyarakat terhadap hutan dan berdampak pula pada

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah

MENYOAL PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT POTENSI DI ERA OTONOMI. Oleh : Eddy Suryanto, HP. Fakultas Hukum UNISRI Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari pengaruh dan fenomena alam yang

PEMANFAATAN SUMBER MATA AIR DALAM KAWASAN HUTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SUMBER DAYA HABIS TERPAKAI YANG DAPAT DIPERBAHARUI. Pertemuan ke 2

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS. Kerangka Berpikir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kiki Nurhikmawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. yang penting bagi kelangsungan hidup manusia. Agraria merupakan sumber

Transkripsi:

PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada Bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh Negara yang memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia, cenderung kondisinya semakin menurun. Hutan juga merupakan salah satu sumber daya alam yang berperan dalam menjaga, mempertahankan dan meningkatkan ketersediaan air dan kesuburan tanah. Ketersediaan air dan kesuburan tanah merupakan urat nadi kehidupan manusia. Indonesia dikenal memiliki hutan tropis yang cukup luas dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dan bahkan tertinggi kedua di dunia setelah Brazillia. Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Badan Planologi Kehutanan RI tahun 2000 bahwa luas hutan Indonesia adalah 120,3 juta hektar atau 3,1% dari luas hutan dunia (Suhendang, 2002). Seiring dengan berjalannya waktu dan tingkat kebutuhan akan kayu semakin meningkat, mendorong masyarakat baik secara individu maupun kelompok melakukan eksploitasi hasil hutan dengan tidak memperhatikan kelestariannya. Eksploitasi hasil hutan tersebut biasanya dilakukan secara ilegal seperti melakukan pembalakan liar, perambahan, pencurian yang mengakibatkan kerusakan hutan di Indonesia tidak terkendali (laju kerusakan hutan Indonesia 2,8 juta hektar per tahun). Akibatnya, kerusakan hutan atau lingkungan tak terkendali tersebut mengakibatkan luas hutan semakin menurun, lahan kritis semakin bertambah, dan sering terjadi bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan lain sebagainya. Kerusakan hutan di Indonesia tidak hanya terjadi pada hutan alam tetapi juga telah terjadi pada hutan lindung. Padahal, hutan lindung memiliki fungsi yang spesifik terutama berkaitan dengan ketersediaan air. Air merupakan sumber kehidupan yang sangat penting terhadap keberlanjutan kehidupan bagi semua mahluk hidup. Hal ini seperti telah tertuang dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Ketentuan Pokok Kehutanan yang menjelaskan bahwa hutan lindung merupakan kawasan hutan karena keadaan sifat alamnya diperuntukkan 1

2 guna pengaturan tata air, pencegahan banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah. Oleh karena itu, hutan lindung perlu perhatian yang serius dari semua pihak agar kelestariannya tetap terjamin. Surat Keputusan Menteri Kehutanan tanggal 12 Nopember 1988 No.903/ Menhut-II /1988, menjelaskan bahwa fungsi hutan lindung antara lain: (1) hutan lindung dapat dimanfaatkan dan juga untuk kegiatan wisata alam dengan persyaratan tertentu, (2) memberikan izin kepada masyarakat untuk memungut rotan, umbi-umbian dan hasil hutan non kayu lainnya, asalkan dijaga dan diawasi agar tidak merusak dan membahayakan fungsi hutan, (3) budidaya rotan diizinkan hanya terbatas pada jenis rotan yang tidak memerlukan pembukaan tanah sedemikian rupa sehingga membahayakan fungsi lindungnya. Karena fungsinya demikian penting terhadap kehidupan manusia dan kelestarian lingkungan, maka keberadaan dan kelestarian hutan lindung harus dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya, dan diurus dengan arif, lestari, bijaksana, profesional, serta bertanggungjawab. Agar tata lingkungan hidup terjamin kelestariannya, maka pengurusan hutan lindung yang berkelanjutan harus menampung dinamika aspirasi dan peran serta masyarakat, adat dan budaya, serta tata nilai masyarakat berdasarkan pada norma hukum lokal dan nasional agar pendayagunaannya dilakukan seoptimal mungkin bagi kesejahteraan umat manusia. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 464/Kpts-II/1995 bahwa pengelolaan kawasan lindung merupakan urusan yang telah diserahkan kepada Pemda Tingkat II. Penyerahan dan pelimpahan wewenang pengelolaan hutan, terutama kawasan lindung diharapkan akan lebih efektif dan efisien serta akan lebih terasa manfaatnya bagi kehidupan masyarakat. Namun, pelimpahan wewenang pengelolaan hutan tersebut tidak menunjukkan perubahan positif yang signifikan, tetapi kerusakan kawasan hutan lindung justru terus terjadi. Akhir-akhir ini, pembalakan liar dan perambahan kawasan lindung menjadi perbincangan yang menarik dikalangan masyarakat. Kerusakan hutan yang terus terjadi telah mengakibatkan malapetaka dan bencana yang menelan korban harta dan jiwa yang tidak sedikit, seperti musibah kebakaran dan kekeringan pada musim kemarau, banjir dan tanah longsor pada musim hujan

3 dan lain sebagainya. Hal ini tertentu merupakan tantangan bagi semua pihak untuk mencari akar permasalahan dan solusi pemecahannya. Pembalakan liar, pembukaan lahan pertanian dan perkebunan, pembukaan pemukiman baru, transmigrasi, dan pemberlakuan izin HPH dan lain sebagainya, disinyalir merupakan penyebab rusaknya kawasan hutan di Indonesia. Selain itu, pertumbuhan dan perkembangan penduduk yang semakin tinggi serta diiringi oleh desakan kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat, lapangan kerja kurang tersedia memaksa kawasan hutan, termasuk kawasan hutan lindung dijadikan sebagai alternatif sasaran bagi masyarakat, baik masyarakat sekitar kawasan maupun masyarakat yang jauh dari kawasan untuk memperoleh penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Kawasan hutan lindung Jompi adalah satu kawasan hutan lindung yang ada di Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara. Kawasan hutan lindung Jompi di kenal memiliki komoditi kayu jati yang bernilai ekonomi tinggi dan nilai budaya masyarakat Muna (simbol Kota Muna). Pada tahun 1970-an sepanjang jalan dari kota Raha menuju Bau-Bau dan Tampo pemandangan hutan kayu jati memiliki daya tarik tersendiri. Daun jati yang hijau dan jejeran pohon yang tertata baik menambah kenyamanan pengguna jalan yang menuju ke Bau-Bau maupun ke Tampo. Namun, kenyamanan itu secara berangsur-angsur hilang seiring dengan berlangsungnya kegiatan pembalakan, pencurian dan perambahan yang dilakukan oleh oknum masyarakat baik secara individu maupun kelompok. Kegiatan pembalakan dan perambahan secara ilegal secara terang-terangan dilaku-kan sejak tahun 1997, termasuk di dalam kawasan hutan lindung Jompi. Sebagai ilustrasi, luasan hutan di Kabupaten Muna, berdasarkan Surat Kepmenhut No.454/Kpts-II/1999 tanggal 17 Juni 1999 seluas 235.759 ha atau 51,3 persen dari seluruh luas wilayah Kabupaten Muna. Dari luas kawasan hutan tersebut, ± 46.363 ha atau 19,5 persen merupakan kawasan hutan lindung dan ± 1.927 ha atau 4, 2 persen diantaranya adalah kawasan hutan lindung Jompi. Dari luas Kawasan hutan lindung Jompi tersebut, ± 1.233 ha atau 64 persen adalah hutan jati alam dan ± 694 ha atau 36 persen adalah hutan campuran. Kawasan hutan lindung Jompi telah mengalami kerusakan yang cukup serius, ± 1.080 ha

4 atau 56,1 persen (seluruhnya hutan jati) telah rusak. (Dinas Kehutanan Kabupaten Muna, 2005). Fakta kerusakan hutan jati, terutama di kawasan hutan lindung Jompi telah mempengaruhi penurunan debit air sungai Jompi secara drastis yaitu dari 300 liter per detik pada tahun 1980-an turun menjadi 28 liter per detik pada tahun 2005 (PDAM Kabupaten Muna 2005). Sumber mata air jompi adalah satu-satunya sumber mata air saat ini yang mensuplai kebutuhan air bersih penduduk Kota Muna. Hal ini mengindikasikan bahwa jika kawasan hutan lindung Jompi tidak diselamatkan atau dihijaukan kembali maka penduduk Kota Muna akan menghadapi permasalahan ketersediaan air bersih yang cukup serius dimasa yang akan datang. Di sisi lain, pengelolaan sumberdaya alam (kayu jati) di kawasan hutan lindung Jompi tidak menyebabkan kehidupan masyarakat di sekitarnya semakin baik, justru yang terjadi adalah sebaliknya. Berdasarkan data dari BPMD Kabupaten Muna tahun 2006 menyebutkan bahwa sebagian besar atau 78 persen kelurahan/desa di sekitar kawasan hutan lindung Jompi tergolong miskin. Masyarakat di sekitar kawasan hutan lindung Jompi tidak memiliki daya, kekuatan atau kemampuan untuk bersaing dengan masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi tinggi dalam mengakses sumberdaya alam yang ada di sekitar mereka yaitu antara lain kayu jati. Akibatnya, hasil eksploitasi kayu jati hanya dirasakan oleh segelintir masyarakat yang memiliki daya, kekuatan atau kemampuan ekonomi maupun negosiasi yang memadai terhadap pihak-pihak tertentu yang memiliki wewenang dan kekuasaan. Gambaran ketidakberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan lindung Jompi di Kabupaten Muna dapat diteliti melalui berbagai sudut pandang, di antaranya dari sisi ketersediaan modal/aset kaitannya dengan keberdayaan masyarakat. Penelitian ini antara lain akan mengungkapkan kondisi umum modal/aset yang dimiliki masyarakat sekitar kawasan hutan lindung dan pengaruhnya terhadap proses pemberdayaan dan keberdayaan masyarakat. Fakta-fakta empirik yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif guna mendesain modal pemberdayaan masyarakat yang efektif di sekitar kawasan hutan lindung.

5 Masalah Penelitian Hutan lindung sebagai salah satu sumber daya alam yang berperan menjaga, mempertahankan dan meningkatkan ketersediaan air dan kesuburan tanah merupakan urat nadi kehidupan manusia yang saat ini cenderung menurun keberadaannya. Perambahan dan pembalakan liar (illegal logging) terjadi di mana-mana dan menyebabkan kerusakan hutan yang tidak terkendali. Akibatnya bencana alam seperti banjir, tanah longsor sudah menjadi langganan pada musim hujan tiba yang tidak jarang menelan korban ratusan jiwa masyarakat yang tidak berdosa. Ironisnya, banyak pihak termasuk pemerintah selalu menyalahkan dan bahkan menuduh masyarakat sekitar kawasan hutan sebagai penyebab utama kerusakan hutan. Tuduhan ini sangat tidak beralasan, apalagi jika dilihat secara dekat kondisi kehidupan masyarakat sekitar kawasan hutan, seperti kehidupan masyarakat sekitar kawasan hutan lindung Jompi yang sebagian besar (78%) dalam kondisi miskin dan tidak berdaya. Kondisi inilah perlu di pahami dan dijadikan salah satu pertimbangan dalam pengambilan kebijakan dan perencanaan penyusunan program, agar setiap kebijakan dan program tentang pengaturan pengelolaan hutan yang diambil tetap memperhatikan kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat sekitar kawasan hutan lindung. Paradigma perencanaan pengelolaan hutan dan pemberdayaan masyarakat yang sentralistik yaitu program dirancang dari atas tanpa melibatkan masyarakat harus diubah kearah peningkatan partisipasi masyarakat lokal secara optimal. Anggapan sebagian elit bahwa untuk mencapai efisiensi pembangunan, masyarakat tidak mempunyai kemampuan menganalisis kondisi dan merumuskan permasalahan, serta solusi pemecahannya, harus diubah bahwa setiap individu memiliki potensi yang dapat dikembangkan dan masyarakatlah yang paling mengetahui dan mengenal potensi dan permasala-han yang mereka hadapi. Perencanaan sentralistik dan anggapan bahwa masyara-kat tidak mampu menganalisis dan merumuskan permasalahannya, disinyalir merupakan salah satu penyebab kegagalan program pengelolaan hutan dan pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan.

6 Sasaran utama pemberdayaan masyarakat adalah mereka yang lemah dan tidak memiliki daya, kekuatan atau kemampuan mengakses sumberdaya produktif atau masyarakat terpinggirkan dalam pembangunan. Tujuan akhir dari proses pemberdayaan masyarakat adalah untuk memandirikan warga masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidup keluarga dan mengoptimalkan sumberdaya yang dimilikinya. Daya, kekuatan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat secara memadai akan mendorong masyarakat untuk dapat mengakses sumber-sumber daya produktif, mandiri dalam pengambilan keputusan dan percaya diri dalam bertindak. Secara sosial masyarakat sekitar kawasan hutan lindung (masyarakat dibagian hulu DAS Jompi) sampai saat ini tetap teridentifikasi sebagai masyarakat marginal (terpinggirkan) dan tidak memiliki daya, kekuatan, dan kemampuan yang dapat diandalan serta tidak memiliki modal yang memadai untuk bersaing dengan masyarakat kapitalis atau masyarakat pengusaha yang secara sosial dan politik memiliki daya, kekuatan dan kemampuan yang memadai. Secara ekonomis kondisi kehidupan masyarakat sekitar kawasan hutan lindung Jompi tergolong miskin. Secara politik mereka tetap tertindas oleh struktur dan sistem politik pemerintah (negara) yang belum berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar/kepentingan masyarakat. Ketidakberdayaan masyarakat secara sosial, ekonomi dan politik menjadi salah satu ganjalan bagi masyarakat untuk berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan sesama saudaranya yang secara sosial dan ekonomi telah berhasil. Oleh karena itu, upaya pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu alternatif untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat sekitar kawasan hutan lindung Jompi secara berkelanjutan. Pemberdayaan masyarakat adalah proses memperoleh dan memberikan daya, kekuatan atau kemampuan kepada warga masyarakat agar mampu mengenali potensi yang dimiliki, menentukan kebutuhan dan memilih alternatif pemecahan masalah yang dihadapinya secara mandiri. Namun hal itu tidak mudah untuk dicapai, tetapi membutuhkan kajian dan penelitian ilmiah yang membutuhkan pengorbanan waktu, tenaga dan pemikiran serta dana yang tidak sedikit. Oleh

7 karena itu, dalam penelitian ini akan mengkaji beberapa permasalahan yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat keberdayaan warga masyarakat dan merumuskan model pemberdayaan yang sesuai dengan kondisi lokasi. Dari uraian di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut; (1) Bagaimana kondisi modal sosial (social capital), modal manusia (human capital) masyarakat dan modal fisik (physical capital) sekitar kawasan hutan lindung Jompi? (2) Bagaimana tingkat keterlibatan masyarakat dalam proses pemberdayaan sekitar kawasan hutan lindung Jompi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya? (3) Bagaimana tingkat keberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan lindung Jompi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya? (4) Model pemberdayaan masyarakat seperti apa yang efektif atau sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat sekitar kawasan hutan lindung Jompi yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian hutan? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi modal sosial masyarakat sekitar kawasan hutan lindung. (2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan lindung. (3) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan lindung. (4) Merumuskan model pemberdayaan masyarakat yang efektif di sekitar kawasan hutan lindung sesuai dengan kondisi dan potensi lokal.

8 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi semua stakeholders baik dalam tataran akademis (keilmuan) maupun praktis. Kegunaan penelitian yang dimaksud adalah: A. Kegunaan dalam tataran akademis/keilmuan: (1) Memperkaya khasanah keilmuan tentang pemahaman modal fisik (physical capital), modal manusia (human capital) dan modal sosial (social capital) serta pengaruhnya terhadap proses pemberdayaan dan keberdayaan masyarakat. (2) Memperkaya khasanah keilmuan tentang pemahaman proses pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan lindung yang dapat menigkatkan keberdayaan masyarakat secara berkelanjutan. (3) Memberikan informasi bagi penelitian yang serupa agar dapat melakukan penyempurnaan demi kemajuan ilmu pengetahuan tentang modal fisik (physical capital), modal manusia (human capital) dan modal sosial (social capital), pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kapasitas masyarakat sekitar kawasan hutan lindung. B. Kegunaan dalam tataran praktis. (1) Sebagai tambahan informasi kepada para pengambil kebijakan dalam merumuskan dan mendesain model pemberdayaan masyarakat yang efektif khususnya bagi masyarakat sekitar kawasan hutan lindung Jompi. (2) Sebagai tambahan informasi bagi semua stakeholders dalam merancang dan melakukan evaluasi pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan. (3) Sebagai tambahan informasi bagi penelitian selanjutnya tentang pengaruh modal fisik (physical capital), modal manusia (human capital) dan modal sosial (social capital) terhadap keberhasilan pemberdayaan masyarakat.

9 Definisi Istilah Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara, dengan fokus pada pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan lindung Jompi. Untuk menjawab permasalahan penelitian ini maka perlu dilakukan pengukuran terhadap faktor/variabel yang menjadi peubah dalam penelitian ini, yaitu modal fisik, modal manusia dan modal sosial, kemampuan pelaku pemberdayaan, proses pemberdayaan dan tingkat keberdayaan warga masyarakat. Berkaitan dengan keperluan pengukuran faktor-faktor/variabel-variabel yang digunakan, maka perlu ada kesamaan pengertian terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses dan upaya untuk memperoleh atau memberikan daya, kekuatan atau kemampuan kepada individu dan masyarakat lemah agar mereka dapat mengidentifikasi, menganalisis, menetapkan kebutuhan dan potensi serta masalah yang dihadapi dan sekaligus memilih alternatif pemecahnya dengan mengoptimalkan sumber-daya dan potensi yang dimiliki secara mandiri. (2) Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. (3) Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. (4) Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. (5) Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang telah ditentukan oleh pemerintah untuk dilindungi dari segala macam aktivitas manusia yang mengakibatkan kerusakan hutan atau kehilangan fungsi hutan, seperti mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

10 (6) Modal fisik (physical capital) adalah suatu infrastruktur pokok yang dapat menunjang dan memperlancar usaha-usaha yang dilakukan oleh masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhannya, seperti sarana dan prasarana produksi, sarana dan prasarana pendidikan, sarana dan prasarana kesehatan, sarana ekonomi, sarana transportasi, dan sarana komunikasi. (7) Modal Manusia (human capital) adalah suatu aset yang berhubungan dengan intelektualitas dan kondisi seseorang, seperti tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, kemampuan melakukan hubungan/interaksi antar sesama. (8) Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang dalam usaha mendewasakan diri melalui upaya pengajaran dan pelatihan. (9) Kesehatan adalah suatu keadaan yang bebas dari sakit atau sehat jasmani dan rohani. (10) Hubungan antar sesama adalah interaksi yang dibangun antar sesama dalam rangka saling tukar pengalaman, pengetahuan dan informasi dalam rangka peningkatan kapasitas diri. (11) Modal Sosial (social capital) adalah aturan atau norma/nilai-nilai yang telah disepakati bersama dan biasanya terbentuk melalui jaringan sosial dan kesepakatan dalam suatu organisasi sosial atau dalam komunitas. (12) Pelaku pemberdayaan (stakeholders) adalah orang-orang yang memiliki kepedulian dan komitmen untuk menolong/memberdayakan warga masyarakat lemah yang tidak memiliki daya dan kesempatan untuk mengoptimalkan potensi dirinya dan mengakses sumberdaya secara optimal. (13) Proses pemberdayaan adalah suatu rangkaian tindakan atau perbuatan yang dapat menciptakan masyarakat yang memiliki daya, kekuatan atau kemampuan dalam mengidentifikasi, menganalisis, menetapkan kondisi dan potensi serta masalah-masalah yang perlu diatasi dan sekaligus memilih alternatif pemecahnya secara mandiri. (14) Kemampuan kognitif adalah kemampuan berpikir untuk mengenali sesuatu berdasarkan wawasan dan pengetahuan faktual yang empiris dalam rangka mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi.

11 (15) Kemampuan afektif adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan perasaan dan emosi pada saat menghadapi suatu kondisi tertentu. (16) Kemampuan psikomotorik adalah kemampuan seseorang yang berhubungan dengan aktivitas fisik yang berkaitan dengan proses mental dan psikologi. (17) Jaringan sosial adalah suatu hubungan yang tersusun dalam suatu interaksi yang melibatkan orang, kelompok, masyarakat, informasi dan beragam pelayanan sosial di dalamnya. (18) Kepercayaan antar sesama adalah suatu keyakinan yang dimiliki seseorang untuk mempersepsikan seseorang atau suatu keadaan berdasarkan perasaan dan kondisi yang dialami. (19) Ketaatan adalah sikap yang menunjukan kepatuhan, kesetiaan dan loyalitas terhadap kondisi yang telah ditetapkan atau disepakati. (20) Kepedulian terhadap sesama adalah suatu sikap yang menujukkan perhatian, solidaritas dan perasaan empati terhadap orang lain.