IDENTIFIKASI PERKEMBANGAN KAWASAN PERKEBUNAN TERHADAP KEBERADAAN KAWASAN LINDUNG TAMAN NASIONAL TESSO NILO DI KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

19 Oktober Ema Umilia

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

BAB 5 RTRW KABUPATEN

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

Disampaikan Pada Acara :

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN KAWASAN LINDUNG DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

Keputusan Kepala Bapedal No. 56 Tahun 1994 Tentang : Pedoman Mengenai Dampak Penting

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

12. Tarigan, Robinson Perencanaan Pembangunan Wilayah. Bumi Aksara : Jakarta. 13. Virtriana, Riantini. 2007, Analisis Korelasi Jumlah Penduduk

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999)

Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 47 TAHUN 1997 (47/1997) TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 Tentang : Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

commit to user BAB I PENDAHULUAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

lainnya Lahan yang sebagian besar ditutupi oleh tumbuhan atau bentuk alami lainnya

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

KONDISI GEOGRAFIS. Luas Wilayah (Ha)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. kayu, rotan, getah, dan lain-lain, tetapi juga memiliki nilai lain berupa jasa

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

Transkripsi:

IDENTIFIKASI PERKEMBANGAN KAWASAN PERKEBUNAN TERHADAP KEBERADAAN KAWASAN LINDUNG TAMAN NASIONAL TESSO NILO DI KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU Regi pernandes, Indarti Komala Dewi *), Woro Indriyati Rachmani **) Abstrak Kabupaten Pelalawan adalah salah satu kabupaten di Provinsi Riau yang memiliki pertumbuhan yang cukup pesat di sektor perkebunan, terutama perkebunan kelapa sawit. Berdasarkan data BPS Kabupaten Pelalawan, perkembangan kawasan perkebunan telah meningkatkan pendapatan asli daerah Kabupaten Pelalawan dan mampu mendorong perkembangan secara lebih luas, seperti perdagangan, industri, jasa, investasi, dan membuka kesempatan kerja. Manfaat yang dirasakan dari perkembangan kawasan perkebunan ini ternyata juga diiringi oleh dampak negatifnya. Salah satu permasalahan pemanfaatan ruang kawasan perkebunan di Kabupaten Pelalawan yaitu terdapat pada Kawasan Lindung Taman Nasional Tesso Nilo dimana pada tahun 2011 telah terjadi perambahan hutan untuk perkebunan kelapa sawit di Taman Nasional Tesso Nilo. Melihat perkembangan perkebunan tersebut maka tujuan penelitian adalah mengidentifikasi perkembangan kawasan perkebunan di Kabupaten Pelalawan, mengidentifikasi perkembangan kawasan perkebunan di Taman Nasional Tesso Nilo, mengidentifikasi alih fungsi lahan di Taman Nasional Tesso Nilo dan Perubahan tutupan dan alih fungsi lahan terhadap kebencanaan di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan analisis GIS. Hasil analisis yang didapat adalah sejak tahun 2008 sampai tahun 2011 terjadi penambahan luasan tutupan perkebunan di Kabupaten Pelalawan sebesar 24,78% dari total luas Sejak tahun 2008 sampai 2011 terjadi penambahan tutupan perkebunan di Taman Nasional Tesso Nilo sebesar 12,74% dari luas Taman Nasional Tesso Nilo. Di Taman Nasional Tesso terjadi alih fungsi hutan menjadi perkebunan dari tahun 2008 sampai tahun 2011 sebesar 99,18% dari total perubahan tutupan perkebunan di Taman Nasional Tesso Nilo. Perubahan tutupan dan alih fungsi lahan di Taman Nasional Tesso Nilo menurut persepsi masyarakat berpotensi menimbulkan bencana alam di sekitar wilayah Taman Nasional Tesso Nilo yang berada di Kecamatan Ukui, Pangkalan Kuras dan Langgam. Bencana alam yang berpotensi terjadi yaitu banjir dan kebakaran hutan. Kata Kunci: Perkebunan, Taman Nasional Tesso Nilo, Kabupaten Pelalawan. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan, perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. Pembangunan di bidang perkebunan diselenggarakan dengan tujuan meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan penerimaan negara, meningkatkan penerimaan devisa negara, menyediakan lapangan kerja, memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri, dan mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan (Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan). Sektor perkebunan tercatat memiliki pertumbuhan yang pesat, baik luasan areal maupun produksi, bahkan berkontribusi besar terhadap meningkatnya pendapatan negara. Tercatat Indonesia memiliki beberapa komoditas perkebunan unggulan diantaranya karet, kelapa sawit, kelapa, kopi, kakao, teh, dan tebu. Sektor perkebunan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia dan mendorong penyerapan tenaga kerja. Tidak saja ekonomi yang terus meningkat, angkatan kerja di sektor perkebunan dari tahun ke tahun pun mengalami pertumbuhan. Kabupaten Pelalawan adalah salah satu kabupaten di Provinsi Riau yang memiliki pertumbuhan perkebunan yang cukup pesat. Pada tahun 2009, sekitar 557.022 Ha dari 1.392.494 1

Ha luas Kabupaten Pelalawan merupakan kawasan perkebunan, atau sekitar 40% luas Kabupaten Pelalawan merupakan kawasan perkebunan (Laporan Akhir Inventarisasi SDA Kabupaten Pelalawan, 2009). Terbukti Kabupaten Pelalawan tercatat sebagai salah satu kabupaten penghasil kelapa sawit terbesar di Provinsi Riau. Total produksi kelapa sawit tahun 2010 sebesar 499.726,2 ton, naik 43% dibandingkan produksi tahun 2009 sebesar 348.872,7 ton (BPS Kabupaten Pelalawan). Perkebunan kelapa sawit tersebar hampir di semua kecamatan di kabupaten pelalawan. Berdasarkan data BPS Kabupaten Pelalawan, perkembangan kawasan perkebunan telah meningkatkan pendapatan asli daerah Kabupaten Pelalawan dan mampu mendorong perkembangan secara lebih luas, seperti perdagangan, industri, jasa, investasi, dan membuka kesempatan kerja. Manfaat yang dirasakan dari perkembangan kawasan perkebunan ini ternyata juga diiringi oleh dampak negatifnya. Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa segala bentuk kegiatan pemanfaatan ruang harus mengacu pada dokumen rencana tata ruang yang di dalamnya antara lain berisikan arahan struktur ruang dan pola ruang. Artinya pemanfaatan kawasan perkebunan di Kabupaten Pelalawan harus mengacu kepada dokumen rencana tata ruang yaitu Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pelalawan. Dalam implementasinya, pemanfaatan kawasan perkebunan di Kabupaten Pelalawan pada saat sekarang ini tidak lagi mengacu kepada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pelalawan, karena terdapat kawasan perkebunan yang berada pada kawasan lindung di salah satu wilayah Kabupaten Pelalawan. Salah satu permasalahan pemanfaatan ruang kawasan perkebunan di Kabupaten Pelalawan terdapat pada Kawasan Lindung Taman Nasional Tesso Nilo. Kawasan Lindung Taman Nasional Tesso Nilo yang memiliki luas 83.068 Ha, pada tahun 2011 telah dilakukan perambahan untuk perkebunan kelapa sawit (WWF Indonesia, 2011). Seharusnya setiap kegiatan pemanfaatan ruang harus mengacu kepada kebijakan penataan ruang karena di dalamnya telah diatur distribusi peruntukan ruang, baik itu peruntukan ruang untuk kawasan budidaya maupun peruntukan ruang untuk kawasan lindung. Melihat perkembangan kawasan perkebunan yang berada di Taman Nasional Tesso Nilo yang setiap tahun selalu meningkat dan kurangnya kepedulian pemerintah daerah terhadap permasalahan tersebut, tidak menutup kemungkinan jika perkebunan yang berada di Taman Nasional Tesso Nilo tersebut jumlahnya akan semakin bertambah. Jika terus dibiarkan dikhawatirkan bisa menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan yang bisa berdampak terhadap lingkungan di sekitar taman nasional tersebut. Hal itu dikarenakan Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo selain sebagai kawasan konservasi flora dan fauna juga merupakan daerah tangkapan air bagi beberapa sungai, antara lain sungai Tesso dan Sungai Nilo yang keduanya merupakan sub DAS dari DAS Kampar. 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi perkembangan kawasan perkebunan yang berada di Kabupaten Pelalawan. 2. Mengidentifikasi perkembangan kawasan perkebunan yang berada pada Kawasan Lindung Taman Nasional Tesso Nilo di Kabupaten Pelalawan. 3. Mengidentifikasi alih fungsi lahan yang terjadi di Taman Nasional Tesso Nilo di Kabupaten Pelalawan. 4. Mengidentifikasi perubahan tutupan dan alih fungsi lahan di Taman Nasional Tesso Nilo terhadap potensi kebencanaan di wilayah sekitar Taman Nasional Tesso. II. LANDASAN TEORI 2.1. Kawasan Lindung Menurut UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Berikut ini yang termasuk dalam kawasan lindung adalah: a. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, antara lain, kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air; b. Kawasan perlindungan setempat, antara lain, sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, dan kawasan sekitar mata air; c. Kawasan suaka alam dan cagar budaya, antara lain, kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, cagar alam, suaka margasatwa, serta 2

kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan; d. Kawasan rawan bencana alam, antara lain, kawasan rawan letusan gunung berapi, kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang pasang, dan kawasan rawan banjir; e. Kawasan lindung lainnya, misalnya taman buru, cagar biosfer, kawasan perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa, dan terumbu karang. 2.2. Kawasan Budidaya Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Berikut ini yang termasuk dalam kawasan budidaya adalah kawasan peruntukan hutan produksi, kawasan peruntukan hutan rakyat, kawasan peruntukan pertanian, kawasan peruntukan perikanan, kawasan peruntukan pertambangan, kawasan peruntukan permukiman, kawasan peruntukan industri, kawasan peruntukan pariwisata, kawasan tempat beribadah, kawasan pendidikan, dan kawasan pertahanan keamanan. Peran Taman Nasional Sebagai Kawasan Lindung Menurut UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, kedudukan Taman Nasional sebagai kawasan lindung termasuk ke dalam kawasan suaka alam dan cagar budaya. Menurut Permen No.56 Tahun 2006 Tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional, Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam baik daratan maupun perairan yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan system zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budaya, pariwisata, dan rekreasi. Tugas pokok taman nasional (Hartono, 2008) adalah sebagai berikut: a. Perlindungan sistem penyangga kehidupan Kegiatan ini meliputi: 1. Pemberantasan penebangan liar dan perambahan kawasan; 2. Pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan; 3. Pencegahan berbagai aktivitas lain yang menimbulkan kerusakan. b. Pengawetan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya Kegiatan ini meliputi: 1. Identifikasi dan inventarisasi flora dan fauna di kawasan secara menyeluruh; 2. Identifikasi key features kawasan; 3. Monitoring dinamika key features kawasan; 4. Monitoring dan evaluasi dampak aktivitas manusia terhadap keanekaragaman hayati dan ekosistemnya; 5. Melakukan tindakan konservasi yang dibutuhkan untuk mencegah terjadinya over populasi key features flora dan fauna. c. Pemanfaatan secara lestari Kegiatan ini meliputi: 1. Identifikasi, pemanfaatan, dan pengaturan wisata alam secara berkelanjutan; 2. Identifikasi, budidaya, dan pemanfaatan flasma nutfah; 3. Identifikasi dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada zona-zona tertentu; 4. Identifikasi, pemanfaatan, dan pengaturan jasa lingkungan; 5. Media penelitian, pendidikan, bina cinta alam, dan pembinaan generasi muda. Peran Manusia Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya merangkum semua tanda pengenal biosper, atmosfer, tanah, geologi, timbulan (relief), hidrologi, populasi tumbuhan dan hewan, serta hasil kegiatan manusia masa lampau dan masa kini yang bersifat mantap dan mendaur (PP No. 150 Tahun 2000). Kebutuhan sumber daya lahan menjadi faktor proses perubahan penggunaan lahan, yang secara garis besar dibagi menjadi 3 kelompok utama yaitu (1) deforestasi baik ke arah pertanian maupun ke non pertanian, (2) konversi lahan pertanian ke non pertanian dan (3) penelantaran lahan. Secara umum struktur yang berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan dapat dibagi menjadi tiga yaitu (1) struktur permintaan atau kebutuhan lahan, (2) struktur penawaran atau ketersediaan lahan dan (3) struktur penguasaan teknologi yang berdampak pada produktivitas sumber daya lahan (Saefulhakim, 1999). Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Kebencanaan Sejak dulu sebelum manusia tersebar seperti saat sekarang ini, bencana alam juga terjadi. Namun saat itu bencana alam benarbenar murni terjadi karena faktor alam. Sebagai contoh, bencana banjir pada zaman dulu disebabkan karena tingginya curah hujan. Namun saat ini bencana tidak hanya terjadi disebkan fator alam, tetapi juga disebabkan fator manusia. 3

A. Banjir Banjir adalah peristiwa terjadinya genangan pada daerah yang biasanya kering (Himpunan Ahli Teknik, 1984). Banjir adalah kejadian hidrologis yang dicirikan dengan debit air yang tinggi dan dapat menyebabkan penggenangan pada lahan di sekitar sungai, danau, atau system air lainnya. Banjir biasanya terjadi karena sungai atau saluran tidak mampu mengalirkan sejumlah air hujan yang mengalir di atas permukaan. Banjir dapat diklasifikasikan berdasarkan langsung atau tidaknya peran manusia, yaitu: 1. Banjir yang disebabkan oleh peran manusia secara tidak langsung Dalam peristiwa ini banjir dipandang karena peristiwa alam. Beberapa penyebab banjir yang termasuk dalam kategori ini antara lain: a. Curah hujan tinggi yang menyebabkan debit air sungai lebih besar dari kapasitas alur sungainya. b. Aliran pada anak sungai tertahan oleh sungai induknya c. Terjadi pembendungan pada muara sungai akibat air pasang laut d. Terdapat hambatan-hambatan terhadap aliran sungai yang disebabkan oleh factor penampang alur sungainya e. Kemiringan sungai yang sangat landai sehingga kapasitas pengaliran alur sungai maupun daya angkut sungai terhadap sedimen relatif kecil 2. Banjir yang disebabkan oleh peran manusia secara langsung Beberapa peran prilaku manusia yang berdampak langsung terhadap peristiwa banjir, yaitu: a. Tumbuhnya daerah-daerah pemukiman dan kegiatan baru di daerah dataran banjir b. Alur-alur sungai semakin menyempit disebabkan oleh adanya pemukiman di sepanjang alur sungai c. Debit sungai untuk periode ulang tertentu menjadi lebih besar yang pada umumnya disebabkan oleh perubahan tata guna tanah, baik yang di daerah hulu sungai maupun di daerah hilir sungai d. Pengembangan yang ditimbulkan oleh bangunan-bangunan di sepanjang sungai terutama pada kondisi banjir e. Kurangnya kesadaran masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai, antara lain berupa kegiatan pemanfaatan sungai dan saluran-saluran pembuangan B. Kebakaran Hutan Kebakaran hutan adalah situasi dimana hutan dan lahan dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan lahan dan hutan serta hasilnya menimbulkan kerugian. Kebakaran hutan semula dianggap terjadi secara alami, tetapi kemudian manusia mempunyai peran dalam kebakaran hutan tersebut. Alasan rasional kenapa manusia membakar lahan dan hutan adalah untuk membuka petak-petak pertanian di dalam hutan. Kebakaran hutan disebabkan karena adanya upaya pembukaan lahan hutan terutama untuk dikonversi menjadi lahan perkebunan dengan cara membakar lahan dan hutan. Upaya pembukaan lahan ini dilakukan baik oleh perusahaan maupun oleh masyarakat. III. HASIL & PEMBAHASAN Identifikasi Perkembangan Kawasan Perkebunan Terhadap Keberadaan Kawasan Lindung Taman Nasional Tesso Nilo di Kabupaten Pelalawan Perkembangan Kawasan Perkebunan di Kabupaten Pelalawan Berdasarkan hasil penghitungan dengan menggunakan ArcGis diketahui bahwa jumlah kawasan perkebunan di Kabupaten Pelalawan dari tahun 2008 hingga 2011 mengalami peningkatan. Luas kawasan perkebunan di Kabupaten Pelalawan pada tahun 2008 seluas 237.492 ha. Sedangkan pada tahun 2011 luas perkebunan di Kabupaten Pelalawan seluas 296.345 ha. Dari tahun 2008 hingga tahun 2011 terjadi penambahan luasan tutupan perkebunan di Kabupaten Pelalawan sebesar 24,78% dari totoal luas Kecamatan Ukui merupakan kecamatan dengan tutupan perkebunan yang mengalami penambahan luasan paling banyak yaitu sebesar 6,92% dari total luas Selain itu terdapat kecamatan yang mengalami pengurangan luas tutupan perkebunan yaitu Kecamatan Kuala Kampar sebesar 1,46% dari total luas Berdasarkan hasil overlay peta tutupan kawasan perkebunan tahun 2008 dengan peta tutupan kawasan perkebunan tahun 2011, selain ada perkebunan yang kondisinya tetap juga terdapat kawasan perkebunan yang jumlahnya bertambah, dan kawasan perkebunan yang jumlahnya berkurang. Kawasan perkebunan yang jumlah luasannya tetap sebesar 68,25% dari luas perkebunan, kawasan perkebunan yang jumlah luasannya bertambah sebesar 31,75% dari luas perkebunan, dan kawasan perkebunan yang 4

jumlahnya berkurang sebesar 11,89% dari luas Selisih perubahan tutupan perkebunan yang terjadi di Kabupaten Pelalawan dari tahun 2008 hingga tahun 2011 sebesar 19,86% dari luas Arah perkembangan kawasan perkebunan di Kabupaten Pelalawan memiliki pola yang berbentuk linier atau memanjang. Bentuk pola linier yang terjadi pada perkembangan tutupan perkebunan di Kabupaten Pelalawan sebagian besar memanjang mengikuti jalan yang berada di Kabupaten Pelalawan dan semakin menyebar ke wilayah yang berjauhan dengan jalan. Untuk lebih jelasnya mengenai perubahan tutupan dan arah perkembangan perkebunan di Kabupaten Pelalawan dapat dilihat pada Gambar 1. Perkembangan perkebunan sebagian besar terjadi pada Taman Nasional Tesso Nilo di bagian timur yang berada di Kecamatan Ukui. Lebih jelasnya mengenai perkembangan kawasan perkebunan yang berada di Taman Nasional Tesso Nilo di Kabupaten Pelalawan dapat dilihat pada Gambar 2. Perkembangan Kawasan Perkebunan di Taman Nasional Tesso Nilo Taman Nasional Tesso Nilo yang berada di Kabupaten Pelalawan terletak di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Ukui, Langgam dan Pangkalan Kuras dan memiliki luas 82.604 ha. Dari tiga kecamatan itu hanya Kecamatan Ukui saja yang di dalamnya terdapat kawasan Luas kawasan perkebunan di Taman Nasional Tesso Nilo yang berada di Kecamatan Ukui pada tahun 2008 adalah 0,89% dari luas Taman Nasional Tesso Nilo di Kecamatan Ukui. Kecamatan Langgam dan Pangkalan Kuras tidak terdapat kawasan Luas kawasan perkebunan di Taman Nasional Tesso Nilo yang berada di Kecamatan Ukui pada tahun 2011 adalah 21,07% dari luas Taman Nasional Tesso Nilo di Kecamatan Ukui. Kecamatan Langgam dan Pangkalan Kuras tidak terdapat kawasan Sejak tahun 2008 hingga tahun 2011, di Taman Nasional Tesso Nilo telah terjadi penambahan luasan tutupan perkebunan sebanyak 12,74% dari luas Taman Nasional Tesso Nilo di Kabupaten Pelalawan. Perkebunan di Taman Nasional Tesso Nilo berkembang pada area yang berada di sekitar perbatasan Taman Nasional Tesso Nilo dan terus semakin meluas ke dalam Taman Nasional Tesso Nilo. Perkebunan yang berada di Taman Nasional Tesso Nilo dimiliki oleh perorangan dan beberapa KUD. Perkebunan yang berada di Taman Nasional yang dimiliki oleh beberapa KUD memiliki Hak Guna Usaha Meskipun begitu seharusnya setiap kegiatan pemanfaatan ruang harus mengacu kepada dokumen penataan ruang sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Penataan Ruang No.26 Tahun 2007. Pemberian izin Hak Guna Usaha perkebunan di sebagian Taman Nasional Tesso Nilo tidak sesuai dengan dokumen penataan ruang karena berada pada peruntukan kawasan lindung. Pada saat penetapan sebagian kelompok hutan Tesso Nilo sebagai kawasan lindung Taman Nasional Tesso Nilo pada tahun 2004 dan perluasan Taman Nasional Tesso Nilo pada tahun 2009, izin Hak Penguasaan Hutan yang sebelumnya dimiliki oleh beberapa perusahaan yang wilayahnya masuk ke dalam Taman Nasional Tesso Nilo dicabut sehingga tidak ada lagi perusahaan yang memiliki kepentingan di Taman Nasional Tesso Nilo. Pemberian izin Hak Guna Usaha Perkebunan di Taman Nasional Tesso Nilo diberikan setelah Hak Penguasaan Hutan kepada beberapa perusahaan dicabut pada saat penetapan Taman Nasional Tesso Nilo sebagai kawasan lindung. Alih Fungsi Lahan di Taman Nasional Tesso Nilo Sejak tahun 2008 hingga tahun 2011 di Taman Nasional Tesso Nilo telah terjadi alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan yang terjadi di Taman Nasional Tesso Nilo berdasarkan hasil analisis GIS adalah alih fungsi hutan menjadi 5

Fungsi lahan yang terdapat di Taman Nasional Tesso Nilo terdiri dari dua fungsi lahan, yaitu fungsi hutan dan Fungsi hutan yang diperuntukkan di Taman Nasional Tesso Nilo sesuai dengan kapasitas dari taman nasional tersebut sebagai kawasan lindung. Sementara fungsi perkebunan di Taman Nasional Tesso Nilo tidak sesuai dengan yang diamanatkan dalam dokumen penataan ruang. Kawasan budidaya seperti perkebunan tidak diperbolehkan berada di kawasan peruntukan lindung. Di Taman Nasional Tesso Nilo telah terjadi alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan pada tahun 2008 dan semakin meluas pada tahun 2011. Pada tahun 2008 terjadi alih fungsi hutan menjadi perkebunan sebesar 0,56% dari luas Taman Nasional Tesso Nilo yang menyebabkan fungsi hutan berkurang menjadi 99,44% dari luas Taman Nasional Tesso Nilo. Sedangkan pada tahun 2011 terjadi alih fungsi hutan menjadi perkebunan sebesar 13,30% dari luas Taman Nasional Tesso Nilo yang menyebabkan fungsi hutan berkurang menjadi 86,70% dari luas Taman Nasional Tesso Nilo. Sejak tahun 2008 sampai tahun 2011 telah terjadi alih fungsi hutan menjadi perkebunan sebesar 99,18% dari total perubahan tutupan perkebunan di Taman Nasional Tesso Nilo. Selain itu juga terdapat perkebunan yang fungsinya kembali menjadi hutan yaitu sebesar 0,53% dari total perubahan tutupan hutan. Selain adanya alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan, di Taman Nasional Tesso Nilo juga terjadi degradasi hutan. Degradasi hutan yang terjadi adalah berubahnya tutupan hutan menjadi semak belukar dan lahan terbuka. Pada tahun 2008 tutupan hutan berubah menjadi semak belukar sebesar 23,24% dari luas fungsi hutan tahun 2011. Sedangkan tutupan hutan berubah menjadi lahan terbuka sebesar 0,38% dari luas fungsi hutan tahun 2011. Perubahan Tutupan dan Alih Fungsi Lahan di Taman Nasional Tesso Nilo Terhadap Potensi Kebencanaan di Wilayah Sekitar Taman Nasional Tesso Nilo Di Taman Nasional Tesso Nilo terjadi alih fungsi lahan berupa alih fungsi hutan menjadi perkebunan yang telah terjadi pada tahun 2008 hingga 2011. Selain alih fungsi lahan di Taman Nasional Tesso Nilo juga terjadi perubahan tutupan lahan yang menunjukkan terjadinya degradasi hutan, hal itu terlihat dari berubahnya tutupan hutan menjadi semak belukar dan lahan terbuka. Alih fungsi lahan dan degradasi hutan yang terjadi di Taman Nasional Tesso Nilo jumlahnya semakin meluas setiap tahun. Hal itu berpotensi menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan di wilayah yang berdekatan dengan Taman Nasional Tesso Nilo seperti terjadinya bencana yang berkaitan dengan alih fungsi lahan dan degradasi hutan di Taman Nasional Tesso Nilo. Untuk dapat mengetahui bagaimana perubahan tutupan dan alih fungsi lahan di Taman Nasional Tesso Nilo yang berpotensi menimbulkan bencana alam digunakan metode kuesioner. Dengan metode kuesioner ini dapat diketahui bagaimana persepsi masyarakat mengenai kebencanaan yang terjadi. Wilayah yang berada di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo adalah Kecamatan Ukui, Pangkalan Kuras dan Langgam. A. Kecamatan Ukui Salah satu kecamatan yang berada di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo adalah Kecamatan Ukui. Berdasarkan hasil dari analisis kuesioner yang disebar di Kecamatan Ukui diketahui bencana yang pernah terjadi di Kecamatan Ukui adalah banjir, angin puting beliung dan kebakaran hutan. bahwa di daerah mereka pernah terjadi banjir yang berlangsung setiap tahun dalam kurun waktu dari tahun 2008 hingga 2013. Mengenai penyebab terjadinya banjir, sebagian besar responden menyatakan banjir disebabkan curah hujan tinggi disertai luas hutan sebagai daerah resapan air berkurang akibat perluasan bahwa di daerah mereka pernah terjadi kebakaran hutan yang berlangsung setiap tahun dalam kurun waktu dari tahun 2008 hingga 2013. Mengenai penyebab terjadinya kebakaran hutan, sebagian besar responden menyatakan kebakaran hutan disebabkan musim kemarau disertai pembakaran lahan untuk pembukaan lahan Persepsi masyarakat ini sesuai dengan potensi bencana yang pernah terjadi di Kecamatan Ukui dimana Kecamatan Ukui memiliki potensi bencana banjir dan kebakaran hutan. Selain itu, persepsi masyarakat juga sesuai dengan kondisi tutupan lahan dimana tutupan hutan semakin berkurang dan tutupan perkebunan semakin bertambah. Hal itu dapat dilihat di Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo dimana telah terjadi alih fungsi hutan menjadi perkebunan dan juga terjadi degradasi hutan yang telah merusak lingkungan. B. Kecamatan Pangkalan Kuras Salah satu kecamatan yang berada di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo adalah Kecamatan Pangkalan Kuras. Berdasarkan hasil 6

dari analisis kuesioner yang disebar di Kecamatan Pangkalan Kuras diketahui bencana yang pernah terjadi di Kecamatan Pangkalan Kuras adalah banjir, kekeringan dan kebakaran hutan. bahwa di daerah mereka pernah terjadi banjir yang berlangsung setiap tahun dalam kurun waktu dari tahun 2008 hingga 2013. Mengenai penyebab terjadinya banjir, sebagian besar responden menyatakan banjir disebabkan curah hujan tinggi disertai luas hutan sebagai daerah resapan air berkurang akibat perluasan bahwa di daerah mereka pernah terjadi kebakaran hutan yang berlangsung setiap tahun dalam kurun waktu dari tahun 2008 hingga 2013. Mengenai penyebab terjadinya kebakaran hutan, sebagian besar responden menyatakan kebakaran hutan disebabkan musim kemarau disertai pembakaran lahan untuk pembukaan lahan Mengenai bencana kekeringan hanya sebagian kecil saja responden yang menyatakan di daerah mereka pernah terjadi kekeringan. Kekeringan hanya terjadi tahun 2013 dan responden menyatakan kekeringan disebabkan musim kemarau disertai banyaknya perkebunan kelapa sawit. Persepsi masyarakat ini sesuai dengan potensi bencana yang pernah terjadi di Kecamatan Pangkalan Kuras dimana Kecamatan Pangkalan Kuras memiliki potensi bencana banjir, dan kebakaran hutan. Selain itu, persepsi masyarakat juga sesuai dengan kondisi tutupan lahan dimana tutupan hutan semakin berkurang dan tutupan perkebunan semakin bertambah. Hal itu dapat dilihat di Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo dimana telah terjadi alih fungsi hutan menjadi perkebunan dan juga terjadi degradasi hutan yang telah merusak lingkungan. C. Kecamatan Langgam Salah satu kecamatan yang berada di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo adalah Kecamatan Langgam. Berdasarkan hasil dari analisis kuesioner yang disebar di Kecamatan Langgam diketahui bencana yang pernah terjadi di Kecamatan Langgam adalah banjir, kekeringan dan kebakaran hutan. Seluruh responden menyatakan bahwa di daerah mereka pernah terjadi banjir yang berlangsung setiap tahun dalam kurun waktu dari tahun 2008 hingga 2013. Mengenai penyebab terjadinya banjir, sebagian besar responden menyatakan banjir disebabkan luas hutan sebagai daerah resapan air berkurang akibat perluasan bahwa di daerah mereka pernah terjadi kebakaran hutan yang berlangsung setiap tahun dalam kurun waktu dari tahun 2008 hingga 2013. Mengenai penyebab terjadinya kebakaran hutan, sebagian besar responden menyatakan kebakaran hutan disebabkan pembakaran lahan untuk pembukaan lahan Mengenai bencana kekeringan hanya sebagian kecil saja responden yang menyatakan di daerah mereka pernah terjadi kekeringan. Kekeringan terjadi tahun 2012 dan 2013. Responden menyatakan kekeringan disebabkan musim kemarau dan disebabkan juga oleh musim kemarau disertai banyaknya perkebunan kelapa sawit. Persepsi masyarakat ini sesuai dengan potensi bencana yang pernah terjadi di Kecamatan Langgam dimana Kecamatan Langgam memiliki potensi bencana banjir, dan kebakaran hutan. Selain itu, persepsi masyarakat juga sesuai dengan kondisi tutupan lahan dimana tutupan hutan semakin berkurang dan tutupan perkebunan semakin bertambah. Hal itu dapat dilihat di Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo dimana telah terjadi alih fungsi hutan menjadi perkebunan dan juga terjadi degradasi hutan yang telah merusak lingkungan. IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Sejak tahun 2008 sampai tahun 2011 terjadi penambahan luasan tutupan perkebunan di Kabupaten Pelalawan sebesar 24,78% dari total luas Arah perkembangan kawasan perkebunan di Kabupaten Pelalawan memiliki pola yang berbentuk linier atau memanjang. Bentuk pola linier tersebut sebagian besar memanjang mengikuti jalan yang berada di Kabupaten Pelalawan dan semakin menyebar ke wilayah yang berjauhan dengan jalan. 2. Sejak tahun 2008 sampai 2011 terjadi penambahan tutupan perkebunan di Taman Nasional Tesso Nilo sebesar 12,74% dari luas Taman Nasional Tesso Nilo dengan status kepemilikan perkebunan terdiri dari perorangan dan KUD. Perkebunan di Taman Nasional Tesso Nilo berkembang pada area yang berada di sekitar perbatasan Taman Nasional Tesso Nilo dan terus 7

semakin meluas ke dalam Taman Nasional Tesso Nilo. Perkembangan perkebunan sebagian besar terjadi pada Taman Nasional Tesso Nilo di bagian timur yang berada di Kecamatan Ukui. 3. Fungsi lahan di Taman Nasional Tesso Nilo terdiri dari fungsi hutan dan Terjadi alih fungsi hutan menjadi perkebunan dari tahun 2008 sampai tahun 2011 sebesar 99,18% dari total 10.988 ha perubahan tutupan perkebunan di Taman Nasional Tesso Nilo. Selain itu terdapat tutupan perkebunan yang menjadi hutan sebesar 0,53% dari total perubahan tutupan hutan. 4. Perubahan tutupan dan alih fungsi lahan di Taman Nasional Tesso Nilo menurut persepsi masyarakat berpotensi menimbulkan bencana alam di sekitar wilayah Taman Nasional Tesso Nilo yang berada di Kecamatan Ukui, Pangkalan Kuras dan Langgam. Bencana alam yang berpotensi terjadi yaitu banjir dan kebakaran hutan. 4.2. Saran 1. Pemerintah daerah Kabupaten Pelalawan sebaiknya harus terus mengontrol setiap perkembangan perkebunan di Kabupaten Pelalawan agar setiap kegiatan pemanfaatan ruang terutama untuk perkebunan bisa berjalan sesuai dengan arahan yang dimuat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pelalawan. 2. Permasalahan kepemilikan lahan perkebunan di Taman Nasional Tesso Nilo sebaiknya segera diselesaikan agar tidak terjadi lagi penambahan luas perkebunan di taman nasional tersebut. 3. Pemerintah Daerah Kabupaten Pelalawan sebaiknya lebih mempertegas lagi batasbatas Taman Nasional Tesso Nilo agar masyarakat mengetahui batas-batas dari taman nasional tersebut. Karena salah satu alasan masyarakat melakukan perambahan di taman nasional tersebut adalah mereka tidak mengetahui hutan yang mereka rambah berada di Taman Nasional Tesso Nilo. 4. Alih fungsi hutan menjadi perkebunan di Taman Nasional Tesso Nilo harus segera dihentikan dan dikembalikan lagi fungsinya menjadi hutan karena Taman Nasional Tesso Nilo merupakan daerah konservasi dimana tidak diperbolehkan ada kegiatan budidaya di dalamnya. 5. Masyarakat yang berada di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo terutama masyarakat di Kecamatan Ukui, Pangkalan Kuras dan Langgam sebaiknya meningkatkan kesadarannya mengenai pentingnya keberadaan Taman Nasional Tesso Nilo bagi kelestarian lingkungan. Dengan begitu maka bencana alam seperti banjir, kebakaran hutan dan kekeringan yang sewaktu-waktu akan terjadi dapat diminimalisir dampaknya. DAFTAR PUSTAKA [1] Arikunto S. 2010. Prosedur Penelitian, Jakarta: PT Rineka Cipta.Peraturan. [2] [Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Pelalawan. 2009. Laporan Akhir Inventarisasi Sumber Daya Alam Kabupaten Pelalawan. Pangkalan Kerinci. [3] [Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Riau. 2012. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau Tahun 2010-2030, Pekanbaru. [4] [Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Pelalawan. 2013. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pelalawan Tahun 2011-2031. Pangkalan Kerinci. [5] [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Pelalawan. 2010. Kabupaten Pelalawan Dalam Angka Tahun 2010. Badan Pusat Statistik Kabupaten Pelalawan, Pangkalan Kerinci. [6] Hartomo. 2008. Taman Nasional Mandiri. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. [7] Mardalis. 2007. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta:Sinar Grafika. [8] Nazir. Moh. 2009. Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. [9] Peraturan Menteri kehutanan Nomor P. 56 /Menhut-II/2006 Tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. [10] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. [11] Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera. [12] Setiawan Iwan. Bencana Alam dan Peran Manusia. Tersedia: http://file.upi.edu/direktori/fpips/jur._p END._GEOGRAFI/197106041999031- IWAN_SETIAWAN/bencana_alam_dan_ manusia.pdf [21 Juni 2013]. [13] Sugiarto, 2003. Teknik Sampling, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 8

[14] Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. [15] Surat Keputusan Nomor: SK.255/Menhut- II/2004 Tentang Perubahan Fungsi Sebagian Kawasan Hutan Produksi Terbatas di Kelompok Hutan Tesso Nilo. [16] Surat Keputusan Nomor: SK.663/menhut- II/2009 Tentang Perubahan Fungsi Sebagian Hutan Produksi Terbatas Kelompok Hutan Tesso Nilo. [17] Undang-Undang Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. [18] Undang-Undang Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. [19] Widiatni Iin. 2008. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan di Sub DAS Keduang Ditinjau Dari Aspek Hidrologi, [Tesis]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis 1. Regi Pernandes, ST. Alumni (2014) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan, Bogor. 2. Dr. Ir. Indarti Komala Dewi, MSi. Staf Dosen Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan, Bogor. 3. Dra. Hj. Woro Indriyati Rachmani, MT. Staf Dosen Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan, Bogor. 9