BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
EVALUASI TINGKAT KESELAMATAN HIGH TEMPERATURE REACTOR 10 MW DITINJAU DARI NILAI SHUTDOWN MARGIN.

Analisis Distribusi Suhu Aksial Teras Dan Penentuan k eff PLTN Pebble Bed Modular Reactor (PMBR) 10 MWE Menggunakan Metode MCNP 5

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENGARUH JENIS MATERIAL REFLEKTOR TERHADAP FAKTOR KELIPATAN EFEKTIF REAKTOR TEMPERATUR TINGGI PROTEUS

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

2. Reaktor cepat menjaga kesinambungan reaksi berantai tanpa memerlukan moderator neutron. 3. Reaktor subkritis menggunakan sumber neutron luar

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maraknya krisis energi yang disebabkan oleh menipisnya

I. PENDAHULUAN. hampir 50 persen dari kebutuhan, terutama energi minyak dan gas bumi.

I. PENDAHULUAN. penduduk dunia yaitu sekitar 7 miliar pada tahun 2011 (Worldometers, 2012),

PERHITUNGAN REAKTIVITAS UMPAN BALIK AKIBAT KOMPAKSI BAHAN BAKAR DAN KEBOCORAN YANG DISEBABKAN OLEH GEMPA PADA HTR-10 DENGAN CODE MVP

TUGAS MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR DAN PENDINGIN Pb-Bi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Studi Sensitivitas Ketinggian Teras Reaktor dalam Desain Htr Pebble Bed

I. PENDAHULUAN. Telah dilakukan beberapa riset reaktor nuklir diantaranya di Serpong

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Geometri Aqueous Homogeneous Reactor (AHR) Geometri AHR dibuat dengan menggunakan software Visual Editor (vised).

DESAIN TERAS DAN BAHAN BAKAR PLTN JENIS HTR-PBMR PADA DAYA 50 MWe DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM SRAC2006

PEMBANGKIT PENGENALAN (PLTN) L STR KTENAGANUKLTR

EFEK FRAKSI PEBBLE DALAM PERHITUNGAN KOEFISIEN REAKTIVITAS DOPPLER RGTT200K

STUDI SENSITIVITAS KETINGGIAN TERAS REAKTOR DALAM DESAIN HTR PEBBLE BED ABSTRAK

Analisis Termal Hidrolik Gas Cooled Fast Reactor (GCFR)

Nomor 36, Tahun VII, April 2001

OPTIMASI GEOMETRI TERAS REAKTOR DAN KOMPOSISI BAHAN BAKAR BERBENTUK BOLA PADA DESAIN HIGH TEMPERATURE FAST REACTOR (HTFR).

Studi Efek Geometri Terhadap Performa Bahan Bakar Pebble Bed Reactor

MODUL 2 ANALISIS KESELAMATAN PLTN

PENGARUH PENGAYAAN URANIUM TERHADAP NILAI FAKTOR MULTIPLIKASI EFEKTIF (k eff ) REAKTOR SUHU TINGGI HTR PROTEUS

Definisi PLTN. Komponen PLTN

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA

BAB I PENDAHULUAN. bising energi listrik juga memiliki efisiensi yang tinggi, yaitu 98%, Namun

TUGAS. Di Susun Oleh: ADRIAN. Kelas : 3 IPA. Mengenai : PLTN

Analisis Neutronik pada Gas Cooled Fast Reactor (GCFR) dengan Variasi Bahan Pendingin (He, CO 2, N 2 )

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR

BAB IV DATA DAN ANALISIS HASIL PERHITUNGAN DESAIN HTTR

ANALISIS DISTRIBUSI SUHU AKSIAL TERAS DAN PENENTUAN Keff PLTN PEBBLE BED MODULAR REACTOR (PBMR) MENGGUNAKAN METODE MCNP 5

REAKTOR AIR BERAT KANADA (CANDU)

STUDI OPTIMASI MODERASI NEUTRON DALAM TERAS HTR PEBBLE BED

ANALISIS PENGARUH WATER INGRESS TERHADAP PERTUMBUHAN GAS CO DAN H 2 DALAM PENDINGIN RGTT200K ABSTRAK

DESAIN TERAS DAN BAHAN BAKAR PLTN JENIS PEBBLE BED MODULAR REACTOR (PBMR) DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM SRAC.

REAKTOR PEMBIAK CEPAT

KONSEP DESAIN NEUTRONIK REAKTOR AIR TEKAN BERBAHAN BAKAR PLUTONIUM-URANIUM OKSIDA (MOX) DENGAN INTERVAL PENGISIAN BAHAN BAKAR PANJANG ASIH KANIASIH

TUGAS 2 MATA KULIAH DASAR KONVERSI ENERGI

OPTIMASI DIMENSI BAHAN BAKAR UNTUK REAKTOR BERBAHAN BAKAR UO 2 DENGAN MODERATOR DAN PENDINGIN AIR RINGAN (H 2 O)

PEMODELAN TERAS UNTUK ANALISIS PERHITUNGAN KONSTANTA MULTIPLIKASI REAKTOR HTR-PROTEUS

EFEK MODEL KISI HEKSAGONAL DALAM PERHITUNGAN FAKTOR MULTIPLIKASI BAHAN BAKAR RGTT

STUDI PARAMETER BURNUP SEL BAHAN BAKAR BERBASIS THORIUM NITRIDE PADA REAKTOR CEPAT BERPENDINGIN HELIUM

PENGARUH BAHAN BAKAR UN-PuN, UC-PuC DAN MOX TERHADAP NILAI BREEDING RATIO PADA REAKTOR PEMBIAK CEPAT


REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR)

KONSEP DAN TUJUAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR

BERBAGAI TIPE PEMBANGKIT LISTRIK TENAGANUKLIR

PENTINGNYA REAKTOR PEMBIAK CEPAT

NUCLEAR CHEMISTRY & RADIOCHEMISTRY

ANALISIS KORELASI RESONANCE INTEGRAL DAN TEMPERATUR KELUARAN PAKET PROGRAM V.S.O.P PADA REAKTOR HTGR PEBBLE BED

PEMODELAN REAKTOR JENIS HIGH TEMPERATURE REACTOR (HTR)-10 MENGGUNAKAN CODE MVP

PERHITUNGAN REAKTIVITAS UMPAN BALIK AKIBAT KOMPAKSI BAHAN BAKAR DAN WATER INGRESS YANG DISEBABKAN OLEH GEMPA PADA HTR-10 DENGAN CODE MVP

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

STUDI KOMBINASI KISI KERNEL DAN KISI PEBBLE DALAM DESAIN RGTT200K

REAKTOR PENDINGIN GAS MAJU

Disusun oleh: SUSANTI M SKRIPSI

PEMODELAN NEUTRONIK BAHAN BAKAR HTR. Topan Setiadipura *

STUDI MODEL BENCHMARK MCNP6 DALAM PERHITUNGAN REAKTIVITAS BATANG KENDALI HTR-10

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

STUDI PEMODELAN DAN PERHITUNGAN TRANSPORT MONTE CARLO DALAM TERAS HTR PEBBLE BED. Zuhair Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN.

Analisis Neutronik Super Critical Water Reactor (SCWR) dengan Variasi Bahan Bakar (UN-PuN, UC-PuC dan MOX)

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

POTENSI THORIUM SEBAGAI BAHAN BAKAR PADA REAKTOR CEPAT BERPENDINGIN GAS UNTUK PLTN

2. Prinsip kerja dan Komponen Utama PLTN

Pengaruh Ketinggian Larutan Bahan Bakar pada Kekritisan Aqueous Homogeneous Reactor

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

ANALISIS PERHITUNGAN DISTRIBUSI TEMPERATUR TERAS DAN REFLEKTOR REAKTOR DAYA EKSPERIMENTAL

KAJIAN PERKEMBANGAN PLTN GENERASI IV

STUDI PARAMETER REAKTOR BERBAHAN BAKAR UO 2 DENGAN MODERATOR H 2 O DAN PENDINGIN H 2 O

Proposal Kunjungan Riset

ANALISIS NILAI KOEFISIEN REAKTIVITAS SUHU BAHAN BAKAR DAN MODERATOR PADA HTR-10

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS PERHITUNGAN KOEFISIEN REAKTIVITAS TEMPERATUR BAHAN BAKAR DAN MODERATOR TERAS RGTT200K

Desain Reaktor Air Superkritis (Supercritical Cooled Water Reactor) dengan Menggunakan Bahan Bakar Uranium-horium Model Teras Silinder

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK

Investigasi Kritikalitas HTR (High Temperature Reactor) Pebble Bed Sebagai Fungsi Radius dan Pengkayaan Bahan Bakar Kernel

ANALISIS EFEK KECELAKAAN WATER INGRESS

Sigma Epsilon, ISSN

II. TINJAUAN PUSTAKA. mekanisme yang banyak digunakan untuk menghasilkan energi nuklir melalui

PERHITUNGAN INTEGRAL RESONANSI PADA BAHAN BAKAR REAKTOR HTGR BERBENTUK BOLA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM VSOP

ASPEK KESELAMATAN TERHADAP BAHAYA RADIASI NUKLIR, LIMBAH RADIOAKTIF DAN BENCANA GEMPA PADA PLTN DI INDONESIA SKRIPSI

Teknologi Pembuatan Bahan Bakar Pelet Reaktor Daya Berbasis Thorium Oksida EXECUTIVE SUMMARY

DISTRIBUSI FLUKS NEUTRON SEBAGAI FUNGSI BURN-UP BAHAN BAKAR PADA REAKTOR KARTINI

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

REAKTOR PIPA TEKAN PENDINGIN AIR DIDIH MODERATOR GRAFIT (RBMK)

LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN

ANALISIS KOMPARASI HTGR TIPE PRISMATIK DAN PEBBLE BED

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang

REAKTOR PIPA TEKAN PENDINGIN AIR DIDIH MODERATOR GRAFIT (RBMK)

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

BAB III DAUR ULANG PLUTONIUM DAN AKTINIDA MINOR PADA BWR BERBAHAN BAKAR THORIUM

EFEK IMPURITAS BORON PADA KERNEL BAHAN BAKAR HTGR PEBBLE BED. Hery Adrial Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir - BATAN

ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP DEGRADASI GRAFIT OLEH AIR INGRESS PADA TERAS RGTT200K.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsumsi energi listrik dunia dari tahun ke tahun terus meningkat. Dalam hal ini industri memegang peranan penting dalam kenaikan konsumsi listrik dunia. Di Indonesia, pada tahun 2003 konsumsi listrik nasional sebesar 69,96 TWh dengan pertumbuhan sekitar 6,5% per tahun, maka dapat diperkirakan konsumsi listrik nasional tahun 2020 mencapai 272,34 TWh (Muchlis dan Permana, 2013). Konsumsi listrik tahun 2012 sudah mencapai 173,99 TWh (Pusdatin ESDM, 2012). Hal ini mendorong pemerintah untuk segera menyediakan sumber energi tambahan guna memenuhi kebutuhan konsumsi listrik nasional yang kian meningkat. PLTU batubara dan minyak bumi rupanya masih menjadi prioritas pembangkit listrik di Indonesia. Namun masalah yang ditimbulkan pembangkit listrik ini menjadi dilema yang harus dipikirkan kembali oleh pemerintah bahkan dunia. Pada pertemuan di Kyoto tahun 1992, emisi gas CO 2 dan gas rumah kaca lainnya mencapai 10% pada tahun 1990. Namun kenyataannya 10 tahun setelahnya gas ini justru malah semakin bertambah lebih dari 10% (Kadak, 2005). Sehingga pemerintah perlu memikirkan pembangkit listrik yang tidak hanya dapat menghasilkan energi yang besar namun tetap ramah bagi lingkungan. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) merupakan solusi alternatif dari dilema yang sedang dihadapi pemerintah. Oleh karena luaran energi yang begitu besar, PLTN haruslah memiliki tingkat keamanan yang sangat tinggi. Sehingga masyarakat tidak perlu khawatir dengan adanya reaktor nuklir di lingkungan mereka. Selain menyediakan tenaga yang besar, PLTN juga ramah lingkungan karena tidak mengeluarkan residu berupa CO 2 ataupun gas asam lainnya. Berbagai jenis teknologi reaktor nuklir telah dikembangkan. Salah satunya adalah High Temperature Reactor (HTR) jenis Pebble-bed Modular Reactor (PBMR) yang diklasifikasikan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) sebagai reaktor generasi ke-iv. Perbedaan commit to reaktor generasi ke-iv dengan generasi

sebelumnya (generasi I, II, dan III) adalah reaktor tidak hanya memiliki keselamatan pasif, namun juga keselamatan inheren (inhern safety). Keselamatan inheren merupakan teknologi baru yang memanfaatkan bahan yang dapat menanggulangi. Namun reaktor ini masih dalam skala riset. Realisasi secara komersial baru akan dilaksanakan tahun 2030 mendatang (Abdullah dan Su ud, 2012). Kriteria reaktor yang baik haruslah memiliki faktor multiplikasi efektif sama dengan 1. Faktor multiplikasi efektif (k eff ) merupakan perbandingan jumlah mulamula neuton sebelum terjadi siklus terhadap jumlah netron setelah terjadi siklus netron dalam satu generasi. Artinya, jika nilai k eff lebih dari 1, maka reaktor dalam keadaan super kritis. Keadaan ini berbahaya bagi kelangsungan reaktor, karena akan menyebabkan teras reaktor meleleh dan terjadi kebocoran. Jika nilai k eff kurang dari 1, maka reaktor akan shutdown karena kehabisan netron. Untuk itulah dibutuhkan reaktor nuklir yang dapat menjaga populasi netron agar reaksi berantai fisi tetap terkendali (Serway and Jewett, 2010). Berkaca pada kecelakaan yang menimpa reaktor terdahulu, yaitu reaktor di Chernobyl, IAEA terus melakukan pembenahan terutama dalam sistem keamanan reaktor baik sebelum terjadi kecelakaan maupun setelah terjadi kecelakaan. Reaktor Chernobyl menggunakan pendingin air yang lebih berperan sebagai penyerap netron daripada sebagai moderator netron. Ketika panas bahan bakar merubah air menjadi uap, reaktor akan kekurangan bahan penyerap netron yang mengakibatkan naiknya populasi netron dalam reaktor (Septilarso, 2011). Laju reaksi fisi (reaktivitas) reaktor yang bernilai positif juga mendukung meningkatnya jumlah netron di dalam teras reaktor. Ketika reaktor mengalami kecelakaan yang mengakibatkan terlepasnya bahan bakar dalam jumlah besar ke lingkungan, bahan bakar terus melakukan reaksi fisi karena nilai reaktivitas yang positif. Oleh karena itu, untuk meningkatkan sistem keamanan, reaktor harus memiliki sistem keamanan pasif yang salah satunya adalah mendesain reaktor yang memiliki reaktivitas bernilai negatif. PBMR merupakan reaktor berbahan bakar UO 2 berbentuk pebble atau bola dengan grafit sebagai moderator sekaligus commit to reflektor. Bahan bakar yang berjumlah

ribuan merupakan partikel berlapis TRISO yang tersebar di dalam bola berbahan grafit. Partikel TRISO terdiri dari bahan bakar kernel UO 2 yang dibungkus lapisaan pyro karbon dan silikon karbida (Zuhair, 2012). HTR PROTEUS merupakan salah satu fasilitas reaktor pebble bed yang dikembangkan di Paul Scherrer Institute, Switzerland. Fasilitas ini dibangun sebagai penelitian dan pengembangan reaktor temperatur tinggi berpendingin gas. HTR PROTEUS termasuk jenis reaktor yang direkomendasikan IAEA sebagai reaktor generasi ke IV dengan tingkat keamanan yang tinggi (IAEA, 2001), karena keselamatan inheren dan keselamatan pasif telah di desain agar melekat pada reaktor. HTR PROTEUS memiliki 11 benchmark eksperimen dengan kondisi teras yang beda-beda. Salah satunya adalah jenis teras 4. Jenis teras ini memiliki ciri dalam penyusunan pebble yang random serta jumlah rasio bahan bakarnya dan moderator (F:M) 1:1. Berdasarkan tinggi kritis, teras 4 dibagi menjadi 3 keadaan, yakni teras 4.1, 4.2 dan 4.3 (Gougar, 2009). Tinggi kritis merupakan tinggi muatan bahan bakar yang mengisi teras reaktor. Untuk menjadi reaktor dengan kriteria keselamatan inheren, penentuan kadar uranium-235 optimum dalam bahan bakar perlu dilakukan untuk mendesain bahan bakar yang dapat mencapai tingkat kritis namun reaktivitas tetap negatif. Pengayaan uranium yang digunakan dalam model awal penelitian secara eksperimen adalah 16,7% dengan menggunakan pendingin udara. Pada keadaan tersebut nilai k eff yang dihasilkan pada eksperimen adalah 1,0134 ± 0,0001 (IAEA, 2001). Jenis bahan pendingin yang telah digunakan pada reaktor diseluruh dunia diantaranya: H2O, D2O, udara, helium, molten salt, dan lain-lain. Pada jenis reaktor pebble bed yang lain, yaitu HTR10, pendingin yang digunakan adalah helium. Helium digunakan karena sifatnya yang inert dan sulit bereaksi dengan netron (Terry et.al., 2006). Investigasi kekritisan HTR PROTEUS teras 4.1 terhadap pengayaan bahan bakar dan variasi gas pendingin telah dilakukan menggunakan kode komputer MCNP5. Kode komputer ini dapat digunakan untuk menghitung eigenvaluaes tingkat kekritisan sistem dan pembuatan commit to model geometri yang kompleks (X-5

Monte Carlo Team, 2003). Dari variasi pengayaan bahan bakar yang dilakukan akan diperoleh nilai faktor multiplikasi dan reaktivitas reaktor HTR PROTEUS. Dengan demikian dapat diketahui komposisi pengayaan bahan bakar dan pendingin yang tepat agar reaktor dapat bekerja secara optimum namun faktor keselamatan tetap terjaga. Hasil perhitungan MCNP5 juga dapat dibandingkan dengan benchmark eksperimen (IAEA, 2001) dan perhitungan dengan MCNP4B (Labenhaft, 2001) yang telah dilakukan pada teras 4.1. Pada penelitian HTR PROTEUS sebelumnya, yang telah dilakukan Labenhaft (2001), menggunakan 3 variasi ketinggian teras (teras 4.1, 4.2, dan 4.3) dengan pengayaan uranium yang digunakan adalah 16,7% dan pendingin reaktor berupa udara. Perbedaan dari penelitian sebelumnya adalah pada penelitian ini teras yang digunakan hanya teras 4.1 dengan ketinggian 1,58 m, namun variasi pengayaan yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 25 pengayaan dan pendingin yang digunakan berupa helium dan udara. 1.2. Batasan Masalah Pengayaan bahan bakar yang direkomendasikan IAEA untuk jenis Low Enrichment Uranium (LEU) pada HTR PROTEUS adalah maksimum 20%. Secara teori dimungkinkan untuk menghitung nilai k eff dengan pengayaan hampir 100% sekalipun. Namun pada penelitian ini variasi pengayaan yang digunakan dibatasi dari 3% sampai 49,5%, untuk masing-masing pendingin yang digunakan (udara dan helium). Pada perhitungan benchmark eksperimen, HTR PROTEUS, udara digunakan sebagai pendingin reaktor. Pemilihan variasi pendingin, yakni helium, sebagai pendingin mengacu pada jenis PBMR lainnya yang juga menggunakan helium sebagai pendingin (IAEA, 2003). Dengan demikian, dalam penelitian ini dilakukan simulasi tidak hanya menggunakan udara sebagai pendingin, namun juga menggunakan gas helium. Investigasi daerah interest pada data yang mendekati daerah kritis setiap penambahan 0,2%, serta menentukan nilai reaktivitas bahan bakar HTR PROTEUS. Dalam penelitian ini, commit jenis to teras HTR PROTEUS yang digunakan

dibatasi pada jenis teras 4.1. Semua perhitungan nilai k eff pada penelitian ini menggunakan software MCNP5. 1.3. Perumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah yang telah dipaparkan diatas, perumusan masalah yang diajukan adalah: 1. Bagaimanakah modifikasi reaktor HTR PROTEUS dalam MCNP5? 2. Berapakah komposisi pengayaan bahan bakar yang optimum untuk HTR PROTEUS? 3. Bagaimana perbedaan pendingin yang digunakan pada HTR PROTEUS terhadap nilai k eff? 1.4. Tujuan Masalah a. Memodifikasi model reaktor HTR PROTEUS menggunakan kode komputer MCNP5. b. Mendapatkan nilai komposisi pengayaan bahan bakar yang optimum pada HTR PROTEUS. c. Mendapatkan informasi perbandingan pendingin udara dan helium pada HTR PROTEUS terhadap nilai k eff. commit to

1.5. Manfaat Penelitian Hasil perhitungan ini akan dipublikasikan sehingga dapat menjadi acuan bagi peneliti lain di bidang fisika reaktor untuk mengembangkan HTR PROTEUS. Dapat juga dijadikan acuan perbandingan perhitungan menggunakan software lain. commit to