LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

IZIN USAHA JASA PARIWISATA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA SARANA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 03 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN RETRIBUSI USAHA RUMAH MAKAN DI KABUPATEN BARITO UTARA

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

S A L I N A N NOMOR 06/C 2002.

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 02 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN HOTEL, PENGINAPAN ATAU WISMA DAN PONDOK WISATA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG USAHA DAN PENGGOLONGAN HOTEL MELATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA REKREASI DAN HIBURAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KEPARIWISATAAN

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG

RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KEPARIWISATAAN

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN HIBURAN

PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 6 TAHUN 2002 (6/2002) TENTANG PERIZINAN USAHA PERJALANAN WISATA

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 6 Tahun 2002 Seri: C

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS TENTANG PENGELOLAAN HIBURAN KARAOKE DAN PELARANGAN HIBURAN DISKOTIK, KELAB MALAM DAN PUB

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

5. Undang-Undang Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang - undangan (Lembaran

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2002 T E N T A N G IZIN USAHA HOTEL DENGAN TANDA BUNGA MELATI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA RESTORAN, RUMAH MAKAN, TEMPAT MAKAN DAN JASA BOGA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PENGUSAHAAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR : 12 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 5 TAHUN 2013

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KAWASAN PARIWISATA PANTAI WIDURI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA RESTORAN, RUMAH MAKAN, TEMPAT MAKAN DAN JASA BOGA

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERDAGANGAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 09 TAHUN 2005 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Yogyakarta) Nomor : 2 Tahun 2002 Seri : C

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR..TAHUN TENTANG TATA KELOLA HOTEL, PENGINAPAN DAN KOS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 8 Tahun 2002 Seri: C

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 5 TAHUN 2008

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 14 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DALAM WILAYAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 08 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IJIN USAHA SARANA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 4 Tahun 2002 Seri: C

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA OBYEK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 04 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI KAWASAN PARIWISATA PANTAI WIDURI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 7 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG IZIN PENGELOLAAN LOGAM TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PELARANGAN PENGEDARAN, PENJUALAN DAN PENGGUNAAN MINUMAN BERALKOHOL

PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 20 TAHUN 2002 (20/2002) TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT REKREASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN TEMPAT PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR : 23 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG TANDA NOMOR PERUMAHAN DAN BANGUNAN

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DAN TEMPAT BERJUALAN PEDAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI ATAS IJIN PERUBAHAN FUNGSI RUMAH TEMPAT TINGGAL DI KABUPATEN MURUNG RAYA

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR : 7 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 12 TAHUN 2001 SERI B.6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 8 Tahun 2000 Seri B PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG PENGGANTIAN BIAYA CETAK PETA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 14 TAHUN 2002 SERI C NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 08 TAHUN 2005 SERI C NOMOR 04

P E R A T U R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 62 TAHUN 2006 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 6 TAHUN 2006 TENTANG

WALIKOTA SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT Rancangan PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PEMERINTAH KOTA PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 16 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA RESTORAN, RUMAH MAKAN, BAR DAN JASA BOGA

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 2 Tahun 2002 Seri: B

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERIZINAN DAN RETRIBUSI IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL

PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 8 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR : 2 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA HOTEL DAN PENGINAPAN

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

Transkripsi:

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 02 Tahun 2009 PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA KEPARIWISATAAN DI KOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA, Menimbang : a. bahwa pengembangan penyelenggaraan usaha kepariwisataan merupakan salah satu potensi yang saat ini sangat pesat perkembangannya di Kota Samarinda dan sejalan dengan kebijakan otonomi daerah dimana Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur telah menyerahkan urusan kepariwisataan kepada Pemerintah Kota Samarinda dan saat ini menjadi kewenangan urusan pilihan yang perlu penanganan dan pengaturan secara konsisten, komprehensif dan berkelanjutan ;

2 b. bahwa dengan semakin meningkatnya penyelenggaraan usaha kepariwisataan yang mempunyai arti dalam pengembangan ekonomi, sosial dan budaya, maka Pemerintah Kota Samarinda perlu melakukan penertiban, pembinaan, pengawasan tempat penyelenggaraan usaha kepariwisataan di wilayah Kota Samarinda ; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan dalam Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Usaha Kepariwisataan di Kota Samarinda. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9; Tambahan Lembaran Negara Nomor 352) sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820) ; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) ; 3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 33427) ;

3 4. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048) ; 5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) ; 6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389) ; 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 38; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493) yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

4 8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258) ; 10. Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3659) ; 11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82) ; 12. Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 01 Tahun 2003 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah ; 13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah ; 14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah ;

5 15. Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 06 Tahun 2009 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Lingkungan Kota Samarinda ; 16. Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : 012/MKP/W/2001 tentang Perijinan Usaha Kepariwisataan. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SAMARINDA dan WALIKOTA SAMARINDA MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA KEPARIWISATAAN DI KOTA SAMARINDA. BAB I KETENTUN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Kota Samarinda dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Samarinda menurut asas otonom dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas - luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 ;

6 2. Pemerintah Daerah adalah Walikota Samarinda dan Perangkat Daerah Kota Samarinda ; 3. Kepala Daerah adalah Walikota Samarinda ; 4. Wakil Kepala Daerah adalah Wakil Walikota Samarinda ; 5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah Kota Samarinda sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah ; 6. Kantor Pariwisata adalah Instansi tekhnis yang membidangi Periwisata, Seni dan Budaya Kota Samarinda ; 7. Badan Usaha adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan Perkumpulan, Yayasan Organisasi yang sejenis, Lembaga, Bentuk Usaha Tetap dan Bentuk Badan lainnya ; 8. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pariwisata termasuk penyelenggaraan wisata oleh pemerintah, badan maupun masyarakat dalam rangka pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha yang terkait dibidang tersebut ; 9. Usaha Sarana Pariwisata adalah kegiatan pengelolaan, penyediaan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan dalam penyelenggaraan pariwisata ; 10. Obyek Wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata ; 11. Penonton atau Pengunjung adalah setiap orang yang menghadiri dan atau berada di suatu tempat usaha kepariwisataan, dengan maksud melihat, mendengar dan atau menikmati fasilitas yang disediakan oleh penyelenggara usaha, selain karyawan, artis dan petugas yang menghadiri untuk melakukan tugas yang menjadi tanggung jawabnya ; 12. Lokalisasi Usaha dan Sarana Wisata adalah suatu tempat tertentu dan atau wilayah khusus yang diperuntukkan bagi penyelenggaraan usaha dan sarana wisata yang bersifat definitif dan tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kota Samarinda ;

7 13. Hotel adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk menginap/istirahat, memperoleh pelayanan dan atau fasilitas lainnya dengan perhitungan pembayaran harian serta dapat menyediakan restoran/rumah makan dan bar ; 14. Restoran adalah suatu jenis usaha jasa pangan bertempat di sebagian atau seluruh bangunan yang permanen, dilengkapi dengan peralatan dan perelengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian dan penjualan makanan dan minuman bagi umum di tempat usahanya serta memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan ; 15. Rumah Makan dan Warung Makan adalah setiap usaha komersil yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan hidangan dan minuman untuk umum di tempat usahanya ; 16. Atraksi Wisata adalah suatu usaha yang menyelenggarakan pertunjukan kesenian, olahraga, pameran/promosi dan bazaar di tempat tertutup dan di tempat terbuka yang bersifat temporer baik komersil maupun tidak komersil ; 17. Taman Rekreasi adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan berbagai jenis fasilitas untuk memberikan kesegaran rohani dan jasmani yang mengandung unsur hiburan, pendidikan dan kebudayaan sebagai usaha pokok di suatu kawasan tertentu dan dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makanan, minuman serta akomodasi lainnya ; 18. Kolam Pemancingan adalah suatu usaha yang menyediakan tempat, peralatan, fasilitas untuk memancing ikan serta dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makanan dan minuman ; 19. Biro Perjalanan Wisata merupakan kegiatan usaha bersifat komersil yang mengatur, menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan bagi seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan perjalanan dengan tujuan utama untuk berwisata ; 20. Cabang Biro/Counter merupakan salah satu unit usaha Biro Perjalanan Wisata yang berkedudukan di wilayah yang sama dengan kantor pusat atau wilayah lain, yang melakukan kegiatan kantor pusatnya ;

8 21. Agen Perlajanan Wisata adalah badan yang menyelenggarakan usaha perjalanan yang bertindak sebagai perantara di dalam menjual dan atau mengurus jasa untuk melakukan perjalanan ; 22. Sanggar Seni Budaya Tradisional adalah sutau usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas serta pemain untuk pendidikan ataupun pertunjukan hiburan tradisioanal ; 23. Perijinan/Ijin Usaha adalah ijin usaha kepariwisataan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah ; 24. RUTRW adalah Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kota Samarinda ; 25. SIU adalah Surat Izin Usaha Kepariwisataan ; 26. IMB adalah Izin Mendirikan Bangunan ; 27. Cakra adalah Simbol atau lambang untuk Biro Perjalanan Wisata ; 28. Cakra Satu adalah Biro Perjalanan Wisata golongan (BPW) D yang melayani rute domistik ; 29. Cakra Dua Satu adalah Biro Perjalanan Wisata (BPW) golongan C yang melayani rute domistik dan internasional ; 30. Cakra Tiga adalah Biro Perjalanan Wisata (BPW) golongan B dan memiliki cabang di seluruh indonesia ; 31. Cakra Empat adalah Biro Perjalanan Wisata (BPW) golongan A dan memiliki cabang dimana-mana. BAB II BENTUK USAHA DAN PERMODALAN Pasal 2 (1) Usaha jasa kepariwisataan yang seluruh modal usahanya dimiliki oleh Pemerintah Daerah atau warga Negara Indonesia dapat berbentuk badan atau usaha perseorangan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. (2) Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata yang seluruh modalnya patungan (kongsi) antara Warga Negara Indonesia dengan Warga

9 Negara Asing dan atau dengan Pemerintah Daerah, harus berbentuk badan hukum. (3) Badan Usaha sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) Pasal ini dalam melakukan kegiatan usahanya harus berdasarkan izin Kepala Daerah. BAB III PENGGOLONGAN USAHA PARIWISATA Bagian Pertama Penyelenggaraan Usaha Pariwisata Pasal 3 Penyelenggaraan usaha pariwisata meliputi : a. Usaha Sarana Pariwisata b. Usaha Obyek dan Daya Tarik Wisata c. Usaha Jasa Perjalanan Wisata d. Usaha Promosi dan Pemasaran Wisata e. Usaha Jasa Konsultan Pariwisata f. Pengelolaan Usaha Pariwisata yang dikelola oleh Pemerintah Daerah Pasal 4 (1) Badan Penyelenggaraan Usaha Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 berkewajiban untuk : a. Mengadakan pembukuan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. b. Mentaati ketentuan perizinan usaha kepariwisataan dan peraturan perundang-undangan perpajakan. c. Mentaati perjanjian kerja serta menjamin keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan karyawan sesuai perundang-undangan yang berlaku. d. Meningkatkan mutu penyelenggaraan usaha kepariwisataan.

10 e. Memelihara kebersihan dan keindahan lokasi serta kelestarian lingkungan usaha. f. Menjamin keselamatandan kenyamanan pengunjung serta mencegah timbulnya hal-hal yangtidak diinginkan. g. Mencegah terjadinya kegiatan peredaran dan pemakaian obat terlarang serta barang/minuman terlarang di tempat usahanya. h. Mencegah terjadinya kegiatan perjudian dan prostitusi atau perbuatan lain yang sejenis di tempat usahanya. i. Menyediakan sarana peribadatan dan memberikan kesempatan kepada karyawan untuk melaksanakan ibadah. (2) Badan penyelenggara usaha pariwisata dilarang : a. Memakai tenaga kerja dibawah umur dan tenaga kerja asing tanpa izin sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. b. Mengoperasikan kegiatan usahanya pada bulan suci Ramadhan dan hari-hari besar keagamaan yang pengaturannya ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah. Bagian Kedua Jenis Usaha Sarana Pariwisata Pasal 5 (1) Jenis Usaha Sarana Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a meliputi : a. Sarana Akomodasi 1. Hotel 2. Motel/Cottage 3. Mewss/Penginapan 4. Rumah Kost 5. Pondok Wisata 6. Hunian Wisata 7. Perkemahan b. Sarana Makan dan Minum 1. Restoran Hotel

11 2. Rumah Makan dan Warung Makan 3. Cafe 4. Restoran Waralaba c. Sarana Pariwisata lainnya 1. Angkutan Wisata 2. Tempat Konvensi, Pameran dan Balai Pertemuan. (2) Jenis Usaha Obyek dan Daya Tarik Wisata dan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi : a. Pengusahaan Obyek dan daya Tarik Wisata Alam 1. Atraksi Wisata 2. Wisata Tirta dan Bahari 3. Taman Rekreasi dan Pendidikan b. Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata budaya 1. Kesenian Tradisional 2. Museum 3. Wisata Budaya dan Religius (3) Usaha Jasa Perjalanan Wisata sebagaimana dimaksud Pasal 3 meliputi : a. Biro Perjalanan Wisata b. Cabang Biro/Counter c. Agen Perjalanan Wisata d. Cabang Pembantu BPW (Biro Perjalanan Wisata) e. Kepramuwisataan (4) Promosi dan Pemasaran Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi : a. Pertunjukan/Show Biz b. Pameran c. Hal lain yang menyangkut informasi publikasi dalam media cetak elektronik maupun bentuk promosi dan pemasaran lainnya. (5) Usaha Jasa Konsultasi Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi : a. Jasa Konsultan Pariwisata b. Jasa Kongres, Konvensi dan Eksibisi (MICE)

12 c. Agen Pemasaran / Penyalur (6) Pengelolaan Usaha Pariwisata yang dikelola oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi : a. Penginapan / Mess b. Ruang Pertemuan pada Penginapan / Mess c. Jasa Pelayanan masuk tempat rekreasi dan sarana wisata lainnya milik Pemerintah Daerah. BAB IV PENGGOLONGAN KELAS HOTEL Pasal 6 (1) Tingkat pelayanan jenis usaha pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a ditentukan ke dalam 5 (lima) golongan kelas berdasarkan kelengkapan dan kondisi bangunan, peralatan pengelolaan serta mutu pelayanan sesuai dengan persyaratan pengelolaan hotel sebagaimana yang ditetapkan didalam kriteria penggolongan hotel bintang. (2) Jenis usaha hotel wajib memenuhi ketentuan penggolongan kelas hotel sebagai bagian dari izin tempat usaha hotel. (3) Golongan kelas hotel yang tertinggi dinyatakan dengan piagam bertanda 5 (lima) bintang dan golongan kelas hotel terendah dinyatakan dengan hotel melati I. (4) Dalam hal hotel dapat melampaui persyaratan golongan kelas hotel, maka Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dapat memberikan piagam khusus golongan hotel atas penilaian PHRI. (5) Piagam golongan kelas hotel berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. (6) Piagam golongan kelas hotel harus dipajang ditempat yang dapat dilihat oleh umum. (7) Permintaan untuk memperoleh piagam golongan kelas hotel diajukan kepada Kepala Daerah melalui PHRI. (8) Penilaian dan penetapan piagam golongan kelas hotel dilakukan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja

13 setelah permintaan diterima secara lengkap oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk. BAB V PENGGOLONGAN KELAS RESTORAN DAN WARALABA Pasal 7 (1) Tingkat pelayanan restoran ditentukan penggolongan restoran yang terdiri dari 4 (empat) golongan kelas yang dinyatakan dalam piagam ; a. Restoran Hotel Berbintang b. Restoran Hotel Melati c. Restoran Menengah (Biasa) d. Rumah Makan Biasa (2) Persyaratan penggolongan kelas restoran dan tata cara memperoleh piagam sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini ditetapkan oleh Kepala Daerah. Pasal 8 Kriteria Tata cara persyaratan teknis penyelenggaraan usaha Kepariwiasataan ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah. BAB VI PEMBINAAN Pasal 9 (1) Pembinaan terhadap penyelenggaraan usaha, Kepariwisataan dilakukan oleh Kepala Daerah Pejabat yang ditunjuk. (2) Pembinaan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) Pasal ini meliputi : a. Pemberian Izin Usaha b. Pengendalian dan Pengawasan Penyelenggaraan Usaha c. Pembelajaran Teknis Penyelenggaraan Usaha d. Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Tenaga Kerja

14 e. Pembelajaran Teknis Pemasaran Promosi (3) Pelaksanaan ketentuan huruf c, d, e, ayat (2) Pasal ini dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah bersama Asosiasi Kepariwisataan sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. BAB VII PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 10 Pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Instansi teknis bekerjasama dengan Satuan Polisi Pamong Praja dan Instansi terkait lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. BAB VIII KETENTUAN DAN RETRIBUSI Pasal 11 (1) Setiap usaha Kepariwisataan yang telah mendapatkan izin dan telah operasional adalah merupakan subyek pajak dan retribusi (2) Badan penyelenggara usaha Kepariwisataan dan badan usaha yang bersangkutan merupakan wajib pajak dan retribusi yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pembayaran pajak dan retribusi yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak dan retribusi tertentu. Pasal 12 (1) Pelaksana Pemungutan retribusi daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Instansi tekhnis Pemungut Retribusi, menurut tata cara yang ditetapkan oleh Kepala Daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (2) Hasil pungutan sebagimana dimaksud Pasal 11 ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah ini maerupakan pendapatan asli Pemerintah Daerah.

15 BAB IX KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 13 (1) Penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini, dilaksanakan oleh Penyidik Umum dan atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah. (2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini berwenang : a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana. b. Melakukan tindakan pertama pada saat ini di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan. c. Menyuruh berhenti seorang Tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka. d. Melakukan penyitaan benda dan atau surat. e. Mengambil sidik jari dan memotret Tersangka. f. Mendatangkan Orang Ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.. g. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dan penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, Tersangka atau keluarganya h. Melakukan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. BAB X SANKSI ADMINISTRASI Pasal 14 Barang sipa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat dikenakan sanksi administrasi berupa : a. Teguran Lisan. b. Teguran Tertulis

16 c. Penghentian Tempat Usaha d. Pencabutan Surat Izin Kepariwisataan BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 15 (1) Setiap Orang Pribadi atau Badan Usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan Daerah ini diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan kurungan atau denda sebanyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini adalah pelanggaran. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 16 Hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Kepala Daerah. Pasal 17 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 15 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Usaha Kepariwisataan Dalam Wilayah Kota Samarinda dinyatakan tidak berlaku lagi.

17 Pasal 18 Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Samarinda. Ditetapkan di Samarinda Pada tanggal 3 Juni 2009 WALIKOTA SAMARINDA ttd H. ACHMAD AMINS Diundangkan di Samarinda Pada Tanggal 3 Juni 2009 SEKRETARIS DAERAH KOTA SAMARINDA H.M.FADLY ILLA Pembina Utama Madya NIP.195306201982121002 LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2009 NOMOR 02