biaya perbaikan mniah (22%), konsumsi (6%), dan biaya hari raya

dokumen-dokumen yang mirip
Dari pengklasifikasian tingkat

MG-6 DAUR DAN ETAT PEMANENAN KAYU

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan hutan lestari perlu dilaksanakan agar perubahan hutan yang terjadi

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Penyusunan Model Pertumbullan Diameter dan Tinggi Tegakan E~rcn[ypttrs urop11ylia S. T. Blalte. (Di bawab bimbingan Ir. Budi Prihanto, MS dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setempat serta keadaan ekologis berbeda dengan di luarnya (Spurr 1973).

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Burat

PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT KABUPATEN BOGOR DALAM MENDUKUNG KABUPATEN BOGOR TERMAJU DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. ini telah melampaui kemampuan sumber daya alam dalam memproduksi kayu

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Pengelolaan hutan merupakan sebuah usaha yang

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG RUMPANG (TR)

V HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI PENYUSUNAN MODEL PENGATURAN HASIL HUTAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SISTEM DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di

Kata Kunci : Hutan rakyat, pertumbuhan tegakan, bambang lanang, kualitas tempat tumbuh, model matematik, model sistem simulasi

PUSAT PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN HUTAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus

1. PENDAHULUAN A. Dasar Manajemen Hutan working plan perhitungan dan pengaturan hasil Manajemen Hutan

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

SUMBER DAYA HUTAN* Resume by Opissen Yudisyus , Ilmu Ekonomi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi hutan di Indonesia saat ini dalam keadaan krisis. Banyak tumbuhan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk

2 dilakukan adalah redesign manajemen hutan. Redesign manajemen hutan mengarah pada pencapaian kelestarian hutan pada masing-masing fungsi hutan, teru

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT

3. METODOLOGI PENELITIAN

MK. Biometrika Hutan Hari, tanggal : 16 Desember 2013 Kelas : Kamis ( ) Kelompok : 11

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG HABIS PENANAMAN BUATAN (THPB)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 625/KPTS-II/1998 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. saling terkait. Peristiwa banjir, erosi dan sedimentasi adalah sebagian indikator

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu

METODOLOGI PENILAIAN TEGAKAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. . Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 865/KPTS-II/1999 TENTANG

Paket KUANTITATIF PERTUMBUHAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

kepemilikan lahan. Status lahan tidak jelas yang ditunjukkan oleh tidak adanya dokumen

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 5 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

Peluang dan Tantangan bagi Pemilik Sumber Benih Bersertifikat (Pasca Ditetapkannya SK.707/Menhut-II/2013)

3. Pelestarian makhluk hidup dapat memberikan keuntungan ekonomi kepada masyarakat berupa

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah sumber daya alam yang mempunyai peranan sangat penting dalam

PENDAHULUAN Latar Belakang

Lampiran 1 Data luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di masing masing desa penelitian No Responden Desa Margajaya

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman (tegakan seumur). Salah satu hutan tanaman yang telah dikelola dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN

KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERANCANGAN

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN TANAMAN KEHUTANAN DI DAERAH MILIK JALAN TOL JAGORAWI SEBAGAI UNIT USAHA MANDIRI ABDULLAH PAUZI ASAGAP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI)

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 201/KPTS-II/1998. Tentang

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM MANGROVE DI DESA BAROWA KECAMATAN BUA KABUPATEN LUWU

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem silvikultur. Sistem silvikultur & Model Struktur Hutan:

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ)

PENDAHULUAN. Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan. produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

Mangium adalah jenis pohon cepat tumbuh (fasf growing species) yang. banyak digunakan untuk Hutan Tanaman lndustri (HTI) di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Ketertarikan masyarakat terhadap pengusahaan hutan rakyat semakin

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Silvilkultur. Hasil Hutan Kayu. Pemanfaatan. Pengendalian. Areal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

Menimbang : Mengingat :

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

Transkripsi:

Ringltasan. Tery Mustari. Kajian Penentuan Daur dan Kelestarian Hasil Pada Pengelolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Sukabumi dibalvah bimbingan Ir. H. Hardjanto, MS dan Ir. H. Achmad Hadjib, MS. Hutan rakyat mempunyai peran yaug positif baik secara ekonomi maupun secara ekologi. Secara ekonomi hutan rakyat dapat meningkatkan pendapatan pemilik hutan rakyat, penyediaau lapangan kerja, dan memacu pembangunan ekonomi daerah. Sedangkan dari aspek ekologi hutan rakyat mampu berperan positif dalam mengendalikan erosi dan limpasan permukaan, memperbaiki kesuburan tanah, dan menjaga keseimbangan tata air. Namun pengemhangan hutan rakyat masih me~ljumpai berbagai masalali septrti rendahnya hasil hutan rakyat, lamanya jangka waktu pengambilan hasil, dan liasil hutan rakyat yalig helum dapat diterima secara lestari. Hal ini disebabkan kebiasaali masyarakat yalig menebang polion sebelum masak tebang, dan belum adanya pengaturan waktu dan jumlah polion yang ditananllditebang. Berdasarkan pemiasalalian tersebut maka tujuan peuelitian hii adalali mengetahui faktor- faktor apa yang menyebabkan kebiasaan masyarakat dalam menebang pohon di bawah uniur daur, menentukan unlur daur yang optimal secara finansial, mengetahui kelestarian hasil liutan rakyat, dan memmuskan pengelolaan liutan rakyat agar dapat memberikan hasil yang lestari. Penelitiaii ini dilaksanakan di Kecamatan Jampang Tengah, Kecamatan Jampang Kulon, dan Kecamatan Kadudaliipit dalam wilayali Kabupaten DATI I1 Sukahumi dari bulan September sampai Oktober 1998. Uuh~k Kecaniatan Jampang Tengah terpilih desa contoh yaitu Desa Jampang Tengah, Desa Bojong Tipar, dan Panunibangan. Untuk Kecamatan Jampang Kulon telpilili desa contoh yaitu Desa Ciparay, Desa Tanjung, dan Desa Cikarang. Untuk Kecamatan Kadudampit terpilih desa contoh yaitu Desa Cipetir, Desa Sukamaju, dan Desa Sukamanis. Kriteria yang digunaka~i dalam penentuan kecamatan dali desa contoh yaitu potensi hutan rakyat. Kecamatan-kecamatan yang terdapat dalam Kabupaten Dati I1 Sukabumi dan desa-desa yang terdapat dalam kecamatan contoh dikelompokkan menjadi 3 kelompok berdasarkan luas hutan rakyat );ang terdapat di kecamataddesa melijadi kelompok kecamataddesa dengan potensi hutan rakyat rendah, sedang, dan tinggi. Kemudian dari - setiap kelompok kecamataddesa tersebut dipilih 1 buah kecamataddesa contoli secara pulposive. ~ari setiap desa contolu kemudian dipilih 10 responden penklik hutan rakyat secara purposive. Pengambilan data primer dilakukan dengan cara wawancara dan observasi. Wawancara dilakukali terliadap responden untuk mencari data primer seperti luas pemilikan lahan, tujuan penanaman kayu rakyat, pertinibangan dalam pemilihan jenis, tata waktu kegiatan penanaman, jumlah tenaga kerja yang terlibat, jumlah polion yang ditanam setelah penebangan, tujuan pemanenan, umur pohon yaiig ditebalig, jumlah polion yang ditebang, sistem pemanenan, Sedangkan obsenrasi dilakukali pada lahan hutan rakyat yang dimiliki responden untuk melicari data potensi hutan rakyat;

sebaran lokasi hutan rakyat, tingkat pemanfaatan lahan untuk tanaman kayu rakyat, sebaran diameter, daur, dan kerapatan pohon per hektar. Data yang diperoleh selanjuhlya disusun dalam bentuk tabel untuk dianalisa secara deskriftif. Analisa daur optimal secara finansial ditentukan berdasarkan kriteria nilai harapan lahan. Setelah diketahui daur yang optimal secara finansial selanjutnya dibuat rumusan kelestarian hasil hutan rakyat. Daur yang terdapat di masyarakat bervariasi din~ana setiap daur yang berbeda menghasilkan nilai harapan lahan yang berbeda. Nilai liarapan lahan untuk Kecamatan Jarnpang Tengah berkisar antara Rp -47.575,-/Iia/tahun pada daur 3 tahun dengan tingkat suku bunga 24% sampai Rp 1.4S4.166lha/tahun pada daur 7 tahun dengan tingkat suku bu~iga 6%. Untuk Kecamatan Jampang Tengah. nilai harapan lahan bemilai negatif pada daur 3 talntrt derrgan tingkat suku bunga 12%, 18%. datr 24%. Ital ini berarti pengusahaan hutan rakyat tidak layak pada daur 3 tahon dengan tingkat suko buirga 12%, IS%. dan 24%. Kemudian liilai harapx~ lallali tnulai positif pada daur 3 tahun dengan tirrgkat stlku bunga 6%. dan kemodian nilai harapan lahat1 scmakin nict~ingkat pada daur 4, 5. 6. 7 tahun. I-la1 ini berarti daur minimal untuk pelrgosahaatl hutall rakyat adalah 3 tahun.dengan tingka~ suku butrga maksimal 6%. Apabila daur optimal secara fittarlsial ditentukan berdasarkan nilai harapan lahan yang terbesar maka dam optimal untuk Kecamatao Jampang Tengall adalah 7 tahun. Nilai harapan lahan untuk Kecamatali Jampang Kulotl berkisar antara Rp -25.045,-kaltahulr pada daur 3 tahutl dengan tingkat suku bunga 24% sampai Rp 2.536.128,-Ihaltabun pada daur 7 taltun det~gantttlgkat suku bunga 6%. Untuk Kecamatat~ Jampang Tengall, nilai lrarapnn lahan bemilai negatif pada daor 3 tahun dengan titigkat sltku hunga 24%. ha1 itii berarti pengosahaan hutan rakyat tidak layak pada daur 3 tahun dengan tingkat suku bunga 21%. Kemudian nilai harapan Lalian rnulai positif pada daur 3 tahun dengan tingkat suku bunga 6%,12%, danl8%, ha1 ini berarti daur minimal unhtk pengosalraan hutan rakyat adalah 3 tahun dengalr tingkat suku bunga maksimal 18% Kemudian nilai harapan lahan semakin meningkat pada danr 4, 5, 6. 7 tahun. Apabila daur optimal secara finansial ditentukan berdasarkan nilai harapan lahan yang terbesar maka daur optimal untuk Kecamatan Jarnpang Kulon adalah 7 tahun. N~lat harapan lahan untuk Kecamatan Kadudamp~t berklsar antara Rp23.337,-lhaltahun pada daur 3 tahun dengan tingkat suku+~nga 24% sanlpal Rp 2.408 120,-fialtahun pada daur 7 taliutl dengan tingkat suku bunga 6%. Untuk Kecamatan Kadudampit, nilai harapan lahan benlilai pcsitif pada setiap daur alternatifdengan setiap suku bunga. Hal ini berarti pengusallaan hutan rakyat layak pada daur 3 tahun dengan tingkat suku bunga maksimal 24%. Dari daur 3 sampai dengan daur 4. 5. 6, 7 tahun nilai harapan lahan semakin rneningkat. Apabila daur optimal secara finansial ditelitukan berdasarkan nilai harapan lahan yang terbesar maka daur optimal itntuk Kecamatan Kadudampit adalah 7 tahun. Apabila daur yang optimal secara finansial di setiap kecamatan contoh yaitu 7 tahun maka dipastikan sekitar 72 % responden rnenebang pohon pada unlur di bswah daur. Hal ini karena - I

keputusan menebang pohon masih didasarkan atas kebutuhan ekonomi responden. Sebagian besar responden (90%) yang menebang pohon pada umur di bawah daur disebabkan karena desakan kebutuhan ekononii dan G responden menebang pada daur muda disebabkan hama uter (10%). Kebutulian ekolionii tersebut secara lebih luas antara lain kebutuhan biaya sekolali anak (47%), kebutuhan biaya tanam (8%), (6%). biaya perbaikan mniah (22%), konsumsi (6%), dan biaya hari raya Hasil hutan rakyat juga belum dapat dinikmati secara kontinu dan niaksimal. penebangan belum Periode teratur dan junilali polion yang ditebang pada setiap periode penebangan masih bervariasi. Hal ini dapat dililiat dari hasil penelitian dimana terliliat baliwa sebagian besar responden (57%) lianya menebang 1 kali dalanl kumn waktu 7 tahun dan lianya ada 43 % responden yang dapat menebang 2-4 kali menebang polion dalani kumn waktu 7 tahun, selain itu jumlah polion yang ditebang unhlk setiap periode penebangan menunjukkan jurnlali yang bervariasi. Dari kedoa ha1 tersebut dapat diketaliui bahiva hutan rakyat belum niemberikan hasil yang lestal-i. Hal ini dikatakan tidak lestari jika mengacu pada definisi kelestarian hasil liutan rakyat yang dikeniukakan LP IPB (1990). Agar hutan rakyat dapat dinikmati secara maksinial dan secara lestari niaka diperlukan pengaturan waktu dan jurnlah pol1011 yang ditanamlditebang. Hal ini untuk nienibentuk hutan rakyat dengan struklur tegakarl liutan rakyat yang nolmal. Apabila ditetapkan daur optimal secara finansial yaitu 7 tahun. dan periode penebanga~l/pe:ia?anian yang digunakan yaitu 7 tahun (seuniur daur) maka tegakan diusahakan terdiri dari 1 kelas un~ur. Penanaman dan penebangan dilakukan secara serentak seliingga terhentuk hutan rakyat yang terdiri dari 1 kelas umur. Apabila periode pelieballgallipenallamal~ yang digunakan yaitu 1 tahun niaka tegakan diusahakan dibe~ituk kedalani 7 kelas umur seliingga setiap tahun dapat ditebang I kelas umur. Penanaman dan penebaligan dilakukan setiap tahun secara kolitinu seliingga terbentuk hutan rakyat yang terdiri dari 7 kelas umur. Sedangkan jika periode penebangan yang ditetapkan 6 bulan maka liutan rakyat diusahakan dibentuk nieiijadi 14 kelas umur. Setiap 6 bulan hams dilakukan penanaman dan penebaligan secara kontinu / setiap periode disesuaikan dengan kerapatan pohon yang diinginkan dan luasan lahan yang diniiliki.