Instruksi Kerja Identifikasi Aspek Lingkungan

dokumen-dokumen yang mirip
Sumber: ISO Environmental Management System Self-Assesment Checklist, GEMI (1996)

2014, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disin

Kuliah 6 PENCEMARAN LINGKUNGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

Makalah Baku Mutu Lingkungan

Lembar Data Keselamatan Bahan (MSDS)

AUDIT LINGKUNGAN RUMAH SAKIT

PT. ADIWARNA ANUGERAH ABADI PROSEDUR IDENTIFIKASI ASPEK DAN BAHAYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 menyatakan

BAB III LANDASAN TEORI

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

masuknya limbah industri dari berbagai bahan kimia termasuk logam berat. lingkungan tidak memenuhi syarat penghidupan bagi manusia.

BAKU MUTU LINGKUNGAN. Untuk mengatakan atau menilai bahwa lingkungan telah rusak atau tercemar dipakai mutu baku lingkungan.

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NO.KEP. 187/MEN/1999 TENTANG PENGENDALIAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DI TEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA R.I.

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal adalah usaha dan/atau kegiatan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

II. TINJAUAN PUSTAKA

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan suatu industri adalah mengolah masukan (input) menjadi

SUMBANG PEMIKIRAN: PERENCANAAN SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN UNTUK MEWUJUDKAN KAMPUS HIJAU UNILA GREEN CAMPUS

RESUME PENGAWASAN K3 LINGKUNGAN KERJA MATA KULIAH: STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. Ditulis oleh: Yudy Surya Irawan

GUNAKAN KOP SURAT PERUSAHAAN FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE SUMBER AIR

JUDUL UNIT : Bekerja Aman Sesuai dengan Prosedur Kebijakan

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Sistem Manajemen Lingkungan Menurut ISO 14001

MATERI 7 ANALISIS ASPEK LINGKUNGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG IJIN PEMBUANGAN DAN/ATAU PEMANFAATAN AIR LIMBAH DI KABUPATEN CILACAP

PEDOMAN PENGISIAN FORMULIR UKL-UPL

BAB I PENDAHULUAN. Industri sebagai tempat produksi yang mengolah bahan mentah menjadi

berbagai cara. Pencemaran udara terutama datang dari kendaraan bermotor, industri,

Globalisasi perekonomian menimbulkan pencemaran dan memunculkan kepedulian terhadap lingkungan. ISO mengembangkan standar spesifik lingkungan bagi

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar

BAB II JENIS-JENIS KEADAAN DARURAT

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NOMOR : KEP. 187 / MEN /1999 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NOMOR : KEP. 187 / MEN /1999 T E N T A N G PENGENDALIAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DI TEMPAT KERJA

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 50 Tahun 1996 Tentang : Baku Tingkat Kebauan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dengan baik agar dapat menjadi sumber penghidupan bagi manusia

SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN MENURUT ISO 14001

TATA CARA PENILAIAN KETAATAN DAN PENILAIAN KINERJA LEBIH DARI KETAATAN

ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 Tanggal 5 Juni Presiden Republik Indonesia,

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2017 NOMOR : 27

BAB I PENDAHULUAN. sekitarnya. Menurut isi dari Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun tentang Perindustrian, Industri adalah :

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi.

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. oleh manusia, baik untuk keperluan sehari-hari dipakai sebagai air minum, air untuk

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA

MITIGASI RISIKO KEAMANAN SISTEM INFORMASI

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 188/ 101 /KEP./ /2014 TENTANG IZIN LINGKUNGAN KAROSERI BAK TRUK

Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

III. METODA KAJIAN. Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi

STANDAR KOMPETENSI MANAJER PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR. 1. Kualifikasi : Penanggung Jawab Pengendalian Pencemaran Air 2. Definisi

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Kesehatan RI Nomor 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Udara

Proteksi Bahaya Kebakaran Kebakaran Kuliah 11

IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN RESIKO DAN TINDAKAN PENGENDALIAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR 04 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

3. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging

PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL (SOP) IDENTIFIKASI, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN BAHAYA RESIKO. No. Dokumen: CTH-HSE.02-SOP-01

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN KEPALA BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 188/103/KEP./ /2014 TENTANG IZIN LINGKUNGAN RUMAH MAKAN

BAB I PENDAHULUAN. negatif terhadap lingkungan diantaranya pencemaran lingkungan yang disebabkan

LEMBAR PERTAMA UNTUK PERUSAHAAN

Nama : Achmad Sofwan Yusuf Kelas : 3 ID02 NPM :

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BAUKSIT

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MANAJEMEN BIAYA LINGKUNGAN

Transkripsi:

Instruksi Kerja Identifikasi Aspek Lingkungan

1. Identifikasi Aspek Lingkungan 1.1. Identifikasi aspek lingkungan dilaksanakan oleh masing-masing Section Chief/Asisten Section Chief dengan mengidentifikasi semua kegiatan dan produk di masing-masing bagian yang dapat berinteraksi dengan lingkungan. Hasil identifikasi kegiatan tersebut didokumentasikan pada kolom pertama (nomor kegiatan) dan kolom kedua (nama kegiatan) form No. SIL.FL-431.01.1. 1.2. Untuk setiap kegiatan dan produk yang telah diidentifikasi, kemudian dilakukan identifikasi sebanyak mungkin aspek-aspek lingkungan yang berkaitan dengan kegiatan dan produk. Hasil identifikasi aspek lingkungan dipaparkan pada kolom ketiga (aspek lingkungan) form No. SIL.FL-431.01.1. 2. Identifikasi Lingkungan 2.1. Hubungan antara aspek lingkungan dengan dampak lingkungan merupakan suatu hubungan sebab-akibat. Setiap aspek lingkungan dapat menimbulkan lebih dari satu dampak lingkungan. Sebagai ilustrasi: tumpahan bahan kimia dapat menimbulkan dampak negatif terhadap pencemaran badan air dan kontaminasi tanah. 2.2. Identifikasi dampak lingkungan dilaksanakan oleh masing-masing Section Chief/Asisten Section Chief dengan mengidentifikasi sebanyak-banyaknya dampak lingkungan yang akan timbul dari aspek lingkungan, baik yang aktual maupun potensial. 2.3. Untuk menjaga konsistensi pengisian, dampak lingkungan yang disebabkan oleh aspek lingkungan dikategorikan ke dalam 6 (enam kategori), yaitu: (a) Kesehatan manusia; yakni bilamana aspek lingkungan menyebabkan gangguan langsung terhadap kesehatan dan keselamatan manusia, baik yang bersifat akut maupun kronis terhadap karyawan perusahaan maupun masyarakat di luar pabrik. Sebagai contoh: cemaran debu atau bau dapat mengakibatkan gangguan saluran pernafasan. (b) Pencemaran air; yakni bilamana aspek lingkungan menyebabkan kualitas air menurun, baik saluran drainase hujan maupun saluran air limbah. Sebagai contoh: buangan limbah cairan oli, solar dan lain-lain yang dibuang ke saluran limbah (MCK) dan saluran drainase air hujan. (c) Pencemaran/Kontaminasi tanah, yakni bilamana aspek lingkungan menyebabkan dampak atau pengaruh terhadap sifat fisik dan biologi tanah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai contoh: buangan sarung tangan/masker/majun yang telah terkontaminasi oli pelumas/cairan kimia dibuang sebagai limbah domestik ke badan tanah. (d) Pencemaran Udara, yakni bilamana aspek lingkungan menyebabkan dampak negatif yang disebarkan melalui media udara, dan pengaruhnya secara langsung maupun tidak langsung terhadap makhluk hidup (flora, fauna, manusia). (e) Sumberdaya Energi Listrik, yakni bilamana aspek lingkungan menyebabkan dampak pemborosan terhadap sumberdaya energi listrik, dan berpengaruh terhadap biaya operasional perusahaan. (f) Sumberdaya Bahan/Alam, yakni bilamana aspek lingkungan menyebabkan dampak pemborosan terhadap sumberdaya bahan (bahan baku, bahan penolong) dan sumberdaya alam (solar, oli, air, dll), serta berpengaruh terhadap biaya operasional perusahaan. 2.4. Hasil identifikasi dampak lingkungan untuk masing-masing aspek lingkungan dipaparkan pada kolom keempat (dampak lingkungan) form No. SIL.FL-431.01.1. 2.5. lingkungan yang diakibatkan oleh aspek lingkungan harus mencantumkan kondisi operasional yang terjadi, yaitu kondisi normal, abnormal dan emergency. Untuk mempermudah pengisian kondisi operasional menggunakan kode, yaitu :

N untuk kondisi normal A untuk kondisi abnormal E untuk kondisi emergency atau darurat 2.6. Hasil identifikasi kondisi operasional dampak lingkungan dipaparkan pada kolom kelima (kondisi operasional) form No. SIL.FL-431.01.1. 3. Penilaian Lingkungan 3.1. Penilaian dampak lingkungan menggunakan penilaian kuantitatif, dilakukan pada aktivitas yang bersangkutan. 3.2. Setiap dampak lingkungan dievaluasi tingkat kepentingannya berdasarkan dua pertimbangan: (a) Tingkat perhatian; yaitu tingkat penting dari dampak lingkungan ditinjau dari segi peluang terjadinya dampak (likelihood atau probability of occurrence) dan tingkat keseriusan dampak lingkungan (consequences of impact). (b) Tingkat ketaatan peraturan lingkungan; yaitu tingkat penting dari dampak lingkungan, ditinjau dari sudut seberapa besar tingkat ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3.3. Cara Penetapan Tingkat Perhatian 3.3.1. Cara Penetapan Peluang Terjadinya Peluang terjadinya dampak lingkungan ditetapkan dengan melakukan penilaian terhadap aspek lingkungan dan memberikan skor sesuai ketentuan dibawah ini: Skor 1: Kecil Frekuensi kegiatan yang menimbulkan dampak lingkungan jarang terjadi atau tidak terjadi setiap hari. Skor 2: Sedang Frekuensi kegiatan yang menimbulkan dampak lingkungan sering terjadi, atau dilakukan setiap hari namun bersifat tidak kontinyu/ intermittent Skor 3: Besar Frekuensi kegiatan yang menimbulkan dampak lingkungan sangat sering terjadi, atau dilakukan rutin/terus menerus/continous setiap hari selama jam kerja sesuai dengan aktivitas proses produksi. Skor peluang terjadinya dampak lingkungan dicantumkan pada kolom keenam (peluang dampak) form No. SIL.FL-431.01.1. 3.3.2. Cara Penetapan Keseriusan (Konsekuensi) Tingkat keseriusan (konsekuensi) dampak ditetapkan dari setiap dampak lingkungan yang telah diidentifikasi dengan pendekatan dan pemberian skor seperti berikut ini:

Skor 1: Rendah / Kecil Tidak menggunakan bahan atau menimbulkan limbah B3 Luas Persebaran dampak terbatas pada area kerja aspek lingkungan tidak menganggu kehidupan flora/fauna dan manusia. Konsumsi sumberdaya bahan/alam dan sumberdaya energi listrik sudah efisien dan tidak menimbulkan dampak beban operasional (kerugian) terhadap perusahaan. Skor 2: Sedang Menggunakan bahan atau menimbulkan limbah B3 dengan kadar/tingkatan rendah menyebar keluar area kerja, namun belum keluar batas pabrik. menyebabkan gangguan sementara/tidak permanen terhadap kehidupan flora/fauna dan manusia. Konsumsi sumberdaya bahan/alam dan sumberdaya energi listrik masih belum sepenuhnya efisien, namun tidak menimbulkan dampak beban operasional (kerugian) yang berarti atau tidak nyata terhadap perusahaan. Skor 3: Besar / Tinggi Menggunakan bahan atau menimbulkan limbah B3 dengan kadar/tingkatan tinggi menyebar keluar area pabrik menyebabkan gangguan permanen dan atau kronis terhadap kehidupan flora/fauna dan manusia. Konsumsi sumberdaya bahan/alam dan sumberdaya energi listrik tidak efisien, dan menimbulkan dampak beban operasional (kerugian) yang sangat berarti atau sangat nyata terhadap perusahaan. Keterangan: penjelasan Khusus hanya untuk penilaian konsekuensi dampak dari sumberdaya energi listrik atau sumberdaya bahan/alam. Skor diberikan apabila terpenuhinya satu atau lebih kriteria/parameter di masingmasing skor secara berjenjang/berurutan. Tingkat keseriusan (konsekuensi) dampak yang timbul dicantumkan pada kolom ketujuh (konsekuensi dampak) form No. SIL.FL-431.01.1.

3.3.3. Tingkat Perhatian Lingkungan ditetapkan dengan memasukkan skor peluang kejadian dan tingkat keseriusan (konsekuensi) dampak pada matrik berikut ini: 3 2 3 3 Konsekuensi 2 2 3 3 1 1 2 2 1 2 3 Peluang Kejadian Hasil penetapan Tingkat Perhatian Lingkungan dicantumkan pada kolom kedelapan (Total) form No. SIL.FL-431.01.1. 3.4. Cara Penetapan Tingkat Ketaatan terhadap Peraturan 3.4.1. Adanya suatu peraturan perundangan yang mengatur aspek lingkungan dan status pemenuhan dampak lingkungan yang terjadi terhadap persyaratan peraturan menentukan semakin tingginya tingkat perhatian yang harus diberikan perusahaan terhadap aspek lingkungan tersebut. Misalnya: limbah hidrokarbon (oli dan minyak) diatur oleh peraturan perundangan, sedangkan limbah padat domestik tidak diatur oleh peraturan perundangan, berarti tingkat perhatian terhadap limbah hidrokarbon lebih tinggi dibanding limbah padat domestik. 3.4.2. Peraturan perundangan yang menjadi acuan dalam penilaian tingkat ketaatan ini adalah peraturan perundang-undangan lingkungan yang tercantum dalam form No.SIL.FL.432-01.1 3.4.3. Setiap dampak lingkungan yang timbul akibat aspek lingkungan ditetapkan tingkat ketaatan terhadap peraturan perundangan, dengan menggunakan pendekatan dan kriteria berikut ini: (a) Skor 1 Ada peraturan perundangan yang mengatur dampak lingkungan yang terjadi dan perusahaan sudah sepenuhnya mentaati. atau Tidak ada peraturan perundangan yang mengatur dampak lingkungan yang terjadi. Penggunaan atau konsumsi sumberdaya bahan/alam dan energi listrik telah sesuai/taat terhadap peraturan yang ditetapkan perusahaan/kawasan. (b) Skor 2 Ada peraturan perundangan yang mengatur dampak lingkungan yang terjadi dan perusahaan baru sebagian mentaatinya. Penggunan atau konsumsi sumberdaya bahan/alam dan energi listrik kadangkadang sesuai/taat terhadap peraturan yang ditetapkan perusahaan/kawasan.

(c) Skor 3 Ada peraturan perundangan yang mengatur dampak lingkungan yang terjadi dan perusahaan belum sama sekali mentaatinya. Penggunan atau konsumsi sumberdaya bahan/alam dan energi listrik tidak sesuai/taat terhadap peraturan yang ditetapkan perusahaan/kawasan. Berdasarkan ketentuan tersebut maka dapat dibuat matriks sebagai berikut:: Tabel Evaluasi Tingkat Ketaatan terhadap Peraturan Kuantifikasi ketaatan pada peraturan perundangan Ada Peraturan yang Mengatur Tidak taat Sebagian taat Taat sepenuhnya Tidak ada Peraturan yang Mengatur Skor 3 2 1 1 3.4.4. Besar tingkat ketaatan peraturan perundangan dari setiap dampak lingkungan yang timbul dicantumkan pada kolom kesembilan (tingkat ketaatan peraturan) form No. SIL.FL-431.01.1. 3.5. Cara Penetapan Tingkat Kepentingan Lingkungan 3.5.1. Tingkat Penting Lingkungan dihitung dengan cara sebagai berikut:: Tingkat Penting = Tingkat Perhatian x Tingkat Ketaatan Peraturan 3.5.2. Hasil penetapan Tingkat Kepentingan Lingkungan dicantumkan pada kolom kesepuluh (Tingkat Penting ) form No. SIL.FL-431.01.1. 3.5.3. Keterangan di kolom sebelas pada form No.SIL.431.01.1 dituliskan sebab kejadian dari aspek lingkungan, untuk kondisi Abnormal (A) dan kondisi Emergency (E). 3.6. Keterangan di kolom sebelas pada form No.SIL.431.01.1 dituliskan lokasi / tempat kejadian dari aspek lingkungan.

4. Penetapan Aspek Lingkungan Penting 4.1. Wakil Manajemen Lingkungan menetapkan batasan skor/nilai untuk mengkategorikan Aspek Lingkungan Penting (signifikan). 4.2. Atas dasar keputusan Wakil Manajemen Lingkungan tersebut, disusun form Daftar Aspek Lingkungan Penting (signifikan) No.SIL.FL-431.01.2. 4.3. Daftar aspek lingkungan penting disusun dengan mengurutkan secara sistematis dan teratur berdasarkan skor/nilai aspek lingkungan yang memenuhi kriteria skor yang telah ditetapkan, diurutkan mulai nilai tertinggi ke nilai yang terendah. 4.4. Aspek lingkungan penting dijadikan sebagai salah satu landasan manajemen untuk menetapkan tujuan, sasaran, dan program manajemen lingkungan. 4.5. Daftar aspek lingkungan penting disiapkan oleh Sekretariat ISO-14001, diperiksa oleh Manager/Supervisor bagian terkait dan mendapat persetujuan Wakil Manajemen Lingkungan. 5. Pembaharuan Daftar Aspek Lingkungan 5.1. Identifikasi dan evaluasi aspek lingkungan dapat dilakukan secara teratur setiap 1 (satu) tahun sekali. 5.2. Untuk menjamin bahwa sistem manajemen lingkungan yang diterapkan sesuai dengan kondisi perusahaan saat ini, maka daftar aspek lingkungan yang menjadi dasar bagi penerapan sistem manajemen lingkungan senantiasa diperbaharui. Daftar aspek lingkungan akan diperbaharui apabila : (a) Terdapat perubahan Prosedur Identifikasi Aspek Lingkungan SIL.PL-431.01 (b) Terdapat perubahan pada perundang-undangan dan persyaratan yang lain yang diacu. (c) Evaluasi dari tujuan, sasaran dan program. (d) Terdapat perubahan pada bahan baku yang digunakan. (e) Terdapat perubahan pada proses produksi. (f) Hal-hal lain yang ditentukan demikian oleh manajemen.

Tabel Skoring Aspek Lingkungan S K O R 1 ( K E C I L ) 2 ( S E D A N G ) 3 ( B E S A R ) Frekuensi Kegiatan Jarang dilaksanakan atau Tidak dilaksanakan setiap hari Sering dilaksanakan Atau Dilakukan setiap hari tetapi tidak terus menerus Sangat Sering dilaksanakan atau Dilaksanakan terus menerus selama jam kerja Peluang Terjadi Bahan dan Limbah B3 serta Kadarnya Persebaran terhadap kehidupan Flora, Fauna & Manusia Operasional Perusahaan TIDAK Menggunaka n Bahan/ Menimbulkan Limbah B3 Hanya terbatas pada area kerja aspek lingkungan Tidak Menggangu Tidak Ada Pengaruh Menggunakan Bahan/ Menimbulkan limbah B3 dengan kadar rendah Keluar dari area kerja, namun belum keluar batas pabrik Menyebabkan gangguan sementara/tidak permanen Pengaruh Tidak Nyata Menggunakan Bahan/Menimbul kan limbah B3 dengan kadar tinggi Keluar dari area Pabrik Menyebabkan gangguan permanen dan atau kronis Berpengaruh Sangat Nyata *) Keterangan: *) Khusus diterapkan untuk penilaian terhadap terhadap Sumberdaya Bahan/Alam dan Sumberdaya Energi/Listrik. Konsekuensi

KETERANGAN KONDISI OPERASIONAL Kondisi Normal (N) Kondisi operasional yang sesuai dengan harapan atau rencana atau spesifikasi/ persyaratan teknis peralatan atau prosedur. lingkungan yang terjadi pada kondisi normal merupakan dampak aktual yang telah diketahui/diantisipasi sebagai bagian dari proses kegiatan Kondisi Abnormal (A) Kondisi operasional yang terjadi diluar kebiasaan rutin/normal. lingkungan yang terjadi pada kondisi abnormal telah melampaui ambang batas yang telah ditetapkan, namun masih berada dalam kisaran dampak yang dapat diterima (tidak mengakibatkan dampak yang besar/fatal terhadap lingkungan). Misalnya: Alat/mesin mati mendadak, sehingga harus dilakukan pembuangan bahan sehingga menimbulkan cemaran; atau pada kondisi start-up atau shutdown beberapa mesin terjadi buangan/cemaran tertentu. Kondisi Darurat/Emergency (E) Kondisi operasional abnormal yang tidak terkendali atau kegagalan operasi dari suatu peralatan/mesin. lingkungan yang terjadi pada kondisi emergency jauh melampaui ambang batas ketentuan yang telah ditetapkan, serta berakibat fatal/besar terhadap lingkungan dan perlu ditanggulangi dengan cepat. Misalnya: meledaknya tanki penyimpanan bahan kimia, tumpahnya sejumlah besar drumdrum bahan kimia atau oli.