BAB II STATUS HUKUM HARTA WARIS YANG DIPEROLEH BERDASAR PADA WASIAT / TESTAMEN. hubungan pewarisan antara pewaris dan ahli waris.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D

BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS

BAB IV. PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017. KEDUDUKAN AHLI WARIS DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Daniel Angkow 2

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI

HUKUM WARIS PERDATA BARAT

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MAKALAH HUKUM WARIS HAK-HAK KHUSUS PARA AHLI WARIS. Dosen Pengampu : NURFAUZIAH, SH. MH

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

TINJAUAN TENTANG BAGIAN AHLI WARIS YANG MENOLAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA BW

PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW)

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan

BAB II PENGATURAN HIBAH DAN HIBAH WASIAT DALAM PEWARISAN MENURUT KUHPERDATA. A. Ketentuan Umum Pewarisan Menurut KUHPerdata

TINJAUAN YURIDIS ATAS AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah ada sejak dahulu yaitu hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam, dan hukum Waris Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PEMBATALAN ATAS PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Erni Bangun 2

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PERBANDINGANN ANTARA HUKUM WARIS BARAT DENGAN HUKUM WARIS ISLAM

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah

HAK DAN KEWAJIBAN ORANG TUA DAN ANAK (ALIMENTASI) MENURUT K.U.H. PERDATA DAN U.U. NO.1 TAHUN 1974 SUNARTO ADY WIBOWO,SH.

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III AKIBAT HUKUM PENGHIBAHAN HARTA WARISAN YANG MELANGGAR BAGIAN MUTLAK ATAU LEGITIME PORTIE AHLI WARIS OLEH PEWARIS MENURUT KUHPERDATA

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga

BAB III WASIAT PENGANGKATAN AHLI WARIS (ERSFTELLING) DALAM KUHPERDATA. yaitu segala hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan perorangan.

BAB IV PENDAFTARAN BOEDEL. seseorang, dalam arti keseluruhan aktiva dan pasiva. mengkonstatir harta boedel (mencari tahu isi dari boedel).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pemberi Wasiat adalah seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang

BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF. dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

BAB II. Pengaturan Tentang Penolakan Waris Dalam Hukum Kewarisan Pengaturan Tentang Penolakan Waris Dalam Hukum BW

PEWARISAN DAN AHLI WARIS PENGGANTI BIJ PLAATSVERVULLING

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017. TINJAUAN HUKUM MENGENAI PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh: Pratini Salamba 2

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D

KEDUDUKAN HUKUM AHLI WARIS YANG MEWARIS DENGAN CARA MENGGANTI ATAU AHLI WARIS BIJ PLAATSVERVULLING MENURUT BURGERLIJK WETBOEK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataan sehari-hari permasalahan waris muncul dan dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

KAJIAN HUKUM ATAS HAK WARIS TERHADAP ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Mawar Maria Pangemanan 2

BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

HAK WARIS ATAS TANAH YANG DIPEROLEH ANAK BELUM DEWASA DARI HASIL PERKAWINAN BEDA KEWARGANEGARAAN

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) BUKU KESATU ORANG

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang

BAB IV ANALISIS AH TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM PERDATA. A. Ahli waris pengganti menurut hukum perdata

BAB I PENDAHULUAN. pula harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi. Peristiwa pewarisan ini dapat terjadi ketika :

1. Pewarisan Langsung (uit eigen hoofde) 2. Pewarisan melalui Penggantian tempat (bij plaats vervulling)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) BUKU KESATU ORANG

KAJIAN TERHADAP HAK MEWARIS ANAK ANGKAT DIDASARKAN HIBAH WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA. ( Studi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur )

AKIBAT HUKUM TERHADAP PENGHIBAHAN SELURUH HARTA WARISAN OLEH PEWARIS SEHINGGA MELANGGAR LEGITIME PORTIE

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Mewaris adalah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

Lex Crimen Vol. VI/No. 9/Nov/2017

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

BAGIAN 2 Hal Menolak Warisan

HUKUM KELUARGA ANAK RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB III PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF CLD KHI

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB III KETENTUAN HAK WARIS ANAK ZINA MENURUT PASAL 869 KUH PERDATA. pada BW, merupakan bagian dari hukum harta kekayaan, oleh karena itu

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANGKAT ATAS HARTA YANG DIPEROLEH DARI HIBAH SETELAH ORANG TUA ANGKATNYA MENINGGAL DUNIA RESUME TESIS

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM PEWARISAN MENURUT HUKUM ADAT BALI

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN HUKUM TENTANG KEDUDUKAN JANDA MENURUT KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA NUR AISAH / D

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

KEDUDUKAN ANAK DAN HARTA DALAM PERKAWINAN SIRI DITINJAU DARI UU NOMOR 1 TAHUN 1974

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

PERBANDINGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT DAN MENURUT BW DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SERTIFIKAT TANAH, WARIS, DAN JUAL BELI. pendaftaran tanah menyebutkan: untuk menjamin kepastian hukum oleh

BAB II PENGURUSAN HARTA KEKAYAAN MILIK ANAK ANGKAT DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM PERDATA. A. Status dan Kedudukan Anak Angkat Menurut KUH Perdata

Transkripsi:

20 BAB II STATUS HUKUM HARTA WARIS YANG DIPEROLEH BERDASAR PADA WASIAT / TESTAMEN A. Perolehan Harta Waris Menurut BW Pewarisan berdasarkan undang-undang adalah suatu bentuk pewarisan dimana hubungan darah merupakan faktor penentu dalam hubungan pewarisan antara pewaris dan ahli waris. 6 Ada 2 macam mewaris brdasarkan undang-undang, yaitu : 1. Mewaris berdasarkan kedudukannya sendiri (uit Eigen Hoofde) 2. Mewaris berdasarkan penggantian (Bij plaatvervulling) Mewaris berdasarkan kedudukannya sendiri (uit Eigen Hoofde) disebut dengan juga mewaris langsung. Ahli warisnya adalah mereka yang terpanggil untuk mewaris berdasarkan haknya atau kedudukannya sendiri. Dalam pewarisan berdasarkan kedudukan sendiri pada asasnya ahli waris mewaris kepala demi kepala. Pasal 852 ayat (2) mengatakan : Anak-anak atau sekalian keturunan mereka, biar dilahirkan dri lain-lain perkawinan sekalipun, mewaris dari kedua orang tua, kakek, nenek, atau semua keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus keatas dengan tiada perbedaan antara laki-laki 6 Surini Ahlan Sjarif & Nurul Elmiyah, Hukum Kewarisan Perdata Barat, Badan penerbit fakultas Hukum UI, Jakarta, 2010, hal. 17

21 atau perempuan, dan tiada perbedaan berdasarkan kelahiran lebih dahulu. Orang yang mewaris karena kedudukannya sendiri dalam susunan keluarga si pewaris mempunyai posisi yang memberikan kepadanya hak untuk mewaris. Haknya tersebut adalah haknya sendiri, bukan menggantikan hak orang lain. Mewaris kepala demi kepala artinya tiaptiap ahli waris memperoleh bagian yang sama besarnya. Mewaris berdasarkan penggantian, yakni pewarisan dimana ahli waris mewaris menggantikan ahli waris yang berhak menerima warisan yang telah meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris. Dalam mewaris bedasarkan penggantian tempat ahli waris artinya mereka yang mewaris berdasarkan penggantian tempat, mewaris pancang demi pancang (pasal 852 ayat (2) BW) Perolehan harta waris atau pewarisan dapat terjadi apabila ada kematian yang dialami oleh pewaris, dan sebelum meninggal pewaris tersebut telah mempersiapkan suatu surat yang didalamnya berisi tentang pembagian harta terhadap orang-orang yang dikehendaki pewaris atau ahli waris, untuk menerima harta kelak apabila pewaris tersebut meninggal dunia. Surat yang berisi tentang pembagian harta tersebut disebut dengan surat wasiat. Selain pewarisan dapat terjadi karena kematian, ada beberapa syarat lain yang dapat menyebabkan terjadinya suatu pewarisan, yaitu : a. Ada seseorang yang meninggal dunia

22 b. Ada seseorang yang masih hidup sebagai ahli waris yang akan memperoleh warisan pada saat pewaris meninggal dunia c. Ada sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan pewaris Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, dengan lain perkataan mengatur peralihan hak harta kekayaan yang ditinggalkan pewaris yang meninggal dunia serta akibat hukumnya bagi ahli waris. 7 Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pada asasnya, yang dapat diwariskan adalah hanya berupa hak-hak dan kewajiban dibidang hukum kekayaan saja. Sedangkan harta kekayaan yang ditinggalkan tersebut dapat berupa kumpulan aktiva dan pasiva. Pada dasarnya hukum waris BW dapat berlaku untuk beberapa golongan, yaitu : 8 1. Warga Negara Indonesia asli (Bumiputera) Bagi orang-orang Indonesia asli (Bumiputera) pada pokoknya berlaku hukum adatnya yang berlaku di berbagai daerah yang disebabkan oleh berbagai faktor, bagi Warga Negara Indonesia asli yang beragama islam terdapat pengaruh nyata dari hukum islam. 2. Warga Negara Indonesia Timur asing yang terdiri dari : a. Timur Asing keturunan Tionghoa 2 7 Henny Tanuwidjaja, Hukum Waris Menurut BW, Refika Aditama, Bandung, 2012, hal 8 Ibid, hal 1

23 Bagi golongan timur asing keturunan tionghoa, berdasarkan stb. 1917-129, berlaku hukum waris BW (buku II titel 12 sampai dengan 18, pasal 830 sampai dengan 1130). b. Timur Asing bukan keturunan Tionghoa (Arab, India, dan lain-lain yang menundukkan diri) Bagi Timur asing bukan keturunan tionghoa berlaku hukum waris adat mereka masing-masing yang tumbuh dan berkembang di Indonesia, kecuali untuk wasiat umum berdasar stb 1924-556 tunduk pada BW. 3. Warga Negara Indonesia keturunan Eropa Bagi Warga Negara Indonesia keturunan Eropa atau golongan Eropa, tunduk pada aturan BW. Berdasarkan penggolongan diatas, yang termasuk dari kasus yang dibahas dalam tesis ini adalah golongan Timur Asing Keturunan Tionghoa, karena Wiryamita Kurniawan, Rieco Andi Tjong, dan Hellen Mei Lan adalah Warga Tionghoa yang mempunyai Kartu Tanda Penduduk (KTP) Indonesia, menetap di Indonesia dan menjadi warga Indonesia. Sehingga, hukum waris BW yang berlaku adalah buku II titel 12 sampai dengan 18, pasal 830 sampai dengan 1130 BW. Dalam hukum waris menurut BW, berlaku suatu asas bahwa apabila seseorang meninggal dunia, maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih kepada sekalian ahli warisnya. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang beralih pada ahli waris adalah sepanjang

24 termasuk dalam lapangan hukum harta kekayaan atau hanya hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Yang merupakan ciri khas hukum waris menurut BW antara lain adanya hak mutlak dari para ahli waris masing-masing untuk sewaktuwaktu menuntut pembagian dari harta warisan. Ini berarti, bahwa apabila seorang ahli waris menuntut pembagian harta warisan di depan pengadilan, tuntutan tersebut tidak dapat ditolak oleh ahli waris yang lainnya. Ketentuan ini tertera dalam pasal 1066 BW, yaitu : a. Seseorang yang mempunyai hak atas sebagian dari harta peninggalan tidak dapat dipaksa untuk memberikan harta peninggalan dalam keadaan tidak terbagi-bagi diantara para ahli waris yang ada; b. Pembagian harta peninggalan itu selalu dapat dituntut walaupun ada perjanjian yang melarang hal tersebut; c. Perjanjian penangguhan pembagian harta peninggalan dapat saja dilakukan hanya untuk waktu tertentu; d. Perjanjian penangguhan pembagian harta hanya berlaku mengikat selama lima tahun, namun dapat diperbaharui jika masih dikehendaki oleh para pihak; Dari ketentuan Pasal 1066 BW tentang pemisahan harta peninggalan dan akibat-akibatnya itu, dapat dipahami bahwa sistem hukum waris menurut BW memiliki ciri khas yang berbeda dari hukum waris yang lainnya. Ciri khas tersebut diantaranya hukum waris menurut BW menghendaki agar peninggalan seorang pewaris secepat mungkin

25 dibagi-bagi kepada mereka yang berhak atas harta tersebut. Kalaupun hendak dibiarkan tidak terbagi, harus terlebih dahulu melalui persetujuan seluruh ahli waris. B. Status Ahli Waris menurut BW Ahli Waris adalah sekumpulan orang atau seorang atau individu atau kerabat-kerabat yang ada hubungan dengan keluarga dengan si meninggal dunia dan berhak mewarisi atau menerima harta peninggalan yang ditinggal mati oleh seseorang (pewaris). 9 Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ahli Waris ada karena terjadi kematian (pasal 830 BW). Pengaturan status ahli waris di dalam BW pada hakikatnya yang beralih adalah seluruh harta warisan, yang meliputi juga utang-utang dari orang yang meninggalkan harta warisan. 10 Sehingga apabila seseorang yang telah meninggal dunia namun masih memiliki hutang kepada orang lain atau suatu badan hukum yang belum dilunasi, maka pelunasan tersebut dibebankan kepada ahli warisnya. Dalam hukum waris berlaku suatu asas, bahwa hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan harta benda saja yang dapat diwariskan. Dengan kata lain hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Oleh karena itu, 9 Idris Ramulyo, perbandingan hukum kewarisan islam dengan kewarisan kitab undang-undang hukum perdata, Sinar grafika, jakarta, 2004, hal. 103 10 Oemarsalim, Dasar-Dasar hukum waris di indonesia, Rineka cipta, jakarta, 2006, hal. 150

26 hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekeluargaan atau pada umumnya hak-hak dan kewajiban-kewajiban kepribadian, misalnya hak-hak dan kewajibankewajiban sebagai seorang suami atau sebagai seorang ayah tidak dapat diwariskan, begitu pula hak-hak dan kewajiban-kewajiban seseorang sebagai anggota suatu perkumpulan. Tetapi ada juga satu dua pengecualian, misalnya hak seorang bapak untuk menyangkal sahnya anaknya dan di pihak lain hak seorang anak untuk menuntut supaya ia dinyatakan sebagai anak yang sah dari bapak atau ibunya, menurut undang-undang beralih pada (diwarisi oleh) ahli waris dari masing-masing orang yang mempunyai hak-hak itu. Sebaliknya ada juga hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terletak dalam lapangan hukum perbendaan atau perjanjian, tetapi tidak beralih pada para ahli waris si meninggal. Dalam hukum waris berlaku juga suatu asas bahwa apabila seseorang meninggal, maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih pada sekalian ahli warisnya. Asas tersebut tercantum dalam suatu pepatah perancis yang berbunyi le mort saisit le vif sedangkan pengoperan segala hak dan kewajiban si meninggal oleh para ahli waris dinamakan saisine. 11 Ahli waris menurut undang-undang hanya diperuntukan bagi anakanak keturunannya ke bawah, yang berarti hanya diperuntukan bagi ahli waris karena adanya hubungan darah dengan pewaris. Oleh karena itu 11 Ibid, hal. 87

27 pemegang hak mutlak (legitimaris) adalah keluarga pewaris dalam garis lurus. Istri atau suami bukanlah pemegang hak mutlak walaupun mereka ditetapkan dalam hukum waris sebagai ahli waris dengan bagian yang sama besarnya dengan seorang anak sah, sebab mereka bukanlah ahli waris di garis lurus. Pewaris tidak berhak untuk menetapkan suatu ketentuan dalam surat wasiat. Bagian mutlak (legitieme portie) diberikan oleh undang-undang kepada masing-masing ahli waris dalam garis lurus, dan tidak kepada semua legitimaris bersama-sama. Dengan demikian masing-masing pemegang hak mutlak secara bebas berhak untuk melepaskan hak itu atau menuntutnya. Walaupun pewaris tidak boleh membuat suatu penetapan (beschikking) atas bagian mutlak dan juga tidak boleh menetapkan ketentuan untuk mengaturnya, suatu penetapan wasiat yang melanggar bagian mutlak tidak batal demi undang-undang. Penetapan itu tetap berlaku, kecuali para legitimaris menuntut bagian mereka bebas dari segala ketentuan. Pada dasarnya tiap ketentuan dalam suatu surat wasiat yang bersangkutan dengan bagian-bagian mutlak tidak diperbolehkan. Hubungan darah garis lurus ke atas dan ke bawah harus memenuhi syarat berikut untuk diakui sebagai legitimaris : 1. Berhubungan darah dengan pewaris dalam garis lurus 2. Adalah ahli waris dari pewaris, jika tidak ada surat wasiat

28 Kedua syarat itu harus terpenuhi untuk menjadi legitimaris, sehingga pemenuhan syarat pertama atau kedua saja tidak cukup. Selain itu seorang legitimaris adalah dapat dikatakan bukan waris jika ia memberlakukan haknya atas bagian warisan menurut hukum. Jika legitimaris ingin memberlakukan haknya yang yang menjadi haknya, maka ia harus berpegang pada kedudukannya sebagai legitimaris dan tidak sebagai waris. 12 Legitimaris hanya berlaku terhadap ahli waris dalam garis lurus baik ke bawah maupun ke atas. Jadi untuk golongan ke bawah ialah anakanak dan atau keturunannya termasuk anak-anak luar kawin yang diakui dan garis ke atas, orang tua dan atau leluhurnya yang lebih jauh lagi. Karena dalam pasal 913 BW hanya disebut waris dalam garis lurus menurut undang-undang maka suami atau istri tidak termasuk golongan yang berhak atas bagian legitimie portie. Selain itu, didalam BW juga mengenal beberapa asas yang yang berkaitan dengan Ahli waris, yaitu : 1. Asas Individual Asas Individual (sistem pribadi) dimana yang menjadi ahli waris adalah perorangan (secara pribadi) bukan kelompok ahli waris dan bukan kelompok klan, suku, atau keluarga. Hal ini dapat kita lihat dalam pasal 832 jo 852 BW yang menentukan bahwa yang berhak 12 R. Soetojo Prawirohamidjodjo, Hukum waris kodifikasi, Airlangga University Press, Surabaya, 2001, hal. 144

29 menerima warisan adalah suami atau isteri yang hidup terlama, anak beserta keturunannya. 2. Asas Bilateral Asas Bilateral artinya bahwa seseorang tidak hanya mewaris dari bapak saja tetapi juga sebaliknya dari Ibu, demikian juga saudara laki-laki mewaris dari saudara laki-lakinya, maupun saudara perempuannya. Asas Bilateral ini dapat dilihat dari pasal 850, 853, dan 856 BW yang mengatur bila anak-anak dan keturunannya serta suami atau istri yang hidup terlama tidak ada lagi maka harta peninggalan dari si meninggal diwarisi oleh ibu dan bapak serta saudara baik laki-laki maupun saudara perempuan. 3. Asas Penderajatan Asas Penderajatan artinya ahli waris yang derajatnya dekat dengan si pewaris menutup ahli waris yang lebih jauh derajatnya, maka untuk mempermudah perhitungan diadakan penggolonganpenggolongan ahli waris. 1. Penggolongan Ahli Waris Untuk menjadi seorang ahli waris harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 13 a) Harus ada orang yang meninggal dunia (pasal 830 BW) 13 Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2005, hal. 31

30 b) Harus ahli waris atau para ahli waris harus ada saat pewaris meninggal dunia. Ketentuan ini tidak berarti mengurangi makna ketentuan pasal 2 BW, yaitu: anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana juga kepentingan si anak menghendakinya. Apabila ia meninggal saat dilahirkan, ia dianggap tak pernah ada. Dengan demikian berarti bayi dalam kandungan juga sudah diatur haknya oleh hukum sebagai ahli waris dan telah dianggap cukup untuk mewaris; c) Seseorang ahli waris harus cakap serta berhak mewaris, dalam arti ia tidak dinyatakan oleh undang-undang sebagai seorang yang tidak patut mewaris karena kematian, atau tidak dianggap sebagai tidak cakap untuk menjadi ahli waris. Didalam pasal 832 BW, yang berhak menjadi ahli waris adalah para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama. Apabila pewaris tersebut tidak mempunyai keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama, maka segala harta peninggalan yang dimiliki menjadi milik negara. Menurut pasal 874 BW, ada dua kelompok orang yang layak untuk disebut sebagai ahli waris yaitu : 1. Orang atau orang-orang yang oleh hukum atau undang-undang (BW) telah ditentukan sebagai ahli waris, yang disebut juga ahli waris abintestato.

31 2. Orang atau orang-orang yang menjadi ahli waris karena atas perbuatan hukum si peninggal warisan yang disebut testamen atau surat wasiat, yang disebut juga ahli waris ad testamento. Bagian warisan untuk anak yang lahir di luar perkawinan antara lain diatur sebagai berikut : 14 1. Dari bagian anak sah, apabila anak yang lahir di luar perkawinan mewaris bersama-sama dengan anak yang sah serta janda atau duda yang hidup paling lama; 2. Dari bagian anak sah, apabila anak yang lahir diluar perkawinan mewaris bersama-sama ahli waris golongan kedua dan golongan ketiga; 3. Dari bagian anak sah, apabila anak yang lahir diluar perkawinan mewaris bersama-sama, dengan ahli waris golongan keempat, yaitu sanak keluarga pewaris sampai derajat keenam; 4. 1 /2 dari bagian anak sah, apabila ia mewaris hanya bersama-sama dengan kakek atau nenek pewaris, setelah terjadi kloving. Anak yang lahir dari zina dan anak yang lahir dari orang tua yang tidak boleh menikah karena keduanya sangat erat hubungan kekeluargaannya, menurut sistem BW sama sekali tidak berhak atas harta warisan dari orang tuanya, anak-anak tersebut hanya berhak memperoleh bagian sekedar nafkah untuk hidup seperlunya, (lihat pasal 867 BW). 14 Ibid, hal. 37

32 Dari penjelasan diatas, jelas, bahwa anak diluar kawin hanya berhak mewaris jika ia diakui. 15 Pengakuan itupun tidak mutlak berakibat timbulnya hak mutlak untuk mewaris atas harta warisan orang tua yang mengakuinya. Pengakuan anak luar kawin yang tidak menimbulkan hak untuk mewaris harta warisan orang tua yang mengakuinya adalah apabila pengakuan itu dilakukan tatkala orang tua yang mengakuinya itu masih terikat dalam perkawinan sah dan perkawinan sah itu ada anak atau suami atau istri yang masih hidup. Pasal 285 ayat (1) BW mengatakan bahwa pengakuan yang dilakukan sepanjang perkawinan oleh suami atau istri atas kebahagiaan atas anak luar kawin, yang sebelum kawin olehnya diperbuahkan dengan seorang lain daripada istri atau suaminya, tak akan membawa kerugian baik bagi istri atau suami itu maupun bagi anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan itu. Artinya, pengakuan anak luar kawin yang dilangsungkan dalam suatu perkawinan, dimana dalam perkawinan itu ada ahli waris, maka anak luar kawin itu tidak berhak mewaris sekalipun diakui secara sah. Tetapi kalau dalam perkawinan dimana anak luar kawin itu diakui ternyata tidak ada ahli waris, maka pengakuan itu menurut ayat 2 pasal 285 tersebut akan memperoleh akibatnya. Akbat yang dimaksudkan tersebut adalah adanya hak untuk mewaris. Bahkan menurut pasal 865 15 Anisitus amanat, membagi warisan berdasarkan pasal-pasal hukum perdata BW, Raja Grafindo persada, jakarta, 2001, hal. 18

33 BW, anak luar kawin yang telah diakui dapat mewaris seluruh harta peninggalan orang tua yang mengakuinya jika tidak ada seorang pun ahli waris yag sah. Adapun beberarapa hak dan kewajiban dari ahli waris, yaitu: 16 Hak : 1. Menentukan sikap terhadap harta peninggalan 2. Menerima diam-diam tegas 3. Menerima dengan catatan (beneficiare) 4. Menolak warisan Kewajiban : 1. Memelihara harta peninggalan 2. Cara pembagian warisan 3. Melunasi hutang 4. Melaksanakan wasiat Dari beberapa macam penjelasan hak dan kewajiban diatas, bahwa ahli waris berhak menentukan sikap sendiri terhadap harta yang akan diperolehnya, apakah ingin sepenuhnya menerima harta tersebut atau menolaknya. Apabila ahli waris tersebut menerima, maka secara otomatis kewajiban tersebut mengiringi hak yang telah diperolehnya, dan ia harus memenuhi kewajibannya tersebut sebagai seorang ahli waris, salah hal 5 16 Henny Tanuwidjaja, Hukum Waris Menurut BW, Refika Aditama, Bandung, 2012,

34 satunya yaitu menanggung dan melunasi segala macam hutang-hutang yang dimiliki oleh pewaris selama masa hidupnya. 2. Bentuk Perlindungan Hukum terhadap Ahli Waris Seseorang yang telah menjadi ahli waris berhak mendapat perlindungan hukum atas harta waris yang dimilikinya. Perlindungan tersebut otomatis muncul apabila para ahli waris tersebut telah menerima harta warisan atau masing-masing ahli waris tersebut telah mengetahui bagiannya masing-masing, namun salah satu ahli waris menuntut ahli waris yang lain karena bagiannya tidak adil. Dasar hukum bagi ahli waris untuk mewaris sejumlah harta pewaris menurut sistem hukum waris BW adalah sebagai berikut : a. Menurut ketentuan undang-undang b. Dirunjuk dalam surat wasiat Dasar hukum tersebut menentukan bahwa untuk melanjutkan kedudukan hukum bagi harta seseorang yang meninggal, sedapat mungkin disesuaikan dengan kehendak dari orang yang meninggal itu. Undangundang berprinsip bahwa seseorang bebas menentukan kehendaknya tentang harta kekayaannya setelah ia meninggal dunia. Namun, bila orang yang dimaksud tidak menentukan sendiri ketika ia masih hidup tentang apa yang akan terjadi terhadap harta kekayaannya, dalam hal ini demikian undang-undang kembali akan menentukan perihal pengaturan harta yang ditinggalkan oleh seseorang yang dimaksud.

35 Disamping itu, peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum bagi seseorang yang akan menjadi ahli waris terhadap seseorang yang meninggal dunia adalah surat wasiat. Menurut pasal 838 BW, yang dianggap tak patut menjadi ahli waris dan karena suatu sebab dikucilkan dari pewarisan adalah : 1. Mereka yang tengah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh, atau mencoba membunuh si yang meninggal; 2. Mereka yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena secara fitnah telah mengajukan pengaduan terhadap si yang meninggal, ialah suatu pengaduan telah melakukan sesuatu kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara 5 (lima) tahun lamanya, atau hukuman yang lebih berat; 3. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si yang meninggal untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya; 4. Mereka yang telah menggelapkan, merusak, atau memalsukan surat wasiat si yang meninggal; Apabila ternyata ahli waris yang tidak patut itu menguasai sebagian atau seluruh harta peninggalan dan ia berpura-pura sebagai ahli waris, maka ia wajib mengembalikan semua yang dikuasainya termasuk hasil-hasil yang telah dinikmatinya, sebagaimana diatur dalam pasal 839 BW yang menegaskan bahwa : tiap-tiap waris yang karena tak patut telah dikecualikan dari pewarisan, berwajib mengembalikan segala hasil dan dan pendapatan yang telah dinikmatinya semenjak warisan jatuh meluang.

36 Selain berhak atas perlindungan hukum, ahli waris juga berhak memajukan gugatan guna memperjuangkan hak warisnya, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 834 BW yang berbunyi sebagai berikut : tiap-tiap waris berhak memajukan gugatan guna memperjuangkan hak warisnya terhadap segala mereka, yang baik atas dasar hak yang sama, baik tanpa dasar sesuatu hak pun menguasai seluruh atau sebagian harta peninggalan, seperti pun terhadap mereka, yang secara licik telah menghentikan penguasaannya. Ia boleh memajukan gugatan itu untuk seluruh warisan, jika ia adalah ahli waris satu-satunya, atau hanya untuk sebagian jika ada beberapa ahli waris yang lainnya. Gugatan tersebut dilakukan guna menuntut supaya diserahkan kepadanya segala apa yang dengan dasar hak apapun juga terkandung dalam warisan beserta segala hasil, pendapatan, dan ganti rugi, menurut peraturan termaktub dalam bab tiga peraturan BW terhadap gugatan akan pengembalian barang milik. Gugatan tersebut dapat dianggap kadaluarsa apabila telah melewati batas waktu selama 30 (tiga puluh) tahun, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 835 BW.

37 3. Sikap Ahli Waris terhadap Warisan Didalam BW mengenal 3 macam cara dari ahli waris terhadap harta warisan, yang berarti ia dapat memilih diantara tiga cara itu adalah : 17 Ke-1 : Menerima warisan secara murni : ia dapat memperoleh semua harta warisan sesuai hakikat tersebut dari BW, jadi termasuk juga utang-utang dari orang yang meninggalkan harta warisan. Atau dengan hak istimewa untuk mengadakan pencatatan harta peninggalan. Pada azasnya dengan penerimaan warisan, maka harta warisan bercampur dengan harta pribadi ahli waris yang bersangkutan; konsekuensinya adalah hutang-hutang warisan bisa diambilkan dari pelunasan harta ahli waris yang bersangkutan. Penerimaan warisan bisa terjadi secara tegastegas maupun secara diam-diam, yaitu disimpulkan dari tindakan dan sikap ahli waris yang bersangkutan dan penerimaan pada azasnya berlaku surut sejak pewaris meninggal dunia (pasal 1048 BW). Penerimaan warisan berlaku mutlak, dalam arti tidak bisa dibatalkan, ahli waris yang sudah menerima warisan tidak bisa menolak, kecuali ada 17 Oemarsalim, Dasar-Dasar hukum waris di indonesia, Rineka cipta, jakarta, 2006, hal. 150

38 unsur penipuan dan paksaan pada waktu penerimaan (pasal 1053 BW). Ke-2 : menerima warisan secara beneficiair : ia bisa memperoleh harta warisan dengan syarat, yaitu harus diperinci barang-barangnya dengan kata lain, bahwa utang-utang hanya bisa diminta sekadar harta warisan mencukupi untuk itu (aanvaarding onder voorecht van boedelbeschrijving). Ke-3 : menolak warisan : ia bisa menolak harta warisan dengan sebab ia sama sekali tidak tahu menahu mengenai pengurusan harta warisan. Selain itu cara menolak warisan harus dengan tegas dan harus dilakukan dengan suatu pernyataan yang dibuat di Kepaniteraan Pengadilan Negeri. Jadi dalam hal ini ia dianggap tidak pernah menjadi ahli waris (pasal 1023 BW); konsekuensinya, ia tidak menerima apa-apa dari warisan, tetapi ia pun tidak menanggung apa-apa (pasal 1057 jo pasal 1058 BW). Dalam hal ini pertama perlu diingat bahwa hakikat yang dianut oleh BW tentang warisan dan yang tercantum dalam pasal 833 ayat 1 dan pasal 955 ayat 1. Maksud dari hal tersebut adalah bahwa hak-hak dan kewajiban-kewajiban orang yang meninggalkan warisan tentang kekayaannya mulai meninggalkan dengan sendirinya (van rechtswege) pindah ke tangan ahli waris.

39 Bilamana ahli waris menempuh cara ke- 1 dan ke- 2, jadi tidak menolak harta warisan, maka penerimaan harta warisan, baik untuk semuanya maupun dengan syarat, biasanya berlaku surut hingga detik meninggalnya orang yang meninggalkan harta warisan (lihat pasal 1047 BW). Disamping keterangan tersebut diatas, ada disebut tentang biayabiaya (maksudnya disini adalah terutama untuk penguburan si pewaris) oleh ahli warisnya; artinya bahwa biaya-biaya penguburan itu pertamatama dapat diambil terlebih dahulu harta warisan untuk kepentingan penguburan. Jadi biaya penguburan lebih diutamakan sebelum pada halhal yang lain mengenai harta peninggalan si pewaris. Adapun ahli waris yang tidak patut menerima harta warisan menurut peraturan perundang-undangan sebagai berikut : 18 a. Ahli waris yang dengan putusan hakim telah dihukum karena dipersalahkan membunuh atau setidaknya mencoba membunuh pewaris b. Ahli waris yang dengan putusan hakim telah dihukum karena dipersalahkan memfitnah dan mengadukan pewaris, bahwa pewaris melakukan kejahatan yang diancam hukuman penjara empat tahun lebih hal. 98 18 Zainudin Ali, pelaksanaan hukum waris di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2010,

40 c. Ahli waris yang dengan kekerasan telah nyata-nyata menghalangi atau mencegah pewaris untuk membuat atau menarik kembali surat wasiat d. Ahli waris yang telah menggelapkan, memusnahkan, dan memalsukan surat wasiat Apabila ternyata ahli waris tidak patut ini menguasai sebagian atau seluruh harta peninggalan dan ia berpura-pura sebagai ahli waris, ia wajib mengembalikan semua harta yang dikuasainya termasuk hasil-hasil yang telah dimanfaatkan atau dinikmatinya. 4. Ketidakmampuan Ahli Waris Yang dimaksud dengan ketidakmampuan ahli waris di sini adalah ketidakmampuan salah seorang atau beberapa ahli waris untuk menanggung kerugian sebagaimana yang diwajibkan kepada masingmasing ahli waris berdasarkan pasal 1084 BW. 19 Pembuat undang-undang tampaknya hendak meneruskan dengan konsekuen prinsip : pemisahan dan pembagian harus dilakukan dengan seadil-adilnya sebagaimana tersimpul dari pasal 1084 BW tersebut di atas, dengan menentukan bahwa : jika seorang atau beberapa orang waris berada dalam keadaan tidak mampu membayar bagiannya dalam penggantian kerugian yang harus dibayarnya berhubung dengan kewajiban-kewajibannya menjamin seorang kawan waris, maka bagian yang harus dibayarnya sama-sama dipikul oleh si yang di jamin dan kawankawan waris yang mampu membayar, menurut imbangan besarkecilnya masing-masing bagian warisan. 19 J. Satrio, Hukum Waris tentang pemisahan boedel, citra aditnya bakti, Jakarta, 1998, hal. 198

41 Maksudnya adalah bahwa seorang ahli waris yang harus menanggung ahli waris yang lain berdasar pasal 1084 BW, kalau benarbenar terjadi kerugian, harus memenuhi kewajibannya memberikan ganti ruginya. Masalahnya adalah kalau benar-benar terjadi kerugian, tetapi ada salah seorang atau beberapa ahli waris yang jatuh miskin, sehingga tidak mampu membayar andilnya dalam menanggung kerugian kawan warisnya, bagaimana hal itu akan diselesaikan? Pasal 1085 BW memberikan petunjuk penyelesaiannya, yaitu bagian tanggungan kawan-kawan waris yang tidak mampu, dipikul semua ahli waris diluar yang tidak mampu termasuk ahli waris yang menuntut ganti rugi atas dasar penjaminan, kesemuanya menurut perimbangan besar kecilnya bagian masing-masing dalam warisan.