JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (Juni, 2013) ISSN: ( Print)

dokumen-dokumen yang mirip
Kajian Landas Kontinen Ekstensi Batas Maritim Perairan Barat Laut Sumatra

DELINEASI LANDAS KONTINEN EKSTENSI DI LUAR 200 MIL LAUT MELALUI PENARIKAN GARIS HEDBERG DARI KAKI LERENG INVESTIGATOR RIDGE

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Penentuan Batas Pengelolaan Wilayah Laut Antara Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

Abstrak PENDAHULUAN.

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut

BAB III REALISASI DELINEASI BATAS LAUT

2. TINJAUAN PUSTAKA. hingga 11 15' LS, dan dari 94 45' BT hingga ' BT terletak di posisi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI. Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu :

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Sejarah Perundingan Batas Maritim Indonesia Singapura

BAB 3 PROSES REALISASI PENETAPAN BATAS LAUT (ZONA EKONOMI EKSKLUSIF) INDONESIA DAN PALAU DI SAMUDERA PASIFIK

Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 16 No. 1, Agustus 2010

Abstrak. Ria Widiastuty 1, Khomsin 1, Teguh Fayakun 2, Eko Artanto 2 1 Program Studi Teknik Geomatika, FTSP, ITS-Sukolilo, Surabaya, 60111

Studi Penentuan Batas Maritim Antara Dua Negara Berdasarkan Undang Undang yang Berlaku di Dua Negara yang Bersangkutan (Studi Kasus : NKRI dan RDTL)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA Sidang Ujian Tugas Akhir Oleh : FLORENCE ELFRIEDE SINTHAULI SILALAHI

BAB III IMPLEMENTASI ASPEK GEOLOGI DALAM PENENTUAN BATAS LANDAS KONTINEN

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 9. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan Aspek Geospasial dalam Metode Delimitasi Batas Maritim

Gambar 3.1. Rencana jalur survei tahap I [Tim Navigasi Survei LKI, 2009]

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

xvii MARITIM-YL DAFTAR ISI

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

STUDI PENENTUAN BATAS MARITIM INDONESIA-MALAYSIA BERDASARKAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 5. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan evolusi batas maritim nasional di Indonesia

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Posisi Foot Of Slope (FOS) Titik Pangkal N (m) E (m) FOS N (m) E (m) Jarak (M)

BAB IV ANALISIS. IV. 1. Analisis Pemilihan Titik Dasar Untuk Optimalisasi

Delineasi Batas Terluar Landas Kontinen Ekstensi Indonesia: Status dan Permasalahannya. I Made Andi Arsana

Analisa Revi si UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indone sia yang mengacu pada UNCLOS 1958 dengan menggunakan UNCLOS 1982

ASPEK-ASPEK GEODETIK DALAM HUKUM LAUT

Pengaruh Perubahan UU 32/2004 Menjadi UU 23/2014 Terhadap Luas Wilayah Bagi Hasil Kelautan Terminal Teluk Lamong antara

BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH

PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN INDONESIA. Eka Djunarsjah dan Tangguh Dewantara. Departemen Teknik Geodesi FTSP ITB, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 6

BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Landas Kontinen Dalam Perspektif Geologi

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 7

Pemanfaatan Analisa Spasial Untuk Kesesuaian Lahan Tanaman Jarak Pagar (Studi Kasus: Kabupaten Sumenep Daratan)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH

Ambalat: Ketika Nasionalisme Diuji 1 I Made Andi Arsana 2

BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB III PENETAPAN BATAS ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA - FILIPINA DI LAUT SULAWESI. Tabel 3.1 Tahapan Penetapan Batas Laut

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi

STUDI PASANG SURUT DI PERAIRAN INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-1

ANALISA BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI DARI DATA ASTER GDEM TERHADAP DATA BPDAS (STUDI KASUS : SUB DAS BUNGBUNTU DAS TAROKAM)

Departemen Teknik Geomatika, FTSLK-ITS Sukolilo, Surabaya 60111, Indonesia Abstrak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENGGUNAAN CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI UNTUK PEMBUATAN PETA DASAR SKALA 1:5.000 KECAMATAN NGADIROJO, KABUPATEN PACITAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III TAHAPAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS KEWENANGAN WILAYAH LAUT DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si

3. BAHAN DAN METODE. dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) pada tanggal 15 Januari sampai 15

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang memiliki struktur

IMPLEMENTASI BATAS WILAYAH dan KEPULAUAN TERLUAR INDONESIA terhadap KEDAULATAN NKRI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Konsep Kartografi (Konv ensional)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

PENENTUAN KAKI LERENG (FOOT OF SLOPE) KONTINEN MENGGUNAKAN DATA BATIMETRI

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ketika Capres bicara Kedaulatan, Batas Maritim dan Laut China Selatan. I Made Andi Arsana, Ph.D.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Analisa Ketelitian Geometric Citra Pleiades Sebagai Penunjang Peta Dasar RDTR (Studi Kasus: Wilayah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, kepulauan tidak hanya berarti sekumpulan pulau, tetapi juga lautan yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berada di posisi 94o 40' BT 141o BT dan 6o LU 11o LS,

PEMETAAN BATHYMETRIC LAUT INDONESIA

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1. A. Latar Belakang 1. B. Identifikasi Permasalahan 3. C. Metode 4. D. Tujuan dan Kegunaan 4

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

ANALISA PETA LINGKUNGAN PANTAI INDONESIA (LPI) DITINJAU DARI ASPEK KARTOGRAFIS BERDASARKAN PADA SNI

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

METODE. Waktu dan Tempat

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

BAB III TAHAPAN KEGIATAN PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengalaman melakukan Parsial Submisi Landas Kontinen Indonesia di luar 200 mil laut di sebelah barat laut Sumatera

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. berkelahi di laut dan saling bakar kapal-kapal penangkap ikannya. 1

BAB II LANDASAN TEORITIK

Sistem Informasi Geografis Potensi Produktivitas Pertambakan Di Kota Surabaya

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NASKAH AKADEMIK. Disusun oleh: Tim Kerja Penyusunan Naskah Akademik RUU tentang Landas Kontinen Indonesia Kementerian Kelautan dan Perikanan

Transkripsi:

Kajian Landas Kontinen Ekstensi Batas Maritim Perairan Barat Laut Sumatra Aldea Noor Alina 1) dan Yuwono 2) Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 yuwono@geodesy.its.ac.id 1) Abstrak- Perairan barat laut Pulau Sumatra merupakan salah satu lokasi di Indonesia yang berpotensi untuk dapat melakukan klaim landas kontinen hingga melebihi 200 mil (landas kontinen ekstensi), karena posisinya yang tidak berbatasan langsung dengan negara lain. Penegasan landas kontinen di perairan ini merupakan sesuatu yang penting, mengingat potensi mineral yang terdapat di dalamnya. Pada penelitian ini digunakan data batimetri hasil turunan data penginderaan jauh dengan menggunakan satelit altimetri. Nilai kedalaman yang didapatkan digunakan untuk menentukan posisi kontur -2500m isobath, Posisi klaim landas kontinen ekstensi dengan menggunakan nilai kedalaman hasil akusisi altimetri dan pemeruman kemudian dibandingkan dan dengan metode buffer, diperoleh posisi kontur -2500+100M(mil laut) isobath, salah satu aspek penting dalam delimitasi landas kontinen ekstensi. Dari hasil pengolahan data dan analisa didapatkan posisi kontur -2500 memiliki perbedaan yang signifikan. Hal ini dikarenakan data primer diambil dengan menggunakan proses soundimg yang menghasilkan ketelitian jauh lebih baik daripada hasil data altimetri (dalam hal penentuan kedalaman). Namun tidak akan didapatkan perbedaan posisi klaim. Hal ini dikarenakan posisi kontur -2500+100M isobath tidak menjadi rujukan yang menguntungkan pada proses pembatasan/cutoff. Pembatasan posisi klaim yang menguntungkan dilakukan dengan batasan 350M. Kata Kunci - Landas kontinen ekstensi, Altimetri, Metode buffer, Posisi kontur -2500+100 isobath I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan luas perairan 5,8 juta km 2, yang terdiri atas luas perairan kepulauan dan laut territorial sebesar 3,1 juta km 2 dan luas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sebesar 2,7 km 2, serta memiliki garis pantai mencapai 80.791 km [3]. Klaim maritim sangat penting terkait dengan isu keamanan, akses dan pengelolaan sumber daya laut, serta penyeimbangan antara hak dan kewajiban negara pantai yang bersangkutan [1]. Salah satu bentuk klaim maritim yang dapat dilakukan oleh suatu negara adalah klaim landas kontinen. Landas kontinen menurut pasal 76 UNCLOS (The United Nations Convention on the Law of the Sea), meliputi dasar laut dan bawah tanah kawasan bawah laut yang membentang melampaui laut teritorial di sepanjang kelanjutan alamiah kawasan daratnya menuju tepi luar batas kontinen, atau hingga jarak 200 mil laut dari garis pangkal jika tepi luar batas kontinen tidak melewati jarak tersebut (200 mil). Batas terluar klaim landas kontinen ini juga masih dapat bertambah dengan memperhatikan kriteria yang terdapat pada pasal 76 UNCLOS. Perairan barat laut Pulau Sumatra merupakan salah satu lokasi di Indonesia yang berpotensi untuk dapat melakukan klaim landas kontinen hingga melebihi 200 mil (landas kontinen ekstensi), karena posisinya yang tidak berbatasan langsung dengan negara lain. Penegasan landas kontinen di perairan ini merupakan sesuatu yang penting mengingat potensi mineral yang terdapat di dalamnya.untuk melakukan penegasan landas kontinen ini diperlukan suatu kajian teknis yang bersifat ilmiah selain tentunya menyesuaikan dengan tinjauan yuridis yang berlaku secara internasional. Kajian teknis ini dilakukan dengan menggunakan data hasil survei. Namun, selain menggunakan data hasil survei dari pengukuran secara langsung, data yang diperlukan dalam proses delimitasi landas kontinen dapat juga diperoleh dengan menggunakan turunan data penginderaan jauh. Dengan adanya sebuah kajian yang mendukung dalam proses submisi landas kontinen, diharapkan dapat memberikan kejelasan terhadap kekuasaan Indonesia atas wilayah maritimnya terkait dengan kedaulatan maupun pengelolaan sumber daya laut. II. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi penelitian ini mengambil wilayah perairan barat laut Pulau Sumatra, yang merupakan bagian dari perairan Samudera Hindia, dengan batasan wilayah studi antara 0 0 0 LU - 7 0 0 LU dan 89 0 0 BT - 99 0 0 BT. 1

Gambar 1. Area Submisi Landas Kontinen di Perairan Barat Laut Sumatra (Sumber : Badan Informasi Geospasial,2012) Lokasi penelitian ini dilewati oleh 14 pass (setengah dari keliling lintasan satelit) satelit Jason-1. Adapun pass-pass yang melewati lokasi penelitian ini dapat ditunjukkan pada Tabel 1: No Pass Arah Pass 1 1 Naik (ascending) 2 14 Turun (descending) 3 27 Naik (ascending) 4 90 Turun (descending) 5 103 Naik (ascending) 6 116 Turun (descending) 7 129 Naik (ascending) 8 166 Turun (descending) 9 179 Naik (ascending 10 192 Turun (descending) Gambar 2. Diagram Alir Pengolahan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data profil batimetri daerah penelitian hasil survei, data ketebalan sedimen daerah penelitian hasil survei, peta Zona Ekonomi Eksklusif lembar 03 keluaran Badan Informasi Geospasial, dan data altimetri Jason-1 daerah penelitian yang mendukung dilakukan pengolahan batimetri (diunduh pada ftp://podaac- ftp.jpl.nasa.gov/alldata/jason1/l2/gdr_netcdf_c/c111-114). Pada penelitian ini proses pengolahan data digambarkan dalam diagram alir berikut : Gambar 3. Diagram Alir Pengolahan Data Altimetri 2

Berdasarkan diagram alir diatas, secara umum penelitian ini dibagi menjadi tahapan sebagai berikut : a. Pengolahan data altimetri hingga menghasilkan nilai kedalaman area studi b. Pengolahan data data sesuai dengan aturan UNCLOS dengan metode buffering dan pengeplotan c. Analisa hasil pengolahan data III. HASIL DAN ANALISA A. Pengolahan Data Batimetri dari Data Altimetri Data kedalaman diperoleh dengan menghitung nilai parameter batimetri data dengan menggunakan Basic Radar Altimetry Toolbox (BRAT) pada ruang operation. Data kedalaman yang diperoleh pada altimetri merupakan kedalaman relatif yang bereferensi pada Ellipsoid sebagai referensi global. Nilai kedalaman yang telah diperoleh kemudian digridding untuk mengisi kekosongan nilai kedalaman karena altimetri hanya mengambil data pada posisi lintasannya. C. Penarikan Batas Maritim Batas terluar LKE ditentukan dengan mengaplikasikan ketentuan kriteria formula dengan ketentuan: 1. Batas terluar LKE didasarkan pada tempat kedudukan titik-titik tetap yang mendelineasi ketebalan batu endapan (sedimentary rock) setidaknya 1 % dari jarak terdekat antara titik tersebut dengan kaki lereng yang disebut Gardiner Line, atau 2. Berdasarkan jarak 60 M dari kaki lereng yang dikenal dengan Hedberg Line. dan syarat pembatas sebagai berikut : 3. Batas terluar dari landas kontinen tidak boleh melebihi 350 mil laut dari garis pangkal, atau 4. Tidak boleh melebihi 100 mil laut dari garis kedalaman 2500 m isobath. Dengan menerapkan dua kriteria formula dan dua syarat pembatas, batas terluar landas kontinen bisa ditentukan seperti diilustrasikan dalam perspektif dua dimensi. Pengaplikasian kriteria formula dan syarat pembatas dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ArcGis dengan menggunakan tools buffering, sesuai dengan petunjuk teknis yang telah ditetapkan oleh CLCS. Gambar 4. Profil Batimetri Hasil Akusisi Data Altimetri B. Penentuan Posisi Isobath -2500m Setelah dilakukan gridding, informasi mengenai posisi kontur kedalaman 2500 isobath dapat diperoleh. Posisi kontur ini dapat diekspor menjadi format shapefile (.shp) dan diimporkan langsung ke dalam software ArcGis 10 untuk dapat dilakukan proses penarikan garis isobath - 2500 + 100m. Posisi isobath yang digunakan adalah posisi isobath - 2500 yang sekiranya merupakan sebuah kesatuan dari kenampakan alam yang berhubungan. Gambar 6. Buffering untuk menentukan posisi formula dan syarat pembatas Data posisi foot of slope didapatkan dari hasil pengukuran kedalaman yang dilakukan dengan alat multibeam pada wahana kapal. Sedangkan posisi sedimentary rocks merupakan hasil pencitraan sedimen dengan menggunakan alat sub bottom profiler. Hasil pengukuran keduanya diolah untuk kemudian digunakan sebagai data masukan pada perangkat lunak Caris LOTS, sehingga didapatkan posisi foot of slope dan kedudukan titik-titik tetap yang mendelineasi ketebalan batu endapan (sedimentary rock) setidaknya 1 % dari jarak terdekat antara titik tersebut dengan kaki lereng. Gambar 5. Posisi Kontur isobath -2500 Hasil Generalisasi Data Altimetri 3

D. Penggambaran Peta Klaim Landas Kontinen Gambar 7. Penggambaran posisi klaim landas kontinen ekstensi Perairan Barat Laut Sumatra Posisi klaim landas kontinen ekstensi diperoleh dari hasil overlaping kriteria formula dan syarat pembatas. Area klaim terbatasi oleh syarat pembatas 350M, dalam studi ini, syarat pembatas 2500+100M isobath menjadi diabaikan karena cakupan posisi klaim dengan syarat pembatas 350M lebih menguntungkan karena lebih jauh posisinya dari garis pangkal. Berdasarkan kriteria formula yang diperbolehkan dalam memperoleh klaim, maka posisi garis gardiner dan hedberg yang dapat digunakan adalah garis yang posisinya terletak lebih jauh daripada posisi ZEE 200M dari garis pangkal. Pada studi ini, posisi garis hedberg atau posisi 60M dari foot of slope tidak terletak melebihi posisi ZEE 200M, sehingga kriteria formula hedberg tidak dapat digunakan untuk memperoleh cakupan klaim. Untuk garis gardiner posisi sedimentary rocks 1% terletak melebih posisi garis ZEE 200M, sehingga posisi klaim yang didapatkan adalah cakupan area mulai dari garis ZEE 200M ditarik ke arah laut lepas menuju posisi garis gardiner yang diketahui. Posisi ini diperbolehkan menurut aturan UNCLOS, karena letaknya tidak melanggar dari garis pembatas yang menguntungkan yaitu garis pembatas 350M. Posisi utara dari klaim ini dibatasi oleh garis batas perjanjian antara Indonesia dengan India, sehingga tidak dilakukan penarikan batas klaim lebih jauh ke arah utara. Pada gambar sebenarnya terlihat ada dua posisi kontur 2500 yang letaknya melebih posisi garis pembatas 350M.. Namun garis tersebut tidak relevan digunakan sebagai acuan. Hal ini dikarenakan dua posisi kontur ini terpisah jauh dari posisi kontur 2500 yang dijadikan sebagai rujukan garis pembatas, dan dari visualisasi Digital Elevation Model (DEM) yang terlihat, posisi dua kontur ini bukan merupakan kesatuan dari kontur utama karena perbedaan keadaan geografi dua kontur tersebut dengan kontur utama. Gambar 8. Posisi dua kontur -2500m yang posisinya melebihi garis pembatas 350M E. Analisa Luasan Klaim Landas Kontinen yang Paling Menguntungkan Bagi Indonesia Gambar 9. Opsi pertama klaim landas kontinen ekstensi Gambar 10. Opsi kedua yang memaksimalkan klaim landas kontinen Hasil akhir batas terluar landas kontinen secara resmi ditetapkan dengan serangkaian titik yang dihubungkan dengan garis-garis lurus yang panjangnya tidak lebih dari 60 mil laut. Titik-titik tersebut dapat dipilih sedemikian rupa meskipun biasanya dipilih untuk dapat memaksimalkan klaim area landas kontinen. Pada opsi pertama didapatkan luasan area klaim sebesar 3876 km 2. Dengan persyaratan yang telah disebutkan dalam penarikan garis klaim landas kontinen ekstensi, 4

maka didapatkan titik titik klaim yang memiliki luasan klaim lebih menguntungkan. Dengan memaksimalkan pemilihan titik pada opsi pertama, maka didapatkan luasan maksimal yang ditunjukkan dengan opsi kedua dengan luasan area klaim sebesar 4249 km 2. Jarak antar titik kerangka area klaim ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini : F. Perbandingan Data Kedalaman Hasil Akusisi Altimetri dan Data Primer Gambar 11. Garis profil melintang nilai kedalaman hasil sounding Gambar 12. Garis profil melintang nilai kedalaman hasil akusisi altimetri Dua gambar diatas menunjukkan posisi garis profil melintang hasil sounding dan akusisi altimetri pada posisi yang sama yaitu, antara koordinat 1,83792500 LU ;95,8687500 BT hingga 1,83861512 LU ;96,00551056 BT sebagai posisi sampel. Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa posisi kedalaman yang diperoleh dari sounding dan akusisi altimetri tidak 5 signifikan. Hal ini dikarenakan perbedaan ketelitian antara keduanya. Selain itu, hal ini dikarenakan titik titik altimetri yang digunakan dalam interpolasi cukup jarang dan sedikit, sehingga hasil interpolasi yang dihasilkan tidak begitu halus. Halus yang dimaksud dalam hal ini adalah gambaran tekstur yang dapat ditunjukkan oleh suatu data. Meskipun begitu posisi kedalaman yang ditunjukkan oleh hasil akusisi altimetri cukup berhubungan dengan hasil sounding, karena dapat menunjukkan arah gradasi kedalaman yang sama dengan hasil sounding. IV. KESIMPULAN 1. Posisi kontur isobath -2500 antara akusisi data altimetri (sekunder) dan hasil dijitasi peta referensi (primer) memiliki perbedaan yang signifikan. Hal ini dikarenakan data primer diambil dengan menggunakan proses soundimg yang menghasilkan ketelitian jauh lebih baik daripada hasil data altimetri (dalam hal penentuan kedalaman). 2. Antara penggunaan data primer maupun data sekunder (posisi kontur isobath -2500+100m) maka tidak akan didapatkan perbedaan posisi klaim. Hal ini dikarenakan posisi kontur 2500+100 isobath tidak menjadi rujukan yang menguntungkan pada proses pembatasan/cut-off. Pembatasan yang menguntungkan dilakukan dengan batasan 350M. 3. Titik-titik kerangka klaim landas kontinen dapat dipilih sedemikian rupa untuk dapat memaksimalkan klaim area landas kontinen, dengan garis-garis lurus yang panjangnya tidak lebih dari 60M. Sehingga luasan area klaim yang didapat setelah modifikasi adalah sebesar 4249 km 2. 4. Data sekunder dapat menjadi rujukan dalam observasi awal dalam kajian batas wilayah, untuk selanjutnya dilanjutkan dengan studi primer. V. REKOMENDASI 1. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan membandingkan aspek penentuan landas kontinen lain, seperti gardiner dan hedberg line. Perbandingan gardiner dan hedberg dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak khusus penentuan batas wilayah CARIS LOTS. 2. Pada TALOS dan UNCLOS terdapat banyak aspek penentuan batas wilayah yang dapat dijadikan rujukan dalam membuat judul penelitian baru. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis A.N.A mengucapkan terimakasih kepada Bpk Ir. Yuwono MS, selaku dosen pembimbing atas saran dan masukkannya, juga kepada kedeputian batas wilayah Badan Informasi Geospasial yang telah memfasilitasi dalam kegiatan pengolahan data. DAFTAR PUSTAKA [1] Arsana, I.M.A. 2007.Batas Maritim Antar Negara. Cetakan pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Indonesia.

[2] Djajadihardja, Y.S., Khafid, E., dkk. 2006, Laporan Survei Seismic Refleksi Multichannel untuk Klaim Landas Kontinen Indonesia diluar 200 mil Sebelah Barat Perairan Aceh. On board report, unpublished. [3]Djunarshah,E. dan Tangguh, D. 2004. Penetapan Batas Wilayah Indonesia. Jurnal Surveying dan Geodesi, Vol. XII, No.3, September 2002 hal 38-53. Departemen Teknik Geodesi FTSP ITB, Bandung [4] Internatinal Hydrographic Bureau. 2006. A Manual on Technical Aspect of The United Convention on The Law of The Sea. Special Publication no. 51, 4th edition. Monaco. [5] Julzarika, A. dan Susanto. 2010. Penentuan Landas Kontinen Ekstensi Batas Maritim Indonesia-Palau Pada Kedalaman 2500 M Isobaths + 100 Nm di Sebelah Utara Papua Menggunakan Batimetri Turunan Data Penginderaan Jauh.Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 16 No. 1, Agustus 2010. [6] PP-38 2002, tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. [7] Raharjanto, L. 2012. Studi Pasang Surut Di Perairan Indonesia Dengan Menggunakan Data Satelit Altimetri Jason-1. Surabaya : Tugas Akhir Prodi Teknik Geomatika-ITS. [8] Safitri, D.A. 2011. Studi Penentuan Batas Maritim Antara Dua Negara Berdasarkan Undang Undang yang Berlaku di Dua Negara yang Bersangkutan (Studi Kasus : NKRI Dan RDTL). Surabaya : Tugas Akhir Prodi Teknik Geomatika-ITS. [9] United Nations. 1982. United Nation Convention on The Law of The Sea. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2012 pukul 10.00 WIB dari http://id.wikisource 6