Nengsih Tuharea Dosen Fakultas Pertanian Universitas Al Amin Sorong

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

KERAGAMAN DAN HABITAT SATWA BURUNG DI TAMAN WISATA ALAM PLAWANGAN TURGO YOGYAKARTA. Ir. Ernywati Badaruddin, MP Staf Fakultas Pertanian Unpatti Ambon

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

:!,1G():5kr'W:5. JURnAl EKOlOGI DAn SAlns ISSN : ISSN : VOLUME 01, No: 01. Agustus 2012

Baharinawati W.Hastanti 2

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU

IV. METODE PENELITIAN

KEANEKARAGAMAN JENIS DAN POTENSI TEGAKAN PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG RAYA KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH

STRUKTUR DAN KOMPOSISI TEGAKAN HUTAN DI PULAU SELIMPAI KECAMATAN PALOH KABUPATEN SAMBAS KALIMANTAN BARAT

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kata kunci : Burung, Pulau Serangan, habitat

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016.

Analisis Vegetasi Hutan Alam

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

PERANAN KONSERVASI TRADISIONAL TERHADAP KERAGAMAN JENIS BURUNG PADA BEBERAPA DESA DI KECAMATAN LEITIMUR SELATAN

III. METODE PENELITIAN

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

ANALISIS KONDISI HUTAN DI KAWASAN PANTAI NATSEPA KABUPATEN MALUKU TENGAH. Donny Japly Pugesehan Dosen Agroforestri Politeknik Perdamaian Halmahera

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

DINAMIKA PERMUDAAN ALAM AKIBAT PEMANENAN KAYU DENGAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

I. PENDAHULUAN. Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang banyak dimanfaatkan oleh

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

BAB III. METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi koridor TNGHS sekarang diduga sudah kurang mendukung untuk kehidupan owa jawa. Indikasi sudah tidak mendukungnya koridor TNGHS untuk

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani. penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994.

KOMPOSISI JENIS SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM TROPIKA SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

Struktur Dan Komposisi Tegakan Sebelum Dan Sesudah Pemanenan Kayu Di Hutan Alam. Muhdi

BAB I PENDAHULUAN. dalam Ilmu Ekologi dikenal dengan istilah habitat. jenis yang membentuk suatu komunitas. Habitat suatu organisme untuk

MONITORING LINGKUNGAN


BAB III METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi Taman Nasional Ujung Kulon.

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan

KELIMPAHAN DAN SEBARAN BURUNG CENDRAWASIH (Paradisaea apoda) DI PULAU ARU KABUPATEN KEPULAUAN ARU PROPINSI MALUKU

POTENSI BURUNG KAKATUA MALUKU (Cacatua moluccensis) SEBAGAI OBJEK EKOWISATA DI TAMAN NASIONAL MANUSELA KABUPATEN MALUKU TENGAH

I. PENDAHALUAN. dan kehutanan. Dalam bidang kehutanan, luas kawasan hutannya mencapai. (Badan Pusat Statistik Lampung, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU DI HUTAN KOTA KELURAHAN BUNUT KABUPATEN SANGGAU Bamboo Species Diversity In The Forest City Bunut Sanggau District

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai salah satu habitat alami bagi satwa liar. Habitat alami di

ANALISIS KERAPATAN TEGAKAN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BALURAN BERBASIS QUANTUM-GIS

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

PANDUAN PENGELOLAAN RIPARIAN

BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Febuari 2015 di kanan

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

ANALISIS VEGETASI HUTAN PRODUKSI TERBATAS BOLIYOHUTO PROVINSI GORONTALO

INVENTARISASI TANAMAN JELUTUNG (DYERA COSTULATA HOOK) SEBAGAI TUMBUHAN LANGKA YANG TERDAPAT DI ARBORETUM UNIVERSITAS RIAU

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

III. METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok koleksi tumbuhan Taman Hutan Raya Wan Abdul

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

INVENTARISASI POTENSI SATWA BURUNG DAN ANALISA VEGETASI DI HUTAN TAMAN WISATA ALAM KLAMONO KABUPATEN SORONG Dosen Fakultas Pertanian Universitas Al Amin Sorong ABSTRACT The aim of this research to determine bird and vegetation potential used the descriptive method with survey technique for retrieval of data about bird potential and analysis of data about vegetation in Taman Wisata Alam Klamono. Results of the research showed that in the morning and evening 34 bird types were found consisting of 18 families with 6 bird types protected by law and several bird species found in Papua. The bird habitats, found in trees where they often roosted, foraged and rested, were in the tree species Celtis latifolia Planch (Dowel), Cananga odorata (Kananga), Canarium spp (Canary), Myristica spp (Forest Nutmeg), Alstonia scholaris (Pulai), Eugenia spp ( Jambu - jambuan), Evodia spp (Nuri bird), Albizia falcataria (Sengon), Altingia exelsa (Rasamala) and Vatica papuana (Resak). The results also showed 24 species of tree level vegetation dominated by Celtis latifolia Planch (Dowel) DR = 24,50%, Cananga odorata Hook Jet Th (Kananga) DR = 16,41% and Canarium spp (Canary) DR = 13,42%. Non-dominant species included Myristica spp (Forest nutmeg) DR = 0,05%. Highest INP values were Celtis latifolia Planch (Dowel) INP = 43,18% and Canarium spp (Canary) INP = 37,18%. For non-dominant species INP value was Myristica spp (Forest Nutmeg) INP = 2,12%. Dominant species at pole level are Canarium spp (Canary) DR = 17,12%, Myristica spp ( Forest Nutmeg) DR = 16,47%, Cananga odorata Hook Jet Th (Kananga) DR = 14,95%, while the non-dominant species was Alstonia scholaris (Pulai) DR = 0,02%. Commercial species at pole level with the highest INP values were Canarium spp (Canary) INP = 35,13%, Cananga odorata Hook Jet Th (Kananga) INP = 32,88%, Myristica spp ( Forest Nutmeg) INP = 30,87%, Celtis latifolia Planch (Dowel) INP = 29,18%. Keywords: bird potential, vegetation, protected Latar Belakang PENDAHULUAN Indonesia merupakan Negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dengan luas daratan 1,3% dari luas permukaan bumi. Keadaan geografis, wilayah yang luas, ekosistem dan tata letak negara Indonesia, menyebabkan Negara Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Populasi satwa pada suatu habitat akan membentuk suatu ekosistem yang kompleks, dimana antar jenis satwa saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Ekosistem ini akan membentuk suatu kesatuan yang kurang lebih stabil, namun keadaan ini sering terganggu oleh aktivitas manusia yang mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman flora dan fauna yang menempati ekosistem ini. Indonesia yang kaya akan satwa burung menduduki peringkat keempat sebagai negara yang kaya jenis satwa burung, serta menduduki peringkat pertama di dunia beradasarkan jumlah jenis satwa yang endemik. Tercatat ada 1.539 jenis satwa burung di dunia dari jumlah tersebut terdapat 381 jenis yang merupakan jenis endemik (Sujatnika, 1995). Hutan adalah salah satu faktor habitat yang sangat berperan bagi kehidupan margasatwa, karena dapat dipakai sebagai tempat mencari makan, minum, berkembang biak dan tempat untuk menghindarkan diri dari serangan pemangsa. Oleh karena itu pengusahaan hutan (eksploitasi hutan) merupakan salah satu kegiatan yang dapat berpengaruh terhadap keberadaan habitat bagi margasatwa yang berada di dalamnya. Dengan berjalannya waktu, habitat yang rusak dapat pulih kembali namun spesies yang telah punah

Jurnal Agroforestri Volume IV Nomor 1 Maret 2009 tidak mungkin untuk dihidupkan kembali. Laju penyusutan hutan dio dunia saat ini diduga akan mengakibatkan punahnya 2 7% kehidupan satwa pada seperempat abad mendatang. Papua sebagai salah satu pulau utama di Indonesia memiliki sumber daya alam berupa hutan seluas 41.066.000 Ha yang kaya berbagai jenis flora dan fauna. Namun potensi yang besar ini belum dimanfaatkan seoptimal mungkin. Hal ini disebabkan kurangnya Informasi tentang keadaan hutan, baik potensi penyebaran jenis, topografi dan lain sebagainya. Keanekaragaman hayati ini mengalami degradasi akibat kegiatankegiatan yang sifatnya merusak. Khusus untuk satwa liar telah mengalami tekanan dari dua ancaman utama yaitu kerusakan habitat dan perburuan tanpa batas (Djuwantoko, 2000). Perkembangan pemanfaatan yang demikian apabila tidak dikendalikan dapat merupakan penyebab utama terjadinya kepunahan yang bisa menimbulkan ketimpangan ekologi. Untuk mencegah keadaan tersebut dirasa perlu sekali adanya perhatian khusus baik dari pihak HPH, pemerintah maupun masyarakat terutama dalam kegiatan silvikultur guna mengembalikan fungsi dan kelestarian hutan. Pengembangan dan pengolahan hutan di Papua mendatangkan pendapatan dan devisa bagi negara, membuka lapangan kerja baru serta mempermudah pengembangan wilayah. Dibalik keuntungannya tersebut terjadi kepunahan jenis-jenis komersil, akibatnya fungsi hutan tidak berjalan normal karena hutan tidak lagi produktif, tanah kosong dan hutan sekunder yang mendominasi hutan areal konsesi. Salah satu upaya konservasi yang telah ditempuh adalah melalui penetapan suatu kawasan menjadi kawasan pelesatrian alam seperti Taman Wisata Alam. Taman Wisata Alam berfungsi sebagai kawasan untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan daapt dikembangkan sebagai wahana untuk kepariwisataan dan rekreasi. Pengembangan objek wisata alam dan daya tariknya ditunjang oleh kekhasan objek, seperti memiliki jenisjenis burung khas. Untuk menunjang tindakan tersebut, maka dirasa perlu adanya penelitian yang memberikan informasi tentang kondisi habitat vegetasi dan satwa yang ada di areal Taman Wisata Alam Klamono Kabupaten Sorong. 75 Penelitian ini bertujuan mengetahui potensi vegetasi dan berbagai satwa burung yang berada di Taman Wisata Alam Klamono Kabupaten Sorong. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi berguna kepada semua pihak mengenai kondisi habitat dan potensi satwa burung terlebih kepada instansi terkait dalam menangani masalah konservasi satwa. METODE PENELITIAN Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada areal Taman Wisata Alam Klamono Kabupaten Sorong selama satu bulan (1 Minggu untuk pengamatan satwa burung dan selebihnya untuk pengamatan analisa vegetasi). Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan teknik survey untuk pengambilan data potensi satwa burung dan data analisa vegtasi di Taman Wisata Alam Klamono. Peralatan yang digunakan adalah tali plastik, ajir, parang, meter rol, kompas, kaliper, jasa pengenal pohon, cat, kuas, tally sheet dan alat tulis menulis, sedangkan bahan berupa vegetasi tingkat pohon dan tiang. Prosedur Penelitian Untuk menginventarisir satwa burung digunakan Metode Timed Spesies Count (TSCs), pendataan dilakukan dalam 6 kali survey setiap interval waktu 10 menit dalam satu jam dengan cara berjalan lambat di lokasi yang diamati pada jalur pengamatan dengan mencacat setiap jenis yang terlihat tanpa jumlah individu jenis tersebut. Untuk menghindari bias, pengamatan burung dilakukan pada waktu-waktu tertentu yaitu pagi hari 07.00 09.00 dan pada waktu sore hari yaitu pada 16.00 18.00 waktu setempat. Sedangkan untuk analisa vegetasi metode sistematik Sampling dengan penarikan contoh jalur berpetak (Istomo, 1995) atau sering disebut dengan Line Plot dengan dibuat 6 jalur sepanjang 1000 m dengan lebar 20 meter dan jalur tersebut dibuat sebanyak 6 jalur pengamatan. untuk pengamatan analisa vegetasi. Variabel dan Analisis Data Variabel yang diamati disini adalah potensi satwa burung dan analisa vegetasi yang ada di Taman Wisata Alam Klamono Kabupaten Sorong. Sedangkan untuk analisa vegetasi, data

76 Jurnal Agroforestri Volume IV Nomor 1 Maret 2009 yang dikumpulkan mencakup jenis, diameter, jumlah, untuk tingkatan vegetasi pohon dan tiang. Data vegetasi yang telah ada dianalisis untuk mendapatkan nilai kerapatan, frekuensi, dominansi baik mutlak maupun relatif dan juga dilakukan pengukuran terhadap luas bidang dasar. Pengukuran dalam jalur pengamatan didasarkan pada formula yang dikemukakan oleh Soerianegara dan Indrawan (1976) sebagai berikut : Tingkat Pohon : 20 x 20 m Tingkat Tiang : 10 x 10 m Konsepsi pengamatan diperoleh dari data yang diolah secara tabulasi berdasarkan hasil analisis vegetasi, dilanjutkan dengan perhitungan nilai penting variable yang diambil untuk menentukan indeks nilai penting berdasarkan rumus Soeryanegara dan Indrawan (1976) sebagai berikut : 1. Kerapatan Jumlah Individu K = Luas Contoh 2. Kerapatan Relatif Kerapa tan Suatu Jenis KR (%) = X100 Kerapa tan Seluruh Jenis 3. Frekwensi Jumlah Plot Ditemukannya Suatu Jenis F = Jumlah Seluruh Plot 4. Frekwensi Relatif 5. Dominansi D = 6. Domonansi Relatif Frekwensi Suatu Jenis FR (%) = X100 Frekuensi Seluruh Jenis Jumlah Luas Bidang Dasar Luas Contoh Do min ansi Dari Suatu Jenis DR (%) = X100 Do min ansi Seluruh Jenis 7. Luas Bidang Dasar 2 1 D LBD = π x Dimana : 4 100 LBD = Luas Bidang Dasar D = Diameter Π = 3,14 Indeks Nilai Penting untuk tingkat pohon dan tiang dihitung dengan menggunakan rumus Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR + DR. HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Burung Pada Taman Wisata Alam Klamono Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada areal Hutan Taman Wisata Alam Klamono melalui metode time spesies count pada lokasi pengamatan dengan cata pengambilan data setiap interval 10 menit sebanyak enam kali dalam 1 jam survey untuk mencatat nama dan jenis potensi burung (tanpa jumlah individu) yang ditemui di lokasi penelitian tiap interval waktu tersebut dengan waktu pengamatan yang dilakukan pada waktu pagi (jam 07.00 09.00) dan sore hari (jam 16.00 18.00) ditemui 34 jenis burung yang terdiri dari 18 famili yang mana terdapat 6 jenis burung yang dilindungi oleh Undang-undang dan berbagai jenis burung yang dijumpai di Papua. Sedangkan jenis-jenis burung yang ditemui ini sebagian besar adalah burung paruh bengkok yang memiliki jenis pakan hamper sama yaitu terdiri dari buah-buahan hutan dan biji-bijian. Berikut disajikan data potensi burung pada pengamatan 60 menit pertama yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Berdasarkan data tersebut diatas terlihat bahwa pada interval waktu 10 menit pertama terdata 9 jenis burung, pada interval 10 menit kedua terdata 6 jenis burung, pada interval waktu 10 menit ketiga terdata 3 jenis burung, pada interval waktu 10 menit keempat terdata 3 jenis burung, pada interval waktu 10 menit kelima terdata 2 jenis burung pada interval waktu 10 menit keenam terdata 3 jenis burung. Sedangkan pada pengamatan pada 1 jam survey kedua dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Berdasarkan data tersebut diatas terlihat bahwa pada interval waktu 10 menit pertama terdata 4 jenis burung, pada interval 10 menit kedua terdata 6 jenis burung, pada interval waktu 10 menit ketiga terdata 2 jenis burung, pada interval waktu 10 menit keempat terdata 2 jenis burung, pada interval waktu 10 menit kelima terdata 2 jenis burung pada interval waktu 10 menit keenam terdata 2 jenis burung. 2. Habitat Satwa Burung Berdasarkan hasi penelitian di lokasi penelitian terhadap habitat satwa burung ditemui pohon yang sering digunakan untuk bermain Inventarisasi Potensi Satwa Burung dan Analisa Vegetasi di Hutan Taman Wisata Alam Klamono Kabupaten Sorong

Jurnal Agroforestri Volume IV Nomor 1 Maret 2009 77 (bertengger), mencari makan dan istirahat tidur adalah dari jenis Celtis latifolia Planch (Pasak) Cananga odorata (Kananga), Canarium spp (Kenari), Myristica spp (Pala hutan), Alstonia scholaris (Pulai), Eugenia spp (Jambu-jambuan), Evodia spp (Nuri), Albizia falcataria (Sengon), Tabel.1. Hasil Inventarisasi Potensi Burung Pengamatan Pertama Menurut Metode TSCs Interval Waktu Pengamatan Altingia exelsa (Rasamala) dan Vatica papuana (Resak). Berikut gambar salah satu pohon yang biasa dipakai untuk aktivitas bermain/bertengger dan tidur serta buah kenari yang dimakan beberapa satwa burung di lokasi penelitian Taman Wisata Alam Klamono. 1-10 1 0-20 20-30 30-40 40-50 50-60 Philemon Aepypodius buceroides arfakianus Probosciger Rhyticeros atterrimus plicatus Amalocichla Dicaeum incerta pectorale Collocalia Halocyn torotoro vanikorensis Charmosyna Megapodius papou frecinet Tallegalla Ducula zoeae joboiensis Ducula rufigaster Columba vitiensis Centropus phasianinus Sumber:, 2008 Corunis australis Casuarius casuarius Centropus bersteini Cacatua galerita Neopsittacus musschenbroekii Neopsittacus Micropssita bruijnii Paradisea apoda Myagra alecto Mino dumontii Dicaeum hirundinoceum Tabel.2. Hasil Inventarisasi Potensi Burung Pengamatan Kedua Menurut Metode TSCs Interval Waktu Pengamatan 1-10 1 0-20 20-30 30-40 40-50 50-60 P h i l e m o n buceroides A e p y p o d i u s D u c u l a Cacatua galerita arfakianus rufigaster P o d a r g u s R h y t i c e r o s papuensis plicatus C o r a c i n a Lorius lory schisticeps D i c r u r u s hottentottus Pachycephala schelglii Sumber:, 2008 Makanan merupakan faktor pembatas bagi kehidupan satwa, sehingga makanan harus tersedia bagi satwa. Jika tidak ada makanan ataupun kurang dari jumlah yang dibutuhkan maka akan terjadi perpindahan satwa untuk mencari daerah baru yang banyak makanannya (Alikodra, 1990). Berdasarkan jenis pakan Ducula zoeae Paradisea apoda Eclectus rotatus G e o p e l c i a hueralis G e o f f r o y u s geoffroyi Paradisea apoda C a s u a r i u s casuarius Mino dumontii pada satwa burung, maka Mack Kinnon (1990), membuat klasifikasi jenis pakan yaitu, pemakan segala (omnivorous), pemakan biji (granivorus), pemakan serangga (insectivorus), pemakan nectar (nectarivorus), pemakan daging (karnivorus) dan pemakan tumbuh-tumbuhan (herbivorus). Menurut Alikodra (1990), bahwa beberapa

78 Jurnal Agroforestri Volume IV Nomor 1 Maret 2009 satwa liar memakan berbagai macam sumber makanan tetapi ada organisme yang mempunyai jenis makanan yang terbatas. Organisme yang makanannya beraneka ragam akan lebih mudah menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan. L e b i h l a n j u t A l i k o d r a ( 1 9 9 0 ), mengemukakan bahwa vegetasi merupakan faktor yang sangat penting bagi satwa liar untuk tempat berlindung/sebagai cover untuk menjamin kelangsungan berbagai kegiatan dan untuk mempertahankan hidupnya diperlukan perlindungan/cover. Kehadiran perlindung sangat diperlukan dan peranannya sangat penting bagi proses pelestarian suatu populasi. Setiap jenis satwa liar memerlukan pelindung yang berbedabeda walaupun ada beberapa yang tumpang tindih. Umumnya, cover berfungsi sebagai tempat hidup dan berkembang biak tetapi cover bisa juga berfungsi sebagai tempat ersembunyi atau berlindung dari bahaya. 3. Analisa Vegetasi Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di areal Taman Wisata Alam Klamono ditemukan 24 jenis vegetasi tingkatan pohon yang didominasi antara lain oleh jenis Celtis latifolia Planch (Pasak) DR = 24,50%, Cananga odorata Hook Jet Th (Kananga) DR = 16,41%, Canarium spp (Kenari) DR = 13,42%. Sedangkan untuk jenis yang tidak dominan adalah jenis Myristica spp (Pala hutan) DR = 0,05%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3. Indeks Nilai Penting yaitu suatu jenis menunjukkan tingkat penguasaan jenis tersebut. Semakin tinggi indeks nilai penting suatu jenis menerangkan bahwa jenis tersebut menguasai komunitas dimana jenis tersebut tumbuh. Dari tabel di atas terlihat, jenis-jenis yang dominan (berkuasa) adalah jenis Celtis latifolia Planch (Pasak) INP = 46,96% dan Canarium spp (Kenari) INP = 35,88%. Sedangkan jenis-jenis yang dikatakan tidak dominan adalah Myristica spp (Pala hutan) INP = 2,12%. Untuk vegetasi tingkatan tiang yang didominasi antara lain oleh oleh jenis Canarium spp (Kenari) DR = 17,12%, Myristica spp (Pala hutan) DR = 16,47%, Cananga odorata Hook Jet Th (Kananga) DR = 14,95%; selanjutnya jenis yang dikatakan tidak dominan adalah jenis Alstonia scholaris (Merbau) DR = 0,02%. Berikut disajikan tabel vegetasi tingkatan tiang berikut ini: Jenis komersial yang memiliki indeks nilai penting tertinggi untuk tingkat tiang adalah jenis Canarium spp (INP = 35,13%) Cananga odorata Hook Jet Th (INP = 32,88%), Myristica spp (INP = 30,87%), Celtis latifolia Planch (INP = 29,18%). Sedangkan jenis-jenis yang lainnya dengan INP rendah merupakan jenis-jenis yang tidak menguasai atau relatif sedikit di areal penelitian. Untuk vegetasi tingkatan pancang didominasi antara lain oleh jenis Intsia spp. Tingkat penguasaan pada areal penelitian ditunjukkan dengan indeks nilai penting dari jenis-jenis tersebut. Jenis Intsia spp (INP = 55,64%), Alstonia scholaris (INP = 29,33%), Camnosperma spp (INP = 21,64%), Calophyllum spp (INP = 19,32%) merupakan jenis-jenis yang memiliki tingkat penguasaan yang tinggi di areal penelitian dibandingkan dengan jenis lainnya. Sedangkan untuk tingkat semai didominasi oleh jenis Intsia spp. Jenis komersil yang dikatakan menguasai jenis lain pada lokasi penelitian untuk tingkat semai adalah jenis Intsia spp (INP = 35,86%), Pometia spp (INP = 30,62%), Eugenia spp (INP = 19,96%), Celtis latifolia planch (INP = 15,31%). Sedangkan untuk jenis lainnya merupakan jenis-jenis yang tidak menguasai atau relatif sedikit di areal penelitian. Hal ini ditunjukkan dengan indeks nilai penting yang rendah. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada areal Taman Wisata Alam Klamono dapat disimpulkan beberapa hal di bawah ini: 1. Hasil pengamatan pada waktu pagi (jam 07.00 09.00) dan sore hari (jam 16.00 18.00) ditemui 34 jenis burung yang terdiri dari 18 famili yang mana terdapat 6 jenis burung yang dilindungi oleh Undangundang dan berbagai jenis burung yang dijumpai di Papua. 2. Habitat satwa burung ditemui pada pohon yang sering digunakan untuk bermain (bertengger), mencari makan dan istirahat Inventarisasi Potensi Satwa Burung dan Analisa Vegetasi di Hutan Taman Wisata Alam Klamono Kabupaten Sorong

Jurnal Agroforestri Volume IV Nomor 1 Maret 2009 79 Tabel 3. Hasil Analisa Vegetasi Tingkat Pohon Pada Areal Taman Wisata Alam Klamono KR FR DR INP NO. J E N I S K F D (%) (%) (%) (%) 1. Aglaia spp (Pasak) 0.75 3 0,03 3.13 0.12 0.99 7.12 2. Alstonia scholaris (Pulai) 0.5 2 0.02 2.08 0.17 1.40 5.48 3. Amora spp (Amora) 1 4 0.004 4.17 0.35 2.88 11.05 4. Buchanania spp (Poh-pohan) 0.25 1 0,01 1.04 0.08 0.66 2.70 5. Cananga odorata Hook jet Th (Cananga) 2.25 9 0,09 9.37 1.81 16.41 34.78 6. Canarium spp (Galip) 2.75 11 0,09 11.46 1.79 13.42 35.88 7. Calophyllum spp (Bintangur) 1.25 5 0.05 5.21 0.40 3.29 13.50 8. Camnosperma spp (Terentang) 0.25 1 0,01 1.04 0.03 0.25 2.29 9. Celtis latifolia Planch (Kayu Lulu) 2.75 11 0,11 11.46 2.52 24.50 46.96 10. Duabanga molucana Bl (Duabanga) 0.25 1 0,01 1.04 0.03 0.25 2.29 11. Dracontumelon edule Merr (Dao) 0.75 3 0,03 3.13 0.15 1.23 7.36 12. Eugenia spp (Jambu-jambuan) 0.75 3 0,03 3.13 0.03 0.25 6.38 13. Evodia spp (Nuri) 1.25 5 0,05 5.21 0.61 5.02 15.23 14. Flimantandra sp (Flimantandra) 0.25 1 0.01 1.04 0.02 0.16 2.20 15. Garcinia spp (Garcinia) 0.25 1 0,01 1.04 0.03 0.25 2.29 16. Haplolobus vemibendus Hjl (Haplolobus) 0.25 1 0.01 1.04 0.02 0.16 2.20 17. Homalum foetidum Bth (Humalium) 0.75 3 0.03 3.13 0.50 4.11 10.24 18. Intsia spp (Merbau) 1.5 6 0.06 6.25 0.64 5.26 17.51 19. Myristica spp 0.25 1 0.01 10.4 0.01 0.05 2.12 20. Octomeles sumatrana Miq (Binuang) 0.25 1 0.01 1.04 0.03 0.25 2.29 21. Pometia spp (Matoa) 2 8 0.08 8.33 1.31 10.77 27.10 22. Sloanea spp (Daw) 0.25 1 0.01 1.04 0.41 3.37 5.41 23. Terminalia spp (Ketapang) 1 4 0.01 1.04 0.36 2.96 8.00 24. Vatika papuana(resak) 0.25 1 0.01 1.04 0.04 0.33 2.37 J U M L A H 25 100 0.97 116.13 12.16 98.22 272.75 Sumber:, 2008 tidur adalah dari jenis Celtis latifolia Planch (Pasak), Cananga odorata (Kananga), Canarium spp (Kenari), Myristica spp (Pala Hutan), Alstonia scholaris (Pulai), Eugenia spp (Jambu - jambuan), Evodia spp (Nuri), Albizia falcataria (Sengon), Altingia exelsa (Rasamala) dan Vatica papuana (Resak). 3. Terdapat 24 jenis vegetasi tingkatan pohon yang didominasi antara lain oleh jenis Celtis latifolia Planch (Pasak) DR = 24,50%, Cananga odorata Hook Jet Th (Kananga) DR = 16,41%, Canarium spp (Kenari) DR = 13,42%. Sedangkan untuk jenis yang tidak dominan adalah jenis Myristica spp (Pala hutan) DR = 0,05%. 4. Nilai INP tertinggi yaitu jenis Celtis latifolia Planch (Pasak) INP = 43,18% dan Canarium spp (Kenari) INP = 37,18%. Sedangkan jenis-jenis yang dikatakan tidak dominan adalah Myristica spp (Pala Hutan) INP = 2,12%. 5. Untuk vegetasi tingkatan tiang yang didominasi antara lain oleh oleh jenis Canarium spp (Kenari) DR = 17,12%, Myristica spp (Pala Hutan) DR = 16,47%, Cananga odorata Hook Jet Th (Kananga) DR = 14,95%; selanjutnya jenis yang dikatakan tidak dominan adalah jenis Alstonia scholaris (Pulai) DR = 0,02%.

80 Jurnal Agroforestri Volume IV Nomor 1 Maret 2009 6. Jenis komersial yang memiliki indeks nilai penting tertinggi untuk tingkat tiang adalah jenis Canarium spp (Kenari) INP = 35,13%, Cananga odorata Hook Jet Th (Kananga) INP = 32,88%, Myristica spp (Pala Hutan) INP = 30,87%, Celtis latifolia Planch (Pasak) INP = 29,18%. Saran Berdasarkan hasil kesimpulan yang dijabarkan di atas kiranya dapat disarankan adanya peran serta masyarakat dan Pemerintah terkait untuk ikut melestarikan vegetasi maupun satwa yang terdapat di Taman Wisata Alam Klamono Kabupaten Sorong sehingga dapat dijadikan salah satu objek wisata sekaligus sebagai tempat dimana masyarakat bisa mengenal jenis-jenis vegetasi yang ada di wilayah tersebut. DAFTAR PUSTAKA Alam Setia Zain. 1999. Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan Stratifikasi Hutan Rakyat. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Alikodra. 1990. Pengelolaan Satwa Liar.Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. Annonimous. 1976. Mengenal beberapa Jenis Kayu Irian Jaya. Dinas Kehutanan Daerah Tingkat I Irian Jaya Jayapura Annonimous. 1992. Manual Kehutanan. Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta. Annonimous. 1993. Pedoman dan petunjuk TPTI pada Hutan Alam Daratan. Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. Jakarta PP. 53-61 Annonimous. 1999. Undang - Undang Kehutanan No. 41 Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta. Cecep Kusmana dan Istomo. 1995. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB Bogor. Djuwantoko. 2000. Satwa Liar Sebagai Objek Ekowisata. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Erniwaty Badaruddin, 1986, Analisa Popupasi Satwa Burung Kakatua Putih pada Lokasi Hutan Bekas Tebangan, Pemukiman, Pertanian dan Perkebunan Di Bagian Utara Cagar Alam Gunung Sibela Pulau Bacan Maluku Utara. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon. Tidak Dipublikasi. Lilian Rachmawati. 2005. Pengaruh Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) PT. Hanurata Coy Ltd Pada Masyarakat Kampung Pulau salawati Kabupaten Raja Ampat. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Al Amin Sorong. Tidak Dipublikasi. Maman Sutisna. 2000. Silvikultur Hutan Alam Di Indonesia. Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Samarinda. Mac Kinnon. 1990. Panduan Lapangan Burung-burung di Jawa Dan Bali. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Soeryanegara, Ishemat dan Indrawan 1976. Pengantar Ekologi Hutan Indonesia. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Sudjatnika. 1995. Melestarikan Keanekaragaman Hayati Indonesia. PHPA Birdlife International Indonesia Programe. Jakarta. Inventarisasi Potensi Satwa Burung dan Analisa Vegetasi di Hutan Taman Wisata Alam Klamono Kabupaten Sorong