DIA DALAM MIMPI-MIMPI RANI



dokumen-dokumen yang mirip
Pertama Kali Aku Mengenalnya

Sang Pangeran. Kinanti 1

Kanuna Facebook on September 07, 2011 Prolog

2. Gadis yang Dijodohkan

Hai Cindy selamat ya sudah jadi anak SMU Suara yang sudah tak asing lagi baginya.

Sayang berhenti menangis, masuk ke rumah. Tapi...tapi kenapa mama pergi, Pa? Masuk Sayang suatu saat nanti pasti kamu akan tahu kenapa mama harus

Aku menoleh. Disana berdiri seorang pemuda berbadan tinggi yang sedang menenteng kantong belanjaan di tangan kirinya. Wajahnya cukup tampan.

sudah rapi kembali setelah dicukur. Ruangan-ruangan didalam bangunan ini sangat

BAB I SOSOK MISTERIUS. Vanessa Putri, Vanessa Putri? Bu Ria memanggil nama itu lagi.

Kehidupan itu terlalu penuh dengan kebahagian bagi orang yang menyadarinya Tommy membaca kalimat terakhir dari sebuah novel yang diterbitkan melalui

Sebuah kata teman dan sahabat. Kata yang terasa sulit untuk memasuki kehidupanku. Kata yang mungkin suatu saat bisa saja meninggalkan bekas yang

DI BALIK DINDING. Apa ya, yang berada di balik dinding itu?, selalu dan selalu dia bertanya-tanya

Hari masih pagi di saat pertama kalinya Reandra mulai masuk sekolah setelah dua minggu lamanya libur kenaikan kelas. Hari ini adalah hari yang

Untuk sebuah kehidupan singkat penuh ilusi serta latihan SGV, Ayesha Nadya Muna & Bintang jatuhku -Dimas Arif Firlando

Cinta itu bukan tentang diri sendiri tapi tentang dia, yang kau sayangi Cinta itu bukan cinta sebelum kau berani mengungkapkannya

LUCKY_PP UNTUKMU. Yang Bukan Siapa-Siapa. Diterbitkan secara mandiri. melalui Nulisbuku.com

Mungkin mereka tidak akan menemuiku, ujarku dalam hati.

CINTA 2 HATI. Haii...! Tiara terkejut, dan menatap pada pria itu. Pada saat itu, ternyata pria itu juga menatap kearah Tiara. Mereka saling menatap.

Bayangan Merah di Laut dan Tempat Untuk Kembali:

SINOPSIS. Universitas Darma Persada

Yarica Eryana. Destiny. Penerbit HKS

AKU AKAN MATI HARI INI

Aku Tidak Mengerti Orang Biasa

DIPA TRI WISTAPA MEMBILAS PILU. Diterbitkan secara mandiri. melalui Nulisbuku.com

.satu. yang selalu mengirim surat

Bintang Pembuka. Kepada orang-orang yang tidak pernah naik keatas atap rumahnya untuk sekedar melihat betapa indahnya bintang-bintang.

Fiction. John! Waktunya untuk bangun!

(Cintaku) Bait Pertama. Angin senja begitu halus berhembus. Sore itu, di

Juli Milik kita. Aku sudah sampai depan RS Margono. siap. menunggu. engga usah kaget, aku bisa. menit aku sampai, tunggu ya mas

Dibalik perjuangan seorang "PAPA"

Buku BI 3 (12 des).indd 1 16/12/ :41:24

KISAH KISAH YANG HAMPIR TERLUPAKAN

Suatu hari, saat liburan semester pertama mereka pergi ke sebuah pantai. Disana mereka menghabiskan waktu hanya bertiga saja. ``Aku mau menuliskan

Sayangnya, bukan karena faktor-faktor positifnya. Gang Eyeri-Headburry terkenal sebagai gang terkumuh di kota Headburry. Terkotor, terbobrok, dan

CHAPTER 1. There s nothing left to say but good bye Air Supply

Buku BI 1 (5 des).indd 1 10/12/2014 8:43:03

Ingatan lo ternyata payah ya. Ini gue Rio. Inget nggak? Rio... Rio yang mana ya? Ok deh, gue maklum kalo lo lupa. Ini gue Rio, senior lo di Univ

Anak laki-laki itu segera mengangkat kakinya. Maaf, ujarnya, sementara si anak

Bimo, Ra, Kenapa lagi sama calon lakimu itu duhai Syaqilaku sayang? godaku. Ojo ngenyeklah. Hahaha. Iya, iya. Bimo kenapa? Tadi aku nggak sengaja

AZAN PERTAMA DENDY. (Penulis : IDM)

Aku memeluk Ayah dan Ibu bergantian. Aroma keringat menusuk hidungku. Keringat yang selama ini menghiasi perjuangan mereka membesarkanku. Tanpa sadar

Dillatiffa. Unfortunate

benaya DAN DARA hal dep.indd 1 10/03/ :00:39

tugasnya masing-masing, wartawan-wartawan dilarang keras mendekat, memotret maupun masuk kedalam apartemen. Korban tewas kira-kira pukul sebelas

Puzzle-Puzzle Fiksi. Inilah beberapa kisah kehidupan yang diharapkan. menginspirasi pembaca

Heart 119. Dan aku harap, kita tidak akan pernah bertemu. lagi.

Kukatakan kepadamu, seseorang yang

It s a long story Part I

huh, akhirnya hanya mimpi, ucapnya sambil mengusap dada.

Then, something unexpected happened.

Yui keluar dari gedung Takamasa Group dengan senyum lebar di wajahnya. Usaha kerasnya ternyata tak sia-sia. Dia diterima berkerja di perusahaan itu

SATU ada yang tertinggal

Suzy melangkahkan kaki memasuki lift gedung tempatnya bekerja. Beberapa orang wanita yang tidak ia kenal akrab mengikutinya dari belakang.

Mr Knight, tadi Mr. Boyd menelepon untuk membuat janji temu di hari Jumat jam 2 siang. Apakah saya ada janji di hari itu?

dengan mudah, mereka melukaimu? Mengancammu?, aku membuka mataku. Menatap

Marwan. Ditulis oleh Peter Purwanegara Rabu, 01 Juni :25

Oleh: Windra Yuniarsih

Ruang Rinduku. Part 1: 1

Sore yang indah bergerak memasuki malam. Langit yang bertabur warna keemasan mulai menghitam dengan taburan bintang-bintang. Aku masih duduk di kursi

Chapter 1. Baik, selagi kalian mencatat, saya absen.

Mengajarkan Budi Pekerti

Soedjono-Tresno Private High School (STPHS) (I)

Belajar Memahami Drama

Mukadimah. Aku bukan siapa-siapa Hanya mencoba untuk bercerita dari khayalan dan pengalaman

Sample Upload. Perjalanan 60 hari

Tak Ada Malaikat di Jakarta

Sepasang Sayap Malaikat

P A D A M U E M B U N

BAB II RINGKASAN CERITA. prinsip bahwa semua persoalan di dunia ini pasti ada jalan keluarnya. Mereka

HANYA KAMU BAB 1 AMANDA

Suara alunan piano terdengar begitu lembut

Ternyata itu Korupsi

A. Rita. Penerbit. Karya Cinta

1 Curahan Hati Sebatang Pohon Jati

Alifia atau Alisa (2)

Kau Tetap Indonesiaku

sebenarnya saya terlambat karena saya terlambat bangun, maafin saya Pak, saya sudah berbohong dan terlambat. Pak Guru memukul meja, sambil berkata,

Hidup ini singkat bagiku! Kebahagian saat ini hanyalah sementara, tak mudah bagiku untuk menjalani hidup normal layaknya sebagai manusia biasa.

Sarah mengemas barangnya dengan cemberut. Entah yang keberapa. kalinya Dia harus pindah. Dari Jakarta ke Jogja lalu ke Makassar dan kali ini dia

Cinta memang tidak akan ada yang tahu kehadirannya, cinta bisa datang dan pergi tanpa diduga. Cinta bisa berdampak positive ataupun negative terhadap

Untuk ayah.. Kisah Sedih.

The Coffee Shop Chronicles

Mencintai, adalah satu kata bermakna kompleks yang dapat mengubah seluruh hidup manusia. Mencintai adalah aku dan kamu. Dia dan orang lain.

Chapter 1 A Pieces Love And Red Maroon Betta Fish

Cinta, bukan satu hal yang patut untuk diperjuangkan. Tapi perjuangan untuk mendapatkan cinta, itulah makna kehidupan. Ya, lalu mengapa...

Karya Kreatif Tanah Air Beta

Anam Rufisa. Catatan Anak Kelinci. Penerbit. Ana Monica Rufisa

Kesengsaraan adalah aku! Apakah ia kan mencampur kesedihannya atas jalinan persahabatan dengan sahabat lainnya yang serupa? Apakah ia tidak kesepian

Bagian Satu: Masa Pencarian Cahaya

Aku ada dengan dirinya kali ini bukan karena keinginanku. Bukan karena cinta. Bukan karena kenal. Namun ini kebetulan. Diriku berdiri di depan sini.

Wonderheart ditinggali oleh manusia-manusia yang memiliki kepribadian baik. Tidak hanya itu, hampir semua dari mereka nampak cantik dan

Pasang Surut Ombak Segare Sopianus Sauri XII IPA

yang berbentuk datar bagian atasnya dengan sebuah ukiran kepala singa. Mereka yang berada di ruangan sudah berdiri di atas shinéga sejak dari tadi.

Tante, please... Saya benar-benar membutuhkan bantuan. Pemuda itu tampak memohon. Tapi... Ini menyangkut hidup mati seseorang, tante!

Seratus Tiga. Seratus Fiksi Tiga Penulis. Hak Cipta 2010 oleh Ramdhani Nur, AK Basuki, Ma mar

Pada suatu hari saat aku duduk di bangku sudut sekolah, tiba-tiba seseorang menepuk pundakku dari belakang.

SEMUA BERAWAL DARI PIKIRAN

TILL DEATH DO US PART

Pendidikan 97. Bab 9. Pendidikan

Bab 1 Sindrom Mahasiswa

Transkripsi:

DIA DALAM MIMPI-MIMPI RANI Ia bermimpi laki-laki itu lagi. Seperti yang sudah-sudah, mereka berhadapan, dan Rani bisa melihat garis wajahnya dengan jelas. sangat jelas. Seperti dalam mimpi-mimpi sebelumnya, sosok dengan rahang keras itu terlihat sedih dan berduka. Mereka cuma bersitatap, tanpa kata-kata. Tapi itu lebih dari cukup, untuk membuat Rani bangun keesokan harinya, dengan perasaan bersalah yang pekat. Ia tak pernah memimpikan lelaki manapun sebelumnya. Baik dalam masa-masa kuliah hingga menikah. Hidup perempuan beranak satu itu mengalir mulus. Lulus kuliah, menikah, dan tanpa menunggu terlalu lama, memperoleh momongan. Namun empat tahun terakhir ini, Rani dikejar mimpi-mimpi yang aneh. Mimpi yang sama dan berulang, pada sosok yang itu juga, dengan ekspresi yang tak pernah berubah. Lelaki dengan wajah murung, menatapnya tanpa bicara. Laki-laki itu, ia mengenalnya. Dulu sekali. Ia mengenal sosok Cepy, ketika mereka masih anak-anak. Rani masih kelas empat sekolah dasar, sementara Cepy dua tahun lebih tua. Keduanya bertemu pertama kali dalam acara Jambore Nasional Pramuka. Ketika itu seluruh peserta Jambore sedang sibuk memburu sebanyak-banyaknya data dan tanda tangan dari sesama peserta, ketika sebuah celetuk keras ditujukan padanya, Rani Rani Lalu gelak tawa lima anak lelaki berseragam penggalang terdengar. Rani menoleh, tapi cepat melengoskan wajah. Ia tak yakin mengenal gerombolan yang barusan menyebut namanya. Lagipula mungkin saja kan panggilan itu diarahkan ke Rani-Rani yang lain? Lebih dari seribu pramuka berkumpul di sini. Lumrah. Rani tak mau terpengaruh. Panggilan itu kemungkinan besar memang bukan untuknya, jadi gadis berambut panjang yang dikepang dua itu masih menunggu dengan sabar kertas di tangannya ditandatangani beberapa anak dalam balutan seragam coklat, sambil tangannya bergerak cepat menandatangani kertas-kertas yang disodorkan kepadanya, Rani! Suara itu kini terdengar lebih dekat. Mau tak mau

gadis berkulit hitam manis itu menoleh. Seorang anak lelaki bertubuh kurus, dengan rambut lurus dibelah pinggir tersenyum menatapnya. Matanya bersinar menyenangkan. Mengingatkan Rani pada kerlip bintang-bintang di langit. Cerah. Tahu-tahu Rani sudah membalas senyum anak lelaki yang berdiri di sampingnya, bahkan tanpa bertanya lagi meraih pulpen pilot yang disodorkan, lalu menuliskan nama, tanggal lahir, alamat dan terakhir tandatangan di atas kertas kerja si mata bintang. Anak lelaki itu tersenyum. Hidungnya mancung, kulitnya kuning langsat. Ganteng! bisik Susan, teman satu kelompok. Sementara sorak sorai di belakang, menyambut si mata bintang. Lalu celutukan keras yang membuat Rani mengernyitkan dahi. Gila, si Ceppy dapat lima dari Rani! Lima? Lima tandatangannya? Kok bisa? Dari tadi kan kita udah ketemu sama dia, Ran berkali-kali. Kamu aja nggak sadar! Penjelasan Susan melahirkan rona merah jambu di pipi Rani, yang untungnya sedikit tersembunyi karena suasana langit yang menggelap. Pertemuan hari itu terulang berkali-kali selama Jambore. Setiap mereka berpapasan, ketika mengambil air, mengikuti halang rintang, bahkan menjelang upacara Bendera. Dari jauh Rani memperhatikan anak lelaki kurus jangkung itu terampil melakukan tugas-tugas yang diberikan kakak pramuka. Tali temali, tandu, smaphore, bermain dengan morse, pun ketika mengibarkan bendera. Cekatan! Dia ketua regu, Ran! Lapor Susan sebelum acara Jambore Nasional ditutup. Ketika meninggalkan bumi perkemahan Cibubur, Rani melepaskan pandang terakhir kali ke belakang, berharap bisa melihat bayangan si mata bintang sebelum truk mereka bergerak. Sia-sia. Saat itu Rani mengira tak akan bertemu lagi dengan Cepy dan gerombolan yang dipimpinnya. Sebetulnya perasaan Rani biasa saja. Hanya kakaknya, lalu Susan, Ninuk dan Erna, teman satu regu yang lain senang sekali meledeknya. Patah hati ya? Ia masih kecil. Mana boleh patah hati! Tapi Cepy memang ganteng, komentar kakaknya yang duduk di kelas enam, dan satu regu waktu jambore.

Rani menggelengkan kepala. Pipinya kembali bersemu. Dia masih kecil! Tapi sepekan setelah acara kemping, Rani mendapatkan kejutan. Salah satu teman Cepy datang ke rumah menyodorkan sesuatu, yang dibungkus kertas kado, Selamat Ulang Tahun! Rani terlengak. Bagaimana dia tahu? Anak lelaki itu lalu memperkenalkan namanya, ternyata pula dia tak datang sendiri. Ada Budi, Leo, dan Ardhi. Keempatnya bersepeda. Cepy turun paling akhir dari sadel sepedanya. Di rumah Rani tak ada apa-apa. Ulang tahunnya jarang dirayakan. Maklum keluarga Rani memang sangat sederhana. Empat belas tahun Papa merantau ke Jakarta, dan mereka baru sanggup mengontrak rumah mungil. Sesorean itu mereka ngobrol dan saling ledek. Teman-teman Cepy berebut bicara, sementara ketua regu itu hanya sesekali menimpali. Ketika mereka pulang, Rani punya pengetahuan baru tentang gerombolan yang dulu dikiranya tak punya nama. Kelima anak cowok itu punya kelompok kecil yang disebut Pandawa Lima, dan memberi gelar satu-satu kepada anggotanya. Mereka menyebut Cepy, Yudistira. Sebetulnya Rani kecil ingin protes. Di mata bocah perempuan pintar itu, harusnya nama Pandawa cukup. Tak perlu pakai embel-embel angka di belakangnya. Tapi protes itu tak pernah ia ucapkan. Dentang jam berbunyi tiga kali. Rani terjaga dari tidurnya. Mata beningnya menyapu sosok suaminya yang meringkuk pulas, dengan mata terkatup rapat. Tengah malam. Rani melenguh, mereguk segelas air putih di atas meja di sisi tempat tidur. Barusan, ia pastilah bermimpi lagi. Laki-laki itu menatapnya lama, dengan mata perih yang sukar dilukiskan. Mengingatkan Rani pada luka di mata Anindya anaknya, jika keinginannya tak dikabulkan. Tapi kenapa? Sejam lebih perempuan dengan kulit sawo matang itu mengingat-ingat. Percuma. Otaknya tak juga mengerti. Setelah serbuan di hari ulang tahunnya, yang terbentang bagi Rani adalah hari-hari persahabatan yang indah. Rani menyebutnya begitu, meski kakaknya meledek, begitupun teman-teman pramuka yang lain. Tapi memang begitu adanya. Hubungan Rani dan si mata bintang terjalin baik. Cepy sering datang ke rumah, meski

nyaris tak pernah sendiri. Selalu disertai anggota Pandawa Lima yang lain. Kadang kala mereka naik sepeda keliling Kemayoran, melewati Sumur Batu dan Kali Sunter. Beberapa kali dia dibonceng Cepy di atas jalu, logam tempat kakinya menjejak ketika berdiri, dan berpegangan pada bahu kurus Cepy. Selama itu Cepy selalu bersikap baik, teramat baik malah. Apa saja permintaan Rani tak pernah ditolaknya. Ketika mereka berkumpul di halaman rumah, dan teman-temannya membawa gitar, Cepy yang kini sudah duduk di kelas dua SMP akan memainkan lagu apa saja yang diminta Rani. Saat Rani menginjak bangku SMP, dan memerlukan ini itu, dengan senang hati Cepy akan membawakannya ke rumah Rani yang berjarak setengah jam dari rumahnya. Ketika Rani yang sering merasa bosan butuh teman main catur, Cepy akan datang dan mereka bermain catur bersama. Dengan baik hati pula cowok itu selalu berpura-pura kalah, hanya supaya Rani merasa senang. Dan Rani yang mulai tumbuh remaja, tertawa setiap kali berhasil mengurung Raja. Skak mat! Tak peduli kakaknya menggerutu. Cep, jangan ngalah terus sama Rani dong! Cepy hanya tersenyum sopan seperti biasa. Ketika Rani sedih, karena kejadian di sekolah. Atau bad mood, atau butuh ditemani, maka gadis itu hanya memerlukan uang logam seratus rupiah di telepon umum, untuk membuat Cepy datang, lengkap dengan gitarnya supaya Rani terhibur. Cowok bermata bintang itu memang jago memetik gitar. Suaranya pun boleh. Boleh didengarkan boleh tidak, hehehe. Dan Rani yang suka nyanyi, dengan cepat akan melupakan kesedihannya. Ikut menyumbangkan suara tanpa diminta. Begitulah, entah berapa banyak malam-malam yang meresahkan bagi rumah-rumah lain di sekitar Rani, karena nyanyian sekelompok anak muda. Cepy lagi-lagi, nyaris tak pernah datang sendiri. Selalu saja ditemani Arjuna, Nakula atau Sadewa, atau Bima. Semakin hari Rani kian mengagumi sosok si mata bintang. Cepy yang sederhana meskipun lahir sebagai anak orang kaya, Cepy yang terlalu sopan, Cepy yang tak pernah mengantarnya pulang dari acara ulang tahun temannya lewat dari jam sembilan, Cepy yang ganteng, yang baik dan selalu

siap menolong. Ketika Rani dihimpit tugas-tugas sekolah, bingung mencari keperluan prakarya, harus ke sana ke mari dan tak ada yang menemani? Gadis itu tak perlu waktu lama untuk bingung. Uang logam seratus rupiah, dan Cepy akan berdiri di depan rumah. Siap membantunya. Mencarikan apapun untuk Rani. Itu namanya manfaatin temen! Kakaknya mengomel. Jangan kebanyakan ngerepotin orang kenapa sih, dek? Tapi Cepy nggak keberatan, kok. Orang kan punya acara lain, kebutuhan lain, memangnya merhatiin kamu terus! Ia nggak pernah maksa Cepy Kamu memang nggak pernah maksa, tapi tau sendiri kan tampangmu melas gitu, dek! Belum kalau lagi sedih, mewek. Ihh, siapa yang tega? Rani tersenyum, rambutnya yang panjang bergoyang ke kiri dan kanan ketika gadis remaja itu bangkit dan bersiap pergi. Kemana? Valentinan di rumah Dian. Tumben sendiri? Habis ngajak siapa? Pasti punya ongkos. Buktinya tukang ojeknya nggak diajak! Ihh, jahat banget! Rani mencibir ke arah kakaknya yang berdiri di pintu melepas kepergian adiknya yang super manja. Malam itu Rani memang ketua pelaksana malam Valentine s di rumah Dian, teman satu SMP-nya. Lampu warna-warni. Musik ngebeat terdengar. Beberapa teman sekelas mengobrol di sudut-sudut ruang, atau turun berjoget. Sebagian besar bersama pasangannya. Tak banyak yang sendiri seperti Rani. Acara malam itu berlangsung sukses. Semua mengacungkan dua jempol, bahkan empat buat Rani. Ketika semua tamutamu pulang, selesai Rani membantu tuan rumah memberesi piring dan gelas-gelas yang kotor, baru gadis itu tepekur. Di kantong celana jinsnya hanya ada uang dua ratus perak. Ia pasti lupa menghitung ketika dengan ringannya tadi membeli kacang garing, permen dan cemilan lain. Kenapa, Ran? Dian menatapnya bingung. Rani yang tak ingin merusak kebahagiaan Dian, hanya menyunggingkan senyum tipis sebelum berpamitan. Di sudut jalan yang lampunya suram, dekat telepon umum yang tak

terawat. Rani memasukkan uang logam sambil memandang ke sekeliling cemas. Satu suara lembut dan sopan terdengar di ujung telepon. Melahirkan perasaan aman seketika. Suara Rani terdengar mengibakan ketika gadis itu berkata setengah memohon, Cep, jemput gue, ya? Membuat Cepy seperti yang sudah-sudah, tak sanggup berkata tidak. ***** Ran, kok melamun? Rani memaksakan senyumnya, menghapus pandangan menyelidik Mas Ari. Barusan pasti pemandangan langka bagi lelaki itu melihat istrinya yang biasanya tak berhenti berceloteh, dan aktif melakukan ini itu, tiba-tiba termangu lama. Ahh, perempuan itu membatin, apa komentar suaminya jika tahu istrinya terus menerus memimpikan lelaki lain? Ada masalah di kantor? Rani menggeleng. Profesinya sebagai editor dan penulis buku anak-anak cukup menyenangkan. Masalahnya justru muncul di rumah ini, di atas tempat tidur, pada detik Rani memejamkan mata. Aku pergi dulu, Ran. Sori kita nggak jadi jalan-jalan. Sun untuk Anindya, dia masih tidur siang, kan? Rani mengangguk. Lalu bangkit dan mengiringi langkah Mas Ari hingga ke pintu. Memberi suaminya sun jauh sebelum menutup pintu, dan menguncinya. Sekitarnya sunyi. Rani memang tak terlalu senang keramaian. Otaknya lebih cepat keruh dalam hingar bingar. Di rumah, dalam waktu-waktu senggang, jemarinya bisa bekerja lebih cepat. Lima belas buku cerita anak sudah lahir dari rumah itu. Bukan banyaknya jumlah yang membuat Rani bangga. Dia berbesar hati karena buku-buku yang ditulisnya ternyata disukai Anindya. Sejak tahu ibunya adalah pengarang buku cerita anak, Anindya tidak henti-hentinya membicarakan ibunya di sekolah, kepada guru-guru dan teman sekelas. Bagi Rani itu jauh lebih berarti. Tapi mimpi-mimpi yang hadir lebih sering belakangan ini, menyiksa Rani, dan membuatnya tidak produktif. Mimpi itu, kenapa? Ia memang sudah lama sekali tidak tahu apa-apa

tentang Cepy. Berita terakhir yang diketahuinya, teman masa kecilnya itu sempat kuliah di kedokteran, sekarang pasti sudah selesai. Apakah Cepy sakit? Tapi mereka kini bukan siapa-siapa, sejak dulupun tak ada ikatan yang jelas. Kenapa harus Rani yang mendapat pertanda itu? Atau ini bentuk santet? Pikiran konyol. Tapi siapa tahu? Mungkin balasan akibat sakit hati karena perbuatan Rani, setelah begitu banyak kebaikan yang dilakukan cowok itu. Ya. Rani memang punya salah. Tapi mereka pun tak memiliki ikatan yang jelas. hubungan macam apa. Meski begitu Rani tak memungkiri, kelakuannya sungguh buruk! Tapi kenapa baru sekarang? Lagipula Cepy adalah orang paling logis, dan sedikit dari lelaki baik yang tersisa di muka bumi. Rani sendiri bisa dibilang tak percaya fenomena mistis begitu. Seiring bergulirnya waktu, usia Rani dan Cepy pun bertambah. Masa-masa bersepeda sudah lewat, diganti masamasa naik motor, kini masa-masa naik motor berlalu, sebab Cepy sudah mahir membawa kendaraan roda empat. Perlahan Cepy mulai berani datang sendiri ke rumah, tak lagi membawa-bawa teman. Tapi kebersamaan mereka masih sama, tak jauh dari catur dan gitar. Beberapa kali cowok itu membantu Rani melatih teman-teman vokal groupnya. Terutama pengiring yang memainkan gitar. Waktu tidak membuat Cepy berubah. Dia tak pernah beranjak dari sisi Rani. Apapun yang Rani minta, apapun yang Rani perlukan, Ada yang bisa gue bantu? Mau diantar kemana? Dijemput di mana? Lihat tanda-tanda, dekat gedung apa? atau Mau titip dibelikan apa? Adalah sederet kalimat manis dan baik yang selalu lahir dari mulut Cepy. Tapi tak pernah ada kata-kata mesra. Tidak pernah terucap suka, sayang, apalagi cinta. Semua mengalir begitu saja. Rani yang manja dan Cepy yang memanjakan, Rani yang merepotkan dan Cepy yang sudi direpotkan, Rani yang sering nyasar tak ingat jalan dan Cepy yang selalu bisa menemukan

dan membawa Rani pulang. Apa pun untuk Rani. Lama kelamaan Rani mulai merasa bosan. Ia tidak lagi tersentuh dengan kebaikan dan ketulusan Cepy. Di matanya Cepy semakin terkesan antik dan kuno. Ia mulai membandingkan Cepy dengan teman-teman cowok di sekolahnya, dan dengan cepat menemukan nilai minus berderet bagi si mata bintang. Tidak ada teman-teman cowoknya di sekolah yang mengenakan sepatu fantovel ke mana-mana. Cuma Cepy. Tidak ada teman-teman cowoknya yang bicara dengan gadis mereka hanya saling bertatapan dan bertukar senyum. Cuma Cepy. Tidak ada cowok yang berboncengan naik motor tanpa meminta gadis mereka melingkarkan tangan di pinggang, atau memberikan ucapan selamat ulang tahun kepada gadis mereka, hanya dengan mengulurkan tangan dan berjabatan seperti layaknya karyawan kepada bos, atau memburu-buru gadisnya pulang ketika pesta meriah bahkan belum lagi mencapai puncak! Harusnya cowok itu lahir tahun enam puluhan, batin Rani berontak. Ketika orang-orang pacaran sambil bertatapan mesra berdua menuntun sepeda mereka, ketika celana jins mungkin belum ditemukan, ketika televisi masih hitam putih, dan film layar lebar belum lagi bersuara. Sosok Cepy yang tidak funky itu jauh lebih cocok berada di sana. Atau karena cowok bermata bintang itu memang tak pernah menganggap Rani spesial? Rani menggigit bibir. Ditutupnya kedua telinga kuat-kuat agar lagu Donna yang sering dimainkan Cepy dengan gitarnya, tak terdengar menghantui telinga. Tak boleh ada kenangan, mereka harus putus! Tekad itu menyala sekejap, sebelum kemudian meredup. Rani menundukkan kepada lemas. Tidak bisa. Tidak bisa putus, sebab mereka tidak pernah pacaran! Maka Rani secara sadar mulai menjauh, tak lagi kemanamana mengantongi uang logam seratus berkeping-keping, tak lagi minta bantuan, tak lagi minta diantar atau dijemput. Ia harus meluaskan pergaulan! Rani pun melebarkan sayap. Dia tersenyum lebih ramah kepada banyak orang. Menebarkan pesona lewat matanya yang bening, dan wajah ovalnya yang

manis. Rani bahkan mengambil keputusan drastis. Memotong rambut panjangnya pendek-pendek. Kak Hamid, cowok ganteng satu gang meledeknya mirip satpam. Kakaknya di rumah tertawa terbahak-bahak, karena rambutnya yang mirip tikus kecebur got, sementara kedua orang tua Rani hanya melongo melihat perubahan anak gadis mereka. Tapi Cepy yang kebetulan main ke rumah, malam minggu itu tak mencela sedikitpun. Cowok itu hanya tersenyum dan bertanya kenapa Rani memotong rambutnya. Prek! Pikir Rani ketus. Apa pedulinya cowok itu? Tapi anehnya tak ada satu kata judes pun bisa gadis itu lontarkan di depan Cepy, mungkin karena cowok itu terlalu baik untuk disakiti. Dek, kamu sebetulnya senang sama siapa sih? Bobby? Farhan? Andre? Mas Cepy? Yang terakhir adalah pemuda berusia dua puluh empat tahun, anak pak camat yang dikenalkan seorang kakak pembina teater kepada Rani, dan kebetulan bernama sama dengan Cepy. Rani mengangkat bahu. Kasihan Cepy! Katanya kakaknya lagi. Kenapa semua memihak Cepy? Rani tak mengerti. Betul cowok itu baik juga pintar hingga bisa diterima di SMA favorit. Tapi Cepy nggak fun! Lalu Rani bertemu Ryan. Ryan juga pendiam, tapi matanya sering menatap Rani hangat, tak perlu kata-kata. Atau karena dia jatuh cinta? Dengan Ryan, Rani merasa diperlakukan sebagai seorang gadis, dan bukan sebatas adik. Rani terjerembab. Tapi perasaannya runtuh total, sewaktu mereka naik bajaj berdua dan cowok itu mendadak mendekatkan wajah, berusaha menciumnya. Rani marah! Tangannya mendarat di pipi Ryan. Membekaskan rona merah di wajah putih cowok itu. Peristiwa itu membuat otak matematis Rani serta merta membandingkan. Beda betul Ryan jika dibandingkan dengan Cepy yang pintar, ganteng, dan selalu sopan. Maka ketika satu sore, Cepy yang tak pernah meninggalkannya, akhirnya mengungkapkan juga perasaannya, diantara daun-daun bougenville merah muda yang gugur dan berserak di halaman rumahnya, Rani menerimanya tanpa berpikir dua kali.

Sampai kapanpun ia akan ingat bagaimana cowok itu bersender di tembok rumah sebelah, dan menatap Rani yang duduk di hadapannya. Kalimat cowok itu simple, sederhana, tanpa basa-basi. Rani tak akan lupa, Gue sebetulnya sayang sama kamu, Ran, Rani mengangguk. Setelah lima tahun, mereka akhirnya jadian. Sungguh melegakan! Sayang Cuma sehari. Rani memandang angka-angka di telepon. Hatinya maju mundur. Bimbang, antara keinginan dan kekhawatiran. Ia tahu Cepy telah menikah, meski lelaki itu tak pernah mengundangnya dan ia harus tahu berita itu dari seorang teman. Rani tidak ingin mengganggu. Itu sebabnya selama ini ia tidak pernah berusaha menyambung silaturahim mereka. Hingga sekarang... Pempuan itu berusaha keras mengingat-ingat kembali nomor telepon rumah Cepy dulu. Apakah lelaki itu baik-baik saja? Sebab sejak mimpinya terakhir, Rani diserang rasa khawatir. Ia bahkan berpikir hal yang terburuk. Apa... Cepy masih hidup? Mimpi-mimpi itu, mungkin beralasan. Mungkin ada sesuatu. Dan lucunya pula, orang-orang sering mengatakan betapa kecilnya dunia, sebab begitu mudah bagi mereka untuk bersinggungan dengan teman-teman dari masa lalu. Begitu kebetulan. Tapi Rani tak pernah lagi bertemu Cepy. Bukan karena ia memutuskan Cepy lewat telepon sehari setelah cowok itu mengungkapkan perasaannya, setelah lima tahun pertemanan yang indah. Ada orang lain? Ia ingat pertanyaan cowok itu di telepon. Rani diam. Kalau begitu kenapa? Hembusan napas gadis itu yang begitu keras pastilah terdengar di seberang sana, Memutuskan hubungan ternyata memang tidak mudah. Pikir Rani.Tapi ia hanya tak ingin terikat. Uniknya, kejadian itu tidak mengubah segala. Semua masih mengalir seperti biasa. Rani minta tolong ini itu, Cepy menolong ini itu, Rani nyasar entah di mana, seperti biasa gadis itu memang tidak cepat menandai jalan, dan Cepy menjemput. Seperti bertahun sebelumnya, Rani hanya perlu uang logam seratus rupiah. Dan Cepy datang. Tak pernah tidak!

Hingga satu hari Rani memutuskan untuk membuat satu titik balik dalam kehidupannya, berjilbab. Cepy tidak keberatan. Dia suka melihat wajah Rani dalam balutan kerudung. Tak masalah. Tapi Rani menginginkan sesuatu yang lebih. Ia ingin menjaga diri, ia ingin menghapus kenangan orang-orang sekitarnya, meskipun sulit, tentang dirinya dulu. Ia ingin mandiri. Sendiri. Rani menjauh. Cepy yang terluka pun menjauh. Waktu terentang lama, keduanya tak lagi bertemu. Seperti memenuhi sebuah janji, mereka pun bertemu di sebuah rumah makan bernuansa Sunda. Masih terlalu pagi untuk berharap melihat banyak pengunjung yang datang. Sekitar sepi. Keduanya bertatapan. Tapi tak lama, sebab Rani segera mengalihkan pandang. Namun meski sekilas, lewat matanya Rani bisa melihat Cepy yang tak banyak berubah. Perawakannya masih sekurus dulu. Hanya wajahnya yang tampak jauh lebih dewasa. Mereka tak lagi kanak-kanak. Rani melirik arloji mungil yang melingkar di tangannya. Sudah sepuluh menit, belum satupun yang terdengar. Di awal bertemu tadi, mereka hanya melempar senyum. Perempuan yang mengenakan tunik biru itu berusaha tak salah tingkah. Tapi beberapa kali matanya pun menangkap gerakan dada lelaki itu naik turun tak tenang. Sementara wajahnya terlihat lebih murung dari biasa. Percakapan harus dimulai. Pikir Rani. Begitu banyak yang ingin ia sampaikan. Rasa terima kasih yang tak pernah diungkapkan, padahal lelaki itu telah menjaga masa remaja Rani dengan sangat baik. Juga hal lain. Ia misalnya ingin tahu apakah Cepy baik-baik saja. Apa yang mungkin membuat Cepy begitu sedih. Adakah yang bisa ia lakukan? Rani ingin lelaki itu menceritakan alasan mendatanginya selama ini, ingin memohon supaya Cepy bicara. Tapi bibir perempuan itu tak mampu mengucapkan apa-apa. Sorot mata penuh luka dari lelaki di depannya, terasa menusuk-nusuk dan membuat hati Rani terkoyak pedih. Padahal Cepy hanya menatap. Cep, bicaralah! Teriak perempuan itu dalam hati. Tapi seperti yang sudah-sudah, Cepy hanya mematung. Mata

bintangnya memandangi Rani lama. Murung. Mimpi itu datang lagi! *****