BAB II PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA BANK SYARI AH DENGAN NASABAH MELALUI PENGADILAN AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Salah satu ketentuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk. peradilan agama telah menjadikan umat Islam Indonesia terlayani dalam

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan konflik, konflik ini adakalanya dapat di selesaikan secara damai, tetapi

2016, No objek materiil yang jumlahnya besar dan kecil, sehingga penyelesaian perkaranya memerlukan waktu yang lama; e. bahwa Mahkamah Agung d

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia dinilai cukup marak, terbukti

CHOICE OF FORUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH PASCA TERBITNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.93/PUU-X/2012

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin. pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi

BAB I PENDAHULUAN. diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-

I. PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh setiap manusia, ada

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014

BAB VI PENUTUP. Perbankan Syariah dalam Undang-Undang Perbankan Syariah.

BERACARA DI PENGADILAN AGAMA DAN PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH Oleh: Agus S. Primasta, SH 1

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA NIA WAYANTI PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS MELALUI FORUM ARBITRASE MENURUT UU NO.

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 93 TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1/POJK.07/2014 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN

FAQ ATAS PERATURAN OJK TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA (LAPS) DI SEKTOR JASA KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lex Privatum, Vol. IV/No. 6/Juli/2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 93/PUU-X/2012 TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

IMPLIKASI HUKUM TERBITNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 93/PUU-X/2012 Oleh : Muhammad Iqbal, SHI. SH. MHI 1

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu

HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA MUHAMMAD MUSLIH, SH, MH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2)

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Oktober :57 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 28 Oktober :12

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB I PENDAHULUAN. sengketa dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau suatu perbuatan

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA MELAKSANAKAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ( PADA BANK SYARIAH) 1. Oleh : Drs.H Insyafli, M.HI

Analisis, Desember 2014, Vol.3 No.2 : ISSN BASYARNAS SEBAGAI LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

BAB I PENDAHULUAN. dalam malakukan perekonomian. Ekonomi syariah sendiri merupakan. perbuatan atau kegiatan usaha yang dilakukan menurut prinsip

BAB IV ANALISA PERBANDINGAN PENYELESAIAN SENGKETA BANK SYARIAH DENGAN NASABAH MELALUI BASYARNAS DAN PENGADILAN AGAMA

HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi adalah merupakan kajian tentang aktivitas manusia yang

ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Firda Zulfa Fahriani

BAB III PEMBAHASAN. A. Kewenangan Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)

PERATURAN TENTANG BIAYA DAN IMBALAN PENYELESAIAN SENGKETA ATAU BEDA PENDAPAT BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. nasabah dan sering juga masyarakat menggunakannya, dengan alasan

BAB. VI PEMBIDANGAN HUKUM

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 1 /PBI/2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/5/PBI/2006 TENTANG MEDIASI PERBANKAN

PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS SYARIAH

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2000 TENTANG

BAB V P E N U T U P. forum penyelesaian sengketa yang pada awalnya diharapkan dapat menjadi solusi

BAB III MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA,

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

Lex Privatum Vol. IV/No. 8/Okt-Nov/2016

Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II KETENTUAN HUKUM YANG MENGATUR PENYELESAIAN SENGKETA AKAD PEMBIAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (BMT)

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1998 sampai sekarang perbankan syariah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. namun demikian keberadaan badan peradilan dalam menyelesaikan. sengketa di masyarakat terkadang dirasakan belum mampu memberikan

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

Jadual 7. 5 Permasalahan perundangan dan cadangan

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

2013, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indone

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB V PENUTUP. 1. Kebutuhan masyarakat akan kendaraan bermotor saat ini mudah diperoleh dengan cara

BAB IV ANALISIS PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARI AH MENURUT PASAL 55 UU NO. 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH

ANALISIS INTERPRETASI DAN IMPLEMENTASI PASAL 55 UUPS DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PADA PT BANK SYARI AH BUKOPIN

Oleh Administrator Kamis, 15 Januari :42 - Terakhir Diupdate Rabu, 22 Desember :51

BAB V PENUTUP. Yogyakarta secara umum telah memenuhi ketentuan hukum syariah baik. rukun-rukun maupun syarat-syarat dari pembiayaan murabahah dan

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

CARA MENYELESAIKAN SENGKETA DALAM EKONOMI MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Gugat

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin. pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Suryani 2. Materi pasal yang diuji:

Arbitrase. Pengertian arbitrase

BAB I PENDAHULUAN. yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana

A. Gambaran Umum Tentang Kompetensi Absolut peradilan Agama. kekuasaan relatif dan kekuasaan absolut. Kekuasaan relatif berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sengketa atau konflik tersebut timbul disebabkan karena adanya hubungan antara satu

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

PASANG SURUT UNDANG-UNDANG PERADILAN AGAMA: PROBLEM PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH

Bergabungnya Pihak Ketiga Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase dan Permasalahan Yang Mungkin Timbul

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan musyawarah dengan para shahabatnya. pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk sengketa beraneka ragam dan memiliki sekian banyak liku-liku yang

KONTRAK STANDAR PERJANJIAN ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KEGIATAN BISNIS. Oleh : Deasy Soeikromo 1

BAB I PENDAHULUAN. pesat, dimana Perbankan Syari ah mendapatkan respon yang positif oleh

PERSPEKTIF Volume XV No. 1 Tahun 2010 Edisi Januari MEDIASI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DI PENGADILAN AGAMA

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Penerimaan Perkara Tingkat Pertama

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG LEMBAGA PENYEDIA JASA PELAYANAN PENYELESAI AN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP DI LUAR PENGADILAN.

Transkripsi:

BAB II PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH A. Undang - Undang No. 30 Tahun 1990 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Arbitrase merupakan lembaga penyelesaian sengketa di luar peradilan yang saat ini banyak diminati oleh kalangan bisnis, baik nasional maupun internasional. Hal ini karena melalui lembaga arbitrase, sebuah sengketa bisnis dapat terselesaikan dalam waktu yang relatif cepat dengan prosedur sederhana. Arbitrase sudah ada sejak zaman Belanda yang dilandaskan pada ketentuan Pasal 377 HIR/Pasall 705 RBg dan Pasal 615-651 Reglement de Burgerlijke Rechtsvordering (Rv). Peraturan ini mengatur penyelsaian sengketa atau beda pendapat antara pihak dalam suatu hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang secara tegas menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbul akan diselesaikan dengan cara arbitrase atau melalui alternative penyelesaian sengketa. Perjanjian arbitrase bukan perjanjian bersyarat atau voorwaardelijke verbintes. Perjanjian arbitrase tidak termasuk pada pengertian ketentuan Pasal 1253-1267 KUHPerdata 11. Oleh karena itu, pelaksanaan perjanjian arbitrase tidak digantungkan kepada sesuatu kejadian tertentu di masa yang akan datang. Perjanjian arbitrase tidak mempersoalkan masalah pelaksanaan perjanjian, tetapi hanya mempersoalkan masalah cara dan lembaga yang berwenang menyelesaikan perselisihan atau perbedaan yang terjadi antara pihak yang berjanji. 11 Khotibul Imam. 2010. Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan. Yogyakarta: PT. Pustaka Yustisia. Halaman 45.

Perjanjian arbitrase semata-mata ditujukan terhadap masalah penyelesaian perselisihan yang timbul dari perjanjian. Para pihak dapat menentukan kata sepakat agar penyelesaian perselisihan yang timbul dari perjanjian tidak diajukan oleh sebuah badan peradilan resmi, tetapi akan diselesaikan oleh sebuah badan kuasa swasta yang bersifat netral yang lazim disebut wasit atau arbitrase. Lembaga arbitrase dalam melaksanakan kompetensinya berdasarkan perjanjian arbitrase direalisasikan dalam bentuk pemberian pendapat hukum yang mengikat dan pemberian putusan arbitrase karena adanya suatu sengketa tertentu. Lembaga arbitrase dapat menerima permintaan yang diajukan oleh para pihak dalam suatu perjanjian untuk memberikan suatu pendapat yang mengikat mengenai sesuatu persoalan berkenaan dengan perjanjian tersebut. Para pihak adalah subjek hukum, baik menurut hukum perdata maupun hukum publik. Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausul arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat setelah sengketa terjadi. Lahirnya Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Altrenatif Penyelesaian Sengketa, disambut sangat baik oleh banyak pihak khususnya dikalangan pe bisnis. Walaupun Undang-Undang No. 5 Tahun 1968 tentang Penyelesaian Perselisihan antara Negara dan Warga Negara Asing Mengenai Penanaman Modal, namun ini dianggap hanya dikhususkan pada perdata yang bidangnya pada perdagangan, bidang industri dan keuangan. Oleh karena itu dianggap perlu untuk membentuk peraturan baru yang dapat dipergunakan sebagai dasar hukum untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase yang sifatnya lebih luas.

Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Altrenatif Penyelesaian Sengketa adalah sebagai dasar dimana penyelesaian sengketa melalui arbitrase syariah dapat muncul. Melalui undang-undang ini pula hingga saat ini, Arbitrase Syariah mengalami perubahan yang menuju perbaikan dimana awalnya bernamakan Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS). B. Undang - Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang- Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Ekonomi syariah pada saat ini tidak hanya dikenal di negara-negara Islam namun juga di negara-negara non-islam. Suatu perkembangan yang cukup luar biasa bahwa ekonomi syariah khususnya perbankan syariah dapat diterima dengan baik di dunia barat bahkan menjadi kajian khusus bagaimana perkembangannya di kemudian hari. Perkembangan perbankan syariah yang ada di Indonesia harus juga bersamaan dengan perkembangan peraturan yang ada, mulai dari sistem hingga bagaimana penyelesaian sengketanya. Diawal perkembangan perbankan syariah di indonesia, belum dikenal dengan adanya lembaga peradilan yang secara khusus menangani perkara syariah, di saat itu hanya dikenal dengan nama BAMUI (Badan Arbitrase Muamalat Indonesia). Lembaga ini dibentuk oleh MUI dengan dasar hukumnya Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Altrenatif Penyelesaian Sengketa. Terdapat beberapa permasalahan yang muncul ketika BAMUI yang kini menjadi BASYARNAS mengeluarkan suatu putusan. Pihak yang kalah tidak mau mengikuti putusan tersebut secara sukarela. Arbitrase tidak dapat melakukan eksekusi karena tidak memiliki kewenagan untuk melakukannya. Adanya kekurangan pada lembaga arbitrase inilah

maka diterbitkan Undang - Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang- Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagai lembaga yang dapat melaksanakan eksekusi yang telah diputuskan oleh Arbitrase Syariah Nasional. Berlandaskan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang- Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama tersebut, Peradilan Agama telah memiliki suatu kompetensi baru khususnya dalam menangani sengketa ekonomi syariah. Pasal 49 huruf (i) Revisi UUPA menyatakan bahwa PA bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara dalam bidang ekonomi syariah. Penjelasan huruf (i) pasal ini menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara lain meliputi: a. Bank syariah b. Lembaga keuangan makro syariah c. Asuransi syariah d. Reasuransi syariah e. Obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah f. Sekuritas syariah g. Pembiayaan syariah h. Pegadaian syariah i. Dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan j. Bisnis syariah Dengan demikian tidak ada lagi kesulitan atau kebingungan ketika ada pihak yang merasa dirugikan atas tindakan pihak yang kalah untuk tidak melaksanakan putusan

arbitrase secara sukarela. Pihak tersebut dapat membuat permohonan secara langsung kepada ketua pengadilan agama. Peradilan Agama sesuai dengan peraturan yang baru, memiliki kewenangan absolut di lingkungan peradilan di bidang hukum perdata saja. Cakupan kewenangan absolut lingkungan peradilan agama juga mampu menjangkau dengan pihak yang non-islam. Transaksi yang menjadi mitra usaha di perbankan syariah tidak hanya pihak yang beragama islam saja, melainkan juga yang non-islam. Salah satu kelebihan dari Undang- Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama adalah adanya satu asas penting yang baru diberlakukan. Asas ini terdapat dalam Pasal 49 undang-undang tersebut yang dalam penjelasannya yang dimaksud dengan antara orang-orang yang beragama Islam : adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan peradilan agama sesuai dengan ketentuan pasal ini. Atas dasar ketentuan tersebut jelas dapat dipahami bahwa pihak-pihak yang dibenarkan berperkara di peradilan agama tidak hanya terbatas pada mereka yang beragama Islam saja, melainkan juga yang non-islam. Yang harus diingat peradilan Agama hanya tidak menjangkau atas klausula arbitrase. Disaat para pihak melakukan perjanjian disertai dengan klausula arbitrase, maka pengadilan agama tidak berwenang untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut apa lagi hingga mengeluarkan putusan. C. Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah Implikasi berlakunya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah adalah terbukanya beberapa cara penyelesaian sengketa baik didalam pengadilan

ataupun di luar pengadilan yang diberikan kepada pihak yang bersengketa. Pada Pasal 55 Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, penyelesaian sengekta dapat dilakukan melalui jalur non-litigasi/di luar pengadilan. Musyawarah, mediasi perbankan dan Arbitrase Syariah. Undang-undang ini juga memberi ruang kepada Pengadilan Negeri menangani kasus syariah. Dapat dipahami bahwa perkara hukum yang berkaitan dengan ekonomi syari ah sudah ditangani oleh pengadilan agama yang secara substansial sangat kompeten, mengingat basis pendalaman hukumnya adalah hukum syariah, sedangkan pengadilan negeri yang memiliki basis hukum positif yang secara keseluruhan hukumnya berdasarkan hukum dari belanda sangat bertentangan dengan hukum agama islam. Peraturan perundang-undangan yang lebih komprehensif didalam masyarakat yang dinamis dan kompleks akan menciptakan keadaan lebih stabil. Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah telah cukup baik yang secara khusus mengatur sistematika perbankan syariah di Indonesia. Sejak lahirnya sistem perbankan syariah di Indonesia, sangat sulit dirasakan apabila pengaturannya tidak memiliki kejelasan apalagi bila terjadi sengketa, lembaga mana yang akan menyelesaikannya. Pertumbuhan sistem ekonomi syariah di Indonesia mengalami peningkatan sejak lahirnya undang-undang mengenai perbankan syariah ini. Penyelesaian secara musyawarah dimana para pihak dapat berhadapan secara langsung dengan melakukan pembicaraan dua arah mencari jalan keluar yang terbaik. Kemudian jalan yang dapat diambil adalah melalui mediasi perbankan dimana para pihak akan di hadapakan dengan seorang mediator yang menjadi penengah. Berikutnya para pihak dapat menyelesaiakn melalui Badan Arbitrase Syariah dimana seorang arbiter akan mengambil keputusan yang

putusannya tidak dapat dibanding atau ditolak terkecuali yang diatur dalam undangundang. Alternatif lain yang dapat diambil oleh para pihak adalah melalui peradilan negeri yang adalah sebuah pilihan, bukan merupakan suatu keharusan. Dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah lebih mengarahkan para pihak menyelesaikan sengketa yang ada melalui di luar persidangan. Hal ini dianggap karena penyelesaian di luar persidangan dapat diambil keputusan yang tidak merugikan ke dua belah pihak dan juga prosesnya tidak terlalu lama.