BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin. pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi

dokumen-dokumen yang mirip
NASKAH PUBLIKASI ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA. (Studi Tentang Penyelesaian Sengketa Tanah Dalam Putusan Nomor 855 K/Pdt.Sus.

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri tidak hanya berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2)

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk sengketa beraneka ragam dan memiliki sekian banyak liku-liku yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB V P E N U T U P. forum penyelesaian sengketa yang pada awalnya diharapkan dapat menjadi solusi

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang disebut

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

JURNAL. Peran BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) dalam Menyelesaikan Sengketa Konsumen Melalui Proses Mediasi di Yogyakarta

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

BAB I PENDAHULUAN. tahap pembangunan diberbagai bidang, sehingga mempengaruhi sebagian bidang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

MASALAH PUTUSAN SERTA MERTA DALAM PRAKTEK DI PENGADILAN NEGERI (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta)

SKRIPSI PENGINGKARAN PUTUSAN PERDAMAIAN OLEH SALAH SATU PIHAK YANG BERPERKARA DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Sengketa merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan ini.

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena dalam Undang-Undang No. 3 tahun 2009 mengenai. Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin. pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis, metodologis, dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari seringkali terjadi gesekan-gesekan yang timbul diantara. antara mereka dalam kehidupan bermasyarakat.

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

III. METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 24

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

STIE DEWANTARA Sengketa Bisnis & Penyelesaiannya

BAB IV PENERAPAN HUKUM KONTRAK DAN KEWENANGAN MENGGUGAT PAILIT DALAM PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI (ANALISIS PUTUSAN KASASI NO.

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

BAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan

ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Firda Zulfa Fahriani

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut.

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PERJANJIAN ASURANSI MELALUI TELEMARKETING DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014.

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Hal. 1 dari 9 hal. Put. No.62 K/TUN/06

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melakukan hubungan tersebut tentunya berbagai macam cara dan kondisi dapat saja

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG ASURANSI MIKRO KETIKA TERJADI PERISTIWA TIDAK PASTI

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 20/PUU-X/2012 Tentang Peralihan Saham Melalui Surat Kesepakatan Bersama

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

PPHI H. Perburuhan by DR. Agusmidah, SH, M.Hum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KESALAHAN PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM TERHADAP KEDUDUKAN KANTOR PELAYANAN PAJAK PENANAMAN MODAL ASING VI

BAB I PENDAHULUAN. tujuan sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan negara dan rakyat yang makin beragam dan. atas tanah tersebut. Menurut A.P. Parlindungan 4

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas maka dapat ditarik. kesimpulan:

III. METODE PENELITIAN HUKUM

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 19/PUU-XIII/2015 Batas Waktu Penyerahan/Pendaftaran Putusan Arbitrase Internasional

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

KONSEKUENSI HUKUM BAGI SEORANG ARBITER DALAM MEMUTUS SUATU PERKARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

BAB I PENDAHULUAN. dan keadilan, Sehingga secara teoritis masih diandalkan sebagai badan yang

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II.

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK

BAKTI. Institusi. Penyelesaian Sengketa Perdagangan Berjangka Komoditi

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 57/PUU-XV/2017

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

I. PENDAHULUAN. Perusahaan memiliki peran penting dalam negara Indonesia, yaitu sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin kompleksnya permasalahan dalam bidang ekonomi dan semakin hiterogennya pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi melahirkan perbedaan cara pandang atau perbedaan penafsiran yang tidak dapat diselesaikan sendiri diantara para pihak. Hal tersebut menimbulkan suatu kebutuhan tersendiri akan adanya suatu sistem penyelesaian sengketa yang efektif yang menjamin bahwa hak untuk didengar masing-masing pihak terpenuhi. Untuk itu para pihak harus semakin cermat dalam memutuskan sebuah pilihan forum penyelesaian sengketa dalam suatu klausa perjanjian untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan timbulnya sengketa yang akan terjadi dan sulit untuk dihindarkan dari suatu kegiatan ekonomi bisnis. Pemilihan cara penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase yang diperjanjikan oleh para pihak akan menimbulkan kewenangan mutlak bagi lembaga yang telah dipilih tersebut. Ini berarti bahwa apabila para pihak telah memilih cara penyelesaian sengketa melalui arbitrase, maka Pengadilan Negeri secara mutlak tidak berwenang untuk mengadili sengketa tersebut. Hal ini telah dijelaskan di dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang menyatakan bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para 1

2 pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase. Selanjutnya dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 juga dijelaskan bahwa : (1) Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang temuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan Negeri. (2) Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan didalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase, kecuali dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang ini. Namun dalam prakteknya walaupun para pihak semula sudah sepakat menyelesaikan sengketa yang timbul diantara mereka melalui badan arbitrase, namun adakalanya salah satu pihak tetap mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri dengan berbagai alasan. Jika hal ini terjadi, karahasiaan yang diharapkan oleh para pihak tidak akan terwujud. Di satu pihak memang penyelesaian arbitrase dianggap sebagai bentuk penyelesaian yang lebih baik dan lebih murah serta lebih cepat dari pengadilan, di lain pihak dalam kenyataannya masih menimbulkan sejumlah permasalahan. Sebagai contoh yaitu Putusan atas Perkara No. 855 K/Pdt.Sus/2008. Secara singkat, dapat diuraikan sebagai berikut : Pada tahun 2008, PT. Persada Sembada, dalam hal ini diwakili oleh Freddy Santoso selaku Direktur Utama selanjutnya disebut Pemohon Banding dahulu Pemohon Pembatalan Arbitrase, mengajukan banding melalui Mahkamah Agung, melawan PT. Petronas Nidia Indonesia atau selanjutnya disebut Termohon Banding dahulu Termohon Pembatalan.

3 Dengan objek sengketa berupa pemohon sangat keberatan dengan Keputusan Majelis Arbitrase Nomor : 266/ARB-BANI/2007 tanggal 27 Mei 2008, karena Majelis Arbitrase a quo mendasarkan keputusannya dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh PT. Petronas Niaga Indonesia sebagaimana yang diatur dalam Pasal 70 huruf (c) Undang-Undang RI No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dalam putusan Mahkamah Agung tersebut, menyatakan bahwa : Mengabulkan permohonan kasasi dari Permohonan Kasasi : PT. Persada Sembada tersebut. Menghukum Permohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah). Berdasarkan kasus di atas menunjukkan bahwa keputusan arbitrase itu tidak mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak apabila salah satu pihak telah berubah pendirian, dan menghendaki penyelesaian sengketa melalui peradilan negara (Pengadilan Negeri), maka kekuatan mengikat menjadi lenyap, kompetensi arbitrase menjadi kompetensi Pengadilan Negeri. Dengan demikian kata lain, klausa arbitrase yang disepakati oleh pihak-pihak dalam perjanjian mereka itu tidak berlaku mutlak. 1 Penyelesaian sengketa melalui arbitrase akan menjadi efektif, manakala didasari rasa saling percaya dan etikat baik. Penyelesaian sengketa alternatif harus didasarkan pada prinsip win-win solution, bukan didasarkan pada menang kalang (win-lose). Tidak adanya sikap tersebut dapat mengakibatkan kegagalan penyelesaian sengketa alternatif. Dalam arbitrase 1 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, Hal. 408.

4 misalya, sering pula terjadi bahwa para pihak yang sebelumnya telah sepakat menerima adanya klausa arbitrase di dalam kontrak, tetapi ketika terjadi perselisihan, salah satu pihak mengajukan perkara ke pengadilan. Pengadilan sendiri seringkali tidak konsisten dalam menyikapi pilihan yurisdiksi arbitrase tersebut. Kadang-kadang pengadilan memutuskan berwenang memeriksa dan mengadili perkara arbitrase, tetapi kadang pula menolaknya. Demikian juga dalam pelaksanaan putusan arbitrase, pihak yang kalah seringkali tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, dan hal ini tentu saja membuat frustasi bagi pihak yang menang. Untuk dapat dilaksanakannya putusan arbitrase tersebut pasti harus melibatkan pengadilan. Keterlibatan pengadilan tidak dapat dihindari, mengingat pemaksaan atas putusan arbitrase baik nasional maupun internasional hanya bisa dilakukan oleh pengadilan dalam bentuk penetapan eksekusi. Tentu saja hal ini akan mengakibatkan penyelesaian sengketa yang diharapkan dapat selesai dalam waktu cepat, justru akan menjadi semakin berlarut-larut. Bahkan sekarang ini kecenderungan yang terjadi di Indonesia dewasa ini, bahwa setelah dinyatakan kalah oleh arbitrase, pihak yang dikalahkan seringkali mengajukan banding ke Pengadilan, padahal kita ketahui bahwa putusan arbitrase itu bersifat final dan binding (final dan mengikat) para pihak. Bahkan dalam undang-udang sendiripun dinyatakan bahwa putusan arbitrase selain tidak dapat diajukan banding, juga tidak dapat diajukan kasasi maupun penunjauan kembali.

5 Bukan itu saja, upaya yang sering dilakukan oleh para pihak yang dikalahkan karena merasa tidak puas dengan putusan arbitrase adalah dengan cara meminta pembatalan putusan arbitrase tersebut ke pengadilan, dan pengadilan ada kecenderungan dalam beberapa kasus putusan arbitrase internasional, pengadilan menyatakan dirinya berwenang untuk membatalkan putusan arbitrase tersebut. Dengan demikian jelas bahwa pengadilan mempunyai peranan yang besar dalam mengembangkan arbitrase 2, manakala proses arbitrase perlu mendapat campur tangan pengadilan demi memperlancar proses arbitrase itu sendiri. Jadi berhasil tidaknya arbitrase ikut dipengaruhi pula oleh peran pengadilan, sebab pengadilan memiliki kekuatan memaksa agar para pihak yang bersangkutan tunduk pada putusan arbitrase yang telkah diambil. Undang-undang sendiri juga memperbolehkan campur tangan pengadilan dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase, misalnya keputusan arbitrase bisa dimintakan pembatalan melalui Pengadilan Negeri. Oleh karena itu, berkembangnya Badan Arbitrase banyak bergantung kepada etikat baik oleh pihak yang memilih arbitrase sebagai tempat penyelesaian sengketa dan sikap pengadilan terhadap pelaksanaan arbitrase tersebut. Pertama, jika para pihak telah memilih arbitrase sebagai tempat penyelesaian sengketa, sebagaimana dicantumkan dalam perjanjian, hendaknya kedua belah pihak tunduk kepada ketentuan yang telah mereka setujui. Namun apabila salah satu pihak dengan berbagai alasan akhirnya 2 Erman Rajagukguk, Arbitrase Dalam Putusan Pengadilan, Chandra Pratama, Jakarta, 2000, Hal. 4.

6 membawa sengketa ke pengadilan atau tidak mentaati putusan arbitrase, maka terbuka kemungkinan penyelesaian sengketa akan berlarut-larut. Kedua, apabila salah satu pihak mengajukan sengketa ke pengadilan, padahal sejak semula sudah memilih arbitrase sebagai tempat penyelesaian sengketa, maka berhasil tidaknya tergantung kepada sikap pengadilan terhadap pilihan yurisdiksi tersebut, atau terhadap putusan arbitrase yang bersangkutan. Berdasarkan latar nelakang masalah tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul : ARBITRASE DAN ATERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA (Studi Tentang Penyelesaian Sengketa Tanah Dalam Putusan Nomor 855 K/Pdt.Sus./2008) B. Perumusan Masalah Dari hal sebagaimana yang telah diuraikan di atas, dapatlah dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimana landasan Mahkamah Agung dalam Menerima Permohonan Kasasi Dalam Perkara No. 855 K/Pdt.Sus/2008?. 2. Bagaimana pertimbangan hukum Mahkamah Agung dalam Memeriksa dan Memutuskan Sengketa Arbitrase Perkara No. 855 K/Pdt.Sus/2008? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 3. Untuk mengetahui landasan Mahkamah Agung dalam Menerima Permohonan Kasasi Dalam Perkara No. 855 K/Pdt.Sus/2008.

7 4. Untuk mengetahui pertimbangan hukum Mahkamah Agung dalam Memeriksa dan Memutuskan Sengketa Arbitrase Perkara No. 855 K/Pdt.Sus/2008. D. Manfaat Penelitian 5. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat bermanfaat bagi para pencari keadilan yang menganggap pengadilan adalah lembaga terakhir untuk mendapatkan keadilan 6. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi para praktisi hukum maupun aparat penegak hukum yang terkait dalam mensikapi persoalan-persoalan yang sama yang dapat timbul dikemudian hari. E. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif, karena dalam penelitian ini menggunakan pendekatan mazhab sejarah, dimana hukum itu ditentukan secara historis, berubah menurut waktu dan tempat. Mazhab sejarah menitik beratkan pada jiwa bangsa (volkgeist), sehingga hukum melalui proses yang perlahan-lahan sama halnya dengan bahasa. Sumber hukum adalah perasaan keadilan yang instingtif yang dimiliki setiap bangsa. Jiwa

8 bangsa yang sama-sama hidup dan bekerja di dalam tiap-tiap individu menghasilkan hukum positif. Dalam hal ini peneliti akan menguraikan landasan Mahkamah Agung dalam menerima permohonan kasasi serta pertimbangan hukum Mahkamah Agung dalam memeriksa dan memutuskan sengketa arbitrase Perkara No. 855 K/Pdt.Sus/2008 yang telah disepakati oleh para pihak yang bersengketa. Penelitian ini lebih memfokuskan pada studi kepustakaan dan/atau doktrin hukum. 2. Spesifikasi Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analitis artinya hasil penelitian ini berusaha memberikan gambaran secara menyeluruh, mendalam tentang landasan Mahkamah Agung dalam menerima permohonan kasasi serta pertimbangan hukum Mahkamah Agung dalam memeriksa dan memutuskan sengketa arbitrase Perkara No. 855 K/Pdt.Sus/2008. 3. Data dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder tidak diperoleh langsung dari sumbernya, tetapi diperoleh dari bahan pustaka, yaitu putusan sengketa arbitrase Perkara No. 855 K/Pdt.Sus/2008. 4. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, akan diteliti melalui data sekunder. Dengan demikian kegiatan utama yang dilakukan adalah studi kepustakaan (library research). Studi pustaka yaitu teknik pengumpulan data dengan cara

9 membaca, mempelajari dan mencatat dari buku-buku atau informasi yang ada kaitannya dengan objek penelitian yang utama yang berupa data sekunder. 5. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan kerangka berpikir secara deduktif untuk menjawab permasalahan. Metode deduktif yaitu menggunakan pola pikir yang berangkat dari teori-teori atau aturan-atuiran yang bersifat umum kemudian dikonkritisasi kepada fakta-fakta yang bersifat khusus yang ditemui di dalam penelitian. F. Sistematika Skirpsi Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh maka rancangan kerangka skripsi adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. B. Pembatasan Masalah C. Perumusan Masalah. D. Tujuan Penelitian. E. Manfaat Penelitian. F. Metode Penelitian. G. Sistematika Skripsi.

10 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim 1. Pengertian Putusan Hakim 2. Kekuatan Putusan 3. Asas-asas Putusan 4. Macam-macam Putusan 5. Upaya Hukum Terhadap Putusan B. Tinjauan Tentang Arbitrase 1. Pengertian Arbitrase 2. Pengertian Perjanjian Arbitrase 3. Prosedur Arbitrase 4. Kekuatan Mengikat Putusan Arbitrase 5. Asas-Asas Arbitrase 6. Keunggulan Arbitrase C. Tinjauan Umum Jual Beli dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli 2. Sifat Jual Beli 3. Perjanjian Pengikatan Jual Beli 4. Klausul Kuasa Mutlak Dalam Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli 5. Tinjauan Yuridis Kuasa Mutlak Terhadap Peraturan Perundang-undangan

11 6. Bentuk Perjanjian Pengikatan Jual Beli Yang Mana Pemberian Kuasa Mutlak Dapat Dicantumkan BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 7. Landasan Mahkamah Agung dalam Menerima Permohonan Kasasi Dalam Perkara No. 855 K/Pdt.Sus/2008 8. Pertimbangan Hukum Mahkamah Agung dalam Memeriksa dan Memutuskan Sengketa Arbitrase Perkara No. 855 K/Pdt.Sus/2008 B. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Landasan Mahkamah Agung dalam Menerima Permohonan Kasasi Dalam Perkara No. 855 K/Pdt.Sus/2008 2. Pertimbangan Hukum Mahkamah Agung dalam Memeriksa dan Memutuskan Sengketa Arbitrase Perkara No. 855 K/Pdt.Sus/2008 BAB IV : PENUTUP A. Kesimpulan. B. Saran-saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN