II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam rangka mengembangkan kemampuan siswa bekerja sama dan

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. siswanya dan dalam perencanaannya berupa suatu metode pembelajaran, agar tercapailah

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 585) dituliskan bahwa

TINJAUAN PUSTAKA. baik secara langsung (lisan) maupun tak langsung melalui media.

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. melakukan kegiatan belajar sejak dilahirkan. Syah (2006: 92) mengatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. solusi dari masalah tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Alhadad (2010: 34)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurul Qomar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. menuntut lembaga pendidikan untuk lebih dapat menyesuaikan dengan

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

II. KAJIAN PUSTAKA. menyampaikan sesuatu seperti menjelaskan konsep dan prinsip kepada siswa.

II. TINJAUAN PUSTAKA. solusi. Sebagai contoh, suatu masalah dapat direpresentasikan dengan obyek,

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE (TTW) UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PERKULIAHAAN ALJABAR DAN TRIGONOMETRI

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aspek penting yang menjadi salah satu prioritas utama

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

Kata Kunci: Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write, Kemampuan Awal, Kemampuan Pemahaman Konsep.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi manusia. Komunikasi dapat

MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA DENGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE

BAB 11 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pengertian strategi Think Talk Write

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pembelajaran, berbagai masalah sering dialami oleh guru.

PENGARUH METODE KOOPERATIF TIPE CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION) DAN TTW (THINK-TALK-WRITE) DALAM PEMBELAJARAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum belief diartikan sebagai keyakinan atau kepercayaan diri terhadap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan perkembangan yang dialami oleh seseorang menuju kearah

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Kemampuan Representasi Matematis

II. TINJAUAN PUSTAKA. lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti diakatakan oleh Slameto

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TTW PADA SISWA KELAS VII A

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

II. TINJAUAN PUSTAKA. siswa memahami konsep-konsep yang sulit dalam pemecahan masalah.

MODEL PEMBELAJARAN MENULIS DENGAN TEKNIK THIK- TALK-WRITE (TTW) Oleh: Usep Kuswari. Teknik TTW diperkenalkan oleh Huinker dan Laughin

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan belajar tidak akan tercapai begitu saja jika pembelajaran tidak

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

II. KERANGKA TEORITIS. kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan mata pelajaran yang memiliki peranan penting

II. TINJAUAN PUSTAKA. juga mengalami sehingga akan menyebabkan proses perubahan tingkah laku pada

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran dengan lebih efektif, dinamis, efisien, dan positif yang ditandai

II. TINJAUAN PUSTAKA. belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Sehubungan dengan pengertian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Joice & Weil dalam Rusman (2012: 133), model pembelajaran adalah

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

PENERAPAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI MINAT BELAJAR SISWA

TINJAUAN PUSTAKA. Pemahaman berasal dari kata paham yang menurut Kamus Besar Bahasa

TINJAUAN PUSTAKA. kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi. Pengembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. hidup manusia sebagai makhluk sosial. Pembelajaran kooperatif merupakan. semua mencapai hasil belajar yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari kelas 1 samapai kelas 6. Adapun ruang lingkup materinya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang perlu

BAB II KAJIAN TEORI. perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif dan menetap sebagai hasil

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kurikulum merupakan aktivitas apa saja yang dilakukan sekolah

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angkaangka,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II, Pasal 3. 1 Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Sutikno (2005: 29) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting yang akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Asmaul Husna. Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UNRIKA Batam Korespondensi: ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang tinggi

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA (mendengar, berbicara, membaca, menulis) MELALUI PEMBELAJARAN THINK-TALK-WRITE (TTW)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang

BAB II KAJIAN TEORITIS. Eggen dan Kauchak (dalam Trianto, 2007: 42) mengemukakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hamalik (2001, 37) belajar adalah memperoleh. pengetahuan melalui alat indra yang disampaikan dalam bentuk perangsang

d. Kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas sebagai perwakilan kelompok untuk menyajikan jawabannya, sedangkan

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Kemampuan Komunikasi Matematis

Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas VII.1 SMPN 7 Kubung dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektif juga dapat diartikan dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam meningkatkan sumber daya manusia demi

BAB I PENDAHULUAN. Mutu pendidikan senantiasa harus tetap diupayakan dan dilaksanakan

TINJAUAN PUSTAKA. sepenuhnya dapat dijelaskan. Pada makna yang lebih kompleks pembelajaran. siswanya dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.

BAB I PENDAHULUAN. tentang objek tertentu tetapi juga menuntut cara berpikir untuk mendapatkan

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Representasi Matematis

Upaya Meningkatkan Motivasi Dan Prestasi Belajar Matematika Dengan Strategi Think Talk Write

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang tepat dan mencapai tujuan yang diinginkan. Efektivitas menekankan pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB II LANDASAN TEORI. Kata komunikasi berasal dari bahasa latincommunicare, berarti. merupakan proses informasi ilmu dari guru kepada siswa.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.I.1 Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar atau prestasi belajar merupakan dua kata utuh,sehingga dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm Syaiful Bahri Djamarah, Guru & Anak Didik Dalam Interaksi

Transkripsi:

10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Dalam rangka mengembangkan kemampuan siswa bekerja sama dan berkolaborasi menurut Abidin (2013:19), desain pembelajaran yang tepat digunakan adalah desain pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif (cooperatif learning) merupakan pembelajaran yang menekankan adanya saling ketergantungan positif antarsiswa sehingga setiap siswa dengan berbagai potensinya akan didayagunakan dalam menyelesaikan permasalahan yang sedang dipelajari. Pembelajaran kooperatif bukanlah pembelajaran yang memunculkan keberhasilan kelompok atas partisipasi aktif dari individu dalam kelompok. Bertemali dengan hal ini, desain pembelajaran diskusi dan kelompok yang selama ini hanya didominasi oleh individu tertentu harus seluruhnya ditinggalkan dan beralih pada pembelajaran yang bersifat kooperatif. Lebih lanjutnya, pembelajaran kooperatif ini haruslah menjadi wadah bagi pembelajaran yang lain. Solihatin dalam Taniredja (2011:56) menyatakan bahwa, pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota

11 kelompok itu sendiri. Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok. Adapun menurut Huda (2013: 32) model pembelajaran kooperatif menuntut siswa lebih aktif dan pembelajaran tidak berpusat pada guru karena tugas guru adalah membentuk kelompok-kelompok kooperatif agar dapat berkerjasama untuk memaksimalkan pembelajaran, model pembelajaran ini sebaiknya terdiri dari 4 atau lebih orang. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran di mana dalam sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah dua orang atau lebih dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerja sama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Slavin dalam Taniredja (2011:57) menyatakan ciri-ciri dari model pembelajaran kooperatif yaitu: 1) untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif, 2) kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, 3) jika dalam kelas terdapat siswasiswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula, dan 4) penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan. Adapun ciri-ciri model pembelajaran kooperatif menurut Stahl dalam Taniredja (2011:59) adalah:

(1) belajar bersama dengan teman, (2) selama proses belajar terjadi tatap muka antar teman, (3) saling mendengarkan pendapat di antara anggota kelompok, (4) belajar dari teman sendiri dalam kelompok, (5) belajar dalam kelompok kecil, (6) produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat, (7) keputusan tergantung pada mahasiswa sendiri, dan (8) mahasiswa aktif. 12 Berdasarkan beberapa pendapat diatas, ciri-ciri pembelajaran kooperatif dapat disimpulkan bahwa terdapat saling ketergantungan yang positif di antara anggota kelompok tetapi juga dapat dipertanggungjawabkan secara individu, menekankan pada kebersamaan, saling berbagi tanggung jawab antar individu, terdiri dari individu yang heterogen, dan efektivitas belajar tergantung pada kelompok. Huda (2013:111-112) menyatakan hal-hal yang mendasari pengembangan pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah: sinergis yang muncul melalui kerja sama akan meningkatkan motivasi yang jauh lebih besar daripada melalui lingkungan kompetitif individual. Kelompok-kelompok sosial integratif memiliki pengaruh yang lebih besar daripada kelompok yang dibentuk secara berpasangan. Perasaan saling keterhubungan (feelings of connectedness), menurut mereka dapat menghasilkan energi yang positif. Model pembelajaran ini sangatlah menarik dan bermanfaat, serta komprehensif, ia memadukan antara tujuan penelitian akademik, integrasi sosial, pembelajaran proses kolektif. Model ini bisa diterapkan untuk semua subjek pelajaran kepada siswa dalam semua tingkat umur, jika guru memang berkeinginan untuk menekankan proses formulasi dan pemecahan masalah dalam beberapa aspek ilmu pengetahuan dibanding memasukkan informasi yang belum terstruktur dan belum ditetapkan. Di antara pengaruh instruksional model ini adalah efektivitas pengelolaan kelompok, konstruksi pengetahuan, dan kedisiplinan dalam penelitian kolaboratif. Pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa yang mendasari pengembangan model pembelajaran kooperatif yaitu kekuatan yang muncul melalui kerja sama akan meningkatkan motivasi yang jauh lebih besar daripada melalui lingkungan individual. Kelompok-kelompok sosial integratif memiliki pengaruh yang lebih

13 besar daripada kelompok yang dibentuk secara berpasangan. Perasaan saling keterhubungan menurut mereka dapat menghasilkan energi yang positif, jadi sangat diperlukannya kerjasama di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model ini bisa juga diterapkan untuk semua subjek pelajaran. Menurut Suherman (2003:261) hal-hal yang perlu diperhatikan dalam cooperatif learning adalah sebagai berikut: a. Anggota kelompok sebaiknya heterogen, baik dari kemampuannya maupun karakteristik lainnya, b. pembentukan kelompok dilakukan oleh guru agar heterogenitas keanggotaan kelompok terjamin, c. jumlah anggota kelompok akan mempengaruhi kemampuan produktivitas kelompoknya. Sehingga, banyaknya masing-masing tiap kelompok yang ideal untuk cooperatif learning adalah tiga sampai lima orang, d. guru memainkan peranan yang menentukan dalam menerapkan cooperatif learning yang efektif. Masalah yang disiapkan oleh guru harus dibuat sedimikian rupa sehingga akan menimbulkan saling membutuhkan antara anggota yang satu dan anggota yang lain dalam menyelesaikan masalah itu. Berdasarkan pendapat di atas hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam cooperatif learning yaitu dalam pembentukan kelompok sebaiknya terdiri dari anggota yang heterogen (3-5 orang) baik dari kemampuannya maupun karakteristik lainnya. Untuk materi dan pengajarannya harus disusun sedimikian rupa sehingga setiap siswa dapat bekerja untuk memberikan sumbangan pemikirannya kepada kelompoknya. Slavin dalam Taniredja (2011:60) menyatakan model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting. Menurut Depdiknas dalam Taniredja (2011:60) tujuan pertama pembelajaran kooperatif, yaitu meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja

14 siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi nara sumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Sedangkan tujuan yang kedua, pembelajaran kooperatif memberi peluang agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belakang. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademi, dan tingkat sosial. Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Ketrampilan sosial yang dimaksud antara lain, berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pembelajaran kooperatif sendiri yaitu menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya Orlich dalam Jufri (2012:116) menuliskan beberapa keuntungan dari pembelajaran kooperatif adalah: 1. Meningkatkan pemahaman mengenai materi inti pelajaran, 2. memperkuat keterampilan sosial, 3. melatif siswa mengambil keputusan, 4. menciptakan suasana belajar aktif, 5. mengembangkan rasa percaya diri (sel esteem) siswa, 6. mengakomodasi beragam gaya belajar, 7. mengembangkan rasa tanggungjawab siswa, 8. berfokus pada keberhasilan individual. Berdasarkan hal di atas pembelajaran kooperatif sangat menguntungkan bagi pembelajaran siswa di kelas, terutama jika guru dalam hal ini sesuai dengan langkah-langkah atau sintak pembelajaran kooperatif yang benar.

15 Hal ini dapat terlihat dalam Jufri (2012:117) yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan berdasarkan langkah-langkah atau sintaks seperti dalam tabel berikut: Tabel 2.1. Sintaks umum pembelajaran kooperatif Fase ke Indikator Tingkah laku Pendidik 1 Penyampaian tujuan dan Pendidik menyampaikan semua tujuan pemberian motivasi pada pelajaran yang ingin dicapai pada peserta didik pelajaran tersebut dan memotivasi 2 Penyajian informasi-informasi terkait materi pelajaran 3 Pengorganisasian peserta didik dalam kelompokkelompok belajar 4 Pembimbingan kelompok peserta didik untuk bekerja dan belajar 5 Penilaian hasil belajar (evaluasi) peserta didik belajar Pendidik menyajikan informasi kepada peserta didik dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan Pendidik menjelaskan kepada peserta didik bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien Pendidik membimbing kelompokkelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas Pendidik mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya 6 Pemberian penghargaan Pendidik memberikan penghargaan tertentu atas hasil belajar individu maupun kelompok B. Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write Pendekatan pembelajaran yang berbasis komunikasi memungkinkan siswa untuk mampu: membaca dan menulis dengan baik, belajar dengan orang lain, menggunakan media, menerima informasi dan menyampaikan informasi. Model pembelajaran yang termasuk dalam pendekatan ini salah satunya yaitu Think Talk Write (TTW) dalam Huda (2011:118-120) menyatakan bahwa: TTW adalah strategi yang memfasilitasi latihan berbahasa secara lisan dan menulis bahasa tersebut dengan lancar. Strategi yang diperkenalkan pertama kali oleh Huinker dan Laughlin ini didasarkan pada pemahaman bahwa belajar adalah sebuah perilaku sosial. Strategi TTW mendorong

siswa untuk berpikir, berbicara, dan kemudian menuliskan suatu topik tertentu. Strategi ini digunakan untuk mengembangkan tulisan dengan lancar dan melatih bahasa sebelum dituliskan. Strategi TTW memperkenankan siswa untuk mempengaruhi dan memanipulasi ide-ide sebelum menuangkannya dalam bentuk tulisan. Ia juga membantu siswa dalam mengumpulkan dan mengembangkan ide-ide melalui percakapan terstruktur. Sebagaimana namanya, strategi ini memiliki sintak yang sesuai dengan urutan di dalamnya, yakni think (berpikir), talk (berbicara/ berdiskusi) dan write (menulis). 16 Kesimpulan dari pendapat di atas adalah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe think-talk-write ini, mengarahkan siswa untuk berpikir mengenai permasalahan konsep matematika yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu masalah matematika. Dalam pelaksanaannya, siswa dilatih untuk bernalar, bekerjasama, mengkomunikasikan, dan merumuskan kesimpulan sendiri dari hasil diskusi. Model pembelajaran kooperatif tipe TTW ini diterapkan pada pembelajaran yang pada dasarnya mendorong siswa untuk berpikir, berbicara, dan kemudian menuliskan hasil yang didapat selama pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Yamin dan Ansari (2012: 84) yang menyatakan bahwa secara garis besar TTW diterapkan untuk mempengaruhi pola interaksi siswa yang dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca masalah (think), selanjutnya berbicara dan membagi ide dengan temannya (talk) untuk menyelesaikan masalah tersebut sebelum menulis (write). Yamin dan Ansari (2012:90) menjelaskan adanya langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe TTW adalah: 1. guru membagi teks bacaan berupa Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang memuat masalah (soal-soal matematika) dan didalamnya terdapat

petunjuk beserta prosedur pengerjaannya kemudian LKPD tersebut harus diselesikan siswa, 2. siswa membaca LKPD yang diberikan dan membuat catatan kecil secara individu tentang apa yang dimengerti dan juga yang belum dimengerti serta penyelesaian masalah dari LKPD, untuk kemudian dibawa ke forum diskusi (think), 3. siswa berdiskusi dengan teman satu kelompoknya untuk membahas isi catatan yang diperoleh oleh masing-masing siswa (talk), 4. siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan sebagai hasil kolaborasi (write), 5. pembelajaran diakhiri dengan membuat refleksi dan kesimpulan dari materi yang telah dipelajari. Sebelum itu, guru memilih satu atau beberapa siswa sebagai perwakilan kelompok untuk menyajikan hasil diskusinya sedangkan kelompok yang lainnya memberikan tanggapan. 17 Adapun tiga tahap penting di dalam model pembelajaran kooperatif tipe TTW yang harus dikembangkan dalam pembelajaran matematika, yaitu sesuai dengan urutannya dijelaskan sebagai berikut: 1. Think (Berpikir) Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008: 247), berpikir diartikan sebagai sesuatu hal yang menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Pada kegiatan think siswa membaca konsep-konsep berupa materi ataupun soal-soal matematika pada LKPD yang diberikan oleh guru. Dari proses membaca tersebut kemudian siswa membuat catatan kecil mengenai hal-hal yang penting seperti yang menjadi poin penting serta hal yang belum dimengerti dari materi atau soal yang diberikan. Pada tahap ini memungkinkan siswa secara mandiri mencari jawaban penyelesaian dari masalah sehingga dapat mengembangkan kemampuan akademik terutama pemahaman konsep matematis siswa. Hal senada dinyatakan dalam Huda (2011:118) sbb:

pada tahap 1: Think, siswa membaca teks berupa soal (kalau memungkinkan dimulai dengan soal yang berhubungan dengan permasalahan sehari-hari atau kontekstual). Pada tahap ini siswa secara individu memikirkan kemungkinan jawaban (strategi penyelesaian, membuat catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat pada bacaan, dan hal-hal yang tidak dipahami dengan menggunakan bahasanya sendiri. 18 Menurut Yamin dan Ansari (2012: 85) membaca dan membuat catatan bertujuan: untuk merangsang aktivitas siswa sebelum, selama, dan sesudah membaca, sehingga dapat mempermudah diskusi dan mengembangkan pemahaman konsep matematis siswa serta keterampilan berpikir dan menulis. Selama kegiatan think berlangsung, guru hanya berperan sebagai pengamat dan memastikan bahwa siswa melakukan aktifitas think dengan benar. Jika masih terdapat siswa yang belum melakukan kegiatan think, maka guru berusaha memotivasi dan memberi arahan berupa tujuan dari tahap ini. 2. Talk (Berbicara atau Berdiskusi) Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas: 2008: 116), berdiskusi sama artinya dengan bertukar pikiran. Pada kegiatan talk siswa diberikan kesempatan untuk menyampaikan ide-ide yang diperoleh selama tahap think. Siswa kemudian berdiskusi dengan teman kelompoknya, kemudian masingmasing individu menyajikan apa yang didapat dengan cara berkomunikasi yang baik menggunakan kata-kata dan bahasa mereka sendiri. Dengan hal ini, diharapkan siswa dapat membangun teori bersama, berbagi penyelesaian serta membuat kesimpulan. Hal senada dinyatakan dalam Huda (2011:119) yaitu: pada tahap 2: talk, siswa diberi kesempatan untuk membicarakan hasil penyelidikannya pada tahap pertama. Pada tahap ini siswa merefleksikan, menyusun, serta menguji (negosiasi, sharing) ide-ide dalam kegiatan diskusi kelompok. Kemajuan komunikasi siswa akan terlihat pada dialognya dalam berdiskusi, baik dalam bertukar ide dengan

orang lain ataupun refleksi mereka sendiri yang diungkapkannya kepada oranglain. 19 Yamin dan Ansari (2012: 86) menjelaskan kenapa talk penting dalam matematika, yaitu: (a) matematika merupakan bahasa yang spesial dibentuk untuk mengkomunikasikan bahasa sehari-hari; (b) pemahaman matematis dibangun melalui proses diskusi dan interaksi antar individu; (c) siswa menyajikan ide kepada temannya dengan menggunakan bahasa sendiri kemudian membangun teori bersama dan definisi; (d) pada tahap talk terjadi rumusan ide-ide dari masing-masing siswa sebagai hasil diskusi; (e) talking membantu guru mengetahui tingkat pemahaman siswa dalam belajar matematika sehingga dapat mempersiapkan perlengkapan pembelajaran yang lebih dibutuhkan. Selama kegiatan talk berlangsung, guru berperan sebagai motivator yaitu memberikan motivasi atau dorongan kepada siswa yang masih terlihat kurang aktif dalam proses pembelajaran serta membantu siswa yang mendapatkan kesulitan untuk menemukan jawaban dari masalahnya. Guru juga harus menyakinkan siswa bahwa jawaban yang mereka buat merupakan pemikiran yang patut disampaikan ke teman-teman yang lainnya. Silver dan Smith (Yamin dan Ansari, 2012: 90) juga menyampaikan tugas guru yang harus dilakukan pada tahap ini adalah mengajukan pertanyaan menantang setiap siswa untuk berpikir, mendengarkan secara hati-hati ide yang disampaikan siswa dan membimbing. 3. Write (Menulis) Selanjutnya adalah tahap write yaitu kegiatan pembelajaran dimana siswa menuliskan hasil diskusi pada LKPD ataupun lembar yang telah disediakan oleh guru. Pada tahap ini siswa mengungkapkan ide-ide yang didapat pada

20 tahap think dan talk melalui tulisan. Dalam matematika kegiatan menulis merupakan salah satu hal yang penting, dikarenakan dapat membantu mewujudkan salah satu tujuan pembelajaran yaitu pemahaman siswa tentang materi yang ia pelajari. Hal senada dinyatakan Huda (2011:119) dalam tahap 3: write, pada tahap ini siswa menuliskan ide-ide yang diperolehnya dari kegiatan tahap pertama dan tahap kedua. Tulisan ini terdiri atas landasan konsep yang digunakan, keterkaitan dengan materi sebelumnya, strategi penyelesaian, dan solusi yang diperoleh. Hal ini juga dikemukakan Yamin dan Ansari (2012: 88) bahwa: aktifitas siswa selama fase ini adalah menulis solusi terhadap masalah atau pertanyaan yang diberikan, mengorganisasikan semua pekerjaan yang diberikan langkah demi langkah, baik penyelesaiannya menggunakan grafik, tabel, atau diagram agar mudah dibaca atau ditindaklanjuti, memeriksa pekerjaan yang telah dilakukan sehingga yakin tidak ada pekerjaan ataupun perhitungan yang ketinggalan dan meyakini bahwa pekerjaan yang telah dilakukan telah lengkap. Pada tahap write, guru memiliki peran dan tugas memonitoring siswa dan menilai proses siswa selama mengikuti kegiatan. Guru juga harus memotivasi kembali siswa yang tidak melakukan kegiatan write dan membimbing siswa untuk melakukan aktifitas tahap write. Mengingat tahap write ini sama pentingnya untuk dilaksanakan dari tahap-tahap yang lain. Untuk mewujudkan pembelajaran yang sesuai dengan harapan di atas, pembelajaran sebaiknya dirancang sesuai dengan langkah-langkah berikut ini: Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individual (think), untuk dibawa forum diskusi. Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu grup untuk membahas isi catatan (talk). Dalam kegiatan ini mereka menggunakan bahasa dan kata-kata mereka sendiri untuk menyampaikan ide-ide matematika dalam diskusi. Pemahaman dibangun melalui interaksi dalam diskusi,

21 karena itu diskusi diharapkan dapat menghasilkan solusi atas soal yang diberikan. Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang memuat pemahaman dan komunikasi matematika dalam bentuk tulisan (write). Kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dari kesimpulan atas materi yang dipelajari. Sebelum itu, dipilih satu atau beberapa orang siswa sebagai perwakilan kelompok untuk menyajikan jawaban, sedangkan kelompok lain diminta memberikan tanggapan. Menurut Nurinayah (2008: 36-37), model pembelajaran kooperatif tipe TTW merupakan salah satu pelajaran yang menyenangkan, rileks, dan menarik yang dapat menegembangkan pemahaman siswa mengenai materi atau konsep yang ia pelajari. Berdasarkan pendapat tersebut, dengan dilakukannya pembelajaran secara berkelompok diharapkan timbul semangat siswa untuk lebih aktif dalam mengungkapkan pendapat. Belajar dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil akan lebih disukai siswa, hal ini dikarenakan siswa akan lebih nyaman untuk memahami konsep yang diberikan melalui pemecahan masalah yang dilakukan dengan temannya. Dengan demikian, model pembelajaraan kooperatif tipe TTW merupakan model pembelajaran yang mendorong siswa untuk berpikir, berbicara, dan menulis dengan kegiatan belajar yang menyenangkan, rilexs, dan menarik sehingga dapat mengembangkan pemahaman siswa mengenai materi atau konsep yang ia pelajari. Menurut Silver dan Smith dalam Yamin dan Ansari (2012: 90) adapun peranan dan tugas guru dalam usaha menjadikan model pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih efektif, yaitu:

22 (a) mengajukan pertanyaan dan tugas menantang untuk siswa agar siswa berpikir aktif dalam pembelajaran; (b) mendengarkan serta memahami ideide yang dikemukakan oleh siswa baik secara lisan maupun tulisan; (c) memberikan serta membimbing siswa dalam menggali materi yang akan dipelajari dalam diskusi; (d) memonitor dan menilai partisipasi siswa dalam diskusi dan; (e) mendorong siswa untuk berpartisipasi. Merangkum dari beberapa pendapat di atas, model pembelajaran berbasis komunikasi dengan strategi TTW dapat membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri sehingga pemahaman konsep siswa menjadi lebih baik, siswa dapat mengkomunikasikan atau mendiskusikan pemikirannya dengan temannya sehingga siswa saling membantu dan saling bertukar pikiran, hal ini dapat membantu siswa dalam memahami materi yang di ajarkan, serta dapat melatih siswa untuk menuliskan hasil diskusinya ke bentuk tulisan secara sistematis sehinnga siswa akam lebih memahami materi dan membantu siswa untuk mengkomunikasikan ide-idenya dalam bentuk tulisan. C. Kemampuan Representasi Matematis Tujuan pembelajaran matematika telah mengalami perubahan, tidak hanya menekankan pada peningkatan hasil belajar, tetapi juga diharapkan dapat meningkatkan berbagai kemampuan. Salah satu kemampuan matematika yang perlu dikuasai siswa adalah kemampuan representasi. Kemampuan representasi dalam matematika sangat diperlukan karena representasi merupakan cara yang digunakan siswa untuk mengomunikasikan ide-ide, gagasan, atau jawaban dari suatu permasalahan. Terdapat beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli berkenaan tentang representasi, yaitu antara lain: Alhadad (2010:34) mengungkapkan bahwa representasi adalah ungkapan dari ide matematis sebagai model

23 yang digunakan untuk menemukan solusi dari masalah yang dihadapinya sebagai hasil interpretasi pikirannya. Hudiono (2005:19) menyatakan bahwa kemampuan representasi mendukung siswa memahami konsep matematika yang dipelajarinya dan keterkaitannya, mengkomunikasikan ide-ide matematika, mengenal koneksi diantara konsep matematika dan menerapkan matematika pada permasalahan matematika realistik melalui pemodelan. Jadi, kemampuan representasi matematis adalah kemampuan siswa mengungkapkan ide-ide mereka ke dalam model matematika untuk merencanakan suatu penyelesaian masalah. Mudzakir dalam Suryana (2012) mengungkapkan indikator kemampuan representasi matematis seperti pada Tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1 Bentuk-Bentuk Indikator Representasi Matematis Representasi Bentuk-Bentuk Indikator Representasi visual; Menyajikan kembali data atau informasi dari suatu diagram, tabel atau representasi ke representasi diagram, grafik atau tabel. grafik, dan gambar Menggunakan representasi visual untuk menyelesaikan masalah. Membuat gambar pola-pola geometri. Membuat gambar bangun geometri untuk memperjelas masalah dan memfasilitasi penyelesaiannya. Persamaan atau ekspresi matematis Kata-kata atau teks tertulis Membuat persamaan atau ekspresi matematis dari representasi lain yang diberikan. Membuat konjektur dari suatu pola bilangan. Penyelesaian masalah dari suatu ekspresi matematis. Membuat situasi masalah berdasarkan data atau representasi yang diberikan. Menuliskan interpretasi dari suatu representasi. Menyusun cerita yang sesuai dengan suatu representasi yang disajikan. Menuliskan langkah-langkah penyelesaian masalah dengan kata-kata atau teks tertulis. Membuat dan menjawab pertanyaan dengan menggunakan kata-kata atau teks tertulis. Berdasarkan pendapat di atas, kemampuan representasi matematis terdiri dari kemampuan representasi visual, representasi simbolik (ekspresi matematis), dan

24 representasi verbal (kata-kata atau teks tertulis). Adapun indikator kemampuan representasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan representasi visual untuk menyelesaikan masalah, membuat persamaan atau ekspresi matematis dari representasi lain yang diberikan, dan penyelesaian masalah dari suatu ekspresi matematis. D. Efektifitas Pembelajaran Sanjaya (2008:320) mengungkapkan bahwa efektivitas berhubungan dengan tingkat keberhasilan pelaksanaan pembelajaran yang didesain oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran, baik tujuan dalam skala yang sempit seperti tujuan pembelajaran khusus, maupun tujuan dalam skala yang lebih luas. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Hamalik (2004:171) bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sendiri dengan melakukan aktivitas-aktivitas belajar. Dalam menilai efektivitas pembelajaran, Wicaksono dalam Wijayanti (2013:23) mengemukakan pembelajaran dikatakan efektif apabila sekurang-kurangnya 70% dari banyak siswa memperoleh nilai minimal 70 dalam peningkatan hasil belajar. Efektivitas pembelajaran atau belajar dan tidaknya seseorang tidak dapat dilihat dari aktivitasnya selama terjadinya proses belajar, akan tetapi hanya dapat dilihat dari adanya perubahan sebelum dan sesudah terjadinya proses pembelajaran. Seseorang siswa yang sepertinya aktif belajar yang ditunjukkan dengan caranya memerhatikan guru dan rapih mencatat belum tentu ia belajar dengan baik manakala tidak menunjukkan adanya perubahan perilaku. Dalam penelitian ini, pembelajaran dikatakan efektif apabila persentase siswa yang memiliki

kemampuan representasi matematis dengan baik (mempunyai nilai serendahrendahnya 70) lebih dari 60% dari banyak siswa. 25 Penelitian terdahulu diambil dari jurnal Ahmad Yazid (2012), Prodi Pendidikan Dasar, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang, Indonesia yaitu dengan judul Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Model Kooperatif Dengan Strategi TTW (Think Talk Write) Pada Materi Volume Bangun Ruang Sisi Datar yang menyimpulkan bahwa perangkat pembelajaran matematika model kooperatif dengan strategi TTW pada materi volume bangun ruang sisi datar adalah valid, efektif, dan praktis untuk meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa. E. Kerangka Pikir Kemampuan representasi matematis merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa. Hal ini dikarenakan representasi matematis sangat diperlukan siswa ketika ia ingin mengungkapkan, mengkomunikasikan, menyajikan, memperjelas ide, pemahaman dan argumen matematis mereka untuk merencanakan suatu penyelesaian masalah. Menyadari akan peran penting kemampuan representasi matematis maka diperlukan suatu cara untuk meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa, yaitu dengan melakukan inovasi model pembelajaran yang membuat siswa aktif untuk berpikir dan bekerjasama. Model pembelajaran yang dipilih harus dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk merepresentasikan suatu permasalahan kedalam gambar, ekspresi matematis serta tersusun secara logis dan sistematis. Salah satu alternatifnya adalah model pembelajaran kooperatif tipe TTW.

Model pembelajaran kooperatif tipe TTW merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada kemampuan berpikir dan 26 bekerjasama siswa. Dalam pembelajaran ini, guru menyampaikan isi materi secara garis besar diawal proses pembelajaran. Kemudian guru akan memberikan permasalahan pada Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang harus dipikirkan (think) oleh setiap siswa. Pada tahap ini siswa diberikan waktu untuk berpikir secara mandiri sehingga secara aktif siswa akan menggali kemampuan berpikirnya, mencari informasi dan representasi-representasi yang diperlukan sehingga membuat siswa lebih siap untuk berdiskusi. Kemudian tahap selanjutnya adalah tahap talk, dimana siswa berkelompok dengan siswa lain untuk mendiskusikan hasil pemikiran permasalahan dan hasil representasi yang telah mereka miliki sebelumnya. Tahap ini mempunyai peranan penting karena adanya diskusi siswa akan lebih mudah bertukar ide atau pendapat masing-masing siswa dalam kelompoknya sehingga setiap permasalahan matematika yang umumnya dipandang sulit oleh para siswa saat berpikir mandiri akan terlihat lebih mudah. Pada tahap ini juga akan lebih banyak ide dan representasi yang dihasilkan siswa karena mereka bisa saling berdiskusi. Pada tahap talk ini juga melatih keberanian siswa untuk berbagi informasi, bertanya, atau mengungkapkan pendapatnya dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka pikirkan dan diskusikan dalam kelompoknya. Tahap ini akan semakin memperkaya pengetahuan representasi matematis siswa, karena mereka akan melihat representasirepresentasi dari beberapa kelompok yang mempresentasikannya di depan kelas. Tahap terakhir yaitu write, dimana siswa setelah berdiskusi maka harus melengkapi, memperbaiki, dan merapihkan jawaban mereka masing-masing,

27 kemudian membuat refleksi dari kesimpulan atas materi yang dipelajari. Berdasarkan langkah-langkah yang terlihat dalam model pembelajaran TTW ini siswa akan lebih termotivasi untuk memahami pelajaran yang sedang dipelajari dan juga siswa akan melakukan diskusi dengan baik dan bertanya kepada guru apabila mengalami kesulitan. F. Anggapan Dasar Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah: 1. Seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Gadingrejo memperoleh materi pelajaran matematika yang sama, sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan oleh sekolah yaitu kurikulum 2013. 2. Faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini diabaikan. G. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Hipotesis Penelitian Model pembelajaran kooperatif tipe TTW efektif ditinjau dari kemampuan representasi matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2014/2015. 2. Hipotesis Kerja Persentase siswa yang memiliki kemampuan representasi matematis dengan baik (mempunyai nilai serendah-rendahnya 70) lebih dari 60% dari banyak siswa.