KEKURANGAN DAN KELEBIHAN KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

APA ITU DAERAH OTONOM?

(The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25 of 2007 regarding the Investment)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. angka pengangguran dapat dicapai bila seluruh komponen masyarakat yang

Volume 11 Nomor 1 Maret 2014

Modul ke: OTONOMI DAERAH. 12Teknik. Fakultas. Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi MKCU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN REMBANG

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

Panduan diskusi kelompok

BAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif

BAB I PENDAHULUAN. yang berdasar Undang-Undang telah ditetapkan sebagai kewenangan

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN CIAMIS

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN KABUPATEN LUWU TIMUR

PELAKSANAAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BERDASARKAN U.U. NO. 32 TAHUN SANTOSO BUDI N, SH.MH. Dosen Fakultas Hukum UNISRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan

LEMBARAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN NOMOR : 4 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. MPR No.IV/MPR/1973 tentang pemberian otonomi kepada Daerah. Pemberian

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2008

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

SAMBUTAN KEPALA BAPPENAS Dr. Djunaedi Hadisumarto

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PROVINSI SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN KABUPATEN KETAPANG

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KOTA TASIKMALAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN NOMOR 19 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN NOMOR 19 TAHUN 2007

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG

I. PENDAHULUAN. hakekatnya ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 86 TAHUN : 2008 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 31 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN TUGAS DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH KOTA MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 UNIVERSITAS INDONESIA

I. PENDAHULUAN. terselenggaranya tata pemerintahan yang baik (good governance). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176 TAHUN 2000 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TUGAS MENTERI MUDA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN

PENGARAHAN UMUM GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA RAPAT PEMBINAAN APARAT POLISI PAMONG PRAJA SE- KALIMANTAN BARAT TAHUN

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI DAERAH OTONOM BARU

rincian kewenangan Pemerintah yang merupakan penjabaran kewenangan Pemerintah bidang lain dan kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 06 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGAWAS DAERAH KABUPATEN PELALAWAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 02 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

Rencana Induk Pengembangan E Government Kabupaten Barito Kuala Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG KEWENANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 09 TAHUN 2002 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan pemberian Otonomi Daerah kepada Daerah atas dasar. desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Strategi pemerintah Kabupaten Tanggamus dalam rangka memacu dan mempercepat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SRAGEN DILIHAT DARI PERSPEKTIF AKUNTABILITAS

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

MEMUTUSKAN : Menetapkan: KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, KEWENANGAN, SUSUNAN ORGANI-SASI, DAN TATA KERJA MENTERI MUDA.

PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN DAERAH 1

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

Transkripsi:

KEKURANGAN DAN KELEBIHAN KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH Oleh ARISMAN Widyaiswara Muda BPSDM Kementerian Hukum dan HAM RI Pengertian atau Definisi Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Implemetasi paradigma sentralistik itu di bidang politik dan pemerintahan telah melahirkan permasalahan yang sangat akut. Sebelum otonomi daerah diberikan secara penuh pada era reformasi, birokrasi pada tiap level pemerintahan daerah kental dengan istilah-istilah penguasa tunggal. Istilah ini, paling tidak, mengandung dua makna. Pertama, nuansa otoritarianisme memang diberi ruang untuk kepala daerah. Indikasi ini bisa dilihat pada ketidakberdayaan institusi kontrol, baik yang berasal dari DPRD, maupun kelompok-kelompok oposisi di luar institusi formal. Kedua, kepala daerah, baik tingkat I maupun tingkat II, lebih berperan sebagai wakil Pemerintah Pusat daripada Pemerintah Daerah itu sendiri. Artinya, penyerapan aspirasi masyarakat kurang dianggap urgen. Petunjuk dari pusat, seperti istilah petunjuk teknis, petunjuk pelaksana, lebih diutamakan dan melekat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Posisi Otonomi Daerah Dalam Kerangka Pengembangan Wilayah Secara luas, Winoto (1998) memberikan empat arti yang melekat dalam perencanaan regional, yang tentunya berimplikasi pada pengembangan wilayah, terdiri dari : pengintegrasian kebijakan pada tingkat lokal, pembuatan keputusan dan disain investasi proyek pada tingkat regional, pengembangan ekonomi untuk wilayah sub-nasional, dan pengembangan kota, pengelolaan sumber daya, pengembangan masyarakat. Kemudian secara lebih khusus Azis (1989) dan Soegijoko (dalam Soegijoko dan Kusbiantoro, ) menyatakan bahwa pengembangan wilayah pada dasarnya berkaitan dengan tingkat dan perubahan menurut/dalam waktu dari 1

sejumlah variabel (produksi, populasi, angkatan kerja dan lain-lain) dalam batas teritorial (wilayah) yang jelas. Aktivitasnya dapat berbentuk pengembangan perkotaan (dalam kaitannya dengan perdesaan rural urban linkages), pengembangan/mobilisasi sumber daya dan pengembangan perdesaan. Keterangan tersebut memberikan gambaran bahwa spektrum pengembangan wilayah adalah sangat luas. Pengembangan wilayah dapat berada pada tingkat nasional sampai tingkat lokal dengan kandungan kegiatan yang berbeda. Semua itu bukanlah kegiatan yang masing-masing berdiri sendiri, melainkan bertujuan untuk mengintegrasikan kepentingan nasional dengan kepentingan wilayah/lokal dan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana posisi otonomi daerah dalam kerangka pengembangan wilayah tersebut? Berdasarkan uraian di muka maka kegiatan pembangunan/pengembangan wilayah dapat dibedakan menjadi : makro untuk nasional, meso untuk propinsi dan kabupaten, mikro untuk kecamatan, desa dan kawasan. Wewenang dan jenis kegiatan yang dapat dilakukan untuk masing-masing tingkatan berbeda, sesuai dengan yang telah diatur dalam UU No 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan PP No 25 Tahun 2000 serta keragaman potensi dan persoalan masing-masing tingkatan wilayah. Dengan demikian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa posisi otonomi daerah adalah sebagai guidance terhadap aktivitas pengembangan wilayah yang akan dilakukan. Meskipun demikian tidak berarti otonomi daerah sudah menjadi sistem yang sempurna. Belum lama ini, ada keinginan dari pemerintah untuk memperbaiki UU No 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat memberi waktu kepada pemerintah untuk mengajukan perbaikan sampai pertengahan tahun ini. Ini disebabkan karena adanya kelemahan-kelemahan pada kedua UU tersebut, disamping tentunya ada kelebihannya. Bbeberapa kelebihan dan kelemahan yang dijumpai, diantaranya adalah : - Kelebihan Otonomi Daerah : Dapat lebih memberdayakan dan meningkatkan kemampuan pemerintah daerah. 2

Dengan adanya kewenangan yang diberikan kepada daerah, daerah mempunyai keleluasaan dalam melakukan pengelolaan pembangunan sesuai dengan sumber daya yang tersedia. Kewenangan yang diberikan kepada daerah juga memungkinkan bagi daerah untuk mengambil keputusan secara cepat. Struktur organisasi dan personil dapat ditentukan sesuai dengan kebutuhan, sehingga tidak terjadi penggemukan. Dapat meningkatkan kreativitas aparatur pemerintah baik dalam pengelolaan pembangunan maupun dalam penggalian sumber-sumber dana pembangunan. Dapat meningkatkan kualitas dan efisiensi pelayanan publik. Dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan, baik dalam perencanaan, pengawasan, pendanaan, maupun dalam pemanfaatan hasil-hasil pembangunan. Mempercepat terwujudnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di daerah. Meningkatkan sosial budaya masyarakat yang selama ini kurang mendapat perhatian karena terfokus pada pertumbuhan ekonomi. - Kekurangan Otonomi Daerah : Terbatasnya jumlah dan kualitas aparat pemerintah di daerah. Penyerahan urusan sebagian belum diikuti dengan penyerahan pembiayaan, personil dan peralatan. Rendahnya tingkat pendapatan asli di beberapa daerah. Bias ekonomi, bias luar jawa dan bias sumber daya alam. Anggapan keseragaman kesiapan daerah, sehingga pelaksanaannya dilakukan secara serempak di seluruh wilayah Indonesia. Aspirasi masyarakat yang berlebihan dapat menyebabkan tidak terjadi integrasi antara kepentingan daerah dengan kepentingan nasional. Tidak ada hirarkhi antara kabupaten/kota dengan propinsi yang dapat menyebabkan timbulnya kesulitan dalam koordinasi kegiatan lintas kabupaten/kota. 3

Terdapat ambivalensi dan inkonsistensi khususnya di tingkat propinsi. UU menyebutkan otonomi luas berada di kabupaten, tetapi banyak hal diambil propinsi. Posisi Gubernur tidak jelas. Pada satu sisi adalah wakil pemerintah dan oleh karena itu pejabatnya ditunjuk presiden; pada sisi lain propinsi adalah daerah otonom yang seharusnya Gubernur menjadi jabatan politis yang dipilih DPRD. Kandungan Normatif dan Implikasinya Pembangunan mengemban tugas kemanusiaan dan tugas kehidupan, padanya tergantung harapan-harapan masyarakat. Harapan-harapan inilah yang menjadikan setiap anggota masyarakat dan/atau kelompok masyarakat perlu untuk senantiasa terlibat dan ikut berproses dalam menentukan arah serta prioritas pembangunan pada setiap tahapan yang dilakukan. Karena setiap anggota masyarakat atau kelompok masyarakat mempunyai latar belakang dan kepentingan yang berbeda, konsekuensinya harus ada dasar yang digunakan untuk menentukan perumusan arah dan prioritas pembangunan. Ini berkaitan dengan sistem nilai yang dianut masyarakat Sistem nilai masyarakat tercermin dalam produk hukum dan perundangundangan, sekaligus menjadi norma dari nilai-nilai yang hendak dicapai dalam proses pembangunan. Kandungan normatif yang dapat diidentifikasi dari UU No 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan beserta Peraturan Pemerintah yang menyertainya adalah sebagai berikut : Keadilan Supremasi hukum pengakuan hak adat Demokratisasi Transparansi Identitas dan integritas bangsa Implikasi terhadap sumber daya wilayah Implikasi terhadap masyarakat di dalam satu sistem wilayah Implikasi terhadap wilayah itu sendiri Implikasi terhadap hubungan wilayah dengan wilayah yang lebih luas 4

DAFTAR PUSTAKA Haris Syamsuddin, Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Jakarta: LIPI Press, 2007 Syaukani, HR., Affan Gaffar dan Ryaas Rasyid, 2002, Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan, Kerjasama PUSKAP dan Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI), Jakarta. Thoha, Miftah. 2008. Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi. Jakarta: Kencana. Jaweng, Robert Endi, Anomali Desentralisasi Asimetris, Suara Pembaruan, Selasa, 21 Desember 2010. 5