UNDANG-UNDANG DARURAT (UUDRT) NOMOR 42 TAHUN 1950 (42/1950) TENTANG BEA-BEA IMIGRASI Presiden Republik Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG DARURAT (UUDRT) NOMOR 41 TAHUN 1950 (41/1950) TENTANG MENAIKAN BEA YANG DIKENAKAN UNTUK MEMPEROLEH DOKUMEN- DOKUMEN IMIGRASI

UNDANG-UNDANG DARURAT (UUDRT) NOMOR 40 TAHUN 1950 (40/1950) TENTANG SURAT PERJALANAN REPUBLIK INDONESIA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1950 TENTANG SURAT PERJALANAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT (UUDRT) NOMOR 19 TAHUN 1950 (19/1950) TENTANG PERATURAN PENSIUN DAN ONDERSTAND KEPADA PARA ANGGOTA TENTARA ANGKATAN DARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1959 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT NO. 40 TAHUN 1950 TENTANG SURAT PERJALANAN REPUBLIK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1951 TENTANG MENAIKKAN JUMLAH MAKSIMUM PORTO DAN BEA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAFTARAN ORANG ASING Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1954 Tanggal 20 April 1954 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1955 TENTANG KEPENDUDUKAN ORANG ASING. Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

PAJAK PEREDARAN PEMBATASAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1957 TENTANG PERIZINAN PELAYARAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1953 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Nomor: 32 TAHUN 1994 (32/1994) TENTANG VISA, IZIN MASUK, DAN IZIN KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG. Nomor: 32 TAHUN 1994 (32/1994) TENTANG VISA, IZIN MASUK, DAN IZIN KEIMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Nomor: 32 TAHUN 1994 (32/1994) TENTANG VISA, IZIN MASUK, DAN IZIN KEIMIGRASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT (UUDRT) NOMOR 22 TAHUN 1950 (22/1950) TENTANG PENURUNAN CUKAI TEMBAKAU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1954 TENTANG NASIONALISASI BATAVIASCHE VERKEERSMAATSCHAPPJ (B.V.M.) NV

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 32 TAHUN 1994 TENTANG VISA, IZIN, MASUK, DAN IZIN KEIMIGRASIAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT

Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 1960 TENTANG PENGAWASAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1951 TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 7/1951, PERUBAHAN DAN TAMBAHAN UNDANG UNDANG LALU LINTAS JALAN (WEGVERKEERSORDONNANTIE, STAATSBLAD 1933 NO. 86) Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

1 of 6 18/12/ :54

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Keuangan Negara perlu diperkuat; b. bahwa atas beberapa jenis tembakau belum dikenakan cukai;

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

Indeks: BATAVIASCHE VERKEERS MAATSCHAPPIJ NV. (BVM). NASIONALISASI. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DI ATASNYA

PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MATA UANG. INDISCE MUNTWET PENGHENTIAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 23 TAHUN 1951 (23/1951) TENTANG PERUBAHAN DAN PENAMBAHAN ORDONANSI PAJAK PERALIHAN TAHUN 1944

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Bentuk: UNDANG-UNDANG. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 4 TAHUN 1961 (4/1961) Tanggal: 25 PEBRUARI 1961 (JAKARTA)

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

PETUNJUK PELAKSANAAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI NOMOR : F-309.IZ TAHUN 1995 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 163/PMK.06/2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 128/PMK.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : pasal 98 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. MEMUTUSKAN :

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1955 TENTANG PENJUALAN RUMAH-RUMAH NEGERI KEPADA PEGAWAI NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG (UU) 1947 Nomer. 20. ) (20/1947) PENGADILAN. PERADILAN ULANGAN. Peraturan peradilan ulangan di Jawa dan Madura.

Mengingat pula pasal 119 ayat (3) Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia;

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1994 TENTANG VISA IZIN MASUK, DAN IZIN KEIMIGRASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UU 25/1964, PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ORDONANSI ATURAN BEA METERAI 1921

Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1954 TENTANG UNDIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2012

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1955 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1956 TENTANG PERJALANAN LUAR NEGERI TENAGA BANGSA ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1951 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN LUAR-BIASA KEPADA PARA PEGAWAI BANGSA ASING.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ATURAN BEA MATERAI 1921 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 62 TAHUN 1958 (62/1958) Tanggal: 29 JULI 1958 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG 1946 NOMOR 22 TENTANG PENCATATAN NIKAH, NIKAH, TALAK DAN RUJUK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1950 TENTANG PINJAMAN DARURAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PENDAFTARAN DAN PENCATATAN PENDUDUK DALAM WILAYAH KABUPATEN KUTAI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia Serikat,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1994 TENTANG: SURAT PERJALANAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1949 TENTANG PEMBERIAN PENSIUN KEPADA PEGAWAI NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1957 TENTANG PERATURAN UMUM RETRIBUSI DAERAH. Presiden Republik Indonesia,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA. KEMENKUMHAM. Izin Tinggal Tetap. Alih Status. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1969 Tentang : Pelaksanaan Undang Undang No. 11 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan

UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 1947 TENTANG PERATURAN PERADILAN ULANGAN DI JAWA DAN MADURA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 18 TAHUN 1951 (18/1951) TENTANG MEMBATASI MASA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG PAJAK PEREDARAN 1950

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1951 TENTANG NASIONALISASI DE JAVASCHE BANK N.V. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1957 TENTANG PERATURAN PAJAK DAERAH. Presiden Republik Indonesia,

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG NASIONALISASI DE JAVASCHE BANK N.V.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

UNDANG-UNDANG DARURAT (UUDRT) NOMOR 42 TAHUN 1950 (42/1950) TENTANG BEA-BEA IMIGRASI 1950 Presiden Republik Indonesia Menimbang : bahwa dipandang perlu memungut pembayaran untuk pekerjaan Imigrasi, yang hingga sekarang tidak dipungut bea, menurut aturanaturan yang tertera di bawah ini dan selanjutnya untuk menaikkan beberapa tarip lainnya yang kini berlaku; Menimbang : bahwa karena keadaan-keadaan yang mendesak, peraturan pemungutan pembayaran Imigrasi perlu segera diadakan; Mengingat : Pasal 96 ayat (1) dan Pasal 117 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Mengingat pula : Pasal 1 ayat (4), Pasal 6 ayat (4), Pasal 11 dan Pasal 20 "Penetapan lzin Masuk" (Stbl. 1916-47) yang telah diubah dan ditambah; Menetapkan : MEMUTUSKAN: UNDANG-UNDANG DARURAT BEA-BEA IMIGRASI 1950. Pasal 1. (1) a. Dikenakan bea meterai tetap sebesar R 40.- (empat puluh rupiah) untuk visum-visum yang diberikan oleh wakil Republik Indonesia, yang ditempatkan di luar Indonesia untuk setiap orang yang ingin pergi ke Indonesia agar supaya ia dapat diizinkan masuk di Negeri ini menurut Pasal 6 "Penetapan Izin Masuk" (Stbl. 1916-47). b. Dikenakan bea meterai sebesar Rp. 25.- (dua puluh lima rupiah) untuk visum-visum yang diberikan oleh yang berwajib yang disebut dalam ayat tadi, untuk setiap orang yang ingin pergi ke dan tinggal di Indonesia selama-lamanya tidak lebih dari 6 bulan. c. Dikenakan bea meterai tetap sebesar R 150.- (seratus lima puluh rupiah) untuk visum-visum yang diberikan oleh atau

atas nama Kepala Jawatan Imigrasi untuk setiap orang yang dalam waktu paling lama 6 bulan ingin berkali-kali pergi ke Indonesia. (2) Pemegang-pemegang visum diplomatik dan dinas dibebaskan dari pembayaran-pembayaran yang dimaksudkan dalam ayat-ayat tadi dari pasal ini. Pasal 2. (1) Untuk tiap-tiap pemanjangan waktu yang diizinkan untuk tinggal di Indonesia seperti termasuk dalam ayat (1) b Pasal 1 diharuskan membayar bea meterai tetap sebesar R 50.- (lima puluh rupiah). (2) Jika, oleh karena pemanjangan ini, waktu 6 bulan yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1)b dilampaui, maka jumlah tersebut dalam ayat (1) pasal ini dinaikkan menjadi Rp. 100,- (seratus rupiah). Pasal 3. Jika pemegang sesuatu "Surat Izin Penduduk" ataupun "Surat Keterangan Kependudukan" yang hilang haknya sebagai penduduk, oleh karena ia berdiam di luar Indonesia lebih dari delapan belas bulan, tetapi ia masih dapat membuktikan alasan-alasan yang cukup, sebagaimana termaksud dalam peraturan yang berlaku, maka untuk mendapatkan kembali "Surat Izin Penduduk" yang dicabut pada waktu ia datang kembali ke Indonesia, ia harus membayar bea meterai tetap sebesar R 25.- (dua puluh lima rupiah). Pasal 4. (1) Paspor-paspor biasa perseorangan dikenakan pembayaran bea meterai tetap sebanyak R 10.- (sepuluh rupiah). (2) Paspor-paspor biasa untuk dua orang atau lebih dikenakan pembayaran bea meterai tetap sebanyak R. 15.- (lima belas rupiah). (3) Paspor-paspor orang asing perseorangan dikenakan pembayaran bea meterai tetap sebanyak R 50.- (lima puluh rupiah). (4) Paspor-paspor orang asing untuk dua orang atau lebih dikenakan pembayaran bea meterai tetap sebanyak R 75.- (tujuh puluh lima rupiah). (5) Pemanjangan waktu-berlakunya paspor-paspor biasa, yang dinyatakan dalam ayat 1 dan 2, dikenakan pembayaran bea meterai tetap yang sama dengan bea yang dinyatakan dalam ayat 1 dan 2 tadi. Pasal 5.

Surat izin kembali termasuk dalam pasal 6 ayat 4 "Penetapan Izin Masuk" dikenakan pembayaran bea meterai tetap sebesar R 10.- (sepuluh rupiah). Pasal 6. Pembayaran bea-bea meterai tetap, tersebut dalam Pasal I dan 4, serta pembayaran bea-bea meterai tetap untuk kartu izin masuk, pemberian serta pemanjangan waktu berlakunya paspor-paspor yang diberikan di luar Indonesia diselenggarakan dengan mata uang dari negeri, di mana surat-surat itu diberikan. Pasal 7. Undang-undang ini dinamakan "Undang-undang Darurat bea-bea Imigrasi 1950" dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1951. Pasal 8. Menteri Kehakiman, Menteri Luar Negeri dan Menteri Keuangan diwajibkan untuk melaksanakan Undang-undang Darurat ini. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang Darurat ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 1950 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SUKARNO MENTERI KEHAKIMAN, WONGSONEGORO PERDANA MENTERI MEWAKILI MENTERI LUAR NEGERI, MOHAMMAD NATSIR.

MENTERI KEUANGAN, SJAFRUDDIN PRAWIRANEGARA. Diundangkan pada tanggal 30 Desember 1950, MENTERI KEHAKIMAN, WONGSONEGORO PENJELASAN PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. l(a). Dalam Memori Penjelasan (Bahagian Umum) telah dibentangkan dengan ringkas perihal azas-azas dengan maksud supaya pemungutanpemungutan bea imigrasi di luar-negeri didasarkan atas dollar Amerika. Berdasarkan azas-azas ini serta mengingat, bahwa pada waktu membuat systeem tarip-tarip baru, prinsip yang mengenai kedua belah fihak harus juga disesuaikan, maka untuk pemberian visum di luar negeri dikemukakan jumlah sebesar R 40,- (empat puluh rupiah) uang Indonesia. Buah pikiran yang memberikan jalan pada penetapan jumlah ini, ialah sebagai berikut: Amerika Serikat menuntut misalnya, buat visum sebanyak 10 dollar, yang harus dibayar dalam valuta Amerika, biarpun visum itu diminta dinegara manapun juga. Harga uang tersebut di atas, menurut perhitungan kurs-tengah (middenkoers) resmi yatiu R 3.80 akan mempunyai arti R 38,- dibulatkan menjadi R 40,-. Kurs-kurs yang resmi ini ditetapkan dalam Stbl. 1949 No. 386 tertanggal 13 Desember 1949. Dalam Staatsblad tersebut di atas telah ditetapkan kurs untuk rupiah Belanda, dollar Amerika dan pond Inggeris, sedangkan harga valuta luar negeri lainnya, tehnis diperhitungkan dengan nilai dollar Amerika. Dollar Amerika yang dipakai sebagai dasar, juga sesuai dengan cara yang diturut dalam perjanjian-perjanjian Bretton Woods, dalam mana nilainya

semua valuta dituliskan dalam dollar Amerika. Tetapi pada hakekatnya dipandang perlu supaya kepada Kedutaankedutaan dan Konsulat-konsulat di luar negeri, serta kantor-kantor Imigrasi di Den Haag dan Singapura, dan juga pada kantor-kantor Imigrasi lainnya yang mungkin akan dibuka di Luar Negeri, senantiasa diberitahukan tentang "Kurs - rata-rata - tiap-tiap bulan" (gemiddelde maandkoersen) dari valuta masingmasing. 1(b). Visum untuk perjalanan ke Indonesia biasanya diminta dan diperoleh untuk berdiam buat waktu yang terbatas. Dalam hal-hal yang demikian, yang pada hakekatnya tidak berarti pengizinan masuk yang sebenarnya ke Indonesia menurut pasal 6 "Penetapan Izin Masuk" (Stbl. 1916-47), yang berkepentingan menerima Surat Izin Masuk untuk Waktu Singkat yang hanya berlaku selama-lamanya 6 bulan. Pada dasarnya dokumen itu mempunyai sifat sama dengan surat keterangan izin masuk sementara yang dulu. Kiranya dapat dianggap adil jika visum yang diberikan untuk berdiam buat waktu yang singkat (kurang dari 6 bulan) dikenakan bea yang lebih rendah dari pada visum yang diberikan dengan maksud berdiam tetap dinegeri ini. Penumpang-penumpang seperti pindah-kapal dan tinggal-lalu, pada hakekatnya tidak dikenankan bea visum. 1 (c). "Visum buat beberapa perjalanan (ke Indonesia) yang dimaksudkan disini hanya dapat diberikan, apabila kepada Kepala Kantor Imigrasi dapat diperlihatkan, bahwa hal itu dapat dipertanggung-jawabkan dan atau sangat diperlukan. Karena pemberian pasilitet ini mempunyai corak luar biasa, maka pembayaran sebesar R 150,- (seratus lima puluh rupiah) adalah beralasan. 2. Sopan santun internasional dan kedudukan jabatan yang bersangkutan menghendaki supaya pembebasan yang sudah ada dilanjutkan. Pasal 2. Sebagaimana di atas telah diuraikan dalam penjelasan mengenai pasal 1 ayat I (b) maka seringkali kejadian yang visum untuk perjalanan ke Indonesia

diminta dan diperoleh untuk berdiam dalam waktu yang terbatas di Negeri ini. Sering terjadi, bahwa yang berkepentingan, mengajukan permohonan supaya waktu yang diberikan kepadanya diperpanjang lagi. Oleh karena alasan dari permintaan perpanjangan tersebut memerlukan pemeriksaan yang kritis, maka pembayaran untuk jangan berdiam yang didapat itu, dengan sendirinya dapat dipertanggung-jawabkan. Dipandang perlu, supaya jumlah uang yang harus dibayar itu, ditetapkan tidak terlalu rendah, oleh karena dalam praktek umumnya diperoleh kesan, bahwa pemohon-pemohon dengan sesuatu maksud, pura-pura sangat berhatiberhati dalam menaksir lamanya waktu untuk berdiam di Negeri ini dan dengan tujuan akan menggampangkann procedure visum, atau menghindarkannya seluruhnya. Berhubung dengan ini perlu diberitakan, bahwa visum untuk mengunjungi Indonesia buat waktu yang singkat, dapat diberikan oleh Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dengan tidak usah mendapat izin lebih dulu dari Kepala Jawatan Imigrasi. Tak perlu mendapat penjelasan lebih lanjut, bahwa visum yang diberikan dengan tidak mendapat izin lebih dari Kepala Jawatan Imigrasi, pada satu fihak adalah sesuai dengan tuntutan-tuntutan perhubungan-perdagangan yang modern dan pada fihak yang lain dipandang dari sudut Imigrasi tak terlepas dari sangkaan yang terbit dari muslihat pengawasan yang teliti, maka dalam hal ini dengan sendirinya procedure visum tidak usah dilakukan. Terutama harus dicegah, supaya procedure-visum dalam prakteknya jangan sampai dilumpuhkan dengan memberikan kesempatan secara gampang dan mudah untuk mengubah izin berdiam waktu singkat di Negeri ini dengan "Izin Masuk" menurut pasal 6 "Penetapan Izin Masuk". Karena alasan-alasan praktis tidak menghendaki lagi penjelasan yang lebih luas, maka orang-orang yang lebih dari 6 bulan berdiam di Negeri ini, dapat diizinkan masuk menurut pasal 6 "Penetapan Izin Masuk", apabila mereka menurut keadaan memenuhi syarat-syarat untuk itu. Ketika menetapkan jumlah yang harus dibayar untuk perpanjangan waktu berdiam, masing-masing R 50,- (perpanjangan waktu sampai 6 bulan) dan R 100,- (lebih dari 6 bulan), juga diperhatikan keadaan, bahwa yang berkepentingan sudah membayar uang pendaratan. Pasal 3. Pemegang dari yang dinamakan "Surat Izin Penduduk", dan juga "Surat Keterangan Kependudukan" yang oleh karenanya dianggap syah bertempat tinggal dinegeri ini dan dari itu adalah penduduk Indonesia, seperti yang ditentukann dalam Pasal 16 "Indische Staatsregeling" status kependudukannya akan hilang apabila ia lebih dari 18 bulan berada di luar negeri, kecuali jika ia

dapat memberikan bukti penyangkal yang menyatakan, bahwa ia dapat dianggap masih memiliki status kependudukannya itu. Oleh karena untuk membuat sesuatu pertimbangan, apa bukti penyangkal yang dikemukan oleh yang berkepentingan itu dapat dianggap cukup menghendaki pemeriksaan administrasi dan dalam beberapa hal memakan waktu yang banyak, maka dianggap telah pada tempatnya untuk memperhitungkan hal itu dengan meminta kerugian. Untuk ini jumlah sebesar R 25,- (dua puluh lima rupiah) dianggap tidaklah tinggi. Pasal 4. Ayat 1 dan 2 pasal ini tidak memerlukan penjelasan yang luas. Tarip-tarip yang sekarang, yang dimuat dalam pasal 45 "Zegelverordening 1921", terakhir diubah dalam Staatsblad 1949 No. 251, masih berlaku. Juga karena alasan-alasan psychologis, maka dianggap kurang pada tempatnya jika bea meterai bagi warga-negara yang baru saja dalam bulan Oktober yang lalu dilipat gandakan, dinaikkan, lagi. Pendirian yang di atas tak mungkin berlaku bagi mereka yang tidak mempunyai kesempatan untuk mendapat paspor dari negerinya sendiri, ataupun mereka yang tidak mempunyai kewarga-negaraan. Kepada mereka oleh negeri ini diberi kesempatan untuk memperoleh dokumen perjalanan. Melihat gunanya yang besar, bahwa yang berkepentingan sangat memerlukan surat keterangan diri yang resmi seraya surat perjalanan, maka penggantian kerugian yang dimintakan itu, dianggap tidaklah tinggi. Ayat 4 dan 5 tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut. Pasal 5. Surat-surat izin kembali yang diberikan Jawatan Imigrasi kepada mereka yang hanya untuk waktu singkat hendak meninggalkan Indonesia (4 bulan, dan dalam hal luar biasa 6 bulan) dan kembali lagi sesudah izinnya berakhir, adalah pemberian kelonggaran yang kerap kali dipergunakan, terutama oleh kaum pedagang. Juga dalam hal ini, walaupun dengan pemungutan yang kecil adalah pada tempatnya, lebih-lebih karena administrasi mengenai surat-surat Izin Kembali itu menghendaki banyak pekerjaan. Pasal 6. Untuk ini dipersilahkan membaca Memori Penjelasan Bahagian Umum dan penjelasan yang diberikan pada pasal 1 ayat 1. Pembayaran surat-surat Izin Masuk yang di Den Haag dan juga pada Kantor-kantor Imigrasi lainnya yang mungkin akan dibuka di Luar Negeri (lihat

pasal 5 A Penetapan Izin Masuk) menurut keadaannya dilakukan masing-masing dengan uang Belanda dan Straits Dollar. Tambahan Lembaran-Negara No. 77 Tahun 1950. -------------------------------- CATATAN Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1950 YANG TELAH DICETAK ULANG