BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 SEBESAR 2,93 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2014 SEBESAR 4,24 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2009 SEBESAR 3,88 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 SEBESAR 6,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008 SEBESAR -3,94 PERSEN

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007 SEBESAR 4,89 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 SEBESAR -0,03 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012

BADAN PUSAT STATISTIK

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 %

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2010

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I TAHUN 2014

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014

BERITA RESMISTATISTIK

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2012

BADAN PUSAT SATISTIK PROPINSI KEPRI

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013

BERITA RESMI STATISTIK

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN II TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERKEMBANGAN PDRB Triw I-2009 KALSEL

BERITA RESMI STATISTIK

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN III-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN III/2012

BERITA RESMI STATISTIK

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2010

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN IV TAHUN 2013

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN III/2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2011

Transkripsi:

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun yang diukur dari pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 meningkat 5,40 persen terhadap PDRB tahun 2012. Semua sektor perekonomian tumbuh positif dan pertumbuhan tertinggi dicapai sektor industri pengolahan sebesar 7,81 persen. Dari sisi supplai, sumber utama pertumbuhan ekonomi DIY tahun dihasilkan oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan andil 1,31 persen dan diikuti sektor jasa-jasa serta sektor industri pengolahan dengan andil masing-masing sebesar 0,98 persen. Nilai PDRB DIY tahun atas dasar harga berlaku mencapai Rp 63,69 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2000 mencapai Rp 24,57 triliun. Secara triwulanan, nilai PDRB DIY pada triwulan IV meningkat sebesar 0,02 persen dibandingkan dengan triwulan III (q-to-q) dan meningkat 4,32 persen dibandingkan dengan triwulan IV 2012 (y-on-y). Dari sisi permintaan/penggunaan, sebagian besar PDRB digunakan untuk memenuhi konsumsi rumah tangga dengan proporsi 52,27 persen, diikuti oleh pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi fisik sebesar 31,26 persen, dan konsumsi pemerintah 26,39 persen. Hampir semua komponen PDRB penggunaan mengalami pertumbuhan positif selama tahun. yang tertinggi terjadi pada komponen ekspor barang dan jasa sebesar 6,38 persen dan diikuti oleh konsumsi rumah tangga sebesar 5,82 persen, konsumsi pemerintah sebesar 5,31 persen dan PMTB sebesar 5,02 persen. Sumber utama pertumbuhan ekonomi DIY pada tahun didorong oleh konsumsi rumah tangga dan ekspor barang dan jasa dengan andil masing-masing sebesar 2,81 persen, diikuti PMTB 1,32 persen, dan konsumsi pemerintah 1,07 persen. PDRB per kapita atas dasar harga berlaku tahun mencapai Rp 17,98 juta dan senilai dengan Rp 6,93 juta atas dasar harga konstan 2000. 1. Ekonomi Tahun Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang diukur dari nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) tahun tercatat sebesar Rp 63,69 triliun. Nilai tersebut setara dengan Rp 24,57 triliun jika dihitung dengan harga konstan tahun 2000 (PDRB riil). Dibandingkan dengan PDRB riil tahun 2012 yang mencapai Rp 23,31 triliun, maka kinerja perekonomian DIY selama tahun mampu tumbuh positif sebesar 5,40 persen (Gambar 1). Angka 5,40 persen ini menjadi angka 1

pertumbuhan tertinggi yang mampu dicapai DIY selama lebih dari satu dekade pasca krisis ekonomi 1997/1998. Gambar 1. PDRB D.I. Yogyakarta 2007- Atas Dasar Harga Berlaku, Harga Konstan 2000 (Rp Triliun) dan Ekonomi (Persen) 70 60 50 40 30 20 10 5,03 5,17 5,32 5,40 4,88 63,69 4,31 4,43 57,03 51,79 45,63 41,41 38,10 32,92 18,29 19,21 20,06 21,04 22,13 23,31 24,57 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0 2007 2008 2009 2010 2011 2012 PDRB ADHB (Rp Triliun) PDRB ADHK 2000 (Rp Triliun) (Persen) 0,00 Tingginya laju pertumbuhan ekonomi yang dicapai selama tahun didorong oleh pertumbuhan positif di semua sektor perekonomian (Tabel 1). yang tertinggi terjadi di sektor industri pengolahan yang mampu tumbuh sebesar 7,81 persen, setelah pada tahun sebelumnya mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) sebesar 2,28 persen. Golongan industri makanan, minuman, dan tembakau; industri tekstil, produk tekstil, alas kaki dan kulit; dan industri furnitur memberi kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan di sektor industri pengolahan yang produksinya sangat dipengaruhi oleh permintaan domestik melalui kegiatan pariwisata maupun permintaan ekspor. tertinggi berikutnya dihasilkan oleh sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 6,54 persen dan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 6,30 persen. Sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa yang cukup dominan dalam struktur perekonomian DIY juga mampu tumbuh meyakinkan masing-masing sebesar 6,20 persen dan 5,57 persen. Sektor pertanian menjadi lapangan usaha yang memiliki laju pertumbuhan terendah, meskipun masih tumbuh positif sebesar 0,63 persen dan mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Besarnya andil atau sumbangan masing-masing sektor dalam menghasilkan pertumbuhan ekonomi di DIY didominasi oleh sektor-sektor yang memiliki nilai nominal besar, walaupun pertumbuhan sektor yang bersangkutan relatif kecil. Sektor yang memberi sumbangan terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi DIY tahun adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan andil 1,31 persen. Besarnya andil yang diberikan oleh sektor industri pengolahan dan sektor jasa-jasa terhadap pertumbuhan ekonomi DIY masing-masing sebesar 0,98 persen, meskipun dari sisi pertumbuhan yang dihasilkan sektor industri pengolahan menjadi yang tertinggi. Andil yang terendah terhadap pertumbuhan DIY diberikan oleh sektor pertambangan dan penggalian sebesar 0,03 persen (Tabel 1). 2

Tabel 1. Nilai PDRB ADHB, ADHK 2000, Laju dan Sumber Ekonomi DIY menurut Lapangan Usaha Tahun 2012 dan Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku (Miliar rupiah) Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Miliar rupiah) Laju (Persen) Andil (Persen) 2012 2012 2012 2012 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 1. Pertanian 8.355,33 8.861,28 3.706,92 3.730,30 4,19 0,63 0.67 0,10 2. Pertambangan dan Penggalian 379,95 416,53 159,81 167,67 1,98 4,92 0.01 0,03 3. Industri Pengolahan 7.609,34 8.771,19 2.915,12 3.142,84-2,28 7,81-0.31 0,98 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 727,57 796,70 215,54 229,64 7,11 6,54 0.06 0,06 5. Konstruksi 6.186,32 6.908,38 2.318,45 2.459,17 5,97 6,07 0.59 0,60 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 11.457,20 13.152,52 4.920,05 5.225,06 6,69 6,20 1.39 1,31 7. Pengangkutan dan Komunikasi 4.903,52 5.400,53 2.581,62 2.744,15 6,21 6,30 0.68 0,70 8. Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 5.876,20 6.543,15 2.402,72 2.552,44 9,95 6,23 0.98 0,64 9. Jasa-jasa 11.536,32 12.840,03 4.088,34 4.316,21 7,09 5,57 1.22 0,98 PDRB 57.031,75 63.690,32 23.308,56 24.567,48 5,32 5,40 5.32 5,40 2. Ekonomi Triwulan IV Kinerja perekonomian DIY selama triwulan IV yang digambarkan oleh laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan 2000 meningkat sebesar 0,02 persen dibanding triwulan III (q-toq). Peningkatan ini didorong oleh pertumbuhan di semua sektor, kecuali sektor pertanian dan sektor jasa-jasa yang mengalami kontraksi masing-masing sebesar 15,29 persen dan 5,28 persen. Kontraksi di sektor pertanian disebabkan oleh penurunan produksi tanaman bahan makanan terutama tanaman padi, jagung dan kedelai; tanaman perkebunan terutama tebu; dan perikanan tangkap. Sementara, kontraksi di sektor jasa-jasa disebabkan oleh penurunan output di sub sektor jasa pemerintahan umum meskipun output di sub sektor jasa swasta sedikit meningkat. Kontraksi di kedua sektor ini memberikan andil negatif terhadap pertumbuhan q-to-q masing-masing sebesar 2,20 persen dan 0,99 persen (Tabel 2). tertinggi selama Triwulan IV terjadi di sektor konstruksi yang mampu tumbuh sebesar 22,98 persen terkait dengan fenomena penyelesaian pembangunan sarana/prasarana fisik yang didanai oleh pemerintah melalui APBN/APBD dan masih tingginya volume pembangunan properti dan hotel di kawasan DIY. yang signifikan ini memberikan andil positif terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi q-to-q DIY sebesar 2,24 persen. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; sektor pengangkutan dan komunikasi; serta sektor perdagangan, hotel dan restoran juga mengalami pertumbuhan positif masing-masing sebesar 2,58 persen, 2,40 persen dan 1,61 persen. Andil terhadap pertumbuhan q-to-q yang dihasilkan oleh ketiga sektor tersebut masing-masing sebesar 0,27 persen, 0,27 persen dan 0,34 persen. Perekonomian DIY secara y-on-y (triwulan IV terhadap triwulan IV 2012) mengalami pertumbuhan positif sebesar 4,32 persen. Angka ini sedikit menguat bila dibandingkan dengan pertumbuhan y-on-y pada triwulan yang sama di tahun 2012 yang tumbuh sebesar 4,28 persen. Perbandingan secara y-on-y menghasilkan pertumbuhan positif di semua sektor perekonomian, kecuali sektor pertanian yang tumbuh negatif 2,21 persen. Hal ini disebabkan oleh penurunan produksi sub sektor tanaman bahan makanan sebagai dampak pergeseran musim tanam dan musim panen. Tiga 3

sektor perekonomian yang mengalami pertumbuhan y-on-y tertinggi terdiri sektor jasa-jasa sebesar 9,62 persen; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 7,05 persen; dan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 6,17 persen. Dari sisi andil terhadap pertumbuhan y-on-y yang tertinggi dihasilkan oleh sektor jasa-jasa sebesar 1,62 persen dan diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 0,83 persen. Lapangan Usaha Tabel 2. Laju PDRB DIY menurut Lapangan Usaha Triw IV thd. Triw III (q-to-q) Triw IV thd. Triw IV 2012 (y-on-y) Triw I-IV thd. Triw I-IV 2012 (c-to-c) Sumber PDRB Triw IV (q-to-q) Sumber PDRB Triw IV (y-on-y) Sumber PDRB Triw IV (c-to-c) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Pertanian -15,29-2,21 0,63-2,20-0,29 0,10 2. Pertambangan dan Penggalian 5,11 4,88 4,92 0,03 0,03 0,03 3. Industri Pengolahan 0,28 4,41 7,81 0,04 0,56 0,98 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 0,96 4,21 6,54 0,01 0,04 0,06 5. Konstruksi 22,98 0,85 6,07 2,24 0,11 0,60 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 1,61 3,80 6,20 0,34 0,83 1,31 7. Pengangkutan dan Komunikasi 2,40 6,17 6,30 0,27 0,70 0,70 8. Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 2,58 7,05 6,23 0,27 0,73 0,64 9. Jasa-jasa -5,28 9,62 5,57-0,99 1,62 0,98 PDRB 0,02 4,32 5,40 0,02 4,32 5,40 3. Nilai PDRB atas dasar Harga Berlaku dan Konstan Triwulan IV 2012 Nilai nominal PDRB atas dasar harga berlaku yang dihasilkan di DIY selama triwulan IV mencapai Rp 16,62 triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan III yang mencapai Rp 16,43 triliun. Jika dinilai dengan harga konstan pada tahun dasar 2000, maka nilai riil PDRB triwulan IV mencapai Rp 6,23 triliun dan meningkat 0,02 persen dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sektor yang menghasilkan nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku terbesar pada triwulan IV adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yang mencapai Rp 3,52 triliun, sehingga mempunyai kontribusi sebesar 21,18 persen terhadap total PDRB DIY selama triwulan IV. Sektor jasa-jasa menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 3,34 triliun dan memberi kontribusi terbesar kedua sebesar 20,08 persen terhadap total PDRB. Sektor-sektor lainnya yang memiliki nilai tambah di atas Rp 2 triliun adalah sektor industri pengolahan Rp 2,27 triliun serta sektor konstruksi sebesar Rp 2,12 triliun. Atas dasar harga konstan 2000, sektor-sektor yang memberi kontribusi terbesar terhadap pembentukan nilai tambah dalam perekonomian DIY adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai tambah sebesar Rp 1,35 triliun. Berikutnya adalah sektor jasa-jasa dengan nilai tambah sebesar Rp 1,10 triliun. Sektor-sektor yang lainnya menghasilkan nilai tambah bruto dengan nilai kurang dari Rp 1 triliun (Tabel 3). 4

Tabel 3. Nilai PDRB DIY menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan 2000 (Miliar Rupiah) Lapangan Usaha Triw. I Harga Berlaku Harga Konstan 2000 Triw. II Triw. III Triw. IV Triw. I Triw. II Triw. III (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Triw. IV 1. Pertanian 2.800,54 2.000,88 2.186,56 1.873,30 1.216,42 856,23 897,45 760,20 2. Pertambangan dan Penggalian 99,75 100,66 104,68 111,44 40,75 40,79 41,99 44,14 3. Industri Pengolahan 2.091,07 2.177,78 2.231,16 2.271,18 770,05 792,61 788,97 791,21 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 192,99 200,35 198,02 205,36 56,85 58,61 56,82 57,36 5. Konstruksi 1.496,35 1.579,38 1.710,50 2.122,15 536,23 565,84 608,62 748,48 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 3.042,23 3.181,10 3.408,38 3.520,81 1.246,10 1.293,47 1.332,05 1.353,44 7. Pengangkutan dan Komunikasi 1.234,64 1.286,67 1.416,86 1.462,36 650,18 676,65 700,24 717,08 8. Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 1.561,18 1.599,60 1.663,11 1.719,27 618,99 629,56 643,66 660,24 9. Jasa-jasa 2.907,62 3.087,66 3.507,50 3.337,26 996,51 1.053,22 1.163,96 1.102,53 PDRB 15.426,36 15.214,08 16.426,75 16.623,13 6.132,08 5.966,96 6.233,75 6.234,69 4. Struktur PDRB menurut Lapangan Usaha Distribusi persentase PDRB menurut sektor ekonomi atau lapangan usaha atas dasar harga berlaku menunjukkan seberapa besar peranan suatu sektor dalam perekonomian dan perubahan distribusi yang terjadi penggambarkan perubahan dalam struktur perekonomian antar waktu (triwulan/semester/ tahun). Struktur perekonomian DIY selama triwulan IV 2012 dan triwulan IV memiliki pola yang hampir sama. Lapangan usaha yang cukup dominan dalam perekonomian selama dua periode terdiri dari sektor perdagangan, hotel dan restoran; dan sektor jasa-jasa dengan kontribusi sekitar 20 persen. Kontribusi terbesar selanjutnya adalah sektor industri pengolahan; sektor konstruksi; dan sektor pertanian dengan kontribusi di atas 10 persen. Namun demikian, selama rentang dua periode terjadi sedikit perubahan dalam kontribusi sektoral. Sektor jasa-jasa dan sektor pertanian adalah lapangan usaha yang memiliki kontribusi semakin meningkat, sementara kontribusi sektor pertanian dan sektor konstruksi justru semakin menurun. Komposisi sektoral dalam PDRB tahunan sedikit berbeda dengan PDRB triwulanan, karena ada beberapa sektor yang memiliki pola musiman seperti sektor pertanian dan sektor konstruksi. Perbandingan komposisi sektoral PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2012 dan juga relatif sama. Lapangan usaha yang dominan dalam struktur perekonomian di tahun 2012 dan terdiri dari sektor perdagangan, hotel dan restoran; dan sektor jasa-jasa dengan nilai kontribusi di atas 20 persen. Kontribusi terbesar selanjutnya dihasilkan oleh sektor industri pengolahan dan sektor pertanian dengan nilai 13-14 persen, diikuti oleh sektor konstruksi dengan andil sekitar 11 persen. Sementara, sektor yang lainnya memiliki kontribusi di bawah 10 persen. Selama periode 2012-, terjadi perubahan dalam kontribusi masing-masing lapangan usaha. Sektor perdagangan, hotel dan restoran; dan sektor industri menjadi dua sektor yang kontribusinya semakin meningkat dengan perubahan masing-masing sektor sebesar 0,56 persen dan 0,43 persen. Sementara, kontribusi sektor-sektor yang lainnya cenderung menurun seperti sektor pertanian; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor jasa-jasa; sektor listrik, gas dan air bersih, sektor keuangan, 5

persewaan dan jasa perusahaan; dan sektor pertambangan dan penggalian kontribusinya menurun dengan besaran yang bervariasi. Tabel 4. Struktur PDRB dan Perubahannya menurut Lapangan Usaha Triwulan IV 2012- (Persen) Lapangan Usaha Triw. IV 2012 Triw. IV Perubahan 2012 Perubahan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Pertanian 11,93 11,27-0,66 14,65 13,91-0,74 2. Pertambangan dan Penggalian 0,68 0,67-0,01 0,67 0,65-0,01 3. Industri Pengolahan 13,63 13,66 0,03 13,34 13,77 0,43 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 1,24 1,24 0,00 1,28 1,25-0,02 5. Konstruksi 13,58 12,77-0,81 10,85 10,85 0,00 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 20,80 21,18 0,38 20,09 20,65 0,56 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8,61 8,80 0,19 8,60 8,48-0,12 8. Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 10,25 10,34 0,10 10,30 10,27-0,03 9. Jasa-jasa 19,29 20,08 0,79 20,23 20,16-0,07 PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 5. PDRB menurut Penggunaan PDRB dari sisi penggunaan merupakan penjumlahan dari komponen-komponen permintaan akhir yang terdiri dari konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto (PMTB), ekspor, impor, dan lainnya (gabungan dari konsumsi lembaga nirlaba, perubahan inventori, dan diskrepansi statistik/residual). Nilai PDRB DIY atas dasar harga berlaku yang terbentuk selama tahun sebesar Rp 63,69 triliun dan sebagian besar digunakan untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga dengan nilai Rp 33,29 triliun. Komponen pembentukan modal tetap bruto menggunakan Rp 19,91 triliun dan komponen konsumsi pemerintah menggunakan Rp 16,81 triliun, sementara sisanya adalah komponen net ekspor dan komponen lainnya. Selama tahun perekonomian DIY mampu tumbuh sebesar 5,40 persen. ini didorong oleh meningkatnya semua komponen permintaan akhir dalam PDRB penggunaan, terutama konsumsi rumah tangga yang mampu tumbuh sebesar 5,82 persen dan mampu memberikan andil terhadap pertumbuhan sebesar 2,81 persen. Dibandingkan dengan pertumbuhan selama tahun 2012 yang mencapai 6,74 persen (andil sebesar 3,22 persen), pertumbuhan konsumsi rumah tangga di tahun sedikit melambat sebagai dampak dari melemahnya daya beli masyarakat akibat kenaikan harga (inflasi) barang dan jasa kebutuhan rumah tangga yang mencapai level 7,32 persen selama tahun. Komponen PMTB selama tahun mengalami pertumbuhan sebesar 5,02 persen dan memberi andil sebesar 1,32 persen terhadap pertumbuhan PDRB DIY. Dibandingkan dengan tahun 2012, level pertumbuhan PMTB mengalami peningkatan. Komponen konsumsi pemerintah juga mampu tumbuh positif sebesar 5,31 persen dan memberi andil sebesar 1,07 persen terhadap pertumbuhan ekonomi DIY selama tahun. Pencairan dana khusus sebagai implementasi Keistimewaan Yogyakarta memberi sedikit pengaruh terhadap peningkatan konsumsi pemerintah selama tahun. Ketergantungan terhadap barang dan jasa dari luar daerah dan luar negeri oleh penduduk DIY masih cukup tinggi. Hal ini 6

diindikasikan oleh nilai net ekspor yang bertanda negatif (nilai impor lebih besar dari nilai ekspor), bahkan selama tahun net ekspor yang bertanda negatif ini meningkat cukup signifikan sebesar 26,88 persen. Tabel 5. Nilai dan Laju PDRB D.I. Yogyakarta menurut Penggunaan Tahun 2011 dan 2012 Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku (Miliar rupiah) Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Miliar rupiah) Laju (Persen) Andil (Persen) 2012 2012 2012 2012 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 1. Konsumsi Rumah Tangga 29.350,92 33.293,53 11.281,01 11.937,09 6,74 5,82 3,22 2,81 2. Konsumsi Pemerintah 14.764,65 16.809,33 4.675,09 4.923,54 5,26 5,31 1,06 1,07 3. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 17.868,28 19.908,29 6.106,98 6.413,76 4,96 5,02 1,30 1,32 4. Ekspor 23.514,84 26.907,82 10.282,58 10.938,46 7,65 6,38 3,30 2,81 5. Impor 31.290,93 36.372,04 10.027,03 10.614,22 6,87 5,86 2,91 2,52 6. Lainnya *) 2.824,01 3.143,38 989,93 968,84-12,73-2,13-0,65-0,09 PDRB 57.031,75 63.690,32 23.308,56 24.567,48 5,32 5,40 5,32 5,40 *) Termasuk Konsumsi Lembaga Nirlaba, Perubahan Inventori dan Diskrepansi Statistik (Residual) PDRB tahunan yang disajikan di atas merupakan pertumbuhan kumulatif dari PDRB triwulanan yang terbentuk pada tahun yang bersangkutan. Perkembangan PDRB penggunaan secara triwulanan disajikan dalam Tabel 6. Memasuki triwulan IV (q-to-q), semua komponen PDRB menurut penggunaan menunjukkan pertumbuhan positif. PMTB mencatat pertumbuhan terbesar yaitu 11,03 persen yang berkaitan dengan karena momentum tutup anggaran kegiatan proyek sarana/prasarana baik fisik maupun non fisik pemerintah yang diselesaikan selama triwulan ini. Komponen konsumsi pemerintah mencatat pertumbuhan q-to-q sebesar 5,22 persen selama triwulan IV. Sementara, konsumsi rumah tangga secara q-to-q meningkat tipis sebesar 1,53 persen. Konsumsi makanan dan non makanan yang dilakukan rumah tangga pada dasarnya telah meningkat secara tajam selama triwulan III yang berkaitan dengan liburan sekolah dan perayaan hari raya Lebaran/Idul Fitri 1434 H. Namun dengan adanya momentum hari raya Idul Adha, hari raya Natal dan liburan akhir tahun yang terjadi selama triwulan IV, maka konsumsi selama triwulan ini masih cukup tinggi. Pola pertumbuhan semua komponen PDRB penggunaan secara y-on-y atau terhadap triwulan yang sama pada tahun sebelumnya juga menunjukkan peningkatan (Tabel 6). Selama triwulan IV, konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 5,96 persen dibandingkan dengan triwulan IV 2012. Hal ini memberi gambaran dampak negatif pengurangan subsidi BBM (kenaikan harga bahan bakar minyak) terhadap daya beli penduduk maupun inflasi barang dan jasa kebutuhan rumah tangga lainnya seperti yang dibayangkan pada saat sebelumnya tidak sepenuhnya terjadi. Meskipun secara y-on-y, pertumbuhan di triwulan IV sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan yang sama di tahun 2012 daya beli penduduk tidak menurun secara drastis. Komponen konsumsi pemerintah secara y-on-y meningkat sebesar 5,48 persen, sementara PMTB meningkat 2,22 persen. 7

Tabel 6. Laju PDRB menurut Komponen Penggunaan (Persen) Komponen Penggunaan Triw IV thd Triw III (q to q) Triw IV thd Triw IV 2012 (y-on-y) Triw I-IV thd Triw I-IV 2012 (c-to-c) (1) (2) (3) (4) 1. Konsumsi Rumah Tangga 1,53 5,96 5,82 2. Konsumsi Pemerintah 5,22 5,48 5,31 3. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 11,03 2,22 5,02 4. Ekspor 3,47 6,47 6,38 5. Impor 6,62 5,01 5,86 6. Lainnya *) -86,18-63,47-2,13 PDRB 0,02 4,32 5,40 *) Termasuk Konsumsi Lembaga Nirlaba, Perubahan Inventori dan Diskrepansi Statistik (Residual) Nilai nominal PDRB yang dihasilkan di triwulan IV sebagian besar digunakan untuk membiayai impor dengan nilai mencapai Rp 10,10 triliun atau 60,78 persen terhadap total PDRB DIY. Nilai tersebut melebihi nilai ekspor yang sebesar Rp 7,10 triliun sehingga ekspor neto selama triwulan IV tercatat negatif sebesar Rp 3,00 triliun. Penggunaan PDRB terbesar selama triwulan IV 3013 digunakan untuk konsumsi rumah tangga dengan nilai sebesar Rp 8,74 triliun atau 52,57 persen terhadap nilai total PDRB. Selanjutnya adalah penggunaan untuk PMTB atau investasi fisik dengan nilai Rp 5,82 triliun atau 35,01 persen dari total PDRB DIY. Sementara, penggunaan untuk konsumsi pemerintah mencapai Rp 4,85 triliun atau 35,01 persen dari total PDRB. Masih tingginya porsi PDRB yang digunakan untuk keperluan konsumsi, menunjukkan belum optimalnya upaya menarik kegiatan investasi yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Tabel 7. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, Konstan dan Distribusi Persentase menurut Komponen Penggunaan Triwulan IV Komponen Penggunaan PDRB ADH Berlaku (Miliar Rupiah) PDRB ADH Konstan 2000 (Miliar Rupiah) Distribusi Persentase (%) (1) (2) (3) (4) 1. Konsumsi Rumah Tangga 8.739,42 3.063,42 52,57 2. Konsumsi Pemerintah 4.847,61 1.375,59 29,16 3. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 5.820,45 1.819,45 35,01 4. Ekspor 7.103,33 2.806,98 42,73 5. Impor 10.103,89 2.864,53 60,78 6. Lainnya *) 216,21 33,79 1,30 PDRB 16.623,13 6.234,69 100,00 *) Termasuk Konsumsi Lembaga Nirlaba, Perubahan Inventori dan Diskrepansi Statistik (Residual) 8

6. PDRB Per Kapita PDRB per kapita dihitung berdasarkan nilai PDRB atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan dibagi dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun. Nilai nominal PDRB per kapita DIY atas dasar harga berlaku tahun mencapai Rp 17,98 juta. Nilai ini meningkat 9,95 persen dibandingkan dengan tahun 2012 yang sebesar Rp 16,35 juta. Secara riil (atas dasar harga konstan 2000), nilai PDRB per kapita DIY tahun mencapai Rp 6,94 juta dan meningkat 3,78 persen dibandingkan dengan tahun 2012 yang sebesar Rp 6,68 juta. Secara kasar, angka ini mengindikasikan tingkat kesejahteraan penduduk yang semakin meningkat. Tabel 8. Nilai PDRB Per Kapita D.I. Yogyakarta Tahun 2012 dan Rincian 2011 2012 (1) (2) (3) (4) PDRB ADHB (Rp Miliar) 51.785,15 57.031,75 63.690,32 PDRB per Kapita ADHB (Rp Juta) 14,85 16,35 17,98 (Persen) 10,13 9,95 PDRB ADHK 2000 (Rp miliar) 22.131,77 23.308,56 24.567,48 PDRB per Kapita ADHK 2000 (Rp Juta) 6,35 6,68 6,94 (Persen) 5,32 3,78 Jumlah Penduduk (Jiwa) 3.487.327 3.487.327 3.541.922 7. Perbandingan Nilai PDRB Antar Provinsi Tabel 9 menyajikan ringkasan perbandingan PDRB triwulan IV beserta pertumbuhan dan kontribusinya terhadap total PDRB 33 provinsi. Provinsi-provinsi yang memiliki kontribusi terbesar terhadap total PDRB 33 provinsi triwulan IV adalah provinsi-provinsi yang berada di Pulau Jawa, yaitu DKI Jakarta (16,72%), Jawa Timur (14,87%), Jawa Barat (14,17%) dan Jawa Tengah (7,96%). Secara keseluruhan, Pulau Jawa mempunyai andil sebesar 57,78 persen dalam pembentukan PDB nasional. Fenomena ini menunjukkan bahwa kegiatan perekonomian masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Pemberi kontribusi terbesar ke-5 terhadap total PDRB 33 provinsi adalah Provinsi Riau dengan andil sebesar 6,96 persen. Kontribusi PDRB DIY terhadap total PDRB 33 provinsi di triwulan IV sebesar 0,84 persen dan memiliki peringkat terendah di Pulau Jawa. Secara nasional, andil PDRB DIY menempati peringkat ke-20. Rendahnya peringkat andil PDRB DIY disebabkan karena cakupan wilayah dan jumlah penduduk yang relatif kecil. Di samping itu, dalam perkembangannya wilayah DIY menjadi daerah pusat pendidikan dan kebudayaan sehingga tidak terlalu banyak aktivitas ekonomi yang berskala besar berlokasi di wilayah ini. Secara nasional, laju pertumbuhan ekonomi triwulan IV (q to q) yang tertinggi dicapai oleh Provinsi Sulawesi Utara dan Papua yang tumbuh melampaui 2 digit, masing-masing sebesar 12,53 persen dan 12,36 persen. Sementara, laju pertumbuhan ekonomi DIY (q to q) mencapai 0,02 persen dan berada pada urutan ke-22 secara nasional. Laju pertumbuhan ekonomi (c to c) yang tertinggi secara nasional dicapai oleh Provinsi Papua yang mampu tumbuh di atas 2 digit sebesar 14,86 persen. 9

Laju pertumbuhan ekonomi DIY tahun mencapai 5,40 persen dan berada di urutan ke -24 diantara provinsi lain secara nasional. Tabel 9. Ringkasan PDRB Triwulan IV Beberapa Provinsi di Indonesia PROPINSI PDRB Triwulan IV Triwulan IV Kontribusi (%) ADHB (Rp Miliar) ADHK 2000 (Rp Miliar) Q to Q Y on Y C to C Q to Q Implisit Thd. Pulau (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Thd. 33 Prop. Sumatera 473,477.91 140,918.00 0.13 5.48 5.27 1.88 100.00 23.82 Jawa 1,148,314.77 414,543.77-0.40 5.92 6.14 1.26 100.00 57.78 11. DKI Jakarta 332,267.47 122,457.00 1.55 5.63 6.11 1.10 28.94 16.72 12. Jawa Barat 281,617.82 98,112.80-0.53 6.30 6.06 1.12 24.52 14.17 13. Banten 63,917.78 26,876.92-0.06 5.84 5.86 1.40 5.57 3.22 14. Jawa Tengah 158,263.86 54,838.20-3.63 5.56 5.81 1.50 13.78 7.96 15. DI Yogyakarta 16,623.13 6,234.69 0.02 4.32 5.40 1.18 1.45 0.84 16. Jawa Timur 295,624.71 106,024.16-0.89 6.21 6.55 1.56 25.74 14.87 Bali dan Nusa Tenggara 50,411.84 18,055.52 0.56 5.83 5.84 0.71 100.00 2.54 Kalimantan 169,390.57 55,390.97 0.17 3.78 3.49 1.58 100.00 8.52 Sulawesi 97,423.17 35,121.09 1.48 7.56 7.84 0.77 100.00 4.90 Maluku dan Papua 48,515.26 13,558.58 8.53 18.60 11.31 3.04 100.00 2.44 PENJELASAN TEKNIS Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah : a. Jumlah nilai tambah (produk barang dan jasa) yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi yang dimiliki oleh penduduk suatu daerah; b. Jumlah pengeluaran konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga, lembaga swasta nirlaba, dan pemerintah, serta untuk pembentukan modal tetap, perubahan inventori / stok dan ekspor neto (ekspor dikurangi impor) suatu daerah; c. Jumlah pendapatan (balas jasa) yang diterima oleh faktor produksi (tenaga kerja, tanah, modal & kewiraswastaan/entrepreneurship) plus penyusutan dan pajak tidak langsung neto (pajak tidak langsung dikurangi subsidi) yang dimiliki oleh penduduk suatu daerah; dalam jangka waktu tertentu (satu triwulan/semester/tahun). Metode penghitungan PDRB berdasarkan 3 (tiga) pendekatan: a. Produksi (Sektor Ekonomi/Lapangan Usaha) Supply side b. Penggunaan (Pengeluaran) Demand side c. Pendapatan Income side Penyajian PDRB: a. Atas dasar harga berlaku harga komoditas barang dan jasa berdasarkan tahun berjalan. b. Atas dasar harga konstan harga komoditas barang dan jasa pada tahun dasar referensi 2000. Peranan (Share) suatu sektor/komponen penggunaan terhadap perekonomian wilayah dihitung berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku untuk melihat struktur ekonomi. 10

(Growth) suatu sektor/komponen penggunaan terhadap perekonomian wilayah dihitung berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan untuk melihat perubahan volume (kuantum) produksi. ekonomi q-to-q : PDRB harga konstan pada suatu triwulan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya secara berantai pada tahun yang sama ataupun berlainan (quarter to quarter economic growth). ekonomi y-on-y : PDRB harga konstan pada suatu triwulan/tahun dibandingkan dengan triwulan/tahun yang sama pada tahun sebelumnya (year on year economic growth). ekonomi c-to-c : PDRB harga konstan kumulatif sampai dengan suatu triwulan dibandingkan dengan kumulatif sampai dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya (cumulative to cumulative economic growth). Pengeluaran konsumsi rumah tangga mencakup semua pengeluaran untuk konsumsi barang dan jasa, dikurangi dengan penjualan neto barang bekas dan sisa yang dilakukan oleh rumah tangga (termasuk lembaga swasta nirlaba yang melayani rumah tangga) selama periode tertentu (triwulan/semester/tahun). Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup pengeluaran untuk belanja pegawai, penyusutan dan belanja barang (termasuk biaya perjalanan, pemeliharaan dan pengeluaran lain yang bersifat rutin) baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah selama periode tertentu (triwulan/ semester/tahun), tidak termasuk penerimaan dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh pemerintah, yang bukan dikonsumsi oleh pemerintah tetapi dikonsumsi oleh masyarakat. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) adalah investasi fisik yang dilakukan oleh rumah tangga, pemerintah dan swasta dalam hal pengadaan, pembuatan/perbaikan besar maupun pembelian barang modal baru produksi domestik ataupun barang modal baru/bekas dari luar negeri (impor) dikurangi dengan penjualan barang modal bekas pada suatu periode tertentu (triwulan/semester/tahun). Investasi fisik dimaksud berupa: bangunan (tempat tinggal maupun usaha), infrastruktur, mesin dan perlengkapan, alat angkutan, serta barang modal lainnya. 11