1 Penerapan Manajemen Risiko Pada Bank Yang Melakukan Pemberian Kredit Atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor (SE BI No. 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013) BANK INDONESIA SEPTEMBER 2013
OUTLINE 2 1. INFORMASI UMUM 2. LATAR BELAKANG 3. BENCHMARKING 4. KETENTUAN LTV/FTV a. TUJUAN b. CAKUPAN c. PARAMETER 5. ASPEK PENGATURAN a. MANAJEMEN RISIKO b. CONSUMER PROTECTION c. PRO MBR (MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH)
1. INFORMASI UMUM 3 Mencabut ketentuan sebelumnya yaitu SE BI No. 14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012 dan SE BI No.14/33/DPbS tanggal 27 November 2012 dan berlaku untuk Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Perluasan cakupan pengaturan yang meliputi: - Kredit pemilikan properti yang terdiri dari kredit pemilikan rumah tapak, kredit pemilikan rumah susun, kredit pemilikan rumah kantor serta kredit pemilikan rumah toko; dan - Kredit konsumsi beragun properti. LTV/FTV ditetapkan menurun berdasarkan urutan pemberian fasilitas kredit/pembiayaan dan luas bangunan. Pengaturan persyaratan pemberian kredit yang berlaku baik kepada bank, debitur/calon debitur dan pengembang yang bekerjasama dengan bank. Pengaturan persyaratan terhadap beberapa praktik pemberian kredit (mis. pembelian secara bulk, tambahan kredit dalam bentuk top up dan inden). Insentif berupa pengecualian terhadap ketentuan LTV dalam rangka program perumahan Pemerintah Pusat/Daerah.
INFORMASI UMUM: PRAKTIK PEMBERIAN KREDIT/PEMBIAYAAN PROPERTI 3. Persetujuan KPP/KPP ib 4. Pencairan KPP/KPP ib secara bertahap perkembangan pembangunan Properti 4 PEMBELI 1. Komitmen pembelian Properti PENGEMBANG PEMBAYARAN UANG MUKA 5. Cicilan KPP/KPP ib 2. Pengajuan KPP/KPP ib LAPORAN PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROPERTI
2. LATAR BELAKANG 5 Kebijakan LTV ditujukan untuk lebih meningkatkan aspek prudential bank dalam penyaluran kredit properti. Ketentuan Loan to Value (LTV) maksimal bagi KPR telah berlaku sejak 15 Juni 2012, namun pertumbuhan KPR tipe > 70 m 2 dan kredit untuk flat/apartemen > 70 m 2 masih tinggi masing-masing mencapai 25,5% dan 63,3% pada Juli 2013. Growth (yoy) Jan-11 Jan-12 Mar-13 Jun-13 Jul-13 KPR Tipe 22 s.d. 70 24,6% 18,6% 13,0% 27,7% 28,5% KPR Tipe > 70 35,0% 47,2% 39,8% 24,1% 25,5% Flat/Apt s.d. Tipe 21 7,1% 295,3% 128,9% 95,8% 85,6% Flat/Aprt Tipe 22 s.d. 70 317,3% 80,4% 79,6% 55,7% 57,2% Flat/Aprt Tipe > 70 161,2% 68,1% 70,4% 62,3% 63,3% Ruko/Rukan 125,2% 31,4% 34,6% 30,1% 30,7% Multiguna 90,3% 32,8% 24,6% 7,4% 7,5% Tingginya pertumbuhan KPR disertai dengan tingginya kenaikan indeks harga properti residensial di pasar primer (sebesar 12,1%, y.o.y, pada Tw2-2013) dengan kenaikan tertinggi pada harga rumah kecil (luas < 36 m 2 ) sebesar 16,7% (y.o.y) pada Tw2-2013. Kenaikan harga yang tinggi antara lain didorong oleh tingginya permintaan terhadap perumahan baik untuk rumah tinggal maupun untuk investasi. Kenaikan harga yang cukup tinggi dikhawatirkan dapat menjadi pemicu instabilitas keuangan apabila terjadi gagal bayar oleh masyarakat yang memanfaatkan jasa lembaga keuangan sebagai sumber pembiayaan dalam pembelian properti.
3. BENCHMARKING Umumnya kebijakan yang ditempuh otoritas untuk menahan pertumbuhan yang berlebihan di sektor properti dilakukan dalam bentuk: Loan to Value Debt-to-Income ratio Restriksi Supply Lahan Penyesuaian ATMR, dan Stamp Duty (Perpajakan) Pengurangan periode angsuran NEGARA HONG KONG HUNGARIA INDIA SINGAPURA THAILAND CINA YUNANI LATVIA INDONESIA KEBIJAKAN LTV Debt-to-income Laporan dan edukasi publik LTV ATMR u/ kredit konsumsi & perumahan Cash reserve requirement Stamp duty LTV (progresif) Holding period LTV LTV Debt-to-income Provisioning ratio u/ doubtful Debt servicing ratio Reserve requirement LTV LTV Sumber: Wong et.al (2011); CESifo Dice, Indian Express, Crowe et.al. (2011) 6
4. a. KETENTUAN LTV/FTV: TUJUAN 7 Antisipasi sumber-sumber kerawanan yang mungkin timbul antara lain dari pertumbuhan kredit yang berlebihan Peningkatan aspek manajemen risiko. Standardisasi penerapan manajemen risiko. Meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran kredit/pembiayaan ke sektor properti mengingat sektor properti mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi khususnya kredit/pembiayaan pemilikan properti dan kredit/pembiayaan konsumsi beragun properti. Menjaga agar eksposur risiko kredit berada pada level yang manageable khususnya bagi bank-bank yang memiliki eksposur kredit/pembiayaan properti cukup dominan.
4. b. KETENTUAN LTV/FTV: CAKUPAN PENGATURAN 8 1. Objek Pengaturan: a. Properti: Rumah tapak Rumah Susun (Apartemen, flat, kondominium, griya tawang) Rumah kantor dan rumah toko b. Kendaraan: Roda 2, roda 3, roda 4 dan seterusnya. 2. Area Pengaturan: a. Properti: Kredit Pemilikan Rumah, Kredit Pemilikan Rumah Susun, Kredit Pemilikan Rumah Kantor dan Kredit Pemilikan Rumah Toko Kredit konsumsi beragun properti b. Kendaraan: Kredit Kendaraan Bermotor untuk tujuan konsumsi; dan Kredit Kendaraan Bermotor untuk tujuan produksi.
4. c. POKOK-POKOK PENYEMPURNAAN KETENTUAN LTV/FTV 9 A. Pengenaan rasio LTV/FTV berdasarkan urutan pemberian fasilitas kredit dan luas bangunan untuk KPP/KPP ib (KPR/KPR ib, KPRS/KPRS ib, KPRuko/KPRuko ib, KPRukan/KPRukan ib) dan KKBP/KKBP ib. B. Definisi properti yang mencakup rumah tapak, rumah susun, rumah toko dan rumah kantor. C. Pengaturan persyaratan kredit, meliputi: Kewajiban debitur untuk melaporkan seluruh fasilitas kredit konsumsi yang terkait dengan pemilikan properti dan/atau beragun properti; Perlakuan terhadap debitur suami dan istri; Pengaturan terhadap fasilitas tambahan yang diberikan bank (top up); Larangan pemberian kredit untuk uang muka pembelian properti/kendaraan; dan Pengaturan pemberian kredit yang tidak disertai ketersediaan agunan secara utuh. D. Pengecualian terhadap ketentuan LTV dalam rangka program perumahan Pemerintah Pusat/Daerah.
4. d. KETENTUAN LTV/FTV: PARAMETER 10 RASIO LTV a. Bersifat progresif: Fasilitas Kredit 1 > Fasilitas Kredit 2 > Fasilitas Kredit 3 b. Berdasarkan luas bangunan Rumah Tapak: Tipe 22 70m 2 dan tipe > 70m 2 Rumah Susun: Tipe s.d. 21m 2, KPR Tipe 22 70m 2, Tipe > 70m 2 FASILITAS PEMBIAYAAN & KREDIT/PEMBIAYAAN* FASILITAS FASILITAS FASILITAS FASILITAS FASILITAS KREDIT > TIPE AGUNAN ) & TIPE AGUNAN KREDIT I KREDIT II KREDIT I KREDIT II KREDIT > II II (MMQ & IMBT) KPR Tipe > 70 70% 60% 50% KPR Tipe > 70 80% 70% 60% KPRS Tipe > 70 70% 60% 50% KPRS Tipe > 70 80% 70% 60% KPR Tipe 22 70-80% 70% KPR Tipe 22 70-70% 60% KPRS Tipe 22 70 90% 80% 70% KPRS Tipe 22 70 80% 70% 60% KPRS Tipe s.d. 21-80% 70% KPRS Tipe s.d. 21-70% 60% KPRuko / KPRukan - 80% 70% KPRuko / KPRukan - 70% 60% Keterangan : *) khusus pembiayaan dengan akad murabahah dan istishna
4. e. PENGATURAN PERSYARATAN KREDIT 11 1. Debitur: Kewajiban menyampaikan surat pernyataan yang memuat seluruh fasilitas kredit/pembiayaan untuk pemilikan rumah tapak, rumah susun, rumah kantor, rumah toko dan/atau kredit beragun properti yang masih berjalan baik dari bank yang sama maupun bank lainnya. Pengenaan rasio LTV/FTV memperhitungkan seluruh fasilitas kredit/pembiayaan yang diterima berdasarkan urutan waktu penerimaan. Terhadap debitur suami dan istri diperlakukan sebagai 1 debitur kecuali terdapat perjanjian pemisahan harta yang disahkan oleh notaris. 2. Bank: Klausul tambahan dalam PK untuk memastikan pemenuhan ketentuan LTV/FTV. Larangan pemberian fasilitas kredit untuk pemenuhan uang muka pemilikan properti dan/atau kendaraan bermotor. Pengaturan perhitungan LTV/FTV untuk tambahan terhadap fasilitas yang masih berjalan (Top up) atau pembiayaan baru berdasarkan Properti yang masih menjadi agunan dari fasilitas KPP ib sebelumnya. Pengaturan pemberian fasilitas KPP/KPP ib dengan agunan yang belum tersedia secara utuh yang hanya dapat diberikan untuk fasilitas KPP/KPP ib pertama.
5. ASPEK PENGATURAN 12 LTV/FTV MANAJEMEN RISIKO BANK CONSUMER PROTECTION PRO MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH (MBR)
5. ASPEK PENGATURAN 13 Perjanjian kerjasama Corporate Guarantee (wan prestasi pengembang) sanksi/denda/ penurunan kolektibilitas jika wan prestasi Pencairan kredit/pembiayaan secara bertahap sesuai progres pembangunan properti PENGEMBANG DEBITUR CONSUMER PROTECTION PRO MBR Prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit Pengaturan pembelian properti dalam jumlah banyak sekaligus Perlakuan debitur suami-istri Pengaturan praktik top-up Larangan kredit/pembiayaan untuk uang muka Pengaturan kredit/pembiayaan dengan agunan yang belum tersedia secara utuh Dikecualikan terhadap Program Perumahan Pemerintah Pusat/ Pemerintah Daerah sepanjang didukung dengan dokumen yang menyatakan bahwa fasilitas kredit/pembiayaan tersebut untuk Program Perumahan Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah.
5. a. 1. MANAJEMEN RISIKO: BANK 14 A. Prinsip Umum Penerapan Manajemen Risiko Bank Umum - PBI No. 5/8/PBI/2003 sebagaimana telah diubah oleh PBI No. 11/25/PBI/2009. Bank Syariah - PBI No. 13/23/PBI/2011. B. Penyusunan Kebijakan Dan Prosedur Secara Tertulis Produk Syariah dan Unit Usaha Syariah - PBI No. 10/17/PBI/2008. Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah - PBI No. 11/33/PBI/2009. Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank Bagi Bank Umum - SK Direksi BI No. 27/162/KEP/DIR. Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah - SE BI No. 10/31/DPbS. Pedoman Penyusunan Standard Operating Procedure Administrasi Kredit Pemilikan Rumah dalam rangka Sekuritisasi. Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar
5. a. 2. MANAJEMEN RISIKO: BANK DENGAN DEBITUR 15 Huruf C angka 4: Penentuan urutan fasilitas kredit atau pembiayaan harus memperhitungkan seluruh fasilitas KPP atau KPP ib dan KKBP atau KKBP ib yang telah diterima debitur atau nasabah di Bank yang sama maupun Bank lainnya. Huruf D: Dalam hal perjanjian KPP atau KPP ib antara Bank dan debitur atau nasabah mengikat lebih dari 1 (satu) unit Properti pada saat bersamaan dan/atau beberapa perjanjian KPP atau KPP ib terhadap beberapa Properti yang dilakukan pada tanggal yang sama, maka perhitungan LTV atau FTV berlaku ketentuan sebagai berikut. 1. Bank wajib menetapkan urutan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan urutan nilai agunan dimulai dari nilai agunan yang paling rendah. 2.... 3.... 4. Bank memberitahukan penentuan urutan fasilitas kredit atau pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 kepada calon debitur atau nasabah atau debitur atau nasabah secara tertulis.
5. a. 2. MANAJEMEN RISIKO: BANK DENGAN DEBITUR 16 Huruf E: Dalam rangka memenuhi ketentuan LTV atau FTV dalam Surat Edaran ini, berlaku ketentuan sebagai berikut : 1. Bank meminta kepada calon debitur atau nasabah tambahan dokumen berupa surat pernyataan yang paling kurang memuat keterangan mengenai fasilitas KPP atau KPP ib dan/atau KKBP atau KKBP ib yang sudah diterima maupun yang sedang dalam proses pengajuan permohonan baik di Bank yang sama maupun di Bank lain. 2. Apabila calon debitur atau nasabah tidak bersedia menyerahkan surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 maka Bank wajib menolak permohonan fasilitas kredit atau pembiayaan yang diajukan. 3. Bank mencantumkan klausula dalam perjanjian kredit atau pembiayaan sebagai berikut : Dalam hal debitur atau nasabah menyampaikan pernyataan yang tidak benar maka debitur atau nasabah bersedia melaksanakan langkah-langkah yang ditetapkan oleh Bank dalam rangka pemenuhan ketentuan Bank Indonesia mengenai LTV atau FTV 4. Bank memperlakukan debitur atau nasabah suami dan istri sebagai 1 (satu) debitur atau nasabah kecuali terdapat perjanjian pemisahan harta yang disahkan oleh notaris.
5. a. 2. MANAJEMEN RISIKO: BANK DENGAN DEBITUR 17 Huruf E (Lanjutan):... 5. Dalam hal Bank memberikan: a. fasilitas kredit tambahan dari fasilitas kredit yang masih berjalan (top up); atau b. fasilitas pembiayaan baru berdasarkan Properti yang masih menjadi agunan dari fasilitas KPP ib sebelumnya; berlaku ketentuan sebagai berikut: a. pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan tersebut diperlakukan sebagai pemberian kredit atau pembiayaan baru; b. perhitungan LTV atau FTV diperlakukan sebagai urutan fasilitas kredit atau pembiayaan berikutnya; dan c. jumlah fasilitas kredit tambahan atau pembiayaan baru yang diberikan oleh Bank paling banyak sebesar selisih antara hasil perhitungan LTV atau FTV berdasarkan nilai properti yang menjadi agunan dengan baki debet dari fasilitas kredit atau pembiayaan sebelumnya yang menggunakan agunan yang sama.
5. a. 2. MANAJEMEN RISIKO: BANK DENGAN DEBITUR 18 Huruf F: Dalam rangka menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pemberian KPP atau KPP ib dan KKBP atau KKBP ib, Bank melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Bank dilarang memberikan fasilitas kredit atau pembiayaan untuk pemenuhan uang muka pembelian Properti yang dibiayai dengan KPP atau KPP ib dan/atau KKBP atau KKBP ib. 2. Bank hanya dapat memberikan fasilitas KPP atau KPP ib jika Properti yang dijadikan agunan telah tersedia secara utuh, yaitu telah terlihat wujud fisiknya sesuai yang diperjanjikan dan siap diserahterimakan. 3. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dikecualikan untuk pemberian fasilitas KPP atau KPP ib yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. fasilitas KPP atau KPP ib merupakan fasilitas KPP atau KPP ib pertama bagi debitur atau nasabah dari seluruh fasilitas yang diterima baik di Bank yang sama maupun Bank lainnya;
5. a. 3. MANAJEMEN RISIKO: BANK DENGAN PENGEMBANG 19 Huruf F (Lanjutan):... b. adanya perjanjian kerjasama antara Bank dengan pengembang yang paling kurang memuat kesanggupan pengembang untuk menyelesaikan Properti sesuai dengan yang diperjanjikan dengan debitur atau nasabah; c. adanya jaminan (corporate guarantee) dari pengembang kepada Bank bahwa pengembang akan menyelesaikan kewajiban kepada debitur atau nasabah penerima fasilitas KPP atau KPP ib apabila Properti tidak dapat diselesaikan dan/atau tidak diserahterimakan sesuai perjanjian; d. pencairan fasilitas KPP atau KPP ib hanya dapat dilakukan secara bertahap sesuai perkembangan pembangunan Properti yang menjadi agunan. Laporan perkembangan pembangunan Properti tersebut berdasarkan laporan dari: 1) pengembang, apabila nilai kredit atau pembiayaan untuk 1 (satu) atau beberapa debitur atau nasabah secara keseluruhan pada proyek yang sama sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); atau 2) penilai independen, apabila nilai kredit atau pembiayaan untuk 1 (satu) atau beberapa debitur atau nasabah secara keseluruhan pada proyek yang sama di atas Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), yang telah diverifikasi kebenarannya oleh Bank; dan
5. a. 3. MANAJEMEN RISIKO: BANK DENGAN PENGEMBANG 20 Huruf F (Lanjutan):... e. apabila pengembang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan dari Bank, dan pengembang tidak dapat menyelesaikan pembangunan Properti dalam waktu yang telah diperjanjikan maka Bank menurunkan kualitas kredit atau pembiayaan kepada pengembang tersebut.
5. b. ASPEK PENGATURAN: CONSUMER PROTECTION 21 Huruf F:... b. adanya perjanjian kerjasama antara Bank dengan pengembang yang paling kurang memuat kesanggupan pengembang untuk menyelesaikan Properti sesuai dengan yang diperjanjikan dengan debitur atau nasabah; c. adanya jaminan (corporate guarantee) dari pengembang kepada Bank bahwa pengembang akan menyelesaikan kewajiban kepada debitur atau nasabah penerima fasilitas KPP atau KPP ib apabila Properti tidak dapat diselesaikan dan/atau tidak diserahterimakan sesuai perjanjian; d. pencairan fasilitas KPP atau KPP ib hanya dapat dilakukan secara bertahap sesuai perkembangan pembangunan Properti yang menjadi agunan. Laporan perkembangan pembangunan Properti tersebut berdasarkan laporan dari: 1) pengembang, apabila nilai kredit atau pembiayaan untuk 1 (satu) atau beberapa debitur atau nasabah secara keseluruhan pada proyek yang sama sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); atau 2) penilai independen, apabila nilai kredit atau pembiayaan untuk 1 (satu) atau beberapa debitur atau nasabah secara keseluruhan pada proyek yang sama di atas Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), yang telah diverifikasi kebenarannya oleh Bank; dan
5. c. ASPEK PENGATURAN: PRO MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH (MBR) 22 Huruf G: Pengaturan mengenai LTV atau FTV sebagaimana dimaksud dalam huruf C, huruf D, huruf E, dan huruf F dikecualikan terhadap KPP atau KPP ib dalam rangka pelaksanaan Program Perumahan Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, sepanjang didukung dengan dokumen yang menyatakan bahwa fasilitas kredit atau pembiayaan tersebut merupakan Program Perumahan Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah.