Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang

dokumen-dokumen yang mirip
Laporan Praktikum Biokimia PEMBUATAN BIOETANOL DARI KULIT PISANG. Oleh: KELOMPOK 5 :

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BIOETANOL DARI BONGGOL POHON PISANG BIOETHANOL FROM BANANA TREE WASTE

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN POTASSIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU HIDROLISIS TERHADAP PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI TANDAN PISANG KEPOK KUNING

I. PENDAHULUAN. Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari

Jurnal Atomik., 2016, 01 (2) hal 65-70

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tersebut, pemerintah mengimpor sebagian BBM. Besarnya ketergantungan

ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. asam ataupun enzimatis untuk menghasilkan glukosa, kemudian gula

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang didukung dengan studi pustaka.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006).

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

KINETIKA REAKSI FERMENTASI ALKOHOL DARI BUAH SALAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

KUALITAS BIOETANOL LIMBAH PADAT BASAH TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup.

PRESENTASI PROPOSAL TUGAS AKHIR

Macam macam mikroba pada biogas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

BIOETHANOL. Kelompok 12. Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

OPTIMALISASI LIMBAH SERBUK KAYU MENJADI BIOETANOL SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN MENGGUNAKAN DISTILASI GELOMBANG MIKRO

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia dan

PEMBUATAN BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISA ASAM DAN ENZIMATIS

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium jurusan pendidikan biologi Universitas Negeri Gorontalo. Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan

MAKALAH KIMIA ANALITIK

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

PEMBUATAN BIOETHANOL DARI AIR CUCIAN BARAS (AIR LERI) SKRIPSI. Disusun Oleh : TOMMY

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bahan bakar. Sumber energi ini tidak dapat diperbarui sehingga

ETHANOL D Jurusan Teknik Kimia. Abstrak. cukup tinggi tersebut, memproduksi etanol. sebagai. fermentasi sebesar 3,21%.

PEMBUATAN BIOETANOL DARI KULIT PISANG KEPOK (Musa. Paradisiaca) DENGAN VARIASI PENAMBAHAN RAGI TAPE OLEH : SAEPUL ANWAR NIM.

Nira Latifah Mukti, Wulan Aryani Jurusan Teknik Kimia, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta

PEMANFAATAN BUAH TOMAT SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN NATA DE TOMATO

PEMBUATAN BIOETANOL DARI KULIT NANAS

Hak Cipta milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis Penelitian ini adalah penelitian analitik. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analis Kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BAB III METODOLOGI. A.2. Bahan yang digunakan : A.2.1 Bahan untuk pembuatan Nata de Citrullus sebagai berikut: 1.

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN

LIMBAH KULIT PISANG KEPOK SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN ETHANOL

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Musa paradisiaca. Pisang merupakan tanaman hortikultura

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

PEMBUATAN BIOETHANOL DARI AIR CUCIAN BERAS (AIR LERI) SKRIPSI. Oleh : CINTHYA KRISNA MARDIANA SARI NPM

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BIOETANOL DARI PATI (UBI KAYU/SINGKONG) 3/8/2012

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

ANALISIS KADAR GLUKOSA PADA BIOMASSA BONGGOL PISANG MELALUI PAPARAN RADIASI MATAHARI, GELOMBANG MIKRO, DAN HIDROLISIS ASAM

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. blender, ukuran partikel yang digunakan adalah ±40 mesh, atau 0,4 mm.

BAB I PENDAHULUAN Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

PENGARUH PENAMBAHAN GLISEROL TERHADAP KUALITAS BIOPLASTIK DARI AIR CUCIAN BERAS

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

BAB I PENDAHULUAN. Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketela pohon merupakan tanaman yang sudah tidak asing lagi bagi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Proyeksi tahunan konsumsi bahan bakar fosil di Indonesia

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

LIMBAH. Veteran Jatim A Abstrak. sebagai. hidrolisa yang. menggunakan khamir. kurun waktu. beberapa tahun hingga lain seperti pembuatan

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara bagian tropis yang kaya akan sumber daya

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

Pemanfaatan Mikroba dalam Pengawetan Makanan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun

Ari Kurniawan Prasetyo dan Wahyono Hadi Jurusan Teknik Lingkungan-FTSP-ITS. Abstrak

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

PROSES PEMBUATAN BIOETANOL DARI KULIT PISANG KEPOK (Musa acuminata B.C) SECARA FERMENTASI

PROSES PEMBUATAN BIOETANOL DARI KULIT PISANG KEPOK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

III BAHAN, ALAT, DAN METODE PENELITIAN

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd

Transkripsi:

Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan ISSN 1693 4393 Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia Yogyakarta, 22 Februari 2011 Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang Dyah Tri Retno dan Wasir Nuri Jurusan Teknik Kimia FTI UPN Veteran Yogyakarta Telp/HP/Fax dan Email : (0274)486889/081578702091/486889 Abstrak Pada masa sekarang bahan bakar menjadi kebutuhan pokok masyarakat dan pemakaiannya cendrung meningkat setiap tahunnya sedangkan sumber bahan bakar minyak bumi yang di pakai saat ini semakin menipis. Oleh karena itu perlu bahan alternatif yang dapat digunakan sebagai pengganti minyak bumi. Bioetanol dapat digunakan sebagai salah satu bahan bakar alternatif untuk mengatasi kebutuhan bahan bakar pada saat ini. Bioetanol merupakan cairan hasil fermentasi karbohidrat (pati) menggunakan bantuan mikroorganisme. Karbohidrat yang digunakan pada penelitian ini berasal dari kulit pisang kepok. Produksi bioetanol dari tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) dengan beberapa metode diantaranya dengan hidrolisis asam dan secara enzimatis. Metode hidrolisis secara enzimatis lebih sering digunakan karena lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan katalis asam. Glukosa yang diperoleh selanjutnya dilakukan fermentasi atau peragian dengan menambahkan yeast atau ragi sehingga diperoleh bioetanol. Penelitian ini bertujuan membuat bioethanol dari limbah kulit pisang dengan variasi waktu fermentasi dan penambahan ragi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama fermentasi dihasilkan etanol banyak sampai pada waktu tertentu dan semakin banyak ragi yang ditambahkan akan dihasilkan etanol semakin rendah. Pada variasi waktu fermentasi diperoleh waktu optimum fermentasi pada waktu 144 jam dengan kadar etanol 13,5406%. Pada variasi penambahan berat ragi diperoleh kadar etanol 13,5353% dengan berat ragi 0,0624 gram. Kata kunci : Bioetanol, fermentasi, hidrolisis, kulit pisang, ragi. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada masa sekarang kecendrungan pemakaian bahan bakar sangat tinggi sedangkan sumber bahan bakar minyak bumi yang di pakai saat ini semakin menipis. Oleh karena itu, perlu adanya bahan alternatif yang dapat digunakan sebagai pengganti minyak bumi. Bioetanol dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk pemecahan masalah energi pada saat ini. Saat ini sedang diusahakan secara intensif pemanfaatan bahan-bahan yang mengandung serat kasar dengan karbohidrat yang tinggi, dimana semua bahan yang mengandung karbohidrat dapat diolah menjadi bioethanol. Misalnya umbi kayu, ubi jalar, pisang, kulit pisang, dan lain-lain. Bioethanol dapat dihasilkan dari tanaman yang banyak mengandung senyawa selulosa dengan menggunakan bantuan dari aktivitas mikroba. Pisang dengan nama Latin Musa paradisiacal merupakan jenis buah-buahan tropis yang sangat banyak dihasilkan di indonesia. Pulau Jawa dan Madura mempunyai kapasitas produksi kira-kira 180.153 ton pertahun (Anonymous, 1978). Dari keseluruhan jumlah tersebut terdapat jenis buah pisang yang sering diolah dalam bentuk gorengan, salah satunya pisang kepok. Kulit dari buah pisang kepok biasanya oleh masyarakat hanya dibuang dan hal itu menjadi permasalahan limbah di alam karena akan meningkatkan keasaman tanah dan mencemarkan lingkungan. Berdasarkan permasalahan itulah penelitian tentang pengolahan limbah kulit pisang kepok ini dilakukan agar lebih berguna untuk masyarakat. Bioetanol merupakan cairan hasil proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat (pati) menggunakan bantuan mikroorganisme (Anonim, 2007). Produksi bioetanol dari tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula atau glukosa dengan beberapa metode diantaranya dengan hidrolisis asam dan secara enzimatis. Metode hidrolisis secara enzimatis lebih sering digunakan karena lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan katalis asam. Glukosa yang diperoleh selanjutnya dilakukan proses fermentasi atau peragian dengan menambahkan yeast atau ragi sehingga diperoleh bioetanol. 2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membuat bioetanol atau alkohol dari limbah kulit pisang dengan variasi waktu fermentasi, berat ragi dan kondisi optimumnya. E11-1

TINJAUAN PUSTAKA 1. Bahan Baku Amilum atau dalam bahasa sehari-hari disebut pati terdapat dalam berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang disimpan dalam akar, batang buah, kulit, dan biji sebagai cadangan makanan. Pati adalah polimer D-glukosa dan ditemukan sebagai karbohidrat simpanan dalam tumbuh-tumbuhan, misalnya ketela pohon, pisang, jagung,dan lain-lain (Poedjiadi A, 1994). Kulit pisang kepok digunakan karena mengandung karbohidrat. Karbohidrat tersebut diurai terlebih dahulu melalui proses hidrolisis kemudian di fermentasi dengan menggunakan Saccharomyces cereviseae menjadi alkohol. Bioetanol (C 2 H 5 OH) adalah cairan dari fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme (Anonim, 2007). Bioetanol diartikan juga sebagai bahan kimia yang diproduksi dari bahan pangan yang mengandung pati, seperti ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan sagu. Bioetanol merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak premium (Khairani, 2007). Komposisi kulit pisang ditunjukan pada tabel 1. Tabel 1 Kandungan Kulit Pisang Unsur Komposisi Air 69,80 % Karbohidrat 18,50% Lemak 2,11% Protein 0,32% Kalsium 715mg/100gr Pospor 117mg/100gr Besi 0,6mg/100gr Vitamin B 0,12mg/100gr Vitamin C 17,5mg/100gr (Anynomous, 1978) Berdasarkan tabel 1, komposisi terbanyak kedua pada kulit pisang adalah karbohidrat. Mengingat akan hal tersebut dan prospek yang baik di masa yang akan datang, maka penyusun mencoba mencari peluang untuk memanfaatkan kulit pisang sebagai bahan baku dalam pembuatan bioethanol (Prescott and Dunn, 1959). 2. Mikroorganisme pada Fermentasi Alkohol dapat diproduksi dari beberapa bahan secara fermentasi dengan bantuan mikroorganisme, sebagai penghasil enzim zimosa yang mengkatalis reaksi biokimia pada perubahan substrat organic. Mikroorganisme yang dapat digunakan untuk fermentasi terdiri dari yeast (ragi), khamir,jamur, dan bakteri. Mikroorganisme tersebut tidak mempunyai klorofil, tidak mampu memproduksi makanannya dengan cara fermentasi, dan menggunakan substrat organic untuk sebagai makanan. Saccharomyces cereviseae lebih banyak digunakanuntuk memproduksi alkohol secara komersial dibandingkan dengan bakteri dan jamur. Hal ini disebabkan karena Saccharomyces cereviseae dapat memproduksi alkohol dalam jumlah besar dan mempunyai toleransi pada kadar alcohol yang tinggi. Kadar alcohol yang dihasilkan sebesar 8-20% pada kondisi optimum. Saccharomyces cereviseae yang bersifat stabil, tidak berbahaya atau menimbulkan racun, mudah di dapat dan malah mudah dalam pemeliharaan. Bakteri tidak banyak digunakan untuk memproduksi alkohol secara komersial, karena kebanyakan bakteri tidak dapat tahan pada kadar alkohol yang tinggi (Sudarmadji K., 1989). 3. Hidrolisis Hidrolisis adalah reaksi kimia antara air dengan suatu zat lain yang menghasilkan satu zat baru atau lebih dan juga dekomposisi suatu larutan dengan menggunakan air. Proses ini melibatkan pengionan molekul air ataupun peruraian senyawa yang lain (Pudjaatmaka dan Qodratillah, 2002). Hidrolisis diterapkan pada reaksi kimia yang berupa organic atau anorganik dimana air mempengaruhi dekomposisi ganda dengan campuran yang lain, hydrogen akan membentuk satu komponen dan hidroksil ke komponen yang lain. XY + H 2 O HY + XOH (1) KCN + H 2 O HCN + KOH (2) C 5 H 11 Cl + H 2 O HCl + C 5 H 11 OH (3) (Groggins, 1958) Reaksi hidrolisis pati berlangsung menurut persamaan reaksi sebagai berikut : C 6 H 10 O 5 ) n + nh 2 O n(c 6 H 12 O 6 ) (4) Pati air glukosa Karena reaksi antara pati dengan air berlangsung sangat lambat, maka untuk memperbesar kecepatan reaksinya diperlukan penambahan katalisator. Penambahan katalisator ini berfungsi untuk memperbesar keaktifan air, sehingga reaksi hidrolisis tersebut berjalan lebih cepat. Katalisator yang sering digunakan adalah asam sulfat, asam nitrat, dan asam klorida. Dalam reaksi ini menggunakan katalis asam klorida sehingga persamaan reaksi yang terbentuk sebagai berikut : (C 6 H 10 O 5 ) n + nh 2 O n(c 6 H 12 O 6 ) (5) Pati air glukosa (Agra dkk, 1973) E11-2

4. Fermentasi Fermentasi adalah suatu proses oksidasi karbohidrat anaerob jenih atau anaerob sebagian. Dalam suatu proses fermentasi bahan pangan seperti natrium klorida bermanfaat untuk membatasi pertumbuhan organisme pembusuk dan mencegah pertumbuhan sebagian besar organisme yang lain. Suatu fermentasi yang busuk biasanya adalah fermentasi yang mengalami kontaminasi, sedangkan fermentasi yang normal adalah perubahan karbohidrat menjadi alkohol. Mikroba yang digunakan untuk fermentasi dapat berasal dari makanan tersebut dan dibuat pemupukan terhadapnya. Tetapi cara tersebut biasanya berlangsung agak lambat dan banyak menanggung resiko pertumbuhan mikroba yang tidak dikehendaki lebuh cepat. Maka untuk mempercepat perkembangbiakan biasanya ditambahkan mikroba dari luar dalam bentuk kultur murni ataupun starter (bahan yang telah mengalami fermentasi serupa). Manusia memanfaatkan Saccharomyces cereviseae untuk melangsungkan fermentasi, baik dalam makanan maupun dalam minuman yang mengandung alcohol. Jenis mikroba ini mampu mengubah cairan yang mengandung gula menjadi alcohol dan gas CO 2 secara cepat dan efisien (Sudarmadji K., 1989). Peoses metabolisme pada Saccharomyces cereviseae merupakan rangkaian reaksi yang terarah yang berlangsung pada sel. Pada proses ini terjadi serangkaian reaksi yang bersifat merombak suatu bahan tertentu dan menghasilkan energy serta serangkaian reaksi lain yang bersifat mensintesis senyawa-senyawa tertentu dengan membutuhkan energi. Saccharomyces cereviseae sebenarnya tidak mampu langsung melakukan fermentasi terhadap makromolekul seperti karbohidrat, tetapi karena mikroba tersebut memiliki enzim yang disekresikan mampu memutuskan ikatan glikosida sehingga dapat difermentasi menjadi alcohol atau asam. Fermentasi bioethanol dapat didefenisikan sebagai proses penguraian gula menjadi bioethanol dan karbondioksida yang disebabkan enzim yang dihasilkan oleh massa sel mikroba. Perubahan yang terjadi selama proses fermentasi adalah: Perubahan glukosa menjadi bioethanol oleh sel-sel Saccharomyces cereviseae. Saccharomyces C 6 H 12 O cereviseae 6 2C 2 H 5 OH+ 2CO 2 (6) Glukosaenzim zimosa etanol (Sudarmadji K., 1989) Fermentasi bioethanol dipengaruhi oleh faktorfaktor antara lain: a. Media Pada umumnya bahan dasar yang mengandung senyawa organik terutama glukosa dan pati dapat digunakan sebagai substrat dalam proses fermentasi bioethanol (Prescott and Dunn, 1959) b. Suhu Suhu optimum bagi pertumbuhan Saccharomyces cereviseae dan aktivitasinya adalah 25-35 o C. suhu memegang peranan penting, karena secara langsung dapat mempengaruhi aktivitas Saccharomyces cereviseae dan secra tidak langsung akan mempengaruhi kadar bioethanol yang dihasilkan (Prescott and Dunn, 1959) Pada penelitian ini pertumbuhan Saccharomyces cereviseae dijaga pada suhu 27 o C (Rhonny.A dan Danang J.W, 2003). c. Nutrisi Selain sumber karbon, Saccharomyces cereviseae juga memerlukan sumber nitrogen, vitamin dan mineral dalam pertumbuhannya. Pada umumnya sebagian besar Saccharomyces cereviseae memerlukan vitamin seperti biotin dan thiamin yang diperlukan untuk pertumbuhannya. Beberapa mineral juga harus ada untuk pertumbuhan Saccharomyces cereviseae seperti phospat, kalium, sulfur, dan sejumlah kecil senyawa besi dan tembaga (Prescott and Dunn,1959). Pada penelitian ini menggunakan 6 gr Za dan 6 gr urea sebagai nutrisinya dan selanjutnya dipasteurisasa pada suhu 121 o C (Rhonny.A dan Danang J.W., 2003) d. ph ph substrat atau media fermentasi merupakan salah satu faktor yang menentukan kehidupan Saccharomyces cereviseae. Salah satu sifat Saccharomyces cereviseae adalah bahwa pertumbuhan dapat berlangsung dengan baik pada kondisi ph 4 6 (Prescott and Dunn, 1959). Pada penelitian ini ph media fermentasi ( filtrat ) dijaga pada kondisi ph 5 (Rhonny.A dan Danang J.W., 2003). e. Volume starter Volume starter yang ditambahkan 3-7% dari volume media fermentasi. Jumlah volume starter tersebut sangat baik dan efektif untuk fermentasi serta dapat menghasilkan kadar alcohol yang relative tinggi (Monick, J. A., 1968). Penambahan volume starter yang sesuai pada proses fermentasi adalah 5% dari volume fermentasi (Prescott and Dunn, 1959). Volume starter yang terlalu sedikit akan mengakibatkan produktivitas menurun karena menjadi lelah dan keadaan ini memperbesar terjadinya kontaminasi. Peningkatan volume starter akan mempercepat terjadinya fermentasi terutama bila digunakan substrat berkadar tinggi. Tetapi jika volume starter berlebihan akan mengakibatkan E11-3

hilangnya kemampuan bakteri untuk hidup sehingga tingkat kematian bakteri sangat tinggi (Desrosier, 1988). f. Waktu fermentasi Waktu fermentasi yang biasa dilakukan 3-14 hari. Jika waktunya terlalu cepat Saccharomyces cereviseae masi dalam masa pertumbuhan sehingga alcohol yang dihasilkan dalam jumlah sedikit dan jika terlalu lama Saccharomyces cereviseae akan mati maka alcohol yang dihasilkan tidak maksimal (Prescott and Dunn, 1959). g. Konsentrasi gula Konsentrasi gula akan berpengaruh terhadap aktifitas Saccharomyces cereviseae. Konsentrasi gula yang sesuai kira-kira 10-18%. Konsentrasi gula yang terlalu tinggi akan menghambat aktivitas Saccharomyces cereviseae, sebaliknya jika konsentrasinya rendah akan menyebabkan fermentasi tidak optimal (Prescott and Dunn, 1959). 5. Alkohol Alkohol dapat dihasilkan dari tanaman yang banyak mengandung pati dengan menggunakan bantuan dari aktivitas mikroba. Bioethanol merupakan senyawa organik yang mengandung gugus hidroksida dan mempunyai rumus umum C n H n+1 OH. Istilah bioethanol dalam industri digunakan untuk senyawa etanol atau etil bioethanol dengan rumus kimia C 2 H 5 OH. Etanol termasuk bioethanol primer yaitu bioethanol yanh gugus hidroksinya terikat pada atom karbon primer. Sifat-sifat bioethanol yang mudah menguap, udah terbakar, berbau spesifik, cairannya tidak berwarna, dan mudah larut dalam : air, eter, khloroform, dan aseton (Rhonny. A dan Danang J.W., 2003). BATASAN MASALAH 1. ph yang digunakan 4,5 2. Berat ragi dalam penelitian 1 ose dianggap sama yaitu 0,0312 g. 3. Dianggap semua hasil fermentasi adalah alkohol. 4. Suhu kamar dianggap tetap (27ºC). LANDASAN TEORI Berdasarkan prinsip di atas, maka pati kulit pisang yang mengandung karbohidrat dapat diproses kembali menjadi bioethanol. Tahapan yang dilakukan dalam proses pengolahan bioethanol adalah proses hidrolisa pati kulit pisang dengan menggunakan larutan asam klorida encer menurut persamaan reaksi : (C 6 H 10 O 5 ) n + nh 2 O n(c 6 H 12 O 6 ) (7) Setelah pemecahan ikatan rantai karbohidrat menjadi glukosa maka dilakukan proses fermentasi oleh bakteri Saccharomyces cereviseae yang mempunyai kemampuan mengurai glukosa menjadi bioethanol. Saccharomyce C 6 H 12 O cereviseae 6 2C 2 H 5 OH + 2CO 2 (8) Glukosa etanol Apabila proses di atas dapat dilakukan pada kondisi yang optimum maka akan di peroleh hasil bioethanol yang optimal (Rhonny.A dan Danang J.W., 2003). HIPOTESIS 1. Semakin lama fermentasi maka kadar etanol yang dihasilkan semakin tinggi sampai waktu tertentu. 2. Semakin banyak penambahan ragi maka kadar etanol yang dihasilkan semakin rendah. PELAKSANAAN PENELITIAN Pada penelitian ini menggunakan bahan utama kulit pisang kapok, bakteri Saccharomyces cereviseae dan Larutan H 2 SO 4 0,5 N dan bahan pembantu aquadest, ammonium sulfat dan urea. Peralatan yang digunakan adalah timbangan elektrik, kertas ph, pipet tetes, gelas piala, blender, pengaduk merkuri, gelas ukur, Kertas saring dan Oven Kompor listrik, Erlenmeyer pendingin balik Labu leher tiga Piknometer Tabung reaksi Gelas arloji 1. Cara Penelitian Secara umum, produksi bioethanol ini mencakup tiga rangkaian proses, yaitu: pertama persiapan bahan dengan cara kulit pisang di potong-potong menjadi kecil, kemudian diblender dan di saring dan diambil filtratnya serta diendapkan. Kemudian hasil endapan disaring dan dikeringkan dibawah sinar matahari sampai kering. Jika cuaca tidak memungkinkan maka pengeringan dapat dilakukan dalam oven dengan suhu 45-50 C. Setelah kering, pati kulit pisang tersebut dianalisis kadar air dan kadar patinya. Diagram percobaan dapat dilihat pada gambar 1. Kulit pisang air disortir Analisis kadar air Pengerokan blending pengendapan Pengeringan Pati kulit pisang Analisis kadar pati Gambar 1. Diagram penbuatan pati kulit pisang E11-4

Tahap ke dua adalah hidrolisis pati kulit pisang dengan ditambah larutan H 2 SO 4 0,5 N dengan berat tertentu di dalam labu leher tiga dilengkapi dengan pendingin balik dan dipanaskan sampai suhu 100 C selama 2,5 jam. Setelah itu didinginkan sampai sama dengan suhu ruangan. Hasil hidrolisis disaring, sehingga didapatkan filtrate. Diagram alir tahap ke dua dapat dilihat pada gambar 2. Filtrat diatur ph nya antara 4 6, kemudian difermentasi. Tahap ke tiga adalah fermentasi dengan cara filtrat sebanyak 100 ml dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 6 gram ammonium sulfat dan 6 gram urea sebagai nutrisi. Selanjutnya di pasteurisasi pada suhu 120 C selama 15 menit lalu didinginkan. Starter ( inokulum awal ) dengan berbagai variasi volum dimasukkan ke dalam medium fermentasi. Kemudian dilakukan inkubasi dengan cara menutup rapat labu Erlenmeyer pada suhu berkisar antara 27-30 o C selama waktu tertentu. Percobaan diulangi dengan waktu fermentasi dan berat pati bervariasi sampai diperoleh waktu fermentasi dan berat pati yang opitimum. Pengambilan cuplikan dilakukan disetiap variasi pada hari yang telah ditentukan setelah diberi inokulum kemudian di analisis kadar bioethanolnya. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada gambar 3. Pati kulit pisang ZA Urea starter Filtrat Pasteurisasi T=121 o C, t= 15 menit Fermentasi Inkubasi Analisis kadar alkohol Gambar 3. Diagram alir fermentasi 2. Analisa Bahan Baku Hasil analisis kandungan pati di dalam kulit pisang ditunjukkan pada table 2. Tabel 2. Hasil Analisis Kulit Pisang Aquadest H 2 SO 4 0,5n Hidrolisis pati suhu = 100 o C waktu 2,5 jam Analisis kadar glukosa Filtrat Jenis Analisis Air Pati Persentase 91,4374 2,30 Hasil analisis kandungan pati di dalam pati kulit pisang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Analisis Pati Kulit Pisang Jenis Analisis Air Pati Persentase 93,8610 3,68 Gambar 2. Diagram alir hidrolisis kulit pisang Analisa kadar glucose hasil hidrolisis kulit pisang didapat kadar glukosa sebesar 3.13 % 3. Variasi waktu fermentasi. Hasil percobaan pengaruh waktu fermentasi terhadap kadar alcohol ditunjukkan pada tabel 4. E11-5

Tabel 4. Hasil Pengaruh waktu fermentasi persentase alcohol pada suhu +27 o C dan berat yeast 0,0624 g Waktu fermentasi (jam) 48 96 144 192 Alkohol Berat(g) (%) 4,7502 4,7205 4,6796 4,6794 3,8737 7,7828 13,5406 13,4416 Data table 4 dibuat grafik pengaruh waktu fermentasi terhadap persentase alkohol yang dihasilkan ditunjukkan pada Gambar 3. Tabel 4 dan gambar 3 menunjukkan bahwa semakin lama fermentasi dihasilkan alcohol semakin banyak sampai waktu 144 jam, setelah waktu tersebut persentase alcohol menurun. Sebagai contoh pada waktu 48 jam persentase alcohol yang dihasilkan sebesar 3,9, setelah 144 jam persentase alcohol naik menjadi 13,54 % dan turun menjadi 13,4 % pada waktu 192 jam. Hubungan antara waktu fermentasi terhadap kadar alkohol dinyatakan dalam persamaan 9, sebagai berikut : y = 7,568ln(x) 25,65 (9) 4. Variasi Beratrat Ragi Hasil percobaan pengaruh berat ragi terhadap kadar alcohol ditunjukkan pada tabel 5. Tabel 5. Hasil Penelitian dengan Variabel Berat Ragi pada suhu +27 o C dan Waktu fermentasi 144 jam Berat ragi (g) 0,0624 0,0936 0,1248 0,1560 Alkohol Berat (g) % 4,6640 4,6886 4,6717 4,6906 13,5353 12,4325 10,0759 9,8266 Dari tabel 5 dibuat grafik pengaruh berat ragi terhadap kadar alkohol seperti ditunjukan pada gambar 4. Gambar 3. Grafik Hubungan Waktu Fermentasi terhadap Kadar Alkohol Pada waktu 48 sampai 144 jam alkohol yang dihasilkan bertambah banyak karena aktifitas mikrobia mengalami pertumbuhan dengan berkembang biak sehingga alcohol yang dihasilkan bertambah banyak. Pada waktu 144 jam perkembang biakan mikrobia sudah maksimum. Sedangkan pada waktu fermentasi lebih besar dari 144 jam kadar etanol turun, hal ini disebabkan nutrisi yang dibutuhkan untuk pembiakan sudah habis, akibatnya bakteri memakan alcohol, hal ini ditunjukkan adanya pembentukan asam asetat. Proses ini dapat terlihat adanya gelembung - gelembung udara. Gambar 4. Grafik Hubungan Berat Ragi terhadap Kadar Alkohol Pada table 5 dan gambar 4 menunjukkan bahwa penambahan berat ragi menyebabkan alcohol yang dihasilkan menurun. Sebagai contoh pada penambahan ragi sebesar 0,0624 g. menghasilkan kadar alkohol sebesar 13,54 %. Dan turun menjadi 12,4325 %. pada penambahan ragi sebanyak 0,1248 g. pada penambahan ragi selanjutnya hasilnya tetap. Hal ini disebabkan perbandingan nutrisi yang tersedia sebanding dengan banyaknya Saccharomyces cereviseae yang ada. Sedangkan pada penambahan ragi sebanyak 0,0936 gr; 0,1248 gr dan 0,1560 gr, kadar etanol yang dihasilkan semakin turun. Hal ini disebabkan Saccharomyces cereviseae yang ada lebih E11-6

banyak dibanding nutrisi yang tersedia, sehingga Saccharomyces cereviseae lebih banyak menggunakan nutrisi tersebut untuk bertahan hidup dari pada merombak gula manjadi alkohol. Hubungan antara berat ragi yang ditambahkan terhadap kadar alkohol dinyatakan dalam persamaan 10, sebagai berikut : KESIMPULAN y = -4,42ln(x) + 1,423 (10) 1. Semakin lama fermentasi kadar etanol yang dihasilkan semakin tinggi sampai waktu tertentu. 2. Waktu optimum fermentasi diperoleh selama 144 jam dengan kadar etanol 13,5406 %. 3. Semakin banyak ragi yang ditambahkan menyebabkan kadar etanol yang dihasilkan semakin rendah. 4. Penambahan berat ragi yang relatif baik yaitu sebanyak 0,0624g. dengan kadar alkohol yang dihasilkan sebesar 13,5353 %. 5. Grafik hubungan antara waktu fermentasi terhadap kadar etanol, dinyatakan dengan persamaan y = 7,568ln(x) 25,65. 6. Grafik hubungan antara berat ragi terhadap kadar etanol, dinyatakan dengan persamaan y = -4,42ln(x) + 1,423. Pudjatmaka, A. H., dan Qodratillah, M.T., 2002, Kamus Kimia, Balai Pustaka, Jakarta. Rhonny dan Danang, 2003, Laporan Penelitian Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang, Universitas Pembangunan Nasional, Yogyakarta. Sudarmadji. S., Haryono. B., dan Suhardi, 1989, Mikrobiologi Pangan, PAU Pangan dan Gizi Universitas Gaja Mada, Yogyakarta. Sudarmadji. S., Haryono. B., dan Suhardi, 1997, Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian, PAU Pangan dan Gizi Universitas Gaja Mada, Yogyakarta. DAFTAR PUSTAKA Anynomous, 1978, Statistika Indonesia, Biro Pusat Statistika, Jakarta. Atlas, R. M, 1984, Teknoligi Pengawetan Pangan, edisi 3, Universitas Indonesia, Jakarta. Desroir, Norman., 1988, Unit Processing Organic Synthesis, ed 5, McGraw-Hill Book Company, New York. Groggin, P. H., 1968, Alcohols Their Chemistry Properties and Manufacture, Reinhold Book Corporation, New York. Perry,J.H.,1949, Chemical Engineers Hand Book,3 th edition,mc.grow Hill Book Company.inc.New York,Toronto and London. Poedjiadi A, 1994, Dasar-dasar Biokimia, Universitas Indonesia, Jakarta. Prescott, S. G and C. G. Said, 1959, Industrial Microbiology, ed 3, McGraw-Hill Book Company, New York. E11-7