Keputusan Bersama Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Direktur Jenderal Anggaran dan Deputi Kepala Bappenas Bidang Prasarana

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN,

, No.2007 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tamb

2012, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2018, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086), sebagaimana telah diubah dengan Perat

MENnaUPERHUBUNGAN REPUBUK INDONESIA

PENYELENGGARAAN KEWAJIBAN PELAYANAN PUBLIK ANGKUTAN ORANG DENGAN KERETAAPI PELAYANAN KELAS EKONOMI TAHUN ANGGARAN 2011

2016, No Mengingat-----:--1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2005 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2000 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

d. penyiapan bahan sertifikasi kecakapan personil serta penyiapan sertifikasi peralatan informasi dan peralatan pengamatan bandar udara.

s r DIN c o*o#,]3il ffr Eiltl1' [:bo' EKoNoM I

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 139 TAHUN 1998 TENTANG TIM RESTRUKTURISASI DAN REHABILITASI PT (PERSERO) PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA

b. bahwa pengalihan bentuk Pertamina menjadi Perusahaan Perseroan

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 2015, No.322 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722) 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publi

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM. 35 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA DAN STANDAR PEMBUATAN GRAFIK PERJALANAN KERETA API

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164/PMK.06/2014 TENTANG

PP 58/1991, PENGALIHAN BENTUK PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PELABUHAN III MENJADI PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

2017, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Nega

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164 /PMK.06/2014 TENTANG

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 2. Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik In

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 49/PMK.02/2008 TENTANG

KAJIAN TARIF KERETA API KALIGUNG JURUSAN TEGAL SEMARANG BERDASARKAN BOK DAN BIAYA KETERLAMBATAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 8 TAHUN 2011

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UENTERIPERHUBUNGAN REPUBUK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 12 Tahun 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Neg

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 53 TAHUN 2000 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2003 TENTANG PENJUALAN SAHAM PADA PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT BANK RAKYAT INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 26, Tam

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 166 TAHUN 1999 TENTANG TIM RESTRUKTURISASI DAN REHABILITASI PT (PERSERO) PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA

2 Memperhatikan: 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Le

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 98 TAHUN 2015

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 156/PMK. 02/2010 TENTANG

Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Republik Indonesia ROADMAP PENINGKATAN KESELAMATAN PERKERETAAPIAN

PP 15/1992, PENGALIHAN BENTUK PERUSAHAAN UMUM (PERUM) ANGKUTAN SUNGAI, DANAU DAN PENYEBERANGAN MENJADI PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO).

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nom

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PP 11/2004, PENJUALAN SAHAM PADA PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT ADHI KARYA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 110 TAHUN 2017 TENTANG

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 4. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 72 Tahun 2013 tentang Kelas Jabatan di lingkungan Kementeria

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2007 TENTANG PENJUALAN SAHAM PADA PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT BANK NEGARA INDONESIA TBK.

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Layanan. Pos Universal. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM. 62 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 25 TAHUN 1991 (25/1991) TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Pembangunan. Pasca Bencana Alam.

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

SALINAN NO : 14 / LD/2009

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 22 TAHUN 2003 TENTANG PENGOPERASIAN KERETA API. MENTERI PERHUBUNGAN,

KOMPONEN BIAYA DAN FORMULASI PERHITUNGAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1065 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2003 TENTANG PELIMPAHAN KEDUDUKAN, TUGAS DAN KEWENANGAN MENTERI KEUANGAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK 113/HK.207/DRJD/2010 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 90 TAHUN 2002 TENTANG

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

Keputusan Bersama Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Direktur Jenderal Anggaran dan Deputi Kepala Bappenas Bidang Prasarana No.: 95./HK.101/DRJD/1999, No. Kep-37 /A/1999 dan No. 3990/D.VI/06/1999 tanggal 28 Juni 1999 tentang : Kriteria, Tolok Ukur dan Mekanisme Pembiayaan atas Pelayanan Umum Angkutan Kereta Api Penumpang Kelas Ekonomi. Pembiayaan atas Perawatan dan Pengoperasian Prasarana Kereta Api serta Biaya Atas Penggunaan Prasarana Kereta Api

KEPUTUSAN BERSAMA DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT, DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN DAN DEPUTI KEPALA BAPPENAS BIDANG PRASARANA Nomor : Nomor : Nomor : SK.95/HK.101/DRJD/99 KEP-37/A/1999 3998/D.VI/06/1999 Tentang KRITERIA, TOLOK UKUR DAN MEKANISME PEMBIAYAAN ATAS PELAYANAN UMUM ANGKUTAN KERETA API PENUMPANG KELAS EKONOMI, PEMBIAYAAN ATAS PERAWATAN DAN PENGOPERASIAN PRASARANA KERETA API SERTA BIAYA ATAS PENGGUNAAN PRASARANA KERETA API DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT, DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN, DAN DEPUTI KEPALA BAPPENAS BIDANG PRASARANA Menimbang : Bahwa untuk menindaklanjuti Keputusan Bersama Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor KM 14 Tahun, Nomor 83/KMK.03/1999 dan Nomor KEP. 024/K/03/1999 perlu ditetapkan Keputusan Bersama Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Direktur Jenderal Anggaran, dan Deputi

Kepala Bappenas Bidang Prasarana tentang Kriteria Ekonomi, Pembiayaan atas Perawatan dan Pengoperasian Prasarana Kereta Api, serta Biaya atas Penggunaan Kereta Api; Mengingat : 1. Undang-undang No. 13 Tahun 1992 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (LN Tahun 1992 No.47,TLN No.3479); 2. Undang-undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (LN Tahun 1995 NO. 13; TLN No. 34587); 3. Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 1990 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan (Perjan) Kereta Api menjadi Perusahaan Umum (Perum) Kereta Api (LN Tahun 1990 No. 82); 4. Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (LN Tahun 1998 No. 15 TLN NO. 3731); 5. Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum(Perum) (LN Tahun 1998 No. 16, TLN No. 3731); 6. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1998 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Kereta Api menjadi Perusahaan Perseroan (Persero); 7. Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 1998 tentang Pengalihan Kedudukan, Tugas dan Wewenang Menteri Keuangan Selaku Pemegang Saham atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada Perusahaan Perseroan Kepada Menteri Negara Pendayaagunaan Badan Usaha Milik Negara (LN Tahun 1998 No. 82, TLN No. 3758);

8. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta Api (LN Tahun 1998 No. 133, TLN No. 3777); 9. Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 1998 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api (LN Tahun 1998 No. 189, LN No. 3785); 10. Keputusan Presiden No. 44 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Organisasi Departemen; 11. Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden No. 6 Tahun 1999; 12. Keputusan Presiden No.61 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas, Susunan, Organisasi dan Tata Kerja Departemen, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden No. 192 Tahun 1998; 13. Keputusan Presiden No. 38 Tahun 1999 tentang Jenis dan Kriteria Perusahaan Perseroan Tertentu yang dapat Dikecualikan dari Pengalihan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan selaku Pemegang Saham atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) kepada Menteri Negara Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara; 14. Keputusan Presiden No. 39 Tahun 1999 tentang Pengecualian Terhadap Perusahaan Perseroan (Persero) PT Kereta Api dari Pengalihan Kedudukan, Tugas, dan Kewenangan Menteri Keuangan Selaku Pemegang Saham atau Menteri Negara Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara; 15. Keputusan Bersama Menteri Perhubungan,

Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional No. KM. 19 tahun 1999 No.83/KMK.03/1999 No. KEP.024/K/03/1999 tentang Pembiayaan atas Pelayanan Umum Angkutan Kereta Api Penumpang Kelas Ekonomi, Pembiayaan Atas Perawatan dan Pengoperasian Prasarana Kereta Api, serta Biaya Atas Pengguna Prasarana Kereta Api; 16. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 91/OT.002/Phb-80 dan KM 164/OT.002/Phb-80 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan, sebagaimana telah di ubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 59 Tahun 19998; MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN BERSAMA DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT, DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN, DAN DEPUTI KEPALA BAPPENAS BIDANG PRASARANA TENTANG KRITERIA, TOLOK UKUR DAN MEKANISME PEMBIAYAAN ATAS PELAYANAN UMUM ANGKUTAN KERETA API PENUMPANG KELAS EKONOMI, PEMBIAYAAN ATAS PERAWATAN DAN PENGOPERASIAN PRASARANA KERETA API, SERTA BIAYA ATAS PENGGUNAAN PRASARANA KERETA API. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan:

1. Pembiayaan atas pelayanan umum angkutan kereta api penumpang kelas ekonomi (Public Service Obligation/PSO) adalah subsidi pemerintah kepada penumpang kereta api kelas ekonomi, yang dihitung berdasarkan selisih antara biaya yang dikeluarkan untuk operasi angkutan kereta api sesuai dengan kriteria dan tolok ukur pelayanan umum angkutan kereta api yang efesien dengan biaya angkutan kereta api penumpang yang tarifnya ditetapkan oleh pemerintah. 2. Pembiayaan atas perawatan dan pengoperasian prasarana kereta api (Infrastructure Maintenance and Operation/IMO) adalah biaya yang harus ditanggung oleh Pemerintah atas perawatan dan pengoperasian prasarana kereta api yang dimiliki Pemerintah. 3. Biaya atas penggunaan prasarana kereta api (Track Acess Charges/TAC) adalah biaya yang harus dibayar oleh Badan Penyelenggara kepada Pemerintah atas penggunaan prasarana kereta api yang dimiliki Pemerintah. BAB II KRITERIA DAN TOLOK UKUR PEMBIAYAAN ATAS PELAYANAN UMUM ANGKUTAN KERETA API PENUMPANG KELAS EKONOMI Bagian Pertama Kriteria Pasal 2 (1) Pelayanan angkutan kereta api penumpang kelas ekonomi mempunyai cirri-ciri sebagai berikut: a. laik operasi; b. mempunyai jadwal tetap dan teratur, dengan toleransi keterlambatan maksimum rata-rata 15% dari waktu tempuh;

c. kapasitas tersedia maksimum 106 tempat duduk per kereta untuk kereta api jarak menengah dan jarak jauh, dan 6 penumpang per m2 untuk kereta api jarak dekat; d. dioperasika dengan maksimum 150% dari kapasitas tersedia; e. kecepatan rata-rata minimal 40 km/jam untuk kereta api jarak menengah dan jarak jauh, dan 30 km/jam untuk kereta api jarak dekat; f. berhenti pada stasiun-stasiun, sebagai simpul yang membutuhkan pelayanan angkutan kereta api penumpang kelas ekonomi; (2) Pelayanan angkutan kereta penumpang kelas ekonomi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai fasilitas pelayanan yang masih berfungsi dengan baik, sekurangkurangnya sebagai berikut: a. jendela/pintu; b. kursi dengankonstruksi tetap yang mempunyai sandaran; c. toilet kecuali untuk kereta api jarak dekat; d. lampu; e. kipas angin; f. air sesuai kebutuhan minimal per orang kecuali jarak dekat; g. pemadam kebakaran; h. rak bagasi Bagian Kedua Tolok Ukur Pasal 13 (1) Biaya operasi angkutan kereta api penumpang kelas ekonomi yang efesien dihitung dengan menggunakan metode biaya total operasi.

(2) Perhitungan biaya yang dikeluarkan untuk operasi angkutan kereta api penumpang kelas ekonomi, dihitung dengan menggunakan data produksi angkutan. (3) Biaya angkutan kereta api penumpang kelas ekonomi yang ditetapkan oleh Pemerintah merupakan pendapat bagi Badan Penyelenggara yang dihitung berdasarkan tarif yang berlaku dikalikan dengan kapasitas penumpang per trip (dengan okupansi rata-rata 0,9 dalam keadaan normal) ditambah pendapatan non operasi yang dihitung secara proposional untuk jasa pelayanan ekonomi. Pasal 4 Komponen-komponen biaya pengoperasian angkutan kereta api pe penumpang kelas ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) terdiri dari biaya: a. Penyusutan sarana yang merupakan milik Badan Penyelenggara, terdiri dari: 1) lokomotif; 2) kereta. b. pemeliharan sarana, terdiri dari 1) lokomotif; 2) kereta c. pelumas; d. BBM atau sumber energi lain; e. awak, terdiri dari: 1) biaya tetap; 2) biaya premi awak; f. penggunaan prasarana; g. stasiun; h. umum; i. kantor pusat; Pasal 5

(1) Perhitungan harga satuan biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 diatur sebagai berikut: a. biaya pemeliharaan sarana dan prasarana biaya awak dan BBM atau sumber energi yang lain dilakukan sesuai dengan standar teknis atau petunjuk teknis pemeliharaan dan operasi; b. biaya umum dan kantor pusat dihitung secara proposional untuk pelayanan angkutan kereta api penumpang kelas ekonomi secara efesien yang ditetapkan oleh Pemerintah; c. biaya penyusutan sarana dihitung berdasarkan jam pemakaian atas nilai perolehan tahun berjalan; d. biaya penggunaan prasarana dihitung secara proposional untuk pelayanan angkutan kereta api penumpang kelas ekonomi; Pasal 6 (1) Biaya operasi satuan tiap-tiap pelayanan angkutan kereta api penumpang kelas ekonomi dihitung dalam satuan Rp/Pnp- Km, yang merupakan penjumlahan masing-masing komponen biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. (2) Biaya operasi total tiap-tiap pelayanan angkutan kereta api penumpang kelas ekonomi dihitung berdasarkan biaya operasi satuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikalikan dengan jumlah jarak yang ditempuh dan dikalikan jumlah penumpang per trip. Pasal 7 Formula perhitungan pembiayaan atas pelayanan umum angkutan kereta api penumpang kelas ekonomi sebagai tercantum dalam Lampiran I Keputusan Bersama ini. BAB III

KRITERIA DAN TOLOK UKUR PEMBIAYAAN ATAS PERAWATAN DAN PENGOPERASIAN PRASARANA KERETA API Bagian Pertama Kriteria Pasal 8 (1) Perawatan merupakan seluruh pekerjaan yang bertujuan untuk memulihkan dan/atau mempertahankan kondisi prasarana pada tingkat tertentu sesuai dengan kelas yang ditetapkan. (2) Perawatan prasarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan agar kereta api dapat beroperasi sesuai dengan tingkat kualitas pelayanan yang ditetapkan berdasarkan standar teknis atau petunjuk teknis perawatan. (3) Kegiatan perawatan prasarana kereta api sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) merupakan kegiatan perawatan dan perbaikan yang pelaksanaannya di jabarkan dalam kegiatan setiap tahun. (4) kegiatan perawatan prasarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), meliputi perawatan: a. jalan kereta api, yang terdiri: 1) perbaikan rel; 2) perbaikan bantalan; 3) penambahan ballast; 4) pemcokan; 5) lingkungan. b. Jembatan; c. Wesel; d. Persinyalan e. Instalasi listrik aliran atas; f. Terowongan. Pasal 9

Pengoperasian prasarana api, meliputi kegiatan; a. pengaturan dan pengendalian perjalanan kereta api; b. pengoperasian persinyalan, telekomunikasi dan listrik aliran atas; c. pengoperasian wesel manual; d. pemeriksaan dan penjagaan jalan rel, jembatan dan terowongan. Bagian Kedua Tolok Ukur Pasal 10 (1) Biaya perawatan prasarana kereta api sesuai jenis kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, dihitung berdasarkan volume perawatan per kegiatan dikalikan harga satuan. (2) Perhitungan volume perawatan per kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dihitung sesuai jenis kegiatan perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dengan menggunakan standar teknis atau petunjuk teknis perawatan secara berkesinambungan. (3) harga satuan biaya perawatan prasarana dihitung berdasarkan jenis kegiatan perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sesuai harga satuan yang ditetapkan oleh pemerintah dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Total biaya perawatan prasarana kereta api dihitung berdasarkan total kegiatan dikalikan volume dikalikan harga satuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditambah biaya umum dan kantor pusat yang dihitung secara proposional untuk kegiatan perawatan prasarana kereta api. Pasal 11

(1) Biaya pengoperasian prasarana kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dihitung berdasarkan standar gaji pegawai Badan Penyelenggara yang telah disetujui oleh Pemerintah dikalikan dengan jumlah kebutuhan pegawai sesuai standar pengoperasian prasarana kereta api secara efisien untuk seluruh jenis kegiatan pengoperasian prasarana kereta api (2) Total biaya pengoperasian prasarana kereta api dihitung berdasarkan biaya sebgaimana dimaksud dalam ayat (1) ditambah biaya umum dan kantor pusat yang dihitung secara proposional untuk kegiatan pengoperasian prasarana kereta api. Pasal 12 Formula perhitungan pembiayaan atas perawatan dan pengoperasian prasarana kereta api sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Keputusan bersama ini. BAB IV KRITERIA DAN TOLOK UKUR BIAYA ATAS PENGGUNAAN PRASARANA KERETA API Bagian Pertama Kriteria Pasal 13 Biaya atas penggunaan prasarana kereta api merupakan biaya yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara kepada Pemerintah atas penggunaan prasarana kereta api. Bagian Kedua Tolok Ukur

Pasal 14 (1) Biaya penggunaan prasarana kereta api dihitung berdasarkan beban penggunaan prasarana yang berdampak pada biaya perawatan, biaya pengoperasian dan penyusutan prasarana dengan memprhitungkan prioritas prasarana kereta api. (2) Biaya penggunaan prasarana kereta api sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dihitung berdasarkan biaya perawatan dan pengoperasian sebagaimana dimeksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 dikalikan dengan suatu faktor pembebanan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat dengan memperhitungkan prioritas penggunaan prasarana kereta api ditambah penyusutan prasarana kereta api. Pasal 15 Penyusutan prasarana kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dihitung secara tahunan sesuai dengan umur teknis prasarana kereta api dan nilai perolehan pada tahun berjalan. Pasal 16 Formula perhitungan pembiayaan atas penggunaan prasarana kereta api sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Keputusan bersama ini. BAB V MEKANISME PEMBIAYAAN ATAS PELAYANAN UMUM ANGKUTAN KERETA API PENUMPANG KELAS EKONOMI, PEMBIAYAAN ATAS PERAWATAN DAN PENGOPERASIAN PRASARANA KERETA API DAN BIAYA ATAS PENGGUNAAN PRASARANA KERETA API

Bagian Pertama Mekanisme Pembiayaan atas Pelayanan Umum Angkutan Kereta Api Penumpang Kelas Ekonomi Pasal 17 (1) Direktur Jenderal Perhubungan Darat menerbitkan Memo Koordinasi yang berisi penetapan atas pelayanan umum angkutan kereta api penumpang kelas ekonomi dan pembiayaan atas pelayanan umum angkutan kereta api kelas ekonomi berdasarkan kriteria dan tolok ukur dalam Keputusan Bersama ini. (2) Badan Penyelenggara menghitung nilai pembiayaan atas pelayanan umum angkutan kereta api kelas ekonomi sesuai Memo Koordinasi dari Direktur Jenderal Perhubungan Darat dan diintegrasikan dalam Penyusunan Rencana Kerja Anggaran Badan Penyelenggara. (3) Perhitungan nilai pembiayaan atas pelayanan umum angkutan kereta api kelas ekonomi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diusulkan ke Direktur Jenderal Perhubungan Darat. Pasal 18 (1) Direktorat Jenderal Perhubungan Darat melakukan evaluasi dan persetujuan terhadap kelayakan pemberian pembiayaan atas pelayanan umum angkutan kerea api penumpang kelas ekonomi yang diusulkan oleh Badan Penyelenggara. (2) Hasil evaluasi dan persetujuan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh Direktur Jenderal perhubungan Darat kepada Menteri Perhubungan untuk diusulkan kepada Menteri Keuangan dan/atau Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas.

(3) Departemen Perhubungan meneruskan usulan pemberian pembiayaan atas pelayanan umum angkutan kereta api penumpang kelas ekonomi yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan mengusulkan ke Bappenas dan/atau Departemen Keuangan untuk memperoleh alokasi anggaran Pasal 19 (1) Bappenas dan/atau Departemen Keuangan melakukan evaluasi dan persetujuan anggaran sesuai dengan kemampuan pembiayaan Negara untuk pelayanan umum angkutan kereta api penumpang kelas ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18. (2) Deputi Kepala Bappenas Bidang Prasarana dan/atau Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan melakukan penilaian/pembahasan anggaran terhadap pelayanan umum angkutan kereta api kelas ekonomi yang selanjutnya memberikan persetujuan berupa penetapan alokasi anggaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 20 Penetapan alokasi anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 diserahkan kepada Departemen Perhubungan dan/atau Badan Penyelenggara yang selanjutnya Direkotrat Jenderal Perhubungan Darat menyiapkan Petunjuk Operasional untuk ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal Departemen Perhubungan. Pasal 21 (1) Berdasarkan alokasi anggaran yang telah ditetapkan beserta Petunjuk Operasional sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 20, disusun kontrak kerja antara Direktorat Jenderal perhubungan Darat dengan Badan Penyelenggara. (2) Kontrak Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat dan Direktur Utama Badan Penyelenggara (3) Nilai pembiayaan dan Kinerja Kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dimuat dalam Rencana Kerja Anggaran Badan Penyelenggara Pasal 22 (1) Badan Penyelenggara melaporkan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan biaya ata pelayanan umum angkutan kereta api penumpang kelas ekonomi kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dengan tembusan kepada Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas serta Deputi Kepala Bappenas dan Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan. (2) Berdasarkan laporan sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) Direktorat Jenderal Perhubungan Darat melakukan evaluasi dan melaporkan ke Menteri Perhubungan. Bagian Kedua Mekanisme Pembiayaan atas Perawatan dan Pengoperasian Prasarana Kereta Api Pasal 23 (1) Direktur Pasal 24

(1) Direktorat Jenderal Perhubungan Darat melakukan evaluasi dan persetujuan terhadap kelayakan pemberian pembiayaan atas perawatan dan/atau pengoperasian prasarana kereta api yang diusulkan oleh Badan Penyelenggara. (2) Hasil evaluasi dan persetujuan pembiayaan yang diusulkan Badan Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat kepada Menteri Perhubungan untuk diusulkan kepada Menteri Kuangan dan/atau Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas (3) Departemen Perhubungan meneruskan usulan pemberian pembiayaan atas perawatan dan pengoperasian pembiayaan atas perawatan dan pengoperasian prasarana kereta api yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat 92) dan mengusulkan ke Bappenas dan/atau Departemen Keuangan untuk memperoleh alokasi anggaran. Pasal 25 (1) Bappeas dan/atau Departemen Keuangan melakukan evaluasi dan penilaian kemampuan pembiayaan Negara atas perawatan dan pengoperasian prasarana kereta api ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 (2) Deputi Kepala Bappenas Bidang Prasarana dan/atau Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan melakukan evaluasi anggaran terhadap pemberian pembiayaan atas perawatan dan pengoperasian perasarana kereta api utnuk memberikan persrtujuan berupa

penetapan alokasi anggaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 26 Persetujuan alokasi anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 diserahkan kepada Departemen Perhubungan dan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat menyiapkan Petunjuk Operasional untuk ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal Departemen Perhubungan Pasal 27 (1) Berdasarkan persetujuan alokasi anggaran dan Petunjuk Operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, disusun kontrak kerja antara Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dengan Badan penyelenggara (2) Kontrak kerja sebagiamana dimaksud dalam ayat (1) ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat dan Direktur Utama Badan Penyelenggara. (3) Nilai pembiayaan dan kinerja kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dimuat dalam Rencana Kerja Anggaran Badan Penyelenggara Pasal 28 (1) Badan Penyelenggara melaporkan penggunaan biaya atas perawatan dan pengoperasian prasarana kereta api kepada Direktur Jenderal Perhubungan Darat dengan tembusan kepada Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas

(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Direktur Jenderal Perhubungan Darat melakukan evaluasi dan melaporkan ke Menteri Perhubungan Pasal 29 Direktorat Jenderal Perhubungan Darat melaksanakan perhitungan terhaadp: a. biaya perawatan dan pengoperasian prasarana kereta api yang diberikan; b. penyusutan atas penggunaan prasarana kereta api yang dibangun/dimiliki oleh Pemerintah dan telah dioperasikan. Pasal 30 (1) Badan Penyelenggara menyampaikan usulan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Darat mengenai : a. biaya atas penggunaan prasarana kereta api b. pembebasan biaya atas penggunaan prasarana kereta api tertentu. (2) Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Deputi Kepala Bappeas Bidang Prasarana dan Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan melakukan evaluasi dan penilaian terhadap biaya atas penggunaan prasarana kereta api untuk ditetapkan pada Rencana Kerja Anggaran Badan Penyelenggara. Pasal 31 Biaya atas penggunaan prasaran kereta api harus disetorkan oleh Badan Penyelenggara kepada Pemerintah BAB VI

PEMANTAPAN DAN EVALUASI Pasal 32 Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Direktorat Jenderal Anggaran dan Deputi Bidang Prasarana Bappenas melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan atas pembiayaan pelayanan umum angkutan kereta api kelas ekonomi serta pembiayaan perawatan dan/atau pengoperasian prasarana kereta api serta penggunaan prasarana kereta api. BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 33 (1) Badan Penyelenggara segera memperbaiki prasarana kereta api yang rusak akibat terjadinya kecelakaan kereta api dan biaya yang dikeluarkan lebih dahulu dibayar oleh Badan Penyelenggara; (2) Biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diperhitungkan kemudian dengan Pemerintah apabila terjadinya kecelakaan kereta api bukan karena kelalaian Badan Penyelenggara. (3) Aapabila kecelakaan kereta api sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disebabkan karena kelalaian Badan Penyelenggara, maka biaya perbaikan menjadi tanggung jawab Badan Peyelenggara Pasal 34 (1) Untuk menyempurnakan perhitungan pembiayaan atas pelayana umum angkutan kereta api penumpang kelas

ekonomi, pembiayaan atas perawatan dan penggunaan prasarana kereta api dan biaya atas penggunaan prasarana kereta api dalam keputusan ini, Direktorat Jenderal perhubungan Darat dan Bappenas Bidang Prasarana dapat meninjau kembali dasar perhitungan pembiayaan atas pelayanan umum kereta api penumpang kelas ekonomi, pembiayaan atas perawatan dan/atau pengoperasian prasarana kereta api dan biaya atas penggunaan prasarana kereta api. (2) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberitahukan kepada Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 35 Keputusan Bersama ini mulai berlkau pada tanggal ditetapkan Ditetapkan di : JAKARTA Pada tanggal : 28 Juni 1999 DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR JENDERAL DEPUTI KEPALA BAPPENAS PERHUBUNGAN DARAT ANGGARAN BIDANG PRASARANA

SANTO BUDIONO DARSJAH Prof.Dr.Ir. Bambang B. Soedjito,MRP