PEMBANGKIT LISTRIK SISTEM BINER UNTUK LAPANGAN PANAS BUMI SKALA KECIL: STUDI KASUS LAPANGAN DIENG. Didi Sukaryadi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1]

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System

BAB I PENDAHULUAN I.1

I. PENDAHULUAN. menghasilkan energi listrik. Beberapa pembangkit listrik bertenaga panas

BAB II LANDASAN TEORI

KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

COOLING TOWER. Disusun oleh : Ahmad Andriansyah Pratama ( ) Wiliardy Pramana ( ) Muhamad Wandy Amrullah ( )

RANCANGAN EVAPORATOR DAN KONDENSOR PADA PROTIPE PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS AIR LAUT (OCEAN THERMAL ENERGY CONVERSION/ OTEC)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

BAB I PENDAHULUAN. mendirikan beberapa pembangkit listrik, terutama pembangkit listrik dengan

BAB II LANDASAN TEORI

Tekad Sitepu, Sahala Hadi Putra Silaban Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

TEKANAN FLASHING OPTIMAL PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI SISTEM DOUBLE-FLASH

BAB III APLIKASI TERMODINAMIKA PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika

ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL SISTEM PROTEKSI DAN KONTROL PEMBANGKIT LISTRIK ORC AIR PANAS GEOTHERMAL DIENG. Abstract

ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1

STUDI VARIASI LAJU PENDINGINAN COOLING TOWER TERHADAP SISTEM ORC (Organic Rankine Cycle) DENGAN FLUIDA KERJA R-123

II. TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 2.1 Skema siklus cetus tunggal sederhana pada sistem pembangkit. Gambar 2.22 Diagram T-s untuk siklus cetus tunggal sederhana.

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

Analisis Scaling Silika pada Pipa Injeksi Brine di Lapangan Panas Bumi Dieng dengan Studi Kasus di PT. Geo Dipa Energi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perencanaan Mesin Pendingin Absorbsi (Lithium Bromide) memanfaatkan Waste Energy di PT. PJB Paiton dengan tinjauan secara thermodinamika

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

Studi Variasi Flowrate Refrigerant Pada Sistem Organic Rankine Cycle Dengan Fluida Kerja R-123

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang memiliki sumber panas bumi yang sangat

TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. Berat turbin per daya kuda yang dihasilkan lebih besar.

I. PENDAHULUAN II. LANDASAN TEORI

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU

ARTIKEL TUGAS INDUSTRI KIMIA ENERGI TERBARUKAN. Disusun Oleh: GRACE ELIZABETH ID 02

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH PEMBEBANAN GENERATOR PADA PERFORMA SISTEM ORGANIC RANKINE CYCLE (ORC)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Air Panglima Besar Soedirman. mempunyai tiga unit turbin air tipe Francis poros vertikal, yang

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR

Analisa Efisiensi Thermal Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Lahendong Unit 5 Dan 6 Di Tompaso

BAB III TEORI DASAR KONDENSOR

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM :

Analisa Pengaruh Variasi Pinch Point dan Approach Point terhadap Performa HRSG Tipe Dual Pressure

BAB V TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. No. Turbin Gas Turbin Uap

ANALISIS TERMODINAMIKA PERFORMA HRSG PT. INDONESIA POWER UBP PERAK-GRATI SEBELUM DAN SESUDAH CLEANING DENGAN VARIASI BEBAN

Pompa Air Energi Termal dengan Fluida Kerja Petroleum Eter. A. Prasetyadi, FA. Rusdi Sambada

EVALUASI POTENSI SILICA SCALING PADA PIPA PRODUKSI LAPANGAN PANASBUMI LAHENDONG SULAWESI UTARA

BAB 3 SIMULASI SIKLUS CETUS-BINER PADA PLTP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Cara Kerja AC dan Bagian-Bagiannya

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur

BAB I PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh proses reaksi dalam pabrik asam sulfat tersebut digunakan Heat Exchanger

ASPEK ENDAPAN (SCALING) PADA RENCANA PLTP SIKLUS BINARI DI LAPANGAN PANAS BUMI DIENG, JAWA TENGAH

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

Pipa pada umumnya digunakan sebagai sarana untuk mengantarkan fluida baik berupa gas maupun cairan dari suatu tempat ke tempat lain. Adapun sistem pen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

PENGARUH REKUPERATOR TERHADAP PERFORMA DARI PEMBANGKIT LISTRIK SIKLUS BINER

KAJIAN EKSPERIMEN COOLING WATER DENGAN SISTEM FAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERHITUNGAN KEBUTUHAN COOLING TOWER PADA RANCANG BANGUN UNTAI UJI SISTEM KENDALI REAKTOR RISET

ANALISIS KINERJA COOLING TOWER 8330 CT01 PADA WATER TREATMENT PLANT-2 PT KRAKATAU STEEL (PERSERO). TBK

Optimisasi Teknologi Proses Geothermal Sistem Flash Steam pada Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak. daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), 4) dan penguapan (4 ke 1), seperti pada

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi

Cooling Tower (Menara Pendingin)

Pengaruh Debit Udara Kondenser terhadap Kinerja Mesin Tata Udara dengan Refrigeran R410a

PEMANFAATAN PANAS TERBUANG

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA COOLING TOWER

OPTIMALISASI PEMBANGKIT LISTRIK SIKLUS BINER DENGAN MEMPERHATIKAN FLUIDA KERJA YANG DIGUNAKAN

ANALISIS PEMANFAATAN GEOTHERMAL BRINE UNTUK PEMBANGKITAN LISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN HEAT EXCHANGER

Perancangan Siklus Rankine Organik Untuk Pemanfaatan Gas Buang Pada PLTU di Indonesia

ANALISA DESAIN DAN PERFORMA KONDENSOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN

MAKALAH SEMINAR KERJA PRAKTEK. PROSES SINKRON GENERATOR PADA PEMBANGKIT di PT. GEO DIPA ENERGI UNIT I DIENG

Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB III PEMODELAN SIKLUS KALINA DENGAN CYCLE TEMPO 5.0

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Perkembangan Neraca Listrik Domestik Indonesia [2].

BAB I PENDAHULUAN. PLTU 3 Jawa Timur Tanjung Awar-Awar Tuban menggunakan heat. exchanger tipe Plate Heat Exchanger (PHE).

Jurnal FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli Kajian Analitis Sistem Pembangkit Uap Kogenerasi

BAB IV ANALISIS HASIL SIMULASI KCS 34

BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran. 60 DAFTAR PUSTAKA.. 61 LAMPIRAN. 62

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng

INOVASI PEMANFAATAN BRINE UNTUK PENGERINGAN HASIL PERTANIAN. PT Pertamina Geothermal Energi Area Lahendong

BAB II LANDASAN TEORI

KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK PIPA KAPILER DAN KATUP EKSPANSI TERMOSTATIK PADA SISTEM PENDINGIN WATER-CHILLER

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR

BAB III METODOLOGI STUDI KASUS. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91

Transkripsi:

PEMBANGKIT LISTRIK SISTEM BINER UNTUK LAPANGAN PANAS BUMI SKALA KECIL: STUDI KASUS LAPANGAN DIENG Didi Sukaryadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru,Terbarukan dan Konservasi energi dd_p3tek@yahoo.co.id dan didis@p3tkebt.esdm.go.id S A R I Pembangkit Listrik sistem biner (binary cycle) yang sedang dikembangkan oleh Badan Litbang ESDM memanfaatkan brine dari lapangan panas bumi Dieng sebagai sumber energinya dan sebagai fluida kerjanya digunakan fluida n-pentana untuk memutar turbin yang selanjutnya memutar generator untuk menghasilkan daya listrik sebesar ± 50 kw. Kata kunci : air separasi, fluida kerja, sistem biner 1. PENDAHULUAN Teknologi pembangkit listrik sistem biner atau siklus biner merupakan teknologi pembangkit listrik yang mengunakan brine sebagai sumber panas dan fluida bertemperatur didih rendah sebagai fluida kerjanya. Brine merupakan fase air fluida sumur panas bumi yang terpisah di separator dari faea uapnya akibat adanya penurunan tekanan. Brine merupakan energi buangan (waste energy) dari sistim fluida panas bumi karena temperaturnya sudah relatif rendah. Fluida kerja adalah fluida yang berfungsi menggerakkan turbin. Ada beberapa fluida kerja yang sering pada sistim siklus biner, antara lain; isobutana (C 4 H 10 ), normal pentana (C 5 H 12 ), campuran air dan amoniak dll. Secara geologi, negara Indonesia terletak di sepanjang jalur vulkanik (volcanic arc), sehingga potensi energi panas bumi banyak dijumpai di Indonesia. Potensi energi panas bumi Indonesia kurang lebih sebesar 29 GW (Status Desember 2012) tetapi saat ini baru digunakan untuk membangkitkan listrik sebesar 1.341 MW atau baru sekitar 5% dari total potensi yang ada. Sedangkan pemanfaatan energi panas bumi temperatur rendah masih sangat terbatas untuk pemanfaatan secara langsung (direct uses) seperti pemandian kesehatan (spa), pengeringan hasil pertanian dan belum bersifat komersial. Gambar 1 menunjukkan potensi energi panas bumi di Indonesia pada status Tahun 2012. 1.1. Latar Belakang Prototipe pembangkit listrik sistim biner yang dibangun pada Tahun Anggaran 2012 direncanakan akan dipasang dan diuji di lapangan panas bumi (PLTP) Dieng. 41

Gambar 1. Peta Sebaran Lokasi Panas Bumi Indonesia (Dijtjen EBTKE, 2013) Lapangan panas bumi Dieng terletak di Dieng Plateau, yang berjarak kurang lebih 80 km Barat Laut atau dapat ditempuh dalam waktu 3 s/d 4 jam dengan mobil dari kota Yogyakarta, Jawa Tengah (Gambar 2). Lapangan panas bumi Dieng saat ini dikelola oleh PT. Geo Dipa Energy yang merupakan Badan Usaha Milik Negara. Sumur-sumur lapangan panas bumi Dieng memproduksi fluida 2 fase dengan temperatur kepala sumur berkisar 180-200 o C, yang banyak mengandung unsur kimia seperti Ca, K, SiO 2, Mg, dan lain-lain di mana pada kondisi tertentu dapat mengendap sehingga dapat mengganggu kinerja pembangkit. Fase uap dan fase air dari fluida panas bumi ini dipisahkan di separator pada tekanan di atas 9 bar dan temperatur di atas 170 o C hal dilakukan untuk menghindari terjadinya endapan. Fase uap dialirkan untuk menggerakkan turbin kapasitas 60 MW sedangkan brine dialirkan ke kolam penampungan sebelum diinjeksikan kembali ke dalam reservoir dan untuk mencegah terjadinya endapan pada fasilitas permukaan, ke dalam pipa yang mengalirkan brine dinjeksikan asam sulfat (H 2 SO 4 ) Brine di PLTP Dieng sampai saat ini belum dimanfaatkan, hanya ditampung di kolam untuk mengendapkan silika akibat turunnya temperatur. Kemudian brine ini diinjeksikan kembali ke dalam reservoir. Berdasarkan data teknis, brine ini masih memiliki temperatur sekitar 169-180 o C dan tekanan keluar separator berkisar 9-10,8 bar dengan asumsi dryness : 30-40% maka fluida yang keluar sekitar 11,25 ton/jam air. Fluida reservoir dipisahkan fase uapnya di kepala sumur biasanya pada temperatur antara 160 and 250 C tergantung pada tekanan kepala sumur. 1.2. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk kemungkinan 42 M&E, Vol. 11, No. 2, Juni 2013

The Dieng geothermal power plant Yogyakarta Gambar 2. Peta Lokasi Lapangan Panas Bumi Dieng pemanfaatan energi panas bumi temperatur rendah-menengah dari brine/air buangan PLTP Dieng. 2. METODOLOGI Prinsip dasar teknologi pembangkit listrik sistem biner adalah perpindahan panas dari brine ke fluida kerja n-pentana dan dari fluida kerja ke air pendingin. Perubahan tekanan dan temperatur fluida n- pentana akibat adanya perpindahan panas dari brine ke fluida n-pentana di preheater, evaporator, dan condenser menyebabkan terjadinya perubahan fase fluida n-pentana baik dari cairan menjadi uap atau sebaliknya sehingga seluruh uap n-pentana bertekanan ini kemudian memutar turbin dan turbin memutar generator sehingga menghasilkan listrik. Setelah menggerakan turbin, uap n-pentana didinginkan di condenser sehingga berubah menjadi cairan untuk kemudian disirkulasikan kembali. Sedangkan brine setelah memanaskan fluida n-pentana disalurkan ke silencer (tabung yang terbuka di bagian atasnya sehingga mempunyai tekanan atmosfirik) untuk kemudian diinjeksikan ke dalam reservoir kembali. Gambar 3 menunjukkan kesetimbangan energi sistem siklus biner kapasitas 50 kw. 43

Gambar 3. Analisis kesetimbangan energi sistem siklus Bineri 50 kw (Didi, S., 2012) 2.1. Teori Dasar a. Alat Pemindah Panas (Heat Exchanger) Untuk mendapatkan efisiensi yang tinggi, alat pemindah panas (Heat Exchanger) harus dirancang dengan perhitungan kinerjanya. Dasar-dasar persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut (Engineering and Consulting Firms Association, Japan, Tohoku Electric Power Co., Inc, 2006); Q = F U A T lm... (1) Q = M C (T 1 T 2 )... (2) Q = m c (t 2 t 1 )... (3) Faktor efisiensi, F, merupakan perbandingan antara true mean-temperature-difference driving force, T mtd, pada Pemindah Panas dengan logarithmic temperature difference, T tm, sebagai berikut; T F T mtd lm... (4) Parameter tidak berdimensi lainnya adalah: perbandingan perbedaan temperatur sisi shell terhadap tube-side fluid (R), efektifitas panas (P), dan jumlah unit pemindahan (NTU), parameter-parameter ini dihitung dengan persamaan berikut; ( T R ( t 1 2 ( t2 P ( T 1 T2 ) mc t1) M C t1) t ) 1... (5)... (6) 44 M&E, Vol. 11, No. 2, Juni 2013

UA NTU mc...(7) True mean-temperature-difference telah di pecahkan secara analitik untuk beberapa konfigurasi pemindah panas. Untuk mengurangi trial - and - error saat mengevaluasi performa pemindah panas, digunakan solusi analitik hubungan faktor efisiensi (F), sebagai fungsi P untuk harga R dan NTU konstan. Dengan menentukan dua parameter dari empat parameter, dua lainnya dapat dibaca dari grafik selanjutnya perhitungan rancangan menentukan harga R dan P, untuk mendapatkan harga F dan NTU dan kemudian menghitung luas area (A) permukaan pemindah panas. Perhitungan kinerja, di sisi lain, mencakup penentuan R dan NTU, untuk mendapatkan F dan P, dan menghitung temperatur keluaran T 2 dan t 2. Panas yang diperlukan untuk menguapkan air diperoleh dari air itu sendiri, mendinginkan ke temperatur air awal di bak penampungan dan kemudian siap disirkulasikan kembali. Air evaporasi meninggalkan padatan di air yang tidak diuapkan, yang kemudian menaikan konsentrasi padatan dalam air sirkulasi pendingin. Untuk mencegah konsentrasi padatan menjadi terlalu tinggi, sebagian air dikurangi (drawn off, D) untuk dibuang kemudian air segar tambahan (M) ditambahkan ke bak penampungan untuk menggantikan air yang hilang. Kesetimbangan air pada keseluruhan sistem di menara pendingin adalah sebagai berikut: M = E + D + W... (8) b. Menara Pendingin Secara kuantitatif, persamaan kesetimbangan massa pada menara pendingin (cooling tower) system basah disusun oleh beberapa variabel operasional dari laju alir air (makeup water, M), laju alir air penguapan (E), laju alir air yang hilang karena angin (windage loss of water, W), laju alir air yang dibuang (draw-off/blowdown water, D) dan siklus konsentrasi (Beychok, M.R.,1967). Skema proses pendinginan pada menara pendingin (Gambar 4) dimana air dingin yang dipompa dari bak penampung air menyerap panas dari fluida n-pentana dan panas yang terserap menaikkan temperatur air pendingin (C). Air pendingin (C) ini kembali ke bagian atas menara pendingin kemudian turun melewati fill di bagian dalam menara. Ketika menetes, air bersentuhan dengan udara ambient yang mengalir ke atas secara forced draft dengan menggunakan kipas (fan). Persentuhan ini menyebabkan air akan hilang dalam jumlah kecil karena angin (W) dan sebagian lainnya air (E) menguap. Gambar 4. Skema proses pendinginan pada menara pendingin (Beychok, M.R.,1967) Karena uap air (E) tidak mengandung garam, kesetimbangan chloride disekitar sistem adalah: M(X M ) = D(X C ) + W (X C ) = X C (D+W)... (9) dan X C /X M = M (D+W) = M (M-E) = 1 + [E (D+W)]... (10) 45

Dari persamaan sederhana kesetimbangan panas di sekeliling menara pendingin maka E = C. ÄT. cp Hv... (11) di mana : Hv = entalpi penguapan air = 2260 kj/kg T = perbedaan temperatur air dari puncak ke dasar menara, o C cp = panas spesifik air = 4,184 kj/kg o C 2.2. Preheater Preheater merupakan alat yang berfungsi untuk memindahkan panas dari brine ke fluida n- pentana pada tahap awal. Jumlah brine yang digunakan untuk memanaskan n-pentana adalah 6,75 kg/s dengan temperatur 165 o C dan tekanan 7 bar. brine ke fluida n-pentana tahap lanjut setelah keluar dari preheater. Debit massa brine yang digunakan untuk memanaskan fluida n-pentana adalah berjumlah 7,65 kg/s dengan temperatur 165 o C dan tekanan 7 bar. Akibat pemanasan di evaporator ini temperatur fluida kerja naik dari 142 o C menjadi 154 o C dengan tekanan 15,41 bar dimana uap n-pentana ini kemudian dialirkan ke turbin untuk kemudian memutar generator. Gambar 6 berikut menunjukkan alat pemindah panas evaporator. Gambar 6. Komponen evaprator tipe shell and tube (Didi, S., 2012) Gambar 5. Komponen preheater tipe shell and tube (Didi, S., 2012) Pada tahap pemanasan awal ini temperatur fluida n-pentana naik dari 42,78 o C menjadi 142 o C. Di preheater ini terjadi penyerapan panas dari brine oleh fluida n-pentana sebesar 397 kw panas. Gambar 5 merupakan komponen preheater. 2.3. Evaporator Evaporator merupakan alat pemindah panas yang berfungsi untuk memindahkan panas dari Untuk mencegah agar fluida n-pentana tidak terlalu panas (over heated) yang dapat menyebabkan kegagalan, sistem siklus biner ini dilengkapi dengan sistem kontrol yang akan mengendalikan aliran brine ke evaporator sehingga temperatur fluda n-pentana yang keluar dari preheater dan evaporator selalu berada pada kondisi di bawah temperatur saturasi maksimum atau temperatur kritisnya, yaitu di bawah 194 o C (T max < 194 o C) dan tekanan maksimum 32,50 bar. 2.4. Condenser Condenser mempunyai fungsi untuk mendinginkan fluida kerja n-pentana yang keluar dari turbin sehingga kembali ke fase cairnya. 46 M&E, Vol. 11, No. 2, Juni 2013

Fluida n-pentana ini didinginkan dengan memompakan 15,3 kg/s air bertemperatur 24 o C sehingga temperatur fluida n-pentana turun dari 95,55 o C menjadi 41 o C. Disini terjadi pelepasan panas dari fluida n-pentana sebesar 650 kw. Pemindah panas untuk pendinginan (condenser) dapat dilihat seperti pada Gambar 7 berikut. Gambar 8. Komponen cooling tower tipe mechanical draft (Didi, S., 2012) Gambar 7. Komponen kondenser tipe shell and tube (Didi, S., 2012) 2.5. Menara Pendingin (Cooling Tower) Menara pendingin berfungsi untuk mendinginkan air pendingin setelah menyerap panas dari fluida kerja di condenser. Menara pendingin yang digunakan adalah forced (mechanical) draft menggunakan kipas untuk mendinginkan air pendingin. Jumlah air pendingin yang digunakan adalah sebesar 17 kg/detik dengan temperatur 34 o C. Gambar 8 menunjukkan menara pendingin (cooling tower) yang digunakan pada sistem biner. 2.6. Turbin Turbin yang digunakan adalah tipe radial inflow dengan diameter sudu gerak 448 mm, jumlah sudu gerak 110 buah, panjang nozzle 35 mm, diameter nozzle 20 x 6 mm, bahan Nozzle AISI 304, jumlah nozzle 6 buah, dengan double mechanical seal dari bahan stainless steel, tungsten dan carbon dan ukuran rasio gear box adalah 4 : 1 (Gambar 9). Gambar 9. Komponen turbin pada siklus Biner (Didi, S., 2012) Turbin didesain bekerja pada tekanan 15 bar dengan putaran 6000 rpm yang kemudian diturunkan putaran menjadi 1500 rpm. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Keseluruhan komponen elektrikal dan mekanikal siklus biner kapasitas 50 kw pada TA 2012 telah selesai dibangun dan direncanakan akan dipasang dan diuji di lokasi Pad sumur HCE-7 lapangan panas bumi (PLTP) Dieng di Tahun 2013 dengan memanfaatkan brine dari separator sumur 7B. Gambar 10 menunjukkan instalasi sistem biner kapasitas 50 kw. 47

Direncanakan sistem siklus biner akan dihubungkan ke jaringan PLN, dan untuk mencegah terjadinya kegagalan, siklus biner akan dilengkapi dengan sistem kontrol dan proteksi yang akan mengontrol laju alir brine dan fluida kerja sehingga temperatur fluida kerja tetap di bawah tekanan kritisnya dan melindungi sistem jika terjadi beban listrik yang berlebih. Siklus biner ini terdiri dari komponen sisi panas dan sisi dingin. Komponen sisi panas meliputi preheater dan evaporator. Di dalam komponen sisi panas ini terjadi perpindahan panas dari brine ke fluida kerja (n-pentana). Gambar 10. Integrasi komponen PLTP siklus biner (Didi, S., 2012) Untuk mengetahui kekuatan preheater, evaporator dan kondensor terhadap tekanan telah dilakukan pengujian statik pneumatic dan hydrostatic. Pengujian ini dilakukan dengan memberikan tekanan dengan besaran tertentu selama 3-4 jam (sesuai standar yang berlaku). Hasil pengujian seperti pada Gambar 11. Hasil uji ini menunjukkan bahwa proses pemberian tekanan digambarkan sebagai garis warna biru yang lurus dan konstan pada besaran tekanan 20 bar dan 1,8 bar, hal ini mengindikasikan tidak adanya kebocoran pada pipa-pipa (tubes) baik di dalam preheater, evaporator maupun kondensor. Untuk mendapatkan perpindahan panas yang maksimal komponen preheater dan evaporator pada siklus biner ini didesain terdiri dari 300 hingga 400 tube stainless steel. Panas yang diserap ini merubah fase cairan n-pentana menjadi uap untuk menggerakkan turbin dan putaran turbin kemudian memutar generator. Di dalam turbin, uap n-pentana mengalami ekspansi dan tekanan turun dari 15 bar menjadi 1,4 bar. Uap n-pentana yang keluar dari turbin kemudian didinginkan di kondenser yang merupakan komponen sisi dingin dari sistem siklus biner ini. Panas dari fluida n-pentana diserap oleh air sebagai media pendingin yang kemudian dilepas di cooling tower. Begitu seterusnya, fluida n-pentana dingin disirkulasikan kembali ke preheater dan evaporator yang merupakan siklus tertutup. 4. KESIMPULAN Gambar 11. Chart hasil uji hidrostatik dan pneumatik (Didi, S., 2012) a. Siklus biner ini didesain dengan menggunakan alat pemindah panas tipe shell and tube dengan jumlah stainless steel tube adalah 300 hingga 400 buah. b. Temperatur dan tekanan uap n-pentana dijaga tetap berada di bawah titik kritisnya (<194 o C, <32,5 bar) dengan menjaga total laju alir massa brine konstan pada 14-15 kg/detik. c. Untuk mendinginkan fluida n-pentana setelah keluar turbin diperlukan 15,3 kg/s air bertemperatur 24 o C. 48 M&E, Vol. 11, No. 2, Juni 2013

d. Pad sumur HCE-7 mempunyai brine yang cukup untuk digunakan sebagai sumber energi siklus biner. DAFTAR PUSTAKA Beychok, M.R.,1967, Aqueous Wastes from Petroleum and Petrochemical Plants (1st Edition ed.) Chandrasekharam, D., and Bundschuh, J., 2008, Low-Enthalpy Geothermal Resources for Power Generation, CRC Press/Balkema, Netherlands, pp 15. Chemical Engineering, McGraw-Hill Pub. Co, 1221 Avenue of the Americas, New York 10020, pp 3-8. Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2013, Bahan Paparan, Yogyakarta 23-24 April 2013. Engineering and Consulting Firms Association, Japan, Tohoku Electric Power Co., Inc, 2006, Preventions and Solutions for the Scale Problem at the Geothermal Power Planty and CDM Study in Indonesia, Study Report, S-1, February 2006. Samdani, G.S., 1996, Quick Design And Evaluation: Heat Exchangers, Heat Transfer Technology and Practices for Effective Energy Management. Sukaryadi,D., 2012, Laporan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketanagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, hal 50. 49