Eksplorasi Matematika di SD/MI: Contohnya, Pengertiannya, dan Keunggulannya

dokumen-dokumen yang mirip
Bagaimana Mengintegrasikan Kegiatan Eksplorasi di Kelas? Belajar dari Olimpiade Matematika SD

BAGAIMANA MENGOPTIMALKAN OLIMPIADE MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR?

Bagaimana Cara Guru SD Memfasilitasi Siswanya Agar Dapat Menjadi Siswa yang Mandiri Mempelajari Matematika?


Untuk Apa Belajar Matematika? Fadjar Shadiq, M.App.Sc Widyaiswara PPPPTK Matematika &

PENTINGNYA PEMECAHAN MASALAH Fadjar Shadiq, M.App.Sc (Widyaiswara PPPPTK Matematika)

INVESTIGASI ATAU PENYELIDIKAN DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA. Fadjar Shadiq (Widyaiswara Madya PPPPTK Matematika)

Belajar Memecahkan Masalah Matematika, oleh Fadjar Shadiq, M.App.Sc. Hak Cipta 2014 pada penulis

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

PENTINGYA STRATEGI PEMODELAN PADA PROSES PEMECAHAN MASALAH

B A B I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting yang akan

Contoh Penalaran Induktif dan Deduktif Menggunakan Kegiatan Bermain-main dengan Bilangan

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin

KAJIAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA (HASIL TAHAPAN PLAN SUATU KEGIATAN LESSON STUDY MGMP SMA)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

TINJAUAN PUSTAKA. pemahaman dapat dimaksudkan sebagai proses, cara, atau perbuatan memahami.

Geometri Siswa SMP Ditinjau dari Kemampuan Matematika. (Surabaya: PPs UNESA, 2014), 1.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan

Profil Proses Kognitif Siswa SMP Laki-laki dalam Investigasi Matematik Ditinjau dari Perbedaan Kemampuan Matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. yaitu membekali diri dengan pendidikan. Terdapat pengertian pendidikan menurut

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan secara nasional adalah hasil nilai Ujian Nasional (UN). Permendikbud

MENGAPA TIDAK MENGGUNAKAN PENBELAJARAN REALISTIK PADA PENBELAJARAN PENJUMLAHAN DUA BILANGAN BULAT?

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

STRATEGI SOLUSI DALAM PEMECAHAN MASALAH POLA BILANGAN PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 PONTIANAK. Nurmaningsih. Abstrak. Abstract

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diana Utami, 2014

Sistem Pembinaan dan Karakteristik Soal Olimpiade Matematika

ANALYSIS OF STUDENT REASONING ABILITY BY FLAT SHAPE FOR PROBLEM SOLVING ABILITY ON MATERIAL PLANEON STUDENTS OF PGSD SLAMET RIYADI UNIVERSITY

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

Contoh Penalaran Induktif dan Deduktif Menggunakan Kegiatan Bermain-main dengan Bilangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Slameto (2010:3) belajar adalah proses usaha yang

Penggunaan Strategi Pemodelan dengan Diagram di Sekolah Dasar

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KESULITAN BELAJAR SISWA Oleh: Fadjar Shadiq, M.App.Sc. (WI PPPPTK Matematika)

BELAJAR MEMECAHKAN MASALAH YUK Fadjar Shadiq, M.App.Sc ( & fadjar_p3g.yahoo.com)

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar siswa kita. Padahal matematika sumber dari segala disiplin ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Bagaimana Cara Guru Memanfaatkan Faktor Sikap dalam Pembelajaran Matematika? Fadjar Shadiq &

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kompetensi agar menjadi manusia yang berkarakter baik secara intelektual,

(universal) sehingga dapat dipahami oleh orang lain.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari diajarkannya matematika di setiap jenjang pendidikan. Selain itu, untuk

DRAFT JURNAL PENELITIAN DOSEN PEMBINA PEMETAAN HIGH ORDER THINGKING (HOT) MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA SE-KOTA TASIKMALAYA TIM PENGUSUL

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendapat (Sabandar, 2010: 168) bahwa matematika adalah sebagai human

ADA BERAPA JARING-JARING KUBUS SESUNGGUHNYA? Fadjar Shadiq, M.App.Sc WI PPPG Matematika

Pembuktian Tidak Langsung

BAB I PENDAHULUAN. suatu Negara dipengaruhi oleh banyak faktor misalnya dari siswa, pengajar,

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. 1 The National Council of Teachers of Mathematics (NCTM), Principles and Standards

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MEMANFAATKAN ALFAMETIKA DAN CRYPTARITHMS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERNALAR SISWA Fadjar Shadiq

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PERAN MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERFIKIR ANALITIS SISWA SMK

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

apa yang dirumuskan dalam NCTM (National Council of Teachers of isi atau materi (mathematical content) dan standar proses (mathematical

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Matematika juga berfungsi dalam ilmu pengetahuan, artinya selain

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PEMBUKTIAN, PENALARAN, DAN KOMUNIKASI MATEMATIK. OLEH: DADANG JUANDI JurDikMat FPMIPA UPI 2008

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA DENGAN PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bagaimana Mengajar Pembuktian?

BAB I PENDAHULUAN. manusia- manusia unggul dan berkualitas. Undang-undang No 20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAGAIMANA CARA MATEMATIKA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI PARA SISWA? Fadjar Shadiq

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. telah melakukan berbagai macam upaya dalam meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi siswa yaitu Sekolah. Melalui pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

Peran Penting Guru Matematika dalam Mencerdaskan Siswanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

Eksplorasi Matematika di SD/MI: Contohnya, Pengertiannya, dan Keunggulannya Fadjar Shadiq, M.App.Sc (fadjar_p3g@yahoo.com & www.fadjarp3g.wordpress.com) Istilah eksplorasi sudah muncul secara eksplisit pada Kurikulum 2004. Namun istilah tersebut tidak muncul lagi pada Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Mata Pelajaran Matematika di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah atau SD/MI (Depdiknas, 2006). Sebagai acuan, Kurikulum 2004 (Depdiknas, 2003:6) menyatakan secara eksplisit bahwa kemampuan bernalar (reasoning) para siswa dapat ditingkatkan melalui kegiatan seperti: (1) penyelidikan, (2) eksplorasi, ataupun (3) eksperimen. Pada Permendiknas 22/2006 penulis meyakini bahwa istilah itu secara implisit sudah termuat pada tujuan pelajaran matematika nomor 2 yang berkait dengan kemampuan bernalar (reasoning). Secara eksplisit Permendiknas 22/2006 menyatakan tujuan nomor 2 pelajaran matematika adalah agar para siswa SD/MI dapat: Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Kalimat ini dapat dijadikan sebagai acuan berkait dengan pengertian eksplorasi yang menunjukkan bahwa pada kegiatan eksplorasi, para siswa difasilitasi untuk menemukan rumus ataupun aturan sederhana dalam bentuk gagasan dan pernyataan matematika melalui kegiatan menentukan pola (keteraturan) dan sifatsifat yang ada pada topik yang sedang mereka eksplorasi, melakukan manipulasi matematika, menyusun generalisasi, serta menyusun bukti (baik bukti secara formal ataupun bukti secara informal). Di samping tiga istilah tersebut di atas; yaitu penyelidikan, eksplorasi, ataupun eksperimen; istilah lain yang sering muncul yang menurut hemat penulis berkait dengan istilah itu adalah investigasi (investigation) dan penemuan (inquiry atau discovery). Dari beberapa istilah tersebut, tentunya ada hal-hal yang sama dan ada juga yang berbeda. Meskipun demikian; daripada hanya memperdebatkan tentang pengertian beberapa istilah tadi, penulis lebih tertarik pada aktivitas berpikir siswa (thinking activity) yang dapat difasilitasi untuk ditingkatkan melalui beberapa kegiatan pada beberapa istilah di atas, sehingga beberapa kegiatan dimaksud dapat membantu meningkatkan kemampuan berpikir para siswa SD. Hal terakhir ini sejalan dengan latar belakang lampiran 1

dokumen Standar Isi pada Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 (Depdiknas, 2006) tentang mata pelajaran matematika yang harus diacu para guru matematika yang menyatakan: Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika. Pernyataan terakhir ini menunjukkan tentang pentingnya peningkatan kemampuan berpikir dan bernalar para siswa SD. Naskah ini akan membahas tiga hal penting yang berkait dengan eksplorasi, yaitu contoh kegiatan ekplorasi pada kompetisi matematika, pengertian ekplorasi, dan akhirnya akan membahas tentang pentingnya kegiatan ekplorasi dalam meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar para siswa SD dan MI. Contoh Soal Bentuk Eksplorasi Salah satu langkah atau upaya Depdiknas dalam meningkatkan persaingan di antara para siswa SD yang berbakat di bidang matematika adalah dengan mengadakan Olimpiade Matematika Nasional (OMN) sebagai bagian dari Olimpiade Sains Nasional (OSN). Sebagian besar soal pada OMN dapat dikategorikan sebagai masalah sebagaimana dituntut Permendiknas 22/2006; yaitu soal yang langkah-langkah jawabannya belum diketahui para siswa. Soal atau masalah yang diujikan pada OMN tingkat SD terdiri atas tiga bentuk (format); yaitu: (1) bentuk jawaban singkat, (2) bentuk uraian, dan (3) bentuk eksplorasi. Dari ketiga bentuk soal OMN di atas, bentuk jawaban singkat maupun bentuk soal uraian sudah seharusnya diketahui dan dikenal para guru SD pada umumnya. Bentuk ketiga, yaitu bentuk (format) eksplorasi, mungkin masih merupakan istilah baru atau asing bagi sebagian guru SD. Karena itu, naskah ini disusun dengan maksud untuk memberikan tambahan pengetahuan berupa wawasan bagi guru-guru SD mengenai soal (masalah) berbentuk eksplorasi, diikuti dengan membahas konsep atau pengertian eksplorasi, dan diakhiri dengan membahas alasan menggunakan format eksplorasi. Berikut ini akan disampaikan soal nomor 5 pada OMN SD tahun 2009 di Jakarta sebagai contoh soal bentuk eksplorasi. Contoh Soal Eksplorasi 1 Kita dapat menuliskan 15 sebagai hasil tambah dari beberapa bilangan asli yang berurutan dalam tiga cara yaitu: 15 = 7 + 8, 15 = 4 + 5 + 6, dan 15 = 1 + 2 + 3 + 4 + 5. Temukan sebanyak mungkin cara menulis 84 sebagai hasil tambah dari beberapa bilangan asli yang berurutan. Berhentilah membaca untuk beberapa saat, cobalah untuk memecahkan sendiri soal atau masalah di atas lebih dahulu. Jawaban dan catatan untuk soal di atas di antaranya adalah: a. Perhatikan contoh yang ada, yaitu: 2

15 = 7 + 8.. (A) 15 = 4 + 5 + 6.. (B) 15 = 1 + 2 + 3 + 4 + 5.. (C) Berdasar contoh dimaksud; diharapkan para siswa akan mulai berpikir tentang adanya pola (keteraturan). b. Beberapa hal menarik yang menunjukkan adanya pola (keteraturan) pada contoh di atas, di antaranya adalah: o Pada A, 15 = 2 7½ yang menunjukkan adanya 2 bilangan pada hasil penjumlahannya (yaitu bilangan 7 dan 8), serta 7,5 merupakan bilangan di antara 7 dam 8 tersebut. o Pada B, 15 = 3 5 yang menunjukkan adanya 3 bilangan pada hasil penjumlahannya (yaitu 4, 5, dan 6), serta 5 yang merupakan bilangan yang di tengah). o Pada C, 15 = 5 3 yang menunjukkan adanya 5 bilangan pada hasil penjumlahannya (dimulai dari 1 sampai dengan 5), serta 3 yang merupakan bilangan yang di tengah). c. Beberapa hal menarik di atas dapat dinyatakan dengan kata-kata sebagi berikut. o Pada penjumlahan tiga bilangan asli berurutan (lihat B), hasilnya adalah tiga kali bilangan yang di tengah. Perhatikan bahwa 3 merupakan faktor 15. o Pada penjumlahan lima bilangan asli berurutan (lihat C), hasilnya adalah lima kali bilangan yang di tengah, dan seterusnya. Perhatikan juga bahwa 3 merupakan faktor 15. o Pada penjumlahan dua bilangan asli berurutan (lihat A), hasilnya adalah dua kali bilangan yang di tengah antara 7 dan 8 (yaitu 2 7,5). Perhatikan juga bahwa 2 bukan faktor 15, namun 1 adalah faktor dari 15. d. Dengan mengingat bahwa 84 = 2 2 3 7 dan berdasar juga pada kesimpulan di atas, akan didapat hal-hal berikut. o Untuk banyaknya bilangan yang merupakan bilangan ganjil akan didapat penyelesaian berikut. 84 = 27 + 28 + 29 (banyak bilangan 3; dan 84 : 3 = 28) 84 = 9 +10 + 11 + 12 + 13 + 14 + 15 (banyak bilangan 7; dan 84 : 7 = 12) Ingat bahwa 3, 7, dan 21 merupakan faktor dari 84 = 2 2 3 7 o Untuk banyak bilangan yang merupakan bilangan genap akan didapat penyelesaian berikut. 84 = 8 + 9 + 10 + 11 + 12 + 13 (banyak bilangan 8; dan bilangan di antara dua bilangan yang di tengah adalah 10,5. 3

e. Jadi, hanya ada tiga penyelesaian untuk soal di atas. Contoh penyelesaian ini menunjukkan bahwa penyelesaian soal di atas tidak membutuhkan rumus-rumus tentang Barisan dan Deret Aritmetika yang baru akan dipelajari siswa di SMP; akan tetapi penyelesaiannya hanya menggunakan keteraturan atau pola yang ada pada penjumlahan itu sendiri. Hal ini juga membantah anggapan bahwa penyelesaian soal-soal OSN SD/MI harus menggunakan rumus-rumus di SMP/MTs. Berikut ini adalah contoh lain pada soal eksplorasi nomor 5 pada International Mathematics and Science Olympiad 2005 (IMSO). Contoh Eksplorasi 2 Ten rectangles form a pyramid. Each rectangle is filled in with a positive whole number following a certain rule. In the figure below, the numbers 3, 2, 1, and 5 are placed at the bottom rectangles, thereby resulting to 120 at the top rectangle of the pyramid. 120 12 10 6 2 5 3 2 1 5 By following the same rule, a. [2 points] What is the rule of filling in the numbers into the rectangles of this pyramid? b. [1 points] Using the rule in a, what number should be at the top rectangle of the pyramid if you put 1, 2, 1, and 3 (in this order) at the bottom rectangles? c. [3 points] By following the same rule, the number 2160 is obtained at the top rectangle of the pyramid. Find all possibilities of the four numbers placed at the bottom rectangles of the pyramid, if the number 1 is not used? Note: The sequence 3, 2, 2, 4 is considered different from the sequence 4, 2, 2, 3. Seperti biasa, berhentilah membaca untuk beberapa saat, cobalah untuk memecahkan sendiri soal atau masalah di atas lebih dahulu. Alternatif jawaban dan catatan untuk soal pada setiap huruf adalah sebagai berikut. a. Aturannya adalah mengalikan dua bilangan tepat di bawahnya. Contohnya, 120 yang ada di puncak adalah hasil dari 12 10 = 120. b. Jika pada alasnya diletakkan 1, 2, 1, dan 3; maka pada persegipanjang puncak harus diisi dengan 24. Anda tahu alasannya bukan. 4

c. Untuk menjawab soal ini, seperti pada contoh eksplorasi 1 di atas, para siswa diharapkan dapat mengumpulkan data, menyusun dugaan, menunjukkan kebenaran dugaannya. Dari data yang didapat, pada akhirnya ia harus menyimpulkan bahwa untuk kasus khusus seperti siswa menggunakan empat bilangan 3, 2, 1, dan 5 pada alasnya, akan didapat bilangan 120 pada puncaknya. Dengan notasi berikut, nyatalah bahwa dua bilangan yang di tengah pada alas, akan sangat menentukan nilai pada puncak. 3 2 3 1 3 5 3 2 2 1 2 1 1 5 3 2 2 1 1 5 3 2 1 5 Karenanya 2160 harus dimanipulasi dahulu menjadi 2 4 3 3 5. Dengan demikian, dua persegi panjang yang di tengah harus diisi dengan 2 dan 3, sehingga ada 4 kemungkinan penyelesaian soal ekaplorasi ini, yaitu: 2 2 3 5 2 3 2 5 5 2 3 2 5 3 2 2 Yakinkah Anda dengan hasil ini, mengapa? Kalau Anda tidak atau belum yakin dengan jawaban dimaksud, cobalah untuk mengecek kebenaran hasilnya dengan melakukan operasi seperti yang ditentukan. Pengertian Eksplorasi Pada contoh proses eksplorasi di atas, para siswa dituntut untuk menghubung-hubungkan pengetahuan atau data yang satu dengan pengetahuan atau data lainnya, menyimpulkan dan melakukan analisis yang logis, membuat model matematikanya, menyusun dugaan, menyusun pola atau keteraturan dan berabstraksi. Pada intinya, dengan kegiatan bereksplorasi ini, para siswa diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berimajinasi, berintuisi, berpikir divergen, melahirkan karya yang orisinil, memprediksi dan menduga (conjecturing), mencoba-coba (trial and error), serta untuk memfasilitasi rasa ingin tahu para siswa. Jelaslah sekarang bahwa istilah eksplorasi lebih mengarah pada kegiatan atau aktivitas berpikirnya, sedangkan proses pembelajarannya secara real di kelas dikenal dengan istilah pembelajaran penemuan. Berkait dengan pengertian eksplorasi, Tran Vui (2000:1) menyatakan: Inquiry learning, which is the technical term ascribed to investigative and exploratory educational activities... Hal ini menunjukkan bahwa (inquiry learning) merupakan istilah teknis atau istilah operasional yang berkait dengan kegiatan investigasi dan eksplorasi. Jelas juga bahwa Tran Vui tidak membedakan dengan jelas perbedaan antara investigasi dengan eksplorasi. Tran Vui (2001) menyatakan juga tentang tiga bentuk eksplorasi, yaitu: guided exploration (eksplorasi terbimbing), modified 5

exploration (eksplorasi antara atau menengah), dan free exploration (eksplorasi murni). Pembagian seperti ini mengingatkan kita pada pembagian pada metode penemuan (discovery) ataupun pembelajaran penemuan (inquary learning) yang juga terbagi menjadi penemuan terbimbing dan penemuan murni. Jelaslah sekarang bahwa kegiatan eksplorasi pada proses pembelajaran matematika di kelas-kelas SD/MI dapat dilaksanakan jika para guru menggunakan metode penemuan (discovery atau inquary learning) yang tentunya sudah sering dilaksanakan para guru SD/MI di lapangan. Mengapa Harus Eksplorasi D ari kegiatan yang dilakukan selama proses pemecahan soal atau masalah eksplorasi di atas, dapatlah disimpulkan bahwa pada kegiatan bereksplorasi; bukan hasil akhirnya saja yang dipentingkan, namun yang lebih penting lagi adalah proses mendapatkannya, proses belajar berpikir dan bernalarnya yang akan jauh lebih penting bagi para siswa. Karenanya, jika Bruner (Cooney dkk, 1975) berpendapat bahwa belajar dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan ( learning by discovery is learning to discover ); maka secara analogi, penulis dapat mengemukakan di sini bahwa pada proses pemecahan masalah (atau soal) dalam bentuk eksplorasi adalah memfasilitasi para siswa kita untuk melakukan dan berlatih bereksplorasi ( learning by exploration is learning to explore ). Dengan kegiatan penyelidikan dan eksplorasi ini, para siswa dilatih untuk tidak hanya menerima sesuatu yang sudah jadi seperti layaknya hanya diberi seekor ikan yang dapat langsung dimakan selama sehari saja, namun, mereka dilatih seperti layaknya belajar cara menangkap ikan sehingga ia bisa makan ikan untuk seumur hidupnya. Untuk itu, para siswa harus mempelajari cara-cara menemukan teori sederhana selama duduk di bangku sekolah, termasuk di bangku SD/MI yang akan sangat berguna di kelak kemudian hari, ketika mereka duduk di jenjang pendidikan yang lebih tinggi maupun di tempat kerjanya. Di era globalisasi dan teknologi maju seperti sekarang, para pemecah masalah tangguh dan penemu besar akan semakin dibutuhkan. Karena itulah, NCTM (National Council of Teachers of Mathematics), organisasi para guru matematika yang paling disegani di seluruh dunia dari negara adi daya Amerika Serikat, pada tahun 2000, telah menerbitkan buku berjudul Principles and Standards for School Mathematics. NCTM menyatakan bahwa standar matematika sekolah meliputi standar isi atau materi (mathematical content) dan standar proses (mathematical processes). Standar proses meliputi pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan pembuktian (reasoning and proof), katerkaitan (connections), komunikasi (communication), dan representasi (representation). Berkait dengan dua istilah tentang konten dan proses ini, ada kecenderungan di antara para pakar pendidikan matematika untuk lebih menekankan pada pencapaian tujuan proses daripada kontennya, sebagaimana dinyatakan Bastow, Hughes, Kissane, dan Mortlock (1984:1) 6

berikut: Among many mathematics educators there is a growing recognition of the need in school mathematics to increase the emphasis placed on process objectives. Sebagaimana sudah disampaikan tadi, kegiatan eksplorasi ini kaya dengan pencapaian tujuan proses tanpa menafikan pencapaian kontennya. Pada akhirnya, usaha Kemdiknas untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar para siswa SD/MI melalui kegiatan eksplorasi, baik selama kegiatan OMN maupun selama kegiatan pembelajaran di kelas patut mendapat dukungan seluruh pihak sehingga pada akhirnya akan muncul para pemecah masalah tangguh dan penemu-penemu hebat dari bumi tercinta Indonesia ini. Mudah-mudahan. Daftar Pustaka Bastow, B. Hughes, J. Kissane, B. & Randall, R. (1986). Another 20 Mathematical Investigational Work. Perth: The Mathematical Association of Western Australia (MAWA). Cooney, T.J., Davis, E.J., Henderson, K.B. (1975). Dynamics of Teaching Secondary School Mathematics. Boston: Houghton Mifflin Company. Depdiknas (2003). Kurikulum 2004. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas (2006). Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas. NCTM (1999). Overview of Principles and Standards for School Mathematics. http://www.standard.nctm.org. Diambil pada 13 Januari 2002. Tran Vui (2000). Mathematical Exploration. Penang: SEAMEO RECSAM 7