BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Proses Penularan Penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada anggota badan terutama pada tungkai atau tangan. apabila terkena pemaparan larva infektif secara intensif dalam jangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

PENYAKIT-PENYAKIT DITULARKAN VEKTOR

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

Prevalensi pre_treatment

BAB 1 RANGKUMAN Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. klinis, penyakit ini menunjukkan gejala akut dan kronis. Gejala akut berupa

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB 4 HASIL PENELITIAN

TUGAS PERENCANAAN PUSKESMAS UNTUK MENURUNKAN ANGKA KESAKITAN FILARIASIS KELOMPOK 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB XX FILARIASIS. Hospes Reservoir

BAB I PENDAHULUAN. distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari spesies, stadium larva

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PRAKTIK PENCEGAHAN FILARIASIS DAN MF-RATE DI KOTA PEKALONGAN

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT FILARIASIS DI KABUPATEN BEKASI, PROVINSI JAWA BARAT PERIODE

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN

URIC ACID RELATIONSHIP WITH BLOOD SUGAR PATIENTS TYPE 2 DIABETES MELLITUS THE EXPERIENCE OF OBESITY

Filariasis : Pencegahan Terkait Faktor Risiko. Filariasis : Prevention Related to Risk Factor

Gambaran Pengobatan Massal Filariasis ( Studi Di Desa Sababilah Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

KEEFEKTIFAN MODEL PENDAMPINGAN DALAM MENINGKATKAN CAKUPAN OBAT PADA PENGOBATAN MASSAL FILARIASIS

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah

Rencana Nasional Program Akselerasi Eliminasi Filariasis di Indonesia. No ISBN :

ABSTRAK PREVALENSI FILARIASIS DI KOTA BEKASI PERIODE

B A B 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing filaria kelompok nematoda, dan ditularkan oleh gigitan berbagai jenis

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Gondanglegi Kulon kecamatan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sebagai vektor penyakit seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Filariasis limfatik atau Elephantiasis adalah. penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit di mana

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS

RISIKO KEJADIAN FILARIASIS PADA MASYARAKAT DENGAN AKSES PELAYANAN KESEHATAN YANG SULIT

NYAMUK SI PEMBAWA PENYAKIT Selasa,

PENGOBATAN FILARIASIS DI DESA BURU KAGHU KECAMATAN WEWEWA SELATAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA

5. Manifestasi Klinis

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah

ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

SITUASI FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA TENGAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009

HUBUNGAN KONDISI FISIK LINGKUNGAN DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KELURAHAN PADUKUHAN KRATON KOTA PEKALONGAN TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit menular merupakan penyakit yang dapat. ditularkan melalui hewan perantara (vektor).

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG PENCEGAHAN PENULARAN FILARIASIS DENGAN KONDISI FISIK LINGKUNGAN KELURAHAN KURIPAN KERTOHARJO KOTA PEKALONGAN

GAMBARAN PEMBERIAN OBAT MASAL PENCEGAHAN KAKI GAJAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WELAMOSA KECAMATAN WEWARIA KABUPATEN ENDE TAHUN ABSTRAK

SKRIPSI SARI UKURTHA BR. TARIGAN NIM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

Pendpampingan Pemberantasan Nyamuk Demam Berdarah Dengue (DBD) Kelompok Prolanis BPJS Anggota Kepesertaaan FKTP Klinik Sakinah Kabupaten Jember

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kasus elefantiasis di desa Gondanglegi Kulon yang pernah dilaporkan. dilakukan survei pendahuluan dan pelacakan kasus, ditemukan lagi dua penderita

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

SOP POMP FILARIASIS. Diposting pada Oktober 7th 2014 pukul oleh kesehatan

UJI EFEKTIVITAS MINYAK ATSIRI BUNGA KENANGA (Canangium odoratum Baill) TERHADAP DAYA BUNUH LARVA NYAMUK Culex quinquefasciatus SKRIPSI

ANALISIS SITUASI FILARIASIS LIMFATIK DI KELURAHAN SIMBANG KULON, KECAMATAN BUARAN, KABUPATEN PEKALONGAN Tri Wijayanti* ABSTRACT

ARTIKEL PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARARAT DALAM PENGOBATAN FILARIASIS LIMFATIK DI KECAMATAN TIRTO KABUPATEN PEKALONGAN. Tri Ramadhani *, M.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Cakupan Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis di Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN

Juli Desember Abstract

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PRIMER FILARIASIS DI DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG

BUKU PEDOMAN PENGOBATAN MASAL FILARIASIS BAGI BIDAN DESA DAN TENAGA PEMBANTU ELIMINASI

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak

KERANGKA ACUAN KERJA ( KAK ) KEGIATAN POMP FILARIASIS PUSKESMAS KAWUA

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009)

Analisis Nyamuk Vektor Filariasis Di Tiga Kecamatan Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PENCEGAHAN FILARIASIS DI RASAU JAYA II KABUPATEN KUBU RAYA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi

Filariasis Limfatik di Kelurahan Pabean Kota Pekalongan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. FILARIASIS 1. Perkembangan Penyakit filaria merupakan penyakit parasit yang penyebarannya tidak merata, melainkan terkonsentrasi di beberapa kantong-kantong wilayah tertentu. Dataran pulau sumatra serta sebagian wilayah Jawa dan Bali menjadi kawasan yang ari tahun ke tahun langganan terinfeksi penyakit ini. Meskipun demikian, penyakit ini tetap merupakan masalah kesehatan yang penting, karena menebabkan kerugian masyarakat berupa penurunan produktivitas penderitanya, oleh karena itu harus ada pemberantasan penyakit ini. Penyakit filariasis tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi menyebabkan penderitaan serta kerugian tidak sedikit, jika dihitung kehilangan jam kerja yang disebabkannya. 13 WHO sudah menetapkan kesepakatan Global (The Global Goal of Elimination of Lyphatic Filariasis as a Public Health problem by The Year 2020) yaitu program eliminasi yang dilaksanakan melalui pengobatan massal dan perawatan untuk mencegah kecacatan dan mengurangi penderitanya dilokasi yang endemis setahun sekali selama 5 tahun. Indonesia melaksanakan eliminasi penyakit filariasis secara bertahap dimulai pada tahun 2002 di 5 kabupaten percontohan. 13 14

15 2. Definisi Filariasis atau elephantiasis atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penyakit kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang disebabkan karena infeksi cacing filaria. 1 Filariasis adalah suatu infeksi siskemik yang disebabkan oeh cacing filaria. Dimana cacing dewasa hidup dalam saluran limfe dan kelenjar limfe manusia. Secara biologik filariasis ditularkan oleh serangga (Nyamuk). 3. Cacing Filaria Cacing yang dapat menyebabkan filariasis terdiri dari 3 spesies cacing filaria yaitu : Wuchereria bancrofi, Brugaria malayi, dan Brugaria timori. Cacing ini menyerupai benang dan hidup didalam tubuh manusia terutama dalam kelenjar getah bening dan darah. Cacing dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia selama 4 6 tahundan dalam tubuh manusia cacing dewas betina menghasilkan jutaan larva cacing (disebut microfilaria). Cacing filaria memiliki lebih dari 200 spesies dan hanya ada beberapa yang terdapat pada manusia. Spesies filaria yang paling sering menyerang atau menginfeksi manusia adalah Wuchereria bancrofi, Brugaria timori (di Indonesia), dan Onchocerca volvulus. Cacing dewasa hidup dalam sistem limfatik, subkutan dan jaringan ikat dalam. Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria (prelarva) yang masih mempunyai selaput telur (sarung) atau selaput terlepas 9tidak bersarung). Mikrofilaria ini sangat aktif, bentuknya seperti benang dan ditemukan dalam darah perifer atau jaringan kulit. 14

16 4. Etiologi Penyakit filariasis disebabkan oleh 3 spesies cacing filaria yaitu: Wuchereria bancrofi, Burgaria malayi dan Brugaria timori. Cacing ini menyerupai benang dan hidup dalam tubuh manusia terutama dalam kelenjar getah bening dan darah. Cacing dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia selama 4-6 tahun dan dalam tubuh manusia cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak cacing/larva (disebut microfilaria). Larva filaria memiliki perilaku yang spesifik yaitu pada siang hari larva filaria berada di paru-paru atau pembuluh darah besar sedangkan pada malam hari larva ini berpindah ke pembuluh darah arteri atau vena perifer dekat kulit. 13 Anak cacing (microfilaria) muncul di peredaran darah enam bulan sampai satu tahun kemudian dan dapat bertahan hidup hingga 5-10 tahun. Pada Wuchereria bancrofi, microfilaria berukuran 250-300 mikron, sedangkan pada Brugaria Malayi dan Brugaria Timori, microfilaria berukuran 177-230 mikron. 13 5. Epidemiologi Filariasis Bancrofi, vektor penular yang terpenting adalah culex fatigans, Anopheles funestus, Anopheles farauti, Anopheles darlingi, Anopheles punctulatus, Aedes aegypti dan Aedes polynesiensis. Endemitas filariasis tergantung pada manusia sebagai sumber penularan, jumlah microfilaria di dalam darah penderita dan aanya sarang nyamuk yang berdekatan dengan pemukiman penduduk. Tergantung pada sifat nyamuk dalam menghisap darah, maka periodiditas penyakit atas nokturnal dan diurnal berbeda dari satu daerah dengan aerah lainnya. Bila vektor

17 penularnya adalah nyamuk penghisap darah waktu siang hari, maka filariasis di daerah tersebut bersifat periodik diurnal. Pada filariasis, manusia tidak akan mempunyai imunitas alami. 15 Filariasis malayi, vektor utama adalah nyamuk Mansonia dan nyamuk Anopheles. Pemberantasan sarang nyamuk Mansonia sangat sulit, oleh karena larva nyamuk hidup di dalam air, diantara akar-akar tumbuhan air. Oleh karena itu pemberantasan dari filariasis malayi juga menjadi sukar. Mikrofilaria bersifat periodik nokturnal meskipun mereka dapat didapatkan didalam darah perifer selama 20 jam sehari dengan puncaknya pada jam 4 pagi. 15 6. Morfologi a. Wuchereria Bancrofti 1) Larva stadium I panjangnya kurang lebih147 mikron, bentuknya seperti sosis, ekornya panjang dan lancip. 2) Larva stadium II panjangnya kurang lebih 450 mikron, bentuknya lebih gemuk dan lebih panjang daripada bentuk stadium I, ekornya pendek seperti kerucut. 3) Larva stadium III panjangnya kurang lebih 1200 mikron, bentuknya langsing, pada ekor terdapat 3 buah papil. 4) Mikrofilaria panjangnya kurang lebih 250 mikron, bersarung pucat (pewarnaan haematoxylin), lekuk badan halus, panjang ruang kepala sama dengan lebarnya, inti halus dan teratur, tidak ada inti tambahan. 5) Cacing dewasa (makrofilaria) halus panjang seperti benang, warna putih kekuningan.

18 6) Cacing jantan panjangnya kurang lebih 40 mm, ekornya melingakar, mempunyai 2 spikula. 7) Cacing betina panjangnya kurang lebih 65-100 mm, ekor lurus berujung tumpul. b. Brugia Malayi 1) Mikrofilaria panjangnya kurang lebih 230 mikron, bersarung merah pada pewarnaan giemsa, lekuk badan kaku, panjang ruang kepalanya dua kali lebarnya, badannya mempunyai inti-inti tidak teratur, ekornya mempunyai satu-dua inti tambahan. 2) Cacing dewasa (mikrofilaria) bentuknya halus seperti benang, warnanya putih kekuningan. 3) Cacing jantan panjangnya 23 mm, ekornya melingkar. 4) Cacing betina panjangnya 55 mm, ekornya lurus. 5) Memiliki larva stadium I,II dan III seperti pada Wuchereria bancrofti. c. Brugia Timori 1) Mikrofilaria panjangnya kurang lebih 280 mikron, bersarung pucat (pewarnaan haematoxylin), lekuk badan kaku, panjang ruang kepalanya tiga kali lebarnya, badan mempunyai inti-inti tidak teratur, ekornya mempunyai dua inti tambahan. 2) Cacing dewasa (makrofilaria) bentuknya seperti benang, warnanya putih kekuningan. 3) Cacing jantan panjangnya 23 mm, ekornya melingkar. 4) Cacing betina panjangnya 39 mm, ekornya lurus. 5) Memiliki larva stadium I,II dan III. 16

19 7. Siklus Hidup a. Tahap perkembangan dalam tubuh nyamuk (vektor) 1) Saat nyamuk (vektor) menghisap darah penderita (mikrofilaria) beberapa mikrofilaria ikut terhisap bersama darah dan masuk ke dalam lambung nyamuk. 2) Beberapa saat setelah berada di dalam lambung nyamuk, mikrofilaria melepas selubung, kemudian menerobos dinding lambung menuju ke rongga badan dan selanjutnya ke jaringan otot thoraks. 3) Di dalam jaringan otot thoraks, larva stadium I (L1) berkembang menjadi bentuk larva stadium II (L2) dan selanjutnya berkembang menjadi larva stadium III (L3) yang infektif. 4) Waktu untuk perkembangan dari L1 menjadi L3 (masa inkubasi ekstrinsik) untuk W. Bancrofti antara 10-14 hari, B. Malayi dan B. Timori 7-10 hari. 5) L3 bergerak menuju proboscis (alat tusuk) nyamuk dan dipindahkan ke manusia pada saat nyamuk menggigit. 6) Mikrofilaria di dalam tubuh nyamuk hanya mengalami perubahan bentuk dan tidak berkembangbiak (Cyclicodevelopmental) sehingga diperlukan gigitan berulang kali untuk terjadinya infeksi. b. Tahap perkembangan dalam tubuh manusia dan hewan perantara ( hospes reservoir) 1) Di dalam tubuh manusia L3 akan menuju sistem limfe dan selanjutnya tumbuh menjadi cacing dewasa jantan atau betina.

20 2) Memulai kopulasi, cacing betina menghasilkan mikrofilaria yang beredar dalam darah. Secara periodik seekor cacing filaria betina akan mengeluarkan sekitar 50.000 larva setiap hari. 3) Perkembangan L3 menjadi cacing dewasa dan menghasilkan mikrofilaria untuk W. Bancrofti selama 9 bulan dan untuk B. Malayi dan B. Timori selama 3 bulan. 4) Perkembangan ini juga terjadi pada tubuh hewan reservoir. 17 MANUSIA SERANGGA CACING DEWASA DIDARAH/LIMFE LARVA INFRKTIF MIKROFILARIA DI JARINGAN PERKEMBANGAN LARVA MIKROFILARIA DI DARAH/KULIT 8. Vektor Gambar 2.1 Siklus hidup filaria Sumber: Soedarto.Pengobatan Penyakit Parasit Banyak spesies nyamuk yang berperan sebagai vektor filariasis, tergantung pada jenis cacing filarianya. Di Indonesia ada 23 spesies nyamuk yang diketahui bertindak sebagai vektor yaitu dari genus: Mansonia, Culex, Anopheles, Aedes dan Armigeres. Karena inilah filariasis

21 dapat menular dengan sangat cepat. Secara rinci vektor nyamuk itu adalah: a. Wuchereria bancrofti perkotaan dengan vektor Culex quinquefaciatus. b. Wuchereria bancrofti pedesaan dengan vektor Anopheles, Aedes dan Armigeres. c. Brugaria malayi dengan vektor Mansonia spp, dan Anopheles barbirostris. d. Brugaria timori dengan vektor Anopheles barbirostris. 13 9. Gejala dan Tanda Filariasis Penderita filariasis bisa tidak menunjukkan gejala klinis (asimtomatis), hal ini disebabkan oleh kadar microfilaria yang terlalu sedikit dan tidak terdeteksi oleh pemeriksaan laboratorium atau memang karena tidak terdapat mikrofilaria dalam darah. Apabila menimbulkan gejala, maka yang sering ditemukan adalah gejala akibat manifestasi perjalanan kronik penyakit. Gejala penyakit pada tahap awal (fase akut) bersifat tidak khas seperti demam selama 3-4 hari yang dapat hilang tanpa diobati, demam berulang lagi selama 1-2 bulan kemudian, atau gejala lebih sering timbul bila pasien bekerja terlalu berat. Dapat timbul benjolan dan terasa nyeri pada lipat paha atau ketiak dengan tidak ada luka di badan. Dapat terasa garis seperti urat dan berwarna merah, serta terasa sakit dari benjolan menuju ke arah ujung kaki atau tangan. Gejala terjadi berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, mulai dari yang ringan sampai yang berat. 18 a. Gejala dan Tanda Klinis Akut 1) Demam berulang-ulang selama 3-5 hari. Demam dapat hilang bila istirahat dan timbul kembali saat bekerja berat.

22 2) Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak (limfadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit. 3) Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kearah ujung kaki atau lengan. 4) Abses filarial terjadi akibat seringnya pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah. 5) Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, kantong buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (limfadema dini). b. Gejala dan Tanda Klinis Kronis Pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti). 17 10. Masa Inkubasi Biologi Waktu yang dibutuhkan sejak masuknya larva infektif filaria menembus kulit sampai munculnya mikrofilaria untuk pertama kali di dalam darah perifer, biasanya membutuhkan waktu 1 tahun atau lebih. Periode ini dilewati tanpa gejala yang berarti, kecuali bagi mereka yang hipersensitif terhadap mikrofilaria akan timbul gejala alergi. Sering kali periode ini disebut sebagai periode asimptomatik amikrofilaremik. 19 11. Penyebaran Filariasis Hospes definitif umumnya adalah manusia, kecuali brugaria malayi yang merupakan parasit zoonotik yang dapat hidup pada beberapa jenis hewan mamalia. Hospes perantaranya adalah berbagai jenis nyamuk, sesuai dengan spesies filaria. 20

23 Filariasis ditularkan oleh berbagai spesies nyamuk, dan sesuai dengan terdapatnya mikrofilaria di dalam darah tepi, dikenal periodik nokturnal (mikrofilaria hanya ditemukan malam hari), subperiodik diurnal (mikrofilaria terutama dijumpai siang hari, malam hari jarang ditemukan) dan subperiodik nokturnal (mikrofilaria terutama dijumpai malam hari, jarang ditemukan siang hari). Sebanyak 316 Kabupaten/Kota dari 471 Kabupaten/Kota telah terpetakan secara epidemiologis endemis filariasis sampai dengan tahun 2008. Berdasarkan hasil pemetaan didapat prevalensi mikrofilaria di Indonesia 19% (40 juta) dari seluruh populasi 220 juta. Bila tidak dilakukan pengobatan massal maka akan ada 40 juta penderita filariasis di masa mendatang. Disamping itu mereka menjadi sumber penularan bagi 125 juta penduduk yang tinggal di 316 Kabupaten/Kota endemis tersebut, tambah Dirjen P2PL. 21 a. Penyebaran filariasis bancrofti Cacing ini tidak termasuk parasit zoonosis dan manusia merupakan satu-satunya hospes definitif W.bancrofti. filariasis bancrofti umumnya bersifat periodik nokturnal, sehingga mikrofilaria hanya dijumpai di dalam darah tepi hanya pada malam hari. Jika mikrofilaria yang beredar dalam darah penderita terhisap oleh nyamuk, di dalam tubuh nyamuk dalam waktu 10 sampai 20 hari larva berkembang menjadi larva stadium tiga yang infektif (L3). L3 dapat ditemukan di dalam selubung proboscis nyamuk yang menjadi vektor perantaranya. Jika nyamuk menggigit manusia lainnya akan memindahkan larva L3 yang secara aktif akan masuk ke saluran limfe

24 lipat paha, skrotum atau saluran limfe perut, dan hidup di tempat tersebut. b. Penyebaran filaria Brugiasis Cacing dewasa hidup di dalam saluran dan pembuluh limfe, sedangkan mikrofilaria dijumpai di dalam darah tepi hospes definitif. Brugaria yang zoonotik, tetapi ada yang hidup pada manusia. Pada brugaria yang zoonotik, selain manusia juga berbagai hewan mamalia dapat bertindak selaku hospes definitifnya (hospes cadangan, reservoir host). Periodisitas brugariasis malayi bermacam-macam, ada yang periodik nokturnal, subperiodik nokturnal atau non periodik. Brugaria timori bersifat periodik nokturnal. 20 12. Penularan Seseorang dapat tertular atau terinfeksi penyakit filariasis (kaki gajah) apabila orang tersebut digigit nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva filaria. Nyamuk mendapat cacing filarial kecil (mikrofilaria) sewaktu menghisap darah penderita yang mengandung mikrofilaria atau binatang reservoir yang mengandung mikrofilaria. 22 13. Diagnosis Filariasis dapat ditegakkan secara klinis, yaitu bila seseorang tersangka filariasis menunjukkan tanda-tanda dan gejala akut ataupun kronis, selain itu dilakukan pemeriksaan darah jari yang dilakukan mulai pukul 20.00 malam waktu setempat. Pemeriksaan darah ini cukup sulit karena mikrofilaria muncul pada malam hari selama beberapa jam saja (noctunal periodicity). Seseorang dinyatakan sebagai penderita filariasis, apabila dalam sediaan darah tebal ditemukan mikrofilaria. 13

25 a. Diagnosis filariasis bancrofti Pada fase awal perjalanan penyakit, penderita mengalami limfangitis akut dengan gejala saluran limfe yang dapat diraba, bengkak dan berwarna merah, serta terasa nyeri. Untuk menentukan diagnosis pasti filariasis bancrofti, dilakukan pemeriksaan darah (tetes tebal) untuk menemukan mikrofilaria yang khas bentuknya di dalam darah tepi.pemeriksaan darah menunjukkan eosinofillia antara 5%-15%. Unruk membantu menegakkan diagnosis filariasis dapat dilakukan pemeriksaan imunologik, misalnya Uji Fiksasi Komplemen, Uji Hemaglutinasi tak langsung, atau pemeriksaan Imunofluoresensi tak langsung. b. Diagnosis filariasis Brugariasis Untuk menegakkan diagnosis pasti harus diperiksa darah tepi untuk menemukan mikrofilaria yang khas bentuknya. Pemeriksaan imunologik yang dilakukan terutama bertujuan untuk meningkatkan kepekaan dalam menentukan diagnosis dini filariasis malayi. 14. Pengobatan a. Pengobatan Massal Pengobatan massal dilakukan di daerah endemis (Mf rate > 1%) dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) di kombinasikan dengan Albendazole sekali setahun selama 5 tahun berturut-turut. Untuk mencegah reaksi pengobatan seperti demam, diberikan Paracetamol.

26 Pengobatan massal diikuti seluruh penduduk di daerah endemis yang berusia 2 tahun keatas. Pengobatan ditunda pada orang yang sakit, anak di bawah usia 2 tahun dan wanita hamil. Tabel 2.1 Takaran obat untuk pengobatan massal filariasis berdasarkan umur Umur (Tahun) DEC (100 mg-tablet) Albendazole (400 mg-tablet) Paracetamol (500 mg-tablet) 2-5 1 1 0.25 6-14 2 1 0.5 >14 3 1 1 Sumber Soedarto. Pengobatan Penyakit Parasit 23 b. Selektif Dilakukan pada orang yang mengidap mikrofilaria dan anggota keluarga yang tinggal serumah, di daerah dengan hasil survai mikrofilaria < 1% (non endemis). 17 POPM Filariasis tidak dilakukan atau ditunda pemberiannya terhadap: 1) ibu hamil; 2) penderita gangguan fungsi ginjal; 3) penderita gangguan fungsi hati; 4) penderita epilepsi; 5) penderita penyakit jantung dan pembuluh darah; 6) penduduk yang sedang sakit berat; 7) penderita Filariasis klinis kronis sedang mengalami serangan akut; dan/atau 8) anak dengan marasmus atau kwasiorkor. 24

27 15. Pencegahan a. Pengobatan massal Cara pencegahan penyakit yang paling efektif adalah mencegah gigitan nyamuk pembawa mikrofilaria. Apabila suatu daerah sebagian besar sudah terkena penyakit ini, maka pengobatan massal dengan DEC, ivermectin, atau albendazol dapat diberikan setahun sekali dan sebaiknya dilakukan paling sedikit selama lima tahun. b. Pengendalian vektor Kegiatan pengendalian vektor adalah pemberantasan tempat perkembangbiakan nyamuk melalui pembersihan got atau saluran pembuangan air, pengaliran air tergenang, dan penebaran bibit ikan pemakan jentik. Kegiatan lainnya adalah menghindari gigitan nyamuk dengan memasang kelambu, menggunakan obat nyamuk oles, memasang kasa pada ventilasi udara dan menggunakan obat nyamuk bakar atau obat nyamuk semprot. 25 B. PENANGANAN FILARIASIS 1. Penderita, Kontak dan Lingkungan Sekitanya. a. Laporkan kepada instansi kesehatan yang berwenang: di daerah endemis tertentu di kebanyakan negara, bukan merupakan penyakit yang wajib dilaporkan. Laporan penderita disertai dengan informasi tentang ditemukannya mikrofilaria memberikan gambaran luasnya wilayah transmisi disuatu wilayah. b. Isolasi, apabila memungkinkan penderita dengan mikrofilaria harus dilindungi dari gigitan nyamuk untuk mengurangi penularan.

28 c. Penyelidikan kontak dengan sumber infeksi, dilakukan sebagai bagian dari gerakan yang melibatkan masyarakat. d. Pengobatan spesifik, pemberian diethylcarbamazine (DEC, Bnocide, hetrazan, Notezine) dan Ivermectin hasilnya membuat sebagian atau seluruh mikrofilaria hilang dari darah, namun tidak membunuh seluruh cacing dewasa. Mikrofilaria dalam jumlah sedikit mungkin saja muncul kembali setelah pengobatan. Dengan demikian biasanya harus diulangi lagi dalam interval setahun. 26 2. Program Eliminasi Filariasis 2010-1014 Program akselerasi eliminasi filariasis diupayakan sampai dengan tahun 2020, dilakukan dengan bertahap lima tahunan yang dimulai tahun 2010-2014. Program eliminasi filariasis direncanakan sampai dengan 2014 atas dasar justifikasi: a. Di daerah endemis dengan angka lebih besar dari 1%, dapat dicegah penularannya dengan program Pemberian Obat Massal Pencegahan filariasis (POMP filariasis) setahun sekali, selama minimal lima tahun berturut-turut. b. Penyebaran kasus dengan manifestasi kronis filariasis di 401 kabupaten/kota dapat dicegah dan dibatasi dampak kecacatannnya dengan penatalaksanaan kasus klinis; c. Minimal 85% dari penduduk berisiko tertular filariasis di daerah yang teridentifikasi endemis filariasis harus mendapat POMP filariasis. Tujuan Program akselerasi eliminasi filariasis adalah pada tahun 2014 semua kabupaten/kota endemis wilayah Indonesia Timur telah melakukan POMP filariasis. Prioritas di Indonesia bagian timur dikarenakan

29 pertimbangan tingginya prevalensi microfilaria yang tinggi (39%). Kabupaten/kota endemis daerah Indonesia barat dan tengah juga diharapkan akan melaksanakan POMP filariasis secara bertahap. 1 3. Program pencegahan dan penanggulangan filariasis Kota Pekalongan Program pemberantasan dan penanggulangan filariasis di Kota Pekalongan berupa dua program utama yakni program pemberian obat massal pencegahan filariasis (POMP) dan program survey darah jari (SDJ). Dimana POMP dilaksanakan setiap tahun selama 5 tahun. POMP dimulai pada tahun 2011 hingga 2015. Sedangkan untuk program SDJ dilakukan setelah pemberian POMP. SDJ dilakukan untuk membuktikan apakah ada atau tidaknya mikrofilaria di darah penderita. Selain dua Program pencegahan dan penanggulangan yang pokok, Dinas kesehatan Kota Pekalongan juga melaksanakan program untuk pemberantasan nyamuk beserta sarangnya. Program tersebut berupa melaksanakan program Pemeriksaan jentik nyamuk, fogging focus atau pengasapan untuk membasmi nyamuk dewasa serta pemberian larvasida. 4. Tatalaksana Kasus Filariasis Jumlah kasus yang mendapat penatalaksanaan sesuai dengan kondisi klinis kasus terus meningkat. Pada tahun 2005 jumlah kasus yang ditatalaksana sebanyak 1.461 orang dari 8.423 orang (17,62%). Pada tahun 2009 kasus yang ditatalaksana 4.766 orang dari 11.914 orang (40%). Perkembangan tatalaksana kasus klinis filariasis dari tahun 2005 2009. Indikator kinerja kesuksesan progam pengendalian filariasis tahun 2004-2009 terdiri dari;

30 a. Persentase kabupaten endemis menjadi tidak endemis; b. Persentase kasus klinis (limfedema dan hidrokel) yang ditatalaksana pertahun >90%. Bila dilihat dari persentase kasus yang ditatalaksana dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009, maka tatalaksana kasus filariasis belum ada yang mencapai target. Kasus filariasis yang ditatalaksana dari tahun 2005 2009 berkisar antara 17%-40%, sedangkan target kasus yang ditangani pertahun diatas 90. Penatalaksanaan kasus klinis ini merupakan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota. Rendahnya pencapaian indikator tatalaksana kasus klinis memerlukan perhatian khusus pemerintah daerah dalam peningkatannya. Pemberian obat massal pencegahan (POMP) filariasis adalah salah satu upaya program eliminasi filariasis global. Pengobatan massal dilakukan setiap tahun sekali, dalam waktu minimal 5 tahun berturut-turut. Grafik 2.1 Distribusi Kab/Kota POMP Filariasis Tahun 2005-2009 Gambaran pengobatan massal kabupaten/kota dari tahun 2005-2009 dapat dilihat pada gambar diatas. Tampak perbandingan antara

31 kabupaten/kota yang endemis dengan total kabupaten/kota yang melakukan pengobatan massal masih terdapat gap yang cukup lebar. Hal ini perlu menjadi perhatian untuk meningkatkan upaya mencari dukungan pengobatan massal filariasis baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. 3 C. INDIKATOR KEBERHASILAN 1. Indikator Keberhasilan Program Pencegahan Dan Penanggulangan Filariasis a. Minimal 85% penduduk yang beresiko tertular filariasis yang tinggal di daerah endemis harus mendapatkan POMP filariasis. 3 b. Angka penerima POMP yang meminum obat harus lebih tinggi dibanding penerima POMP yang tidak meminum obat. c. Tidak ada peningkatan jumlah kasus d. Tidak ditemukannya mikrofilaria dalam darah penduduk (kasus baru maupun kasus kambuhan). D. Analisis sistem pada program kesehatan 1. Input Man (Staf), Money (dana untuk kegiatan program), Material (logistik, obat, vaksin, alat-alat kedokteran), Metode (ketrampilan, prosedur kerja, peraturan, kebijaksanaan dan sebagainya), Minute (jangka waktu pelaksanaan kegiatan program), Market (sasaran masyarakat yang akan diberikan pelayanan program) 2. Proces Perencanaan (P1), Pengorganisasian (P2), penggerakan dan pelaksanaan program, pengawasan dan pengendalian (P3), untuk kelancaran kegiatan (kegiatan pokok dan kegiatan terintegrasi) dari

32 program Puskesmas (pengobatan, Lab, KIA, KB, P2M, Usaha peningkatan gizi masyarakat, kesehatan lingkungan, PKM). 3. Output Cakupan kegiatan program: jumlah kelompok masyarakat yang sudah diberikan pelayanan kesehatan (memerator) dibandingkan dengan jumlah kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program (denominator). Pelayanan yang diberikan sesuai dengan program pokok Puskesmas. 4. Effect Perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat yang diukur dengan peran serta masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia. 5. Outcome Dampak program yang diukur dengan peningkatan status kesehatan masyarakat. Ada empat indikator yaitu: tingkat dan jenis morbiditas (kejadian sakit), mortalitas (tingkat kematian spesifik berdasarkan sebabpenyakit tertentu. Indikator yang paling peka untuk menentukan status kesehatan masyarakat disuatu wilayah: IMR dan MMR), fertilitas (tingkat kelahiran, tingkat kesuburan), handicap (kecacatan). (Dampak program ini tidak diukur langsung oleh pihak Puskesmas, melainkan oleh Depkes RI, BKKBN atau lembaga lain melalui survei kesehatan rumah tangga (SKRT), Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), Surkesnas yang dilakukan setiap 5 tahun sekali. 27

33 E. Kerangka Teori Kerangka teori Tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan program pencegahan filariasis. Lingkungan Input Proses Output Effect Outcome Man (Petugas Puskesmas P2) Money (Biaya) Material (sarana laboratorium) Perencanaan (P1) Pengorganis asian (P2) pengendalian (P3) Cakupan kegiatan program Perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat Dampak program: morbiditas mortalitas fertilitas handicap Metode (Pemberian POMP, peran masyarakat, mekanisme pelaporan) Minute Market Umpan Balik Gambar 2.3 Kerangka Teori Sumber: Donabedian. 1980