BAB I PENDAHULUAN. oleh Musgrave dan Musgrave (1991), adalah alokasi, distribusi, dan stabilisasi.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Berdasarkan UU KUP. NOMOR 28 TAHUN 2007 Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa pengertian pajak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan pajak dan pendapatan non pajak (Alabede, 2011). Penerimaan pajak

BAB I PENDAHULUAN. Pembayaran pajak dari Wajib Pajak kepada negara merupakan suatu hal yang wajib

BAB I PENDAHULUAN. negara yang utama. Lebih kurang 70% APBN bersumber dari pajak. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara harus menjalankan pemerintahan dan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945), pasal

PERPAJAKAN (SEBUAH PENGANTAR) Disampaikan oleh: Rr. Indah Mustikawati, M.Si., Ak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. perlu terus dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara. Pemerintah negara-negara di dunia menaruh perhatian yang

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian bangsa. Suparmono dan Damayanti (2010) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, karena pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang

Perpajakan. Aryo Prasetyo, S.Kom., MMSI Vokasi Akuntansi UI, STIE Dewantara, IBI K-57. (Sesi 1)

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi

BAB I PENDAHULUAN. Semakin baik perekonomian suatu negara, maka akan semakin maju negara tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa negara merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan perpajakan Indonesia dari sistem Official Assessment ke sistem Self

BAB I PENDAHULUAN. untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011). Pembahasan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun

BAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015

ANALISIS PERANAN PAJAK DAERAH DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk dikembalikan ke masyarakat walaupun tidak dapat dirasakan

PENGANTAR PERPAJAKAN. Amanita Novi Yushita, M.Si

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Sama seperti pajak, namun terdapat imbalan (kontra-prestasi) secara langsung yang dapat dirasakan oleh pembayar retribusi

BAB 1 PENDAHULUAN. selama hidupnya, yaitu kematian dan pajak. Secara umum, hampir seluruh

BAB II LANDASAN TEORI. dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

BAB I PENDAHULUAN. kepada keadilan sosial. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, negara harus

: Pengaruh Kualitas Pelayanan, Sanksi Perpajakan Dan Kesadaran Wajib Pajak Pada Kepatuhan Wajib Pajak Air Tanah di Dinas Pendapatan Kabupaten Badung

BAB I PENDAHULUAN. langsung berhubungan dengan teori keahlian yang diterima diperkuliahan. Praktik

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Menurut Gunadi (2012:9)

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pemerintah yang berlangsung secara berkesinambungan. Tentunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan Mandiri. yang semula dilakukan Cuma-Cuma dan sifatnya memaksa tersebut.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia sebagai salah satu negara yang dikategorikan berkembang

PERMASALAHAN PAJAK INDONESIA. Ayu Noviani Hanum. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Semarang. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. memaksa Indonesia untuk terus mencari cara guna menstabilkan kondisi yang ada.

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. negara. Hasil dari pembayaran pajak kemudian digunakan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. bidang, baik di bidang politik, ekonomi, sosial, maupun di bidang budaya. Hal ini

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB I PENDAHULUAN. Belanja Negara. Salah satu yang termasuk dalam APBN adalah pajak.

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Realisasi Penerimaan Negara ( Milyar rupiah ) Tahun Sumber Penerimaan. Penerimaan.

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Tujuan yang ingin dicapai oleh Indonesia sebagai salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik. untuk mensejahterakan rakyat Indonesia secara adil dan makmur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB I DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan hal yang penting bagi suatu negara yang terus

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan otonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan,

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

BAB I PENDAHULUAN. iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat merealisasikan

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam peraturan perundang-undangan maupun sistem. wewenang dan tanggung jawab dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, maka

BAB I. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang dibayar oleh masyarakat sebagai iuran yang pemungutannya dapat

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pengeluaran negara, pembangunan maupun untuk biaya rutin negara.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI. Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. pajak untuk membiayai segala kebutuhan dalam pelaksanaan pembangunan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Rochmat Soemitro (dalam Waluyo, 2010) pajak adalah iuran kepada kas

PERTEMUAN 1 DASAR DASAR PERPAJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 Negara Indonesia merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. penting sehingga setiap tahun target penerimaan pajak semakin ditingkatkan.

BAB I PENDAHULUAN. pulihnya perekonomian Amerika Serikat. Disaat perekonomian global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dimilikinya. Pemerintah daerah diharapkan lebih mampu menggali sumbersumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang mempunyai keinginan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini sedang mengalami berbagai permasalahan di berbagai sektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. dan bangsa yang adil, sejahtera, aman, dan tertib. Dalam rangka mencapai tujuan

Perpajakan 1. Pengantar, Pungutan Lain, Fungsi Pajak, Dasar Teori Pemungutan Pajak, Kedudukan Hukum Pajak, Hk. Pajak Materil dan Formil

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. dipaksakan oleh negara kepada seluruh warga negaranya, peran pajak tentu. sangat besar dalam perkembangan kemajuan ekonomi negara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat mengartikan pajak sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah secara

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB I PENDAHULUAN. kontraprestasi yang langsung dapat digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fungsi utama pemerintah dalam sektor publik, sebagaimana disampaikan oleh Musgrave dan Musgrave (1991), adalah alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Fungsi alokasi adalah penyediaan barang publik atau proses alokasi sumber daya untuk digunakan sebagai barang pribadi atau barang publik dan bagaimana komposisi barang publik ditetapkan. Fungsi distribusi adalah penyesuaian atas distribusi pendapatan dan kekayaan untuk menjamin pemerataan dan keadilan. Sedangkan fungsi stabilisasi adalah penggunaan kebijakan anggaran sebagai alat untuk mempertahankan tingkat kesempatan kerja, stabilitas ekonomi dan laju pertumbuhan ekonomi, dengan memperhitungkan akibat kebijakan pada perdagangan dan neraca pembayaran (Fuad, et al, 2004). Dalam menjalankan fungsi tersebut, pemerintah perlu melaksanakan beberapa kegiatan seperti penyediaan barang dan jasa publik, asuransi sosial, propoor policy, dan juga kegiatan-kegiatan operasional yang memerlukan pendanaan. Untuk itu, pemerintah memerlukan sumber-sumber pembiayaan dengan cara merealokasikan sumber daya dari sektor privat untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah (Hyman, 2010: 413). Hal ini menjadi wajar karena pemilik sebagian besar sumber daya dan faktor produksi dalam perekonomian ada di sektor privat. Salah satu cara untuk merealokasikan sumber daya tersebut adalah dengan pengenaan pajak. Mardiasmo (2009:1) mengatakan bahwa fungsi pajak adalah 1

sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaranpengeluarannya dan sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang sosial dan ekonomi. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, dalam Mardiasmo (2009) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Senada dengan pendapat tersebut, Hyman (2010 : 21) mengatakan bahwa pajak, sebagai sumber utama pembiayaan bagi pengeluaran pemerintah, merupakan pembayaran wajib yang tidak perlu adanya hubungan langsung dengan manfaat yang diberikan melalui pengeluaran barang atau jasa pemerintah. Berdasarkan data empiris, pajak merupakan sumber utama bagi pembiayaan negara. Pada APBN Indonesia tahun 2015 1 misalnya, penerimaan pajak direncanakan sebesar Rp1.201,7 Trilyun atau sebesar 67% dari total pendapatan negara sebesar Rp1.793,6 Trilyun. Persentase penerimaan pajak ini makin membesar pada APBN perubahan 2015 2. Penerimaan pajak direncanakan mencapai Rp1.294,3 Trilyun atau sebesar 74% dari pendapatan negara sebesar Rp1.761,6 Trilyun. Besarnya persentase pajak ini menunjukkan bahwa pemerintah mempunyai kepentingan yang besar dalam pengelolaan pajak untuk menjalankan kegiatan pemerintahan. Dengan adanya desentralisasi fiskal, pemerintah daerah juga dituntut untuk mandiri dalam pengelolaan fiskalnya dengan terus meningkatkan Pendapatan Asli 1 Lihat Budget in Brief APBN 2015 2 Lihat Budget in Brief APBNP 2015 2

Daerah (PAD) terutama melalui pajak daerah. Berdasarkan data yang dikeluarkan Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, secara nasional PAD menyumbang 23,75% dari total pendapatan daerah. Dari jumlah tersebut, 73,71% atau Rp132,93 triliun merupakan pajak daerah. Hal ini menunjukkan bahwa pajak daerah merupakan sumber pendapatan yang sangat penting bagi daerah. Dalam pelaksanaannya, masih terdapat inefisiensi diberbagai bidang yang menyebabkan pajak daerah tidak dapat dioptimalkan. Kota Metro, adalah salah satu daerah yang memiliki kendala dalam pengelolaan pajak daerahnya. Sebagai daerah dengan kategori kota kecil dan tidak memiliki sumber daya alam untuk dieksplorasi, pajak daerah seharusnya menjadi sumber pembiayaan utama. Pada APBD 2014, pajak daerah Kota Metro ditargetkan mencapai Rp11,4 milyar dari total PAD Rp87,389 milyar atau hanya 13,45%. Jumlah tersebut merupakan kontribusi dari 9 jenis pajak daerah yang, sebagaimana terlihat pada tabel 1.1. dibawah. Tabel 1.1. Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Pemerintah Kota Metro Tahun Anggaran 2014 3 No Uraian Pendapatan Target (Rp) Penerimaan (Rp) Persentase (%) 1 Pajak Hotel 75.000.000 79.742.500 106,32 2 Pajak Restoran 700.000.000 529.413.556 75,63 3 Pajak Hiburan 85.000.000 109.576.000 128,91 4 Pajak Reklame 50.000.000 316.301.056 210,87 5 Pajak Penerangan Jalan 5.200.000.000 4.886.321.947 93,97 6 Pajak Parkir 70.000.000 83.558.822 119,37 7 Pajak Air Tanah 20.000.000 18.393.705 91,97 8 BPHTB 2.100.000.000 2.208.339.125 105,16 9 PBB 3.000.000.000 2.426.046.874 80,87 Jumlah 11.400.000.000 10.657.693.585 93,49 Sumber : Dinas Pendapatan Kota Metro 3 Data sampai dengan bulan Desember 2014 3

Dari tabel tersebut, terlihat bahwa pajak restoran di Kota Metro mempunyai realisasi penerimaan yang paling kecil. Sampai dengan November 2014, realisasi pajak restoran hanya mencapai Rp529.413.556,00 atau 75,63% dari target. Selain itu, sekitar Rp400 juta dari realisasi tersebut, disumbang oleh satu restoran cepat saji 4. Kondisi ini bukanlah kondisi yang ideal bagi kota yang perekonomiannya bergantung dari sektor perdagangan dan jasa. Sistem pemungutan pajak restoran menggunakan self assessment system, yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang (Mardiasmo, 2009: 7). Sistem ini juga diterapkan pada pajak hotel, akan tetapi jumlah wajib pajak hotel yang ada di Kota Metro hanya berjumlah 11 wajib pajak. Bandingkan dengan jumlah wajib pajak restoran yang mencapai 151 wajib pajak. Besarnya jumlah wajib pajak membuat pengawasan yang dilakukan oleh otoritas pajak akan sangat mahal dari segi biaya dan waktu, sehingga pemungutan pajak restoran sangat bergantung pada kepatuhan (tax compliance) dari wajib pajak untuk melaporkan jumlah penghasilannya. Pajak restoran di Kota Metro diatur melalui Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pajak Daerah. Besar pungutan pajak restoran adalah 10% dari penghasilan restoran atas pelayanan penjualan makanan dan atau minuman yang dikenakan kepada pemilik restoran yang mempunyai penghasilan total lebih dari Rp250.000,00 per hari. Pada tahun 2014, jumlah wajib pajak yang 4 Berdasarkan wawancara tanggal 24 Mei 2015 kepada salah satu pegawai Dispenda Kota Metro 4

terdaftar adalah 151 wajib pajak 5. Dari data tersebut, dapat dilakukan simulasi potensi minimal penerimaan pajak restoran di Kota Metro sebagaimana tabel 1.2. Tabel 1.2. Simulasi Potensi Minimal Penerimaan Pajak Restoran di Kota Metro Tahun Anggaran 2014 6 Uraian Penghasilan/hari/WP Penerimaan pajak/hari/wp Penerimaan pajak/hari Rp250.000 x 10% = Rp25.000 x 151 WP = Rp250.000 Rp25.000 Rp3.775.000 Penerimaan pajak/tahun Rp3.775.000 x 30 hari x 12 bulan = Rp1.359.000.000 7 Sumber : Diolah dari Dinas Pendapatan Kota Metro Apabila diasumsikan bahwa semua wajib pajak restoran mendapatkan penghasilan minimalnya yaitu Rp250.000,00 perhari, maka berdasarkan simulasi akan didapat potensi penerimaan pajak restoran sebesar Rp1.359.000.000,00 per tahun. Dengan angka realisasi pajak restoran yang hanya Rp529.413.556,00, maka sebenarnya realisasi pajak restoran di Kota Metro hanya mencapai sekitar 38,96% dari potensi minimalnya. Perbedaan antara jumlah potensi dengan realisasi ini disebut dengan tax gap yaitu selisih antara kewajiban pajak yang secara teoritis diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan dengan penerimaan pajak aktual (McManus dan Warren, 2006). GIZ (2010) juga menyatakan hal serupa, yaitu tax gap atau tax revenue gap didefinisikan sebagai perbedaan antara pendapatan pajak 5 Data bersumber dari Dinas Pendapatan Kota Metro per 1 Januari 2015 6 151 wajib pajak yang terdata telah dinilai memiliki penghasilan perhari minimal Rp250.000 7 Perhitungan merupakan potensi minimal dengan asumsi penghasilan perhari Rp250.000 5

yang dapat diperoleh secara hipotesis (potensi) dari pajak terhadap pendapatan pajak yang sebenarnya. Besarnya tax gap pada pajak restoran di Kota Metro mengindikasikan adanya isu dalam kepatuhan wajib pajak restoran, sebagaimana yang diungkapkan oleh Gemmell dan Hasseldine (2013) :...the difference between actual tax collected and the potential tax collection under full compliance with the tax code have become the primary measures of tax non-compliance via (legal) avoidance and/or (illegal) evasion. Sejalan dengan Gemmell dan Hasseldine, Andreoni, et al (1998) juga menyatakan bahwa tax gap merupakan indikator yang sering digunakan dalam melihat besarnya penggelapan pajak. Tax gap menjadi penanda adanya praktikpraktik ketidakpatuhan dalam membayar pajak melalui tindakan penghindaran pajak (tax avoidance) dan penggelapan pajak (tax evasion). Penghindaran pajak dilakukan dengan mencari celah dalam peraturan perpajakan (loopholes), sedangkan penggelapan pajak dilakukan dengan cara melanggar aturan. Dalam melakukan penghindaran pajak perlu adanya tax planning, yaitu perencanaan pajak dengan tujuan memperkecil pajak yang akan dibayar. Untuk melakukannya biasanya diperlukan seorang ahli hukum atau ahli perpajakan yang mengerti tentang regulasi dan administrasi perpajakan. Sehingga hanya wajib pajak perusahaan yang bisa melakukan penghindaran pajak. Pembahasan penggelapan pajak lebih kompleks karena merupakan perilaku ilegal sehingga wajib pajak yang melakukannya cenderung untuk menutupinya. Selain itu faktor penyebabnya bisa bermacam-macam, bisa dari faktor administrasi pajak, ekonomi, psikologis dan sosial. Beberapa penelitian yang ada menunjukkan hal tersebut. 6

Andreoni, et al (1998) dan Franzoni (1999) menyampaikan kerangka analitis penggelapan pajak yang menunjukkan interaksi antara kelembagaan otoritas pajak dengan wajib pajak. Kerangka yang disampaikan dilandasi pada rational choice dari otoritas pajak dan wajib pajak sehingga untuk mengurangi perilaku penggelapan pajak yang dilakukan adalah penegakkan aturan (enforcement) yang sangat ketat. Penelitian lain dilakukan oleh Loo, et al (2010) di Malaysia tentang kaitan antara self assessment system dengan penggelapan pajak. Penelitian itu sendiri menemukan bahwa self assessment system berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi aturan-aturan perpajakan. Peran otoritas pajak menjadi penting dalam meningkatkan pengetahuan wajib pajak (tax knowledge) melalui program-program pendidikan pajak, dan juga adanya perbaikan dalam strategi kehumasan. Hal yang kurang lebih sama juga disampaikan melalui penelitian oleh Sapiei dan Kasipillai (2013) yang melakukan penelitian terhadap wajib pajak perusahaan di Malaysia. Lebih lanjut, Puspitasari dan Wardani (2013) menunjukkan bahwa self assessment system berpengaruh terhadap terjadinya penggelapan pajak pada penelitian di Sleman Yogyakarta. Penyebab dari hal tersebut adalah sistem perpajakan, kurangnya kesadaran masyarakat wajib pajak akan kewajiban perpajakannya, kondisi lingkungan, ekonomi dan sosial, tarif pajak yang tinggi, serta pelayanan fiskus yang kadang mengecewakan. Fagbemi, et al (2010) mencoba melihat perilaku penggelapan pajak dari sisi sosial dengan mengaitkannya dengan etika. Penelitian tersebut menunjukkan 7

bahwa perilaku penggelapan pajak tidak dibenarkan secara etika. Penelitian itu juga menemukan bahwa perilaku penggelapan pajak cenderung meningkat apabila masyarakat menganggap pemerintah berperilaku korup. Penelitian lain di Turki yang dilakukan oleh Benk, et al (2015) menunjukkan bahwa masyarakat secara umum tidak menganggap penggelapan pajak sebagai suatu kejahatan yang serius yang diakibatkan oleh kurangnya upaya penegakan aturan sehingga masyarakat tidak menjadi takut melakukan penggelapan pajak. Ketika masyarakat banyak yang mempersepsikan bahwa penggelapan pajak bukanlah kejahatan, maka perilaku penggelapan pajak menjadi norma sosial yang berlaku di masyarakat. Sehingga melakukan hal yang ilegal dianggap wajar karena semua orang melakukannya. 1.2. Rumusan Masalah Dari pemaparan diatas, diketahui bahwa terjadi tax gap yang besar pada penerimaan pajak restoran di Kota Metro antara realisasi pajak dibandingkan dengan potensi minimalnya. Tax gap ini menandakan adanya ketidakpatuhan wajib pajak dalam melaporkan penghasilan dan membayar pajaknya dengan menggunakan sistem pemungutan self assessment system. Hillman (2009:282) mengatakan bahwa penjual yang menjual langsung kepada konsumen yang merupakan pembeli terakhir mempunyai peluang terbesar untuk melakukan penggelapan pajak karena secara umum pembeli terakhir jarang sekali untuk meminta bukti transaksi. Selain itu Alt dalam Slemrod dan Yitzhaki (2002 : 1427) mengatakan semakin lebih mudah untuk memungut pajak dari bisnis yang terorganisir dibandingkan dari rumah tangga. Pendapat Hillman dan 8

Alt tersebut sejalan dengan karakteristik dari restoran yang menjual langsung kepada konsumen dan merupakan usaha rumah tangga yang kurang terorganisir. Sehingga perilaku penggelapan pajak merupakan penyebab terjadinya tax gap pada pajak restoran di Kota Metro. Keberadaan perilaku penggelapan pajak tidak bisa hanya diselesaikan dengan penegakkan aturan perpajakan. Sifat pajak yang memaksa dapat bertentangan dengan nilai-nilai kepublikan yang ada di masyarakat. Sehingga atas dasar tersebut, permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah mengapa terjadi perilaku penggelapan pajak oleh wajib pajak restoran di Kota Metro? 1.3. Tujuan Penelitian Dari pemaparan latar belakang dan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah untuk dapat menjelaskan latar belakang mengapa terjadinya perilaku penggelapan pajak oleh wajib pajak restoran di Kota Metro. 9