MENCERMATI STANDAR PENGAMANAN GEDUNG UNTUK ANTISIPASI BAHAYA KEBAKARAN

dokumen-dokumen yang mirip
kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

128 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STUDI TINGKAT KEANDALAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA BANGUNAN APARTEMEN (Studi Kasus Apartemen Di Surabaya)

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Obyek Penelitian

WALI KOTA BALIKPAPAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Repository.Unimus.ac.id

DAFTAR STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Bangunan gedung menurut UU RI No. 28 Tahun 2002 adalah wujud fisik hasil

SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN I

BAB 1 : PENDAHULUAN. potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga

- Mengurangi dan mengendalikan bahaya dan resiko - Mencegah kecelakaan dan cidera, dan - Memelihara kondisi aman

Evaluasi Fungsi Tangga Darurat pada Gedung-gedung di Universitas Negeri Semarang

EVALUASI SISTEM PENCEGAHAN KEBAKARAN DAN EVAKUASI PADA BANGUNAN ADMINISTRASI TINJAUAN TERHADAP BEBAN API

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang sehat melalui pelayanan kesehatan yang bermutu dan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau

IDENTIFIKASI FASILITAS SAFETY BUILDING SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN DI GEDUNG INSTITUSI PERGURUAN TINGGI

BAB V PEMBAHASAN. Hasil penelitian yang dilakukan di PT. Asahimas Chemical mengenai

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. untuk mendirikan bangunan sehingga sangat banyak bangunan yang di padati oleh

EVALUASI SISTEM PENGAMANAN GEDUNG TERHADAP BAHAYA KEBAKARAN PADA PROYEK RUMAH SAKIT ST.BORROMEUS

KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Tentang Perberdaan pengetahuan Responden Mengenai Emergency Preparedness Berdasarkan Masa Kerja...

PELATIHAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

DAFTAR PERTANYAAN AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN GEDUNG PT. X JAKARTA

TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERENCANAAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA GEDUNG KANTOR 5 LANTAI PT. RAKA UTAMA. Disusun oleh : PRILIAN YUSPITA

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TEMPAT ISTIRAHAT KM 166 DI JALAN TOL CIKOPO-PALIMANAN

BAB VIII PENUTUP. bahan bakar berasal dari gas berupa: LPG. generator, boiler dan peralatan masak di dapur.

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BAB III LANDASAN TEORI. A. Evaluasi Sistem Proteksi Kebakaran Gedung

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan dunia yang menuntut kemajuan IPTEK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 4 TAHUN TENTANG MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

DESAIN KESELAMATAN TERHADAP RISIKO KEBAKARAN (FIRE SAFETY ENVIRONMENT AREA) PADA LINGKUNGAN PERUMAHAN & PERMUKIMAN DI DKI JAKARTA.

DAFTAR ISI. SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR...i. SURAT KETERANGAN SELESAI TUGAS AKHIR...ii. ABSTRAK...iii. PRAKATA...iv. DAFTAR ISI...

PENGANTAR BANGUNAN BERTINGKAT

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PENTING ASURANSI KEBAKARAN PADA BANGUNAN GEDUNG TINGGI PERKANTORAN DI DKI JAKARTA

IDENTIFIKASI DAN PERBAIKAN KERUSAKAN TERHADAP SISTEM DETEKSI KEBAKARAN DI GEDUNG 65 INSTALASI ELEMEN BAKAR EKSPERIMENTAL

I. PENDAHULUAN. Sebagai Ibukota Negara dan pusat pemerintahan Provinsi Daerah. Khusus Ibukota Jakarta menjadi titik sentral aktivitas pembangunan di

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PEKERJAAN : PERENCANAAN PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA PASAR DALAM WILAYAH KOTA LANGSA

BAB I PENDAHULUAN. monoksida, atau produk dan efek lainnya (Badan Standar Nasional, 2000).

Pemeriksaan keselamatan kebakaran bangunan gedung

BAB 1 PENDAHULUAN. K3 menjadi salah satu bagian penting dalam dunia pekerjaan dewasa ini.

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bangunan kesehatan diklasifisikan bahaya kebakaran ringan, mengingat bahanbahan

BAB I PENDAHULUAN. perencana (arsitek, struktur & MEP) dan tim pelaksana (lapangan). Tim perencanaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. teknologi sederhana atau tradisional menjadi teknologi maju dan sangat maju. dari segi modal maupun sumber daya manusia.

BAB V PEMBAHASAN. PT. INKA (Persero) yang terbagi atas dua divisi produksi telah

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DI KABUPATEN KENDAL

EVALUASI SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA BANGUNAN RUMAH SUSUN (STUDI KASUS : RUSUNAWA UNDIP) Jl. Prof Sudarto SH Tembalang Semarang 50131

KONDISI GEDUNG WET PAINT PRODUCTION


PUSAT MODIFIKASI MOBIL BAB V KONSEP PERANCANGAN KONSEP METAFORA PADA BANGUNAN Beban angin pada ban lebih dinamis.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 16 TAHUN 2012 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

gedung bioskop berbeda tingkat kerawanannya dibandingkan dengan perumahan. Jika

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di

MATERI PENUNJANG KULIAH MK UTILITAS: SISTEM PENCEGAH BAHAYA KEBAKARAN JAFT UNDIP. MK UTL BGN : Gagoek.H

PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS PENGELOLAAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN. (Kepala keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit)

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

OPTIMALISASI FUNGSI DALAM DESAIN HALTE

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PEDOMAN TEKNIS PRASARANA RUMAH SAKIT SARANA KESELAMATAN JIWA

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi, sektor industri mengalami perkembangan pesat

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan industri di berbagai sektor sangat diharapkan karena

Selain sistem springkler, BSN juga membuat peraturan untuk penanggulangan kebakaran gedung (building fire fighting system), diantaranya :

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini perkembangan industri di Indonesia

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PENGENDALIAN BAHAYA KEBAKARAN MELALUI OPTIMALISASI TATA KELOLA LAHAN KAWASAN PERUMAHAN DI WILAYAH PERKOTAAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 204 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Markas Pusat Pemadam Kebakaran Pemkot Semarang 1

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR PENANGGULANGAN KEBAKARAN WALIKOTA SURABAYA,

PERSYARATAN BANGUNAN UNTUK PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2011 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

KAJIAN PENERAPAN SISTEM PROTEKSI PASIF DESAIN SITE PLANING PADA BEBERAPA KASUS RUMAH SUSUN DI JAKARTA & BANDUNG. Ir. NURINAYAT VINKY RAHMAN MT.

PROSEDUR PEMADAM KEBAKARAN

WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. penting seperti derasnya arus mobilisasi penduduk dari desa ke kota maupun

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

BAB I PENDAHULUAN. pusat aktivitas dari penduduk, oleh karena itu kelangsungan dan kelestarian kota

Penggunaan APAR dan Kedaruratan

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 12 TAHUN 2012 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MAINTENANCE SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN AKTIF PROYEK PEMBANGUNAN TANGRAM HOTEL DAN SADIRA PLAZA KOTA PEKANBARU

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NO. 10 TH PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN

WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

Soal K3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011)

Transkripsi:

MENCERMATI STANDAR PENGAMANAN GEDUNG UNTUK ANTISIPASI BAHAYA KEBAKARAN Walaupun tidak dikehendaki, peristiwa kebakaran pada suatu bangunan masih sering terjadi. Bahkan ada juga yang menyebabkan nyawa melayang, selain kerugian material yang kadang tak sedikit jumlahnya. Seperti yang terjadi baru-baru ini di kota Solo, yakni terbakarnya pertokoan di Jalan Gatot Subroto dan Gudang Batik Semar serta terbakarnya Pasar Wonogiri. Kedua kejadian terakhir bahkan menyebabkan kerugian mencapai milyaran rupiah. Kemudian kejadian kebakaran yang baru-baru ini terjadi di Pasar Taman Puring dan Gedung B3 lantai 2 Pasar Senen Jakarta. Terbakarnya fasilitas umum pasar tersebut akan menyebabkan terganggunya roda perekonomian para pedagang yang tidak sedikit jumlahnya. Apalagi pengalaman tahuntahun sebelumnya dimana kebakaran telah meluluhlantakkan tidak hanya bangunanbangunan pribadi tapi juga bangunan kantor-kantor fasilitas umum, yang tidak hanya melumat arsip-arsip dan dokumen-dokumen penting tapi juga memunculkan permasalahan pada bangunan itu sendiri. Bila bangunan tidak roboh, maka kekuatannya akan mengalami degradasi yang cukup besar sehingga tidak dapat lagi berfungsi sebagai mana mestinya dan untuk mengembalikan fungsinya seperti semula diperlukan bangunan baru atau dilakukan rehabilitasi, yang tentunya akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Kendala umum yang sering muncul pada setiap terjadinya kebakaran pada bangunan adalah upaya-upaya penanganan kebakaran yang pada kasus-kasus tertentu banyak mengalami kesulitan di lapangan seperti upaya penyelamatan jiwa (evakuasi manusia), barang dan proses pemadaman kebakarannya. Kendala proses pemadaman 1

kebakaran, selain jumlah air yang terbatas di lingkungan lokasi kebakaran, juga karena tidak tersedianya fasilitas-fasilitas pemadam kebakaran pada bangunan dan respon dari unit pemadam kebakaran yang terkadang terlambat dikarenakan jarak dan kemacetan lalu lintas yang mengganggu untuk secepatnya mencapai lokasi kebakaran. Padahal terkadang karena situasi lingkungan bangunan dan barang yang mudah terjilat api sehingga tercapai dengan cepat kondisi flashover, dimana kebakaran sudah sulit dipadamkan dalam waktu kurang lebih 8 menit. Mobilitas unit pemadam kebakaran sangat bergantung sekali pada akses ke lokasi kebakaran, jenis dan kompleksifitas bangunan itu sendiri. Lokasi kebakaran di tengah perumahan padat dengan jalan yang sempit akan menyulitkan upaya pemadaman. Apalagi untuk bangunan yang cukup kompleks dan bertingkat, walaupun di lokasi yang mudah dijangkau unit pemadam kebakaran, tapi karena keterbatasan peralatan pemadam kebakaran, menyebabkan tidak dapat menjangkau lokasi kebakaran yang cukup rumit dan tinggi. Pencegahan aktif-pasif Sehingga perlu diupayakan kebijakan guna mempencegahan sedini mungkin kebakaran yang timbul. Secara umum dalam upaya pencegahan terjadinya kebakaran pada bangunan terbagi atas sistem pencegahan aktif dan sistem pencegahan pasif. Sistem pencegahan aktif merupakan upaya pencegahan terjadinya kebakaran secara dini dari dalam bangunan itu sendiri, yang diusahakan sendiri oleh pemilik gedung, yang diantaranya adalah dengan memasang peralatan detektor kebakaran pada titik-titik strategis, pemasangan sprinkle, penyediaan hidrant/tabung pemadam kebakaran, dan sebagainya. Sedangkan sistem pencegahan pasif misalnya melalui usaha pemilihan bahan 2

bangunan yang lebih tahan terhadap api, kompartemenisasi, pengaturan dan jarak ruangan, desain tapak bangunan yang memudahkan akses pemadaman kebakaran dan sebagainya. Sistem proteksi pasif ini harus mampu mendukung bekerjanya sistem proteksi aktif, penyelamatan dan evakuasi manusia dan barang secara aman, pembatasan penyebaran dan besarnya api, perlindungan terhadap bangunan di sekitarnya dan keselamatan pada saat pemadaman kebakaran. Tidak semua bangunan terutama untuk fasilitas umum, perkantoran, pasar dan sebagainya sudah dilengkapi dengan sistem detektor kebakaran. Padahal sistem deteksi awal terjadinya kebakaran ini akan sangat membantu untuk kepentingan evakuasi dan penyelamatan manusia dan barang serta upaya pencegahan kebakaran yang semakin meluas. Kebakaran terkadang baru diketahui setelah api menjalar semakin besar. Apalagi bila kondisi ruangan kosong atau berupa gudang yang terkunci dan penjaga berada saat itu di luar bangunan, sehingga pada saat api sudah membakar ruangan/barang belum menyadari kalau telah terjadi kebakaran. Pemasangan detektor dan peralatan pemadaman kebakaran merupakan salah satu upaya aktif agar bangunan tersebut mampu melakukan swalindung (self protective). Alarm tanda terjadinya kebakaran, yang biasanya berupa detektor asap, akan segera berbunyi bila terjadi kebakaran, sehingga upaya lokalisasi dan pemadaman juga dapat segera dilakukan sebelum api menjadi besar dan menjalar ke lain ruangan. Pembuatan tangga-tangga darurat dan balkon-balkon pada bangunan bertingkat juga akan memudahkan proses evakuasi pada saat terjadi kebakaran. Tangga-tangga darurat sebaiknya dibuat di sisi luar bangunan sehingga kemungkinan terhambat asap akan dapat dihindari. Karena penyebaran asap umumnya vertikal ke atas, menyerupai 3

efek cerobong (stack effect). Dari data statistik di Amerika Serikat menyebutkan bahwa 74% dari korban meninggal pada kebakaran bangunan diakibatkan terhirupnya asap yang berlebihan. Bahkan bagi kota-kota besar yang memiliki gedung-gedung pencakar langit sudah mensyaratkan dibuatnya kompartemen-kompartemen pada lantai-lantai tertentu, yang berupa ruangan-ruangan khusus tempat berlindung sementara dan evakuasi manusia bila terjadi kebakaran. Kompartemen ini khusus dirancang agar tahan terhadap api dan memudahkan akses untuk melakukan evakuasi. Perencanaan tapak bangunan juga ikut menentukan kemudahan-kemudahan dalam menanggulangi terjadinya kebakaran. Perancang bangunan (arsitek) perlu memperhatikan jarak-jarak bangunan, jalur pencapaian dan manuver mobil pemadam kebakaran, lokasi hidrant beserta pompanya dan sebagainya. Dengan dibantu oleh ahli mekanikal dan elektrikal serta utilitas dapat pula dihitung besar kebutuhan pompa, sistem jaringan pipa, sprinkle dan penempatan detektor-detektor api pada lokasi yang strategis. Sehingga diharapkan seorang arsitek harus memikirkan bahwa pencegahan bangunan terhadap bahaya kebakaran juga termasuk unsur pengamanan dalam dan luar lingkungan bangunan. Manajemen pengamanan kebakaran Dari beberapa upaya di atas, maka diperlukan suatu kebijakan-kebijakan yang dapat mengikat seluruh pihak baik pemilik bangunan, perencana, pengguna dan pemerintah selaku pembuat peraturan. Masyarakat juga memiliki hak untuk menuntut langkah-langkah pengamanan dan penanggulangan terjadinya bahaya kebakaran. Oleh karenanya pemerintah mempunyai peran strategis untuk memfasilitasi suatu sistem manajemn pengamanan kebakaran (fire safety management), yang meliputi pengelolaan 4

dan pengendalian manusia, informasi, organisasi dan peralatan. Hal ini dapat dijabarkan lagi menjadi upaya-upaya pemerintah dalam melakukan inspeksi dan pemeliharaan sarana dan prasaran penanggulangan kebakaran, pembentukan regu-regu pemadam kebakaran yang profesional, pelatihan evakuasi dan petunjuk menghadapi keadaan darurat saat kebakaran, melakukan safety audit dan safety work pada bangunan-bangunan bertingkat dan fasilitas umum atau bangunan-bangunan khusus, seperti gudang, bengkel kerja dan sebagainya. Dalam pelaksanaan, sistem manajemen pengamanan kebakaran harus mampu menggugah kesadaran pemilik bangunan untuk melengkapi dengan perlengkapan pencegahan aktif dan pasif terhadap bahaya kebakaran sesuai spesifikasi bangunannya. Dan walaupun sudah ada, terkadang perawatan dan pemeliharaannya masih kurang begitu diperhatikan. Sehingga bila suatu saat terjadi kebakaran, peralatan tersebut tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya. Peralatan instalasi kebakaran tidak sama dengan instalasi utilitas lainnya seperti instalasi penyejuk udara (AC), air bersih dan sebagainya yang bekerja secara rutin. Karena bila instalasi AC rusak maka aktifitas masih tetap bisa berlangsung sambil menunggu perbaikan. Tapi untuk instalasi kebakaran, peralatan harus siap bekerja bila terjadi kebakaran dan dapat digunakan untuk memadamkannya dengan cepat. Tidak ada waktu lagi untuk memperbaiki atau mengganti bagian yang mengalami kerusakan. Jadi perlengkapan instalasi kebakaran harus siap setiap saat, sehingga perawatan dan pemeliharaan harus rutin dilakukan. Pemerintah melalui Departemen Pekerjaan Umum pada tahun 1987 sebenarnya telah mengeluarkan standar pengamanan kebakaran, namun dalam pelaksanaannya masih 5

sebatas pada gedung-gedung pemerintah yang sebagian mencantumkan masalah pengamanan kebakaran pada kontrak perencanaan dan pelaksanaannya. Sedangkan untuk gedung-gedung swasta masih bersifat sukarela dan tergantung pada pemiliknya. Oleh karena itu, sudah saatnya pada era otonomi ini dilakukan evaluasi oleh pemerintah khususnya pemerinta daerah untuk membuat kebijakan penanggulangan kebakaran beserta petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya yang dapat mengikat semua pihak untuk melaksanakannya. Misalnya, untuk mendapatkan ijin mendirikan bangunan (IMB) juga perlu dievaluasi sistem pencegahan dan pengamanan bangunan terhadap bahaya kebakaran yang akan digunakan. Karena bagaimanapun kebakaran tidak diharapkan terjadi, tapi bukan berarti mengabaikan tindakan pencegahan dan penanggulannya. *** 270602 *** Penulis : Achmad Basuki Dosen Teknik Sipil FT Universitas Sebelas Maret. Alamat : Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNS. Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta 57126 6