BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

BAB II TINJAUAN KONSEP

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun baik stimulus suara,

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB II KONSEP TEORI. Perubahan sensori persepsi, halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI (HALUSINASI) Mei Vita Cahya Ningsih. Pengertian

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN WAHAM DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan dalam kehidupan dapat memicu seseorang

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

BAB II KONSEP DASAR. tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL KEPUTUSASAAN DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB II TINJAUAN TEORI. Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN TEORI. menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISIT) PADA KELUARGA NY. A DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN HARGA DIRI RENDAH DAN WAHAM CURIGA

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

Koping individu tidak efektif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI DI RSJD. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh : AGUNG NUGROHO

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. terpisah. Rentang sehat-sakit berasal dari sudut pandang medis. Rentang

PROSES TERJADINYA MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

BAB II TINJAUAN TEORI. maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri).

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia adalah gangguan yang benar-benar membingungkan dan

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis multi dimensi yang melanda masyarakat saat. ini telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat


PENGKAJIAN HALUSINASI Jenis halusinasi Data Objektif Data Subjektif Halusinasi Dengar/suara Bicara atau tertawa sendiri Marah-marah tanpa sebab

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

SINOPSIS THESIS FENOMENA MASYARAKAT MENGATASI MASALAH DAN DAYA TAHAN DALAM MENGHADAPI STRESS. Oleh: Nia Agustiningsih

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan di zaman global seperti sekarang

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH UTAMA ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan kesehatan jiwa (Prasetyo, 2006). pasien mulai mengalami skizofenia pada usia tahun.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN Masalah : Isolasi sosial Pertemuan : I (satu)

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN RESIKO BUNUH DIRI DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Walgito (2001, dalam Sunaryo, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau. mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari.

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ANXIETAS DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL (KEPUTUSASAAN )

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI-SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN DI BANGSAL ABIMANYU RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sehat adalah suatu keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial serta

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Interaksi Sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. Adapun definisi lain yang terkait dengan halusinasi adalah hilangnya

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang B. Tujuan C. Manfaat

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 1. Waham 1.1 Defenisi Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai dengan fakta dan keyakinan tersebut mungkin aneh (misalnya saya adalah nabi yang menciptakan biji mata manusia ) atau bias pula tidak aneh (hanya sangat tidak mungkin, contoh masyarakat di surge selalu menyertai saya kemanapun saya pergi ) dan tetap dipertahankan meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya (Purba dkk, 2008). Kesalahan dalam menilai diri sendiri, atau keyakinan dengan isi pikirannya padahal tidak sesuai dengan kenyataan. Atau kepercayaan yang telah terpaku/terpancang kuat dan tidak dapat dibenarkan berdasarkan fakta dan kenyataan tetapi tetap dipertahankan. Jika disuruh membuktikan berdasar akal sehatnya, tidak bias. Atau disebut juga kepercayaan yang palsu dan sudah tidak dapat dikoreksi (Baihaqi, 2007). Delusi atau waham merupakan gagasan (idea) atau pendapat bahwa seorang individu meyakini sutu kebenaran, yang kemungkinan besar bahkan hamper pasti, jelas, tidak mungkin. Tentu saja, banyak orang memegang keyakinan yang kemungkinan besar bias menjadi salah, seperti keyakinan akan menang lotre. Self - deception (penipuan atau pembodohan diri sendiri ) semacam ini berbeda dengan delusi, setidaknya dalam tiga cara atau tiga hal hal berikut :

Pertama, self-deception tidaklah secara penuh mustahil, sedangkan waham memang sering begitu. Memang mungkin memenangi lotre, tetapi tidak mungkin bahwa tubuh anda menghilang/melarut atau mengambang di udara. Kedua, orang yang memiliki self deception ini kadang-kadang memikirkan keyakinan tersebut, tetapi orang yang mengalami waham cenderung terokupasi (dikuasai) keyakinan sendiri. Orang-orang yang mengalami delusi atau waham mencari bukti-bukti untuk mendukung keyakinan mereka, berusaha untuk menyakinkan orang lain, dan melakukan tindakan-tindakan yang didasari keyakinannya itu, seperti mengajukan tuntutan secara hokum melawan orang-orang yang mereka yakini mencoba mengendalikan pikiran mereka. Ketiga, orang-orang dengan self-deception secara tipikal (khas) mengakui bahwa keyakinan mereka bisa jadi salah, tetapi orang-orang yang mengalami delusi sering kali sangat bertahan untuk mendebat fakta-fakta yang berlawanan (contradicting) dengan keyakinan mereka. Mereka mungkin memandang argumen atau pendapat orang lain yang melawan keyakinan mereka sebagai sebuah konspirasi (persekongkolan) untuk membungkam atau membunuh mereka, dan sebagai bukti benarnya keyakinan mereka (Wiramihardja, 2007). 1.2 Faktor Penyebab Waham pada Pasien Gangguan Jiwa 1.2.1 Faktor Predisposisi Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya waham yang dijelaskan oleh Towsend 1998 adalah :

1. Teori Biologis Teori biologi terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap waham: a. Faktor-faktor genetik yang pasti mungkin terlibat dalam perkembangan suatu kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan kelainan yang sama (orang tua, saudara kandung, sanak saudara lain). b. Secara relatif ada penelitian baru yang menyatakan bahwa kelainan skizofrenia mungkin pada kenyataannya merupakan suatu kecacatan sejak lahir terjadi pada bagian hipokampus otak. Pengamatan memperlihatkan suatu kekacauan dari sel-sel pramidal di dalam otak dari orang-orang yang menderita skizofrenia. c. Teori biokimia menyatakan adanya peningkatan dari dopamin neurotransmiter yang dipertukarkan menghasilkan gejala-gejala peningkatan aktivitas yang berlebihan dari pemecahan asosiasi-asosiasi yang umumnya diobservasi pada psikosis. 2. Teori Psikososial a. Teori sistem keluarga Bawen dalam Towsend (1998 : 147) menggambarkan perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi keluarga. Konflik diantara suami istri mempengaruhi anak. Penanaman hal ini dalam anak akan menghasilkan keluarga yang selalu berfokus pada ansielas dan suatu kondsi yang lebih stabil mengakibatkan timbulnya suatu hubungan yang saling mempengaruhi yang berkembang antara orang tua dan anakanak. Anak harus meninggalkan ketergantungan diri kepada orang tua dan anak dan masuk ke dalam masa dewasa, dan dimana dimasa ini anak tidak akan mamapu memenuhi tugas perkembangan dewasanya.

b. Teori interpersonal menyatakan bahwa orang yang mengalami psikosis akan menghasilkan hubungan orang tua anak yang penuh akan kecemasan. Anak menerima pesan-pesan yang membingungkan dan penuh konflik dari orang tua dan tidak mampu membentuk rasa percaya terhadap orang lain. c. Teori psikodinamik menegaskan bahwa psikosis adalah hasil dari suatu ego yang lemah. Perkembangan yang dihambat dan suatu hubungan saling mempengaruhi antara orang tua, anak. Karena ego menjadi lebih lemah penggunaan mekanisme pertahanan ego pada waktu kecemasan yang ekstrim menjadi suatu yang maladaptif dan perilakunya sering kali merupakan penampilan dan segmen id dalam kepribadian. 1.2.2 Faktor Presipitasi 1. Biologis Stressor biologis yang berhubungan dengan neurobiologis yang maladaptif termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur perubahan isi informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan. Pada pasien dengan waham, pemeriksa MRI menunjukkan bahwa derajat lobus temporal tidak simetris. Akan tetapi perbedaan ini sangat kecil, sehingga terjadinya waham kemungkinan melibatkan komponen degeneratif dari neuron. Waham somatic terjadi kemungkinan karena disebabkan adanya gangguan sensori

pada sistem saraf atau kesalahan penafsiran dari input sensori karena terjadi sedikit perubahan pada saraf kortikal akibat penuaan (Boyd, 2005 dalam Purba dkk, 2008). 2. Stres Lingkungan Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stres yang berinterasksi dengan sterssor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku. 3. Pemicu Gejala Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis yang maladaptif berhubungan dengan kesehatan lingkungan, sikap dan prilaku individu, seperti : gizi buruk, kurang tidur, infeksi, keletihan, rasa bermusuhan atau lingkungan yang penuh kritik, masalah perumahan, kelainan terhadap penampilan, stres gangguan dalam berhubungan interpersonal, kesepain, tekanan, pekerjaan, kemiskinan, keputusasaan dan sebagainya. 1.3 Sumber Koping Ada beberapa sumber koping individu yang harus dikaji yang dapat berpengaruh terhadap gangguan otak dan prilaku kekuatan dalam sumber koping dapat meliputi seperti : modal intelegensi atau kreativitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif mendidik anak-anaknya, dewasa muda tentang keterampilan koping karena mereka biasanya tidak hanya belajar dan pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit, finansial yang cukup,

ketersediaan waktu dan tenaga dan kemampuan untuk memberikan dukungan secara berkesinambungan. 1.4 Tanda dan Gejala Waham Tanda dan gejala dari perubahan isi pikir waham yaitu : klien menyatakan dirinya sebagai seorang besar mempunyai kekuatan, pendidikan atau kekayaan luar biasa, klien menyatakan perasaan dikejar-kejar oleh orang lain atau sekelompok orang, klien menyatakan perasaan mengenai penyakit yang ada dalam tubuhnya, menarik diri dan isolasi, sulit menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, rasa curiga yang berlebihan, kecemasan yang meningkat, sulit tidur, tampak apatis, suara memelan, ekspresi wajah datar, kadang tertawa atau menangis sendiri, rasa tidak percaya kepada orang lain, gelisah. Menurut Kaplan dan shadok( 1997): 1. Status Mental a. Pada pemeriksaan status mental, menunjukkan hasil yang sangat normal, kecuali bila ada sistem waham abnormal yang jelas. b. Mood klien konsisten dengan isi wahamnya. c. Pada waham curiga didapatkannya perilaku pencuriga d. Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang peningkatan identitas diri, mempunyai hubungan khusus dengan orang yang terkenal e. Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya kualitas depresi ringan.

f. Klien dengan waham, tidak memiliki halusinasi yang menonjol/menetap., kecuali pada klien dengan waham raba atau cium. Pada beberapa klien kemungkinan ditemukan halusinasi dengar. 2. Sensorium dan kognisi a. Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang memiliki wham spesifik tentang waktu, tempat, dan situasi. b. Daya ingat dan proses kognitif klien dengan intak (utuh) c. Klien waham hampir seluruh memiliki insight (daya tilik diri) yang jelek. d. Klien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan dirinya, keputusan yang terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan kondisi klien adalah dengan menilai perilaku masa lalu, masa sekarang dan yang direncanakan. Tanda dan gejala waham berdasarkan jenis waham menurut Keliat (2009): a. Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, saya ini pejabat departemen kesehatan lho! atau, saya punya tambang emas. b. Waham curiga: Individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan/menceerai dirinya dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, saya tahu seluruh saudara saya ingin menghancurka hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya. c. Waham agama: Individu memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.

Contoh, kalau saya mau masuk surga, saya harus menggunakan pakaian putih setip hari. d. Waham somatic: Individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh, saya sakit kanker. (Kenyataannya pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi pasien terus mengataka bahwa ia sakit kanker.) e. Waham nihilistic: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada didunia/meniggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kadaan nyata. Misalnya, Ini kana lam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-roh. 2. Kemampuan Pasien Kemampuan seseorang untuk menilai realitas. Kemampuan ini akan menentukan persepsi, respons emosi dan perilaku dalam berelasi dengan realitas kehidupan. Kekacauan perilaku, waham, dan halusinasi adalah salah satu contoh penggambaran gangguan berat dalam kemampuan menilai realitas (RTA). Daya nilai adalah kemampuan untuk menilai situasi secara benar dan bertindak yang sesuai dengan situasi tersebut. 1. Daya Nilai Sosial: kemampuan seseorang untuk menilai situasi secara benar (situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari) dan bertindak yang sesuai dalam situasi tersebut dengan memperhatikan kaidah sosial yang berlaku di dalam kehidupan sosial budayanya. Pada gangguan jiwa berat atau kepribadian antisosial maka daya nilai sosialnya sering terganggu.

2. Uji Daya Nilai: kemampuan untuk menilai situasi secara benar dan bertindak yang sesuai dalam situasi imajiner yang diberikan (Kaplan dan Shadock, 1997) Kemampuan menilai realita berkaitan dengan kemampuan untuk menerima realitas, banyak sekali masalah-masalah kehidupan yang muncul. Perbedaan (discrepancy) antara impuls-impuls, harapan-harapan dan ambisi seseorang bias dilihat di pihak lain, kesempatan dan kemampuan yang bersifat aktual di pihak lainnya. Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa pada dasarnya kita dapat menghadapi dua pihak yang bertentangan antara keinginan dan kenyataan (Wiramihardja, 2007). Pada orang-orang yang tidak normal, keinginan dan harapan seringkali terlalu jauh dibandingkan dengan kenyataan. Hal ini disebabkan oleh orientaasi orang tersebut terlalu bersifat subyektif atau terhadap dirinya sendiri saja. Orangorang dewasa atau normal dalam membuat suatu keputusan bahkan merumuskan keinginan senantiasa memperhatikan mengenai kemungkinan suatu keinginan tercapai. Artinya, mempertimbangkan realitas, orientasi bukan hanya pada diri sendiri, tetapi juga pada pihak-pihak lain yang tersangkut. Sebaliknya, pada mereka yang kurang sehat mental, antara keinginan dan kenyataan tidak banyak berbeda, sehingga tidak memperlihatkan adanya motivasi dan usaha (Wiramihardja, 2007). Pada mereka yang dinilai tidak mampu mengenali realitas, sering melakukan apa yang disebut oleh Freud sebagai defends mechanism. Defends mechanism ini bersifat alamiah dan timbul karena individu berkeinginan untuk mempertahankan diri dari ancaman-ancaman yang timbul dari realitas yang tidak mampu ia tanggulangi. Bentuk-bentuk defends mechanism semakin hari semakin

banyak, karena pada dasarny manusia ingin bertahan dari jenis-jenis ancaman tersebut. Jenis-jenis ancaman ini akan bertambah banyak pada kehidupan yang lebih kompleks atau modern, diantaranya: 1. Denial, yaitu menolak, dalam bentuk melupakan atau melakukan tindakantindakan lain yang bertentangan dengan suatu realitas yang tidak menyenangkannya. 2. Fantasi, yaitu realitas-realitas yang tidak menyenangkan ia persepsikan justru sebagai hal yang menyenangkan. 3. Projection, yaitu menumpahkan pengalaman dan penghayatan atau ingatan yang tidak menyenangkan di dalam dirinya pada hal lain atau pihak lain. 4. Kompensasi, yaitu melakukan tindakan untuk mengurangi atau menyembunyikan kekurangan yang dirasakannya. Kompensasi berlebih atau over compensation merupakan istilah yang lebih penting dalam wacana gangguan kejiwaan, yang berarti tindakan berlebihan (Wiramihardja, 2007). Menurut Keliat (1998), gangguan orientasi realita adalah ketidakmampuan klien menilai dan berespon pada realitas. Klien tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan. Klien tidak mampu memberikan respon secara akurat, sehingga tampak perilaku yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkan. Hal ini disebabkan karena terganggunya fungsi kognitif dan proses pikir, fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi motorik dan fungsi sosial. Gangguan pada fungsi kognitif dan persepsi mengakibatkan kemampuan menilai dan menilik terganggu. Gangguan fungsi emosi, motorik dan sosial mengakibatkan kemampuan berespon terganggu

yang tampak dari perilaku non verbal (ekspresi muka, gerakan tangan) dan perilaku verbal (penampilan hubungan sosial). 3. Strategi Pertemuan pada Pasien Waham 3.1 Defenisi Strategi pertemuan adalah pelaksanaan standar asuhan keperawatan terjadwal yang diterapkan pada klien dan keluarga pasien yang bertujuan untuk mengurangi masalah keperawatan jiwa yang ditangani, dalam asuhan keperawatan jiwa pada pasien waham. 3.2 Tujuan 1. Pasien dapat berorientasi pada realitas secara bertahap 2. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar 3. Pasien mampu berinteraksi denan orang lain dan lingkungannya 4. Pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar. 3.3 Tindakan 1. Membina Hubungan saling percaya Sebelum memulai mengkaji pasien waham, perawat harus membina hubungan saling percaya terlebih dahulu agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan perawat, tindakan yang harus perawat lakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya, yaitu a. Mengucapkan salam terapeutik b. Berjabat tangan c. Menjelaskan tujuan interaksi d. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien.

2. Membantu orientasi realitas a. Tidak mendukung atau membantah waham b. Meyakinkan pasien berada dalam keadaan aman c. Mengobservasi pengaruh waham pada aktifitas sehari-hari d. Jika pasien terus-menerus membicarakan wahamnya, dengarkan tanpa memberikan dukungan atau menyangkal sampai pasien berhenti membicarakannya. e. Memberikan pujian jika penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan realitas. 3. Mendiskusikan kebutuhan psikologis/emosional yang tidak terpenuhi sehingga menimblkan kecemasan, rasa takut da marah. 4. Meningkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional pasien 5. Mendikusikan tentang kemampuan positif yang dimiliki 6. Membantu melakukan kemampuan yang dimiliki 7. Mendiskusikan tentang obat yang diminum 8. Melatih minum obat yang benar (Keliat & Akemat, 2009). 3.4 Pembagian Strategi Pertemuan (SP) Pasien Waham SP 1 pasien: Membina hubungan saling percaya; mengidetifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan; mempraktikan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi. SP 2 pasien: Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu mempraktikannya.

SP 3 pasien: Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar. Strategi Pertemuan Pada Pasien Waham NO Kemampuan / Kompetensi A Kemampuan Merawat Pasien 1. (SP1) 1. Membantu orientasi realita 2. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi 3. Membantu pasien memenuhi kebutuhannya 4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian 2. (SP2) 3. (SP3) 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien 2. Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki 3. Melatih kemampuan yang dimiliki 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien 2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur 3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian 3.5 Evaluasi Proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien atau kemampuan, hasil yang diharapkan dari pasien yang mengalami waham setelah diberikan tindakan keperawatan. Pasien mampu:

a. Mengungkapkan keyakinannya sesuai dengan kenyataan b. Berkomunikasi sesuai dengan kenyataan c. Menggunakan obat dengan benar dan patuh (Purba, 2008).