UJI RELIABILITAS DIAGNOSIS MIKROSKOPIS MALARIA TENAGA LABORATORIUM PUSKESMAS DI DAERAH ENDEMIK KOTA SAWAHLUNTO SUMATERA BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
Gambaran Diagnosis Malaria pada Dua Laboratorium Swasta di Kota Padang Periode Desember 2013 Februari 2014

.,j*'!/<l/l,c :. &/'cp~:,

STATUS HEMATOLOGI PENDERITA MALARIA SEREBRAL

BAB I PENDAHULUAN. Malaria ditemukan hampir di seluruh bagian dunia, terutama di negaranegara

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lambok Siahaan* Titik Yuniarti**

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit protozoa UKDW

SKRINING MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUASIN KECAMATAN LOANO KABUPATEN PURWOREJO PROPINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang

Gejala dan Tanda Klinis Malaria di Daerah Endemis

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

SKRIPSI. Oleh Thimotius Tarra Behy NIM

Daftar Pustaka. Arubusman M., Evaluasi Hasil Guna Kombinasi. Artesunate-Amodiakuin dan Primakuin pada Pengobatan

BAB I PENDAHULUAN. Separuh penduduk dunia berisiko tertular malaria karena hidup lebih dari 100

Gambaran Infeksi Malaria di RSUD Tobelo Kabupaten Halmahera Utara Periode Januari Desember 2012

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG


BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012

Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria. Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Tingkat Kepatuhan Penderita Malaria Vivax... (M. Arie Wuryanto) M. Arie Wuryanto *) *) Bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik FKM UNDIP ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada

ABSTRAK. Helendra Taribuka, Pembimbing I : Dr. Felix Kasim, dr., M.Kes Pembimbing II : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya perbaikan kesehatan masyarakat

ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN KEPUALAUAN MENTAWAI SELAMA JANUARI-DESEMBER 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan bagi negara tropis/

CEK SILANG MIKROSKOPIS SEDIAAN DARAH MALARIA PADA MONITORING PENGOBATAN DIHIDROARTEMISININ-PIPERAKUIN DI KALIMANTAN DAN SULAWESI

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

ABSTRAK. Pembimbing I : Susy Tjahjani, dr., M.Kes. Pembimbing II : Ronald Jonathan, dr., M.Sc., DTM&H

BAB I PENDAHULUAN. serta semakin luas penyebarannya. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap ketahanan nasional, resiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada ibu

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan tubuh nyamuk.

Medan Diduga Daerah Endemik Malaria. Umar Zein, Heri Hendri, Yosia Ginting, T.Bachtiar Pandjaitan

BABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium

ANALISIS BIAYA DAN TATALAKSANA PENGOBATAN MALARIA PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD ULIN BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN PERIODE TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI MALARIA DI LABORATORIUM RUMAH SAKIT UMUM PANGLIMA SEBAYA TANAH GROGOT KALIMANTAN TIMUR PERIODE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat

KEGUNAAN SURVEILANS TUJUAN SUMBER INFORMASI 15/11/2013. PENGERTIAN (Surveilans Malaria)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

JST Kesehatan, Juli 2013, Vol.3 No.3 : ISSN KADAR HEMOGLOBIN DAN DENSITAS PARASIT PADA PENDERITA MALARIA DI LOMBOK TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Turki dan beberapa Negara Eropa) beresiko terkena penyakit malaria. 1 Malaria

M.Arie w. FKM Undip. M. Arie W, FKM Undip

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Penelitian...26

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik.

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract. Riche Anggresti 1, Nuzulia Irawati 2, Roza Kurniati 3

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang harus terus menerus dilakukan pengamatan, monitoring

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

kematian, terutama pada kelompok yang berisiko tinggi seperti bayi, balita dan

SITUASI MIKROSKOPIS MALARIA DI BERBAGAI LABORATORIUM DAERAH ENDEMIK, TAHUN 2006

Promotif, Vol.3 No.2, April 2014 Hal

Uji sensitivitas in vivo Plasmodium falciparum terhadap klorokuin: Studi di Kecamatan Pituruh Kabupaten Purworejo

Gambaran prevalensi malaria pada anak SD YAPIS 2 di Desa Maro Kecamatan Merauke Kabupaten Merauke Papua

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Ada empat spesies

BAB I PENDAHULUAN. penularan malaria masih ditemukan di 97 negara dan wilayah. Saat ini sekitar 3,3

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN SUKABUMI PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

Situasi Malaria di Kabupaten Lebak

LAPORAN AKHIR PENELITIAN HUBUNGAN RIWAYAT INFEKSI MALARIA DAN MALARIA PLASENTA DENGAN HASIL LUARAN MATERNAL DAN NEONATAL

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

BAB I P E N D A H U L U A N. A. Latar Belakang

Koefesien Kappa sebagai Indeks Kesepakatan Hasil Diognosis Mikroskopis Malaria di Kabupaten Belu Nusa Tenggara Timur

Indonesia dalam rangka percepatan Millenium Development Goals (MDGs) mentargetkan penemuan kasus baru TB BTA positif atau Case Detection Rate (CDR)

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

NILAI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SPUTUM BTA PADA PASIEN KLINIS TUBERKULOSIS PARU DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh TIWIK SUSILOWATI J

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETEPATAN DIAGNOSIS MALARIA DI PUSKESMAS KABUPATEN BELU NUSA TENGGARA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. negara khususnya negara-negara berkembang. Berdasarkan laporan The World

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN FUNDAMENTAL. TAHUN ANGGARAN 2014 (Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun)

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

STUDI KUALITAS (QUALITY ASSURANCE) PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA DI PULAU SUMBA TAHUN 2009

ABSTRAK. PENGARUH SARI BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT JANTAN STRAIN BALB/c YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI PUSKESMAS SUNGAI AYAK III KALIMANTAN BARAT TAHUN 2010

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Kata Kunci : Kelambu, Anti Nyamuk, Kebiasaan Keluar Malam, Malaria

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA

WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 77 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN ELIMINASI MALARIA DI KOTA LANGSA

Transkripsi:

Artikel Penelitian UJI RELIABILITAS DIAGNOSIS MIKROSKOPIS MALARIA TENAGA LABORATORIUM PUSKESMAS DI DAERAH ENDEMIK KOTA SAWAHLUNTO SUMATERA BARAT Nurhayati, Hasmiwati, Selfi Renita Rusjdi Abstrak Pemeriksaan mikroskopis masih merupakan diagnosis pilihan untuk malaria karena mudah dan murah, tetapi kesalahan diagnosis mikroskopik sangat sering terjadi karena kurang keterampilan dan pengalaman pemeriksa. Penelitian ini bertujuan untuk menilai reliabilitas hasil pemeriksaan mikroskopis malaria yang dilakukan oleh tenaga laboratorium pada tiga puskesmas di daerah Sawahlunto; Sei Durian (SDR), Silungkang (SLK) dan Talawi (TLW). Desain penelitian adalah cross sectional study. Populasi adalah mikroskopis yang terdapat pada ketiga puskesmas tersebut. Reliabilitas dinilai dengan nilai Kappa yang ditetapkan dengan uji kesepakatan hasil pemeriksaan dari 3 mikroskopis puskesmas dan satu mikroskopis standar. Nilai Kappa yang diterima adalah 0,61-1. Reliabilitas diagnosis malaria vivax mikroskopis SDR dan SLK tidak bisa dinilai karena jumlah malaria vivax sedikit, sedangkan reliabilitas diagnosis mikroskopis TLW bernilai kurang (Kappa=0,253). Reliabilitas diagnosis falciparum mikroskopis Puskesmas SDR, SLK, TLW berturut-turut adalah jelek, jelek dan kurang (Kappa 0,022; 0,006 dan 0,200). Sedangkan reliabilitas diagnosis mikroskopis malaria positif dan negatif SDR, SLK dan TLW adalah berturut-turut jelek, jelek dan sedang (Kappa 0,024; 0,008 dan 0,442). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kompetensi ketiga mikroskopis tersebut masih diragukan. Kata kunci: reliabilitas, diagnosa, malaria, mikroskopis Abstract Microscopic test is still the best option for malaria diagnostic because of simple and less expensive. However, fault in diagnosis frequently happen because of lack of skills and experience. This study determined reliability of microscopic tests conducted by microscopists in three public health centres in Sawahlunto; SDR, SLK, and TLW. This was a cross sectional study. The reliability is determined by Kappa value which is stated by agreement test of 3 microscopists of the three public health centres and 1 standardized microscopist. The Kappa value was 0,61-1. The reliability of malaria vivax microscopic tests of SDR and SLK could not be determined because of small number of cases, and the reliability of TLW was fair. The reliability of malaria falciparum microscopic tests of SDR, SLK and TLW were poor, poor and fair (Kappa value 0,022; 0,006 and 0,200). The reliability based on positivity and negativity of parasite existence were poor, poor and moderate (Kappa value 0,024; 0,008 and 0,442). This study concluded that the competencies of microscopists in these three area were questionable. Keywords: reliability, diagnosis, malaria, microscopist Afiliasi penulis: Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Korespondensi: Selfi Renita Rusjdi, Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Jl Perintis Kemerdekaan No. 94 PO BOX 49 Padang 25127, Email:drselfirenita_rusjdi@yahoo.co.id, Telp/HP: +6281363151969 MKA, Volume 37, Nomor 1, April 2014

MKA, Volume 37, Nomor 1, April 2014 http://mka.fk.unand.ac.id/ PENDAHULUAN Malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit Plasmodium dan disebarkan melalui gigitan nyamuk. Diperkirakan 247 juta penduduk dunia terinfeksi malaria dan sebanyak 881.000 orang meninggal setiap tahun. 1 Penyakit ini sudah dikenal lebih dari 100 tahun yang lalu akan tetapi masih merupakan penyakit yang mendapat perhatian oleh WHO agar dapat dikendalikan melalui gerakan yang disebut sebagai Roll Back Malaria (RBM). Salah satu butir pelaksanan RBM ialah diagnosis dini dan pengobatan yang tepat untuk eradikasi malaria. 2 Penyakit malaria di Indonesia dilaporkan tersebar di seluruh kepulauan nusantara. Malaria sudah tersebar di 6.053 desa pada 226 kabupaten di 30 propinsi tahun 2003. 3 Berdasarkan data Dinas Kesehatan Sumatera Barat, jika dilihat dari annual malaria inciden (AMI), kasus malaria pada tahun 2006 sekitar 0,47 per 1000 penduduk dan tahun 2007 meningkat menjadi 1,77 per 1000 penduduk. 4 Salah satu upaya untuk menekan tingkat mortalitas dan morbiditas malaria adalah ketepatan diagnosis dan pengobatannya. Manifestasi klinis demam malaria sering tidak khas dan menyerupai penyakit infeksi lain, sehingga menyulitkan para klinisi untuk mendiagnosis malaria berdasarkan manifestasi klinis saja, selain itu pilihan terapi untuk masing-masing spesies tidaklah sama, sehingga diagnosis yang direkomendasikan adalah berdasarkan penemuan parasit. Untuk itu diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis sedini mungkin dan ketepatan pengobatan. Sampai saat ini diagnosis laboratorium yang paling tepat adalah berdasarkan kepada hasil pembacaan sediaan hapus darah tebal dan tipis dengan mikroskop setelah dilakukan pewarnaan giemsa. Kemampuan seorang mikroskopis baik dalam membuat sediaan darah, mewarnai dan memeriksanya sangat menentukan ditemukannya parasit malaria. 5 Meski pemeriksaan malaria tergolong mudah dan murah, akan tetapi kesalahan diagnosis mikroskopik sangat sering terjadi dikarenakan kurangnya keterampilan dan pengalaman pemeriksa. 6 Kerugian yang akan dialami bila terjadi salah identifikasi spesies adalah dalam pemberian obat yang tidak sesuai dengan spesies Plasmodium. Penderita malaria vivax akan terjadi relaps dan penderita dapat kehilangan pendapatan selama terjadi relaps. Tjokrosonto (1994) menemukan kesalahan baca mikroskopis di Banjarnegara untuk kesalahan positif palsu sebanyak 41% dan 33,3% dan hasil negatif palsu sebanyak 21, 65% dan 19,1% masing-masing untuk mikroskopis puskesmas dan mikroskopis kabupaten. Kesalahan identifikasi positif palsu akan memberikan dampak kerugian materi bagi puskesmas yaitu dalam pemberian obat malaria kepada penderita yang sesungguhnya bukan malaria. 7 Kesalahan negatif palsu dapat menyebabkan risiko penularan yang terusmenerus terjadi, penderita akan beresiko menjadi malaria berat, dan akan kehilangan pendapatan selama sakit serta pengeluaran yang terus meningkat untuk biaya pengobatan kembali. Begitu pula halnya jika terjadi salah identifikasi infeksi ganda menjadi satu spesies. 5,7 Kebijakan pengobatan malaria di Indonesia menggunakan artemisinin combination base therapy (ACT) tidak lagi boleh diberi berdasarkan gejala klinis saja, termasuk di Sumatera Barat. 8 Puskesmas sebagai pusat penggerak pengembangan kesehatan pada tingkat kecamatan bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan. Puskesmas sudah seharusnya memiliki tenaga laboratorium yang terampil dan berpengalaman dalam mendiagnosis parasit malaria. 3 Sumatera Barat terdapat beberapa daerah endemik malaria seperti Kepulauan Mentawai, Pasaman Barat, Pesisir Selatan dan Sawahlunto. Data yang telah mengikuti pelatihan tenaga laboratorium puskesmas di daerah ini yang secara umum hanya 20%. 4 Sawahlunto merupakan salah satu daerah di Sumatera Barat dengan kasus malaria tergolong rendah dari tahun 2004-2007 berturut-turut 24, 39, 28, 29 kasus. Pada akhir tahun 2008 terjadi KLB malaria dengan kematian sebanyak tiga orang. Hal tersebut mendapat perhatian yang serius dari berbagai pihak. Puskesmas bersama Dinas Kesehatan Propinsi melakukan survei darah jari kepada penduduk, sehingga sampai akhir tahun 2008 ditemukan kasus malaria sebanyak 248 orang, suatu peningkatan kasus yang 20

Nurhayati dkk, Uji Reliabilitas Diagnosis Mikroskopis Malaria Tenaga Laboratorium Puskesmas sangat signifikan bila dibandingkan dengan empat tahun sebelumnya. Sejak Januari sampai pertengahan April 2009 telah tercatat kasus malaria sebanyak 143 orang. 4 Bila diamati dari pencatatan tersebut, banyak hal yang bisa dicurigai sebagai faktor penyebab peningkatan kasus malaria, salah satunya adalah kemampuan tenaga laboratorium puskesmas. Bisa jadi meningkatnya laporan kasus karena perhatian yang lebih serius dan karena ikutnya tenaga laboratorium propinsi untuk pemeriksaan malaria di daerah tersebut. Sejauh ini belum ada kegiatan atau program yang mengevaluasi tenaga mikroskopis puskesmas di Sumatera Barat termasuk mikroskopis puskesmas di Sawahlunto. 9 Penelitian ini bertujuan menilai reliabilitas diagnosis malaria secara mikroskopik oleh tenaga laboratorium puskesmas di daerah endemik malaria Sawahlunto. Hasil penelitian ini akan bermanfaat untuk instansi terkait dalam kebijakan pemberantasan malaria karena kemampuan mikroskopis malaria sangat menentukan diagnosis dan pengobatan yang tepat. METODE Ini adalah suatu penelitian uji diagnostik oleh dua atau lebih tenaga laboratorium pada satu sampel dalam suatu periode tertentu, sehingga rancangan penelitian adalah cross sectional study. Penelitian telah dilakukan pada bulan Juli-Oktober 2009. Lokasi penelitian yang dipilih adalah tiga puskesmas di wilayah Kota Sawahlunto dengan kejadian malaria tertinggi pada awal penelitian yaitu Puskesmas Sei Durian (SDR), Puskesmas Silungkang (SLK) dan Puskesmas Talawi (TLW). Populasi penelitian ini adalah semua slide malaria yang dibuat dari tersangka penderita malaria dengan keluhan demam yang datang ke puskesmas semua umur, laki-laki dan perempuan. Kriteria inklusi ialah satu sampel terdiri dari dua jenis sediaan, yaitu sediaan darah tebal dan sediaan darah tipis. Kriteria esklusi ialah kedua sediaan rusak dan atau kedua sediaan tidak memiliki bagian yang dapat dinilai. Besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus Lemeshow et al, 1990. 10 Dengan asumsi bahwa sensitifitas dan spesifisitas hasil pemeriksaan mikroskopis 95% dan 90%. Ketepatan absolut yang diinginkan 5% serta Confidence interval 95%, Z 1 - a/2 =1,645, maka jumlah sampel minimal sebesar 164 ditambah drop-out 10 %, sehingga menjadi 181. Tabel 1. Rumus Perhitungan Nilai Kappa Pemeriksan I Pemeriksa II Hasil positif Hasil negatif Total Hasil positif A b N1 Hasil negatif C d N2 Total N3 N4 N Keterangan: Nilaiobservasi = [(a + d )/N] x 100% = x % Nilai yang diharapkan atas dasar kebetulan = [(N3 x N1)]/N + [(N4 x N2)]/N x 100 % = y % N Nilai aktual di luar dari kebetulan = (x-y)% = z % Nilai potensial di luar dasar kebetulan = (100-y) % Kappa= Nilai aktual di luar dari kebetulan = z/ (100-y) Nilai potensial di luar dasar kebetulan Uji reliabilitas diagnosis mikroskopis dilakukan dengan perhitungan nilai Kappa diantara hasil dua pemeriksa yaitu tenaga laboratorium puskesmas dan tenaga laboratorium P2M Depkes yang telah mendapat sertifikasi. Hasil ini dinyatakan dengan nilai Kappa. Nilai Kappa yang dipakai merupakan suatu tes diagnostik seperti yang dianjurkan oleh Landis dan Koch. 11 21

MKA, Volume 37, Nomor 1, April 2014 http://mka.fk.unand.ac.id/ Tabel 2. Nilai Reliabilitas Nilai Kappa < 0 0-0,20 0,21-0,40 0,41-0,60 0,61-0,80 0,81-1 Nilai reliabilitas Sangat jelek Jelek Kurang Sedang Baik Sangat baik Nilai Kappa yang dapat diandalkan untuk dipakai adalah 0,61-1. HASIL DAN PEMBAHASAN Slide malaria yang dievaluasi pada penelitian ini berjumlah 211 slide, masingmasing SDR 119 slide, SLK 63 slide dan TLW 29 slide (tabel 3). Slide tersebut diperiksa oleh mikroskopis puskesmas dengan karakteristik 1 orang analis dari SDR berpendidikan D3 analis dan 2 orang dari puskesmas SLK dan TLW berpendidikan Sekolah Menengah Analis Kimia (SMAK). Dalam dua tahun terakhir, masing-masing mikroskopis telah mendapat pelatihan malaria sebanyak 2 kali. Hanya mikroskopis SLK yang baru bekerja 2 tahun, sedangkan mikroskopis dari puskesmas SDR dan TLW telah bekerja selama 11 dan 14 tahun (tabel 4). Tabel 3. Distribusi Slide Berdasarkan Spesies Plasmodium Nama Spesies P.falciparum P.vivax SDR SLK TLW Jumlah 115 1 56 Parasit (-) 3 5 10 18 Jumlah 119 63 29 211 2 4 15 175 18 Tabel 4. Karakteristik Mikroskopis Puskesmas Asal Mikroskopis Pendidikan Lama bekerja tahun Pelatihan Buku panduan SDR D3 Analis 11 2 x ada SLK SMAK 2 2 x tidak TLW SMAK 14 2 x ada Setelah dilakukan evaluasi terhadap logistik yang berhubungan dengan diagnosis malaria, didapatkan semua logistik yang digunakan pada Puskesmas SDR, SLK dan TLW bernilai baik kecuali Giemsa pada Puskesmas SLK bernilai kurang baik (tabel 5). Tabel 5. Mutu Logistik Laboratorium Jenis Logistik SDR SLK TLW Mikroskop Baik Baik Baik Giemsa Baik Tidak baik Baik Alat dan bahan Baik Baik Baik Kualitas sediaan darah Puskesmas SDR 20% bernilai kurang baik sedangkan Puskesmas TLW hanya satu slide yang bernilai kurang baik (tabel 6) Tabel 6. Kualitas Sediaan Darah yang Diperiksa Kualitas Sediaan SDR SLK TLW Baik 95 (80%) 60 (92%) 28 (97%) Kurang Baik 24 (20%) 5 (8%) 1 (3%) Jumlah 119 65 29 Reliabilitas diagnosis mikroskopis pada 211 slide ditentukan dengan uji kesepakatan hasil pemeriksaan dari 3 puskesmas dan satu mikroskopis standar. Kesepakatan hasil diagnosis tersebut adalah sebagai berikut: Kesepakatan dalam diagnosis malaria vivax mikroskopis SDR, SLK dengan standar tidak bisa dinilai karena jumlah malaria vivax sedikit, sedangkan kesepakatan antara mikroskopis 22

Nurhayati dkk, Uji Reliabilitas Diagnosis Mikroskopis Malaria Tenaga Laboratorium Puskesmas puskesmas TLW dengan standar bernilai kurang (Kappa = 0,253). Kesepakatan dalam diagnosis malaria falciparum mikroskopis Puskesmas SDR, SLK, dan TLW dengan standar secara berturut-turut adalah; jelek, jelek dan kurang (Kappa 0,022, 0,006 dan 0,200). Bila reliabilitas dinilai hanya berdasarkan diagnosis malaria positif dan negatif saja tanpa melihat spesiesnya, maka mikroskopis SDR, SLK dan TLW mendapat nilai kurang, jelek dan sedang (Kappa 0,024, 0,008, 0,442) dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Reliabilitas Hasil Diagnosis Malaria Mikroskpis Reliabilitas SDR SLK TLW D/ malaria (+) atau (-) D/ malaria falciparum D/ malaria vivax 0,024 0,008 0,022 Tidak bisa dinilai 0,006 Tidak bisa dinilai 0,442 0,200 0,253 Kesalahan baca sediaan yang dilakukan adalah sebagai berikut: Salah identifikasi spesies SDR, SLK dan TLW masingmasing 1 sediaan, tidak ada dan 1 sediaan. Kesalahan baca positif palsu 52 sediaan (44%), tidak ada dan 6 sediaan 0,21%). Kesalahan baca negatif palsu 1 sediaan (0,008%), 61 sediaan (97%) dan 2 sediaan (0,06%). Jumlah pemeriksaan yang benar adalah SDR 65 sediaan (55%), SLK 2 sediaan (3%) dan TLW 20 sediaan (77%). Dari tabel 7 dan 8 terlihat TLW bernilai lebih baik dibanding yang lain. Kesepakatan hasil diagnosis yang didapat pada penelitian ini sangat kurang bila dibandingkan dengan hasil penelitian di tempat lain seperti penelitian di Banjarnegara mendapatkan reliabilitas diagnosis malaria falciparum dan malaria vivax berkisar sedang-baik. Penelitian di Purworejo mendapatkan sedang-baik sedangkan penelitian ini mendapatkan hasil kurang-jelek. Penelitian ini juga terdapat hasil positif palsu yang tinggi mencapai 44%, sedangkan penelitian Banjarnegara dan Purworejo hanya berkisar 33,3%-41% dan 6,9-17,7%. Hasil negatif palsu yang didapatkan dari penelitian ini juga sangat tinggi yaitu mencapai 97% yang berasal dari Puskesmas SLK, walaupun puskesmas SDR dan TLW mempunyai hasil negatif palsu 1-2%. Tabel 8. Penilaian Jenis Kesalahan Hasil Diagnosis Mikroskopis SDR SLK TLW Jenis f (%) f (%) f (%) Salah 1 (0,008) 0 1 (0,03) spesies Positif 52 (0,44) 6 (0,21) 0 palsu Negatif palsu 1 (0,008) 61 (97) 2 (0,06) Benar 65 (0,55) 2 (3) 20 (77) Jumlah 119 63 29 Kesalahan hasil baca terjadi antara lain akibat kesalahan dalam melakukan identifikasi spesies malaria, P.vivax disangka sebagai P.falciparum atau sebaliknya. Kesalahan lain adalah kesalahan baca positif palsu dan negatif palsu. Dari analisis, kesalahan lebih besar terjadi pada keadaan sediaan darah baik, terutama pada kesalahan positif palsu dan negatif palsu. Hal yang sangat merugikan yang terjadi pada kesalahan identifikasi spesies adalah kesalahan pemberian obat yang tidak sesuai dengan spesies parasit malaria. Jika seseorang menderita malaria falciparum tapi didiagnosis sebagai malaria vivax, maka penderita ini akan diterapi dengan klorokuin dan primakuin. Pengobatan ini tidak akan menyembuhkan pasien karena P.falciparum sudah resisten dengan klorokuin. 12 Puskesmas juga akan mengalami kerugian karena memberikan obat yang tidak perlu seperti primakuin. Hal yang sama juga akan terjadi pada penderita malaria vivax yang didiagnosis sebagai malaria falciparum yang yang hanya diberikan obat golongan skizontosida darah saja. Pasien penderita malaria vivax ini tidak akan sembuh dan akan terjadi relaps karena seharusnya pasien mendapat pengobatan 23

MKA, Volume 37, Nomor 1, April 2014 http://mka.fk.unand.ac.id/ berupa skizontosida darah dan skizontosida jaringan. 2 Kesalahan negatif palsu merupakan kesalahan yang terbanyak dilakukan oleh mikroskopis SLK. Hal tersebut bisa berakibat fatal karena pasien tidak mendapat obat sedangkan penyakit terus berlanjut, bahkan malaria falciparum yang berat bisa menyebabkan komplikasi malaria serebral yang berakhir dengan kematian. Meskipun tidak jatuh ke keadaan malaria serebral, pasien tetap akan dirugikan secara materi karena sakit yang lama akan mengurangi produktifitas kerja sehingga akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan bahkan hilangnya mata pencaharian. Parasit yang tidak termusnahkan dari tubuh penderita ini akan beresiko untuk menular ke orang lain. Kesalahan positif palsu merupakan kesalahan yang terbanyak dilakukan oleh Puskesmas SDR. Keadaan tersebut memberikan dampak berupa kerugian materi bagi puskesmas karena tidak memberikan obat kepada orang yang tepat. Kesalahan baca terjadi pada sediaan darah yang baik dan kurang baik. Hasil ini menunjukkan bahwa kesalahan bukan hanya disebabkan faktor teknis persiapan darah saja tetapi juga kemampuan mikroskopis walaupun sudah pernah mendapat pelatihan. Ditinjau dari segi Sumber Daya Manusia (SDM) mikroskopis terlihat bahwa mikroskopis SLK yang bekerja selama 2 tahun, tamatan SMAK, meski telah mendapat pelatihan tetapi tidak mempunyai kemampuan mendiagnosis malaria, hal tersebut terlihat dari nilainya yang rendah dibandingkan nilai mikros-kopis lain. Rendahnya kemampuan tersebut diperburuk dengan tidak tersedianya buku panduan standar yang dimiliki. Sementara Mikroskopis TLW memiliki kemampuan yang lebih baik dibandingkan dengan yang lain. Keadaan ini didukung oleh masa kerja yang paling lama dari yang lain, sehingga pengalaman untuk mendiagnosis malaria lebih banyak. Namun demikian secara umum kemampuan mikroskopis ketiga puskesmas ini untuk membaca sediaan jauh dari yang diharapkan. SIMPULAN Penelitian ini dapat simpulkan bahwa reliabilitas diagnosis malaria positif dan negatif mikroskopis Puskesmas SDR, SLK dan TLW adalah; jelek, jelek dan sedang. Reliabilitas mikroskopis ketiga puskesmas ini tidak dapat diterima. DAFTAR RUJUKAN 1. World Malaria Report 2008. Diakses dari:http://www.who.int/malaria/publications/atoz/9789241563697/en/index.html tanggal 25 Juli 2009. 2. Harijanto PN. Gejala klinik malaria. Dalam Harijanto PN, penyunting. Malaria Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta; EGC 2006. 3. Depkes RI, Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Malaria: pemeriksaan parasit malaria secara mikroskopik. DepKes RI 2004. 4. Dinas Kesehatan Sumatera Barat. Malaria di Sumatera Barat. Diakses dari www. dinkes-sumbar.org. 2008 tanggal 20 Desember 2009. 5. Chadijah S, Labatjo Y, Garjito TA, Wijaya Y, Udin Y.Efektifitas diagnosis mikroskopis malaria di Puskesmas Donggala, Puskesmas Lembasada, dan Puskesmas Kulawi, Provinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Ekologi Kesehatan 2006;5(1):385-94. 6. Sri UB, Supriyanto S, Ekowatiningsih R. Gambaran kesepakatan hasil diagnosis malaria mikroskopis di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Buletin Penelitian Kesehatan 2002;30(4):153-60. 7. Tjokrosonto S. Disagreement in microscopy in an estabilished malaria control program. Berkala epidemiologi klinik dan biostatistika Indonesia 1994;1(1):13-6. 8. Tjitra E. Artemisinin combination therapy for malaria. Buletin Penelitian Kesehatan 2005;32(2):53-61. 9. Ermawati. Kegiatan pemberantasan malaria di kota Sawahlunto. Workshop berantas malaria dalam rangka Hari Malaria Sedunia, Padang 25 April 2009. 10. Lemeshow S, Hoemer DW, Klar J, Lwan- 24

Nurhayati dkk, Uji Reliabilitas Diagnosis Mikroskopis Malaria Tenaga Laboratorium Puskesmas ga SK. Adequacy of sample size in health studies. Geneva; WHO 1990. 11. Landis JR, Koch GG. The measurement of observer agreement for categorical data. Biometrics 1977;33:159-74. 12. Wichmana O, Eggelte TA, Gellert S, et al. High residual chloroquine blood levels in African children with severe malaria seeking health care. Trans Royal Soc Trop Med Hyg 2007;101:637-42. 25