MODUL KEPANITERAAN KLINIK BEDAH Topik : Bedah saraf Judul : Cedera Kepala ( 3b) Tujuan pembelajaran Kognitf II. 1. Menjelaskan anatomi kepala 2. Menjelaskan patogenesa cedera kepala 3. Menjelaskan diagnosis cedera kepala 4. Menjelaskan jenis cedera kepala 5. Menjelaskan penatalaksanaan cedera kepala 6. Menjelaskan komplikasi dan gejala sisa cedera kepala Psikomotorik 1. Melakukan pemeriksaan fisik pada cedera kepala 2. Dapat melakukan rujukan ke RS yang memiliki dokter bedah saraf III. Attitude 1. Menyediakan waktu untuk melakukan komunikasi dengan keluarga dan pasien 2. Memberikan inform concern mengenai tindakan dan kemungkinan komplikasi pasien cedera kepala CEDERA KEPALA Lebih dari separuh kematian karena cedera dan cedera kepala berperan nyata atas outcome. Pada pasien dengan cedera berganda, kepala adalah bagian yang paling sering mengalami cedera, dan pada kecelakaan lalu-lintas yang fatal, otopsi memperlihatkan bahwa cedera otak ditemukan pada 75% penderita. Untuk setiap kematian, terdapat dua kasus dengan cacad tetap, biasanya sekunder terhadap cedera kepala (Narayan, 1991). 1. KLASIFIKASI Cedera kepala bisa diklasifikasikan atas berbagai hal. Untuk kegunaan praktis, tiga jenis klasifikasi akan sangat berguna, yaitu berdasar mekanisme, tingkat beratnya cedera kepala serta berdasar morfologi. Tabel 1 Klasifikasi cedera kepala ------------------------------------------------------- A. Berdasarkan mekanisme 1 Tertutup 2 Penetrans 1
B. Berdasarkan beratnya 1 Skor Skala Koma Glasgow 2 Ringan, sedang, berat C. Berdasarkan morfologi 1 Fraktura tengkorak a Kalvaria 1 Linear atau stelata 2 Depressed atau nondepressed b Basilar 2 Lesi intrakranial a Fokal 1 Epidural 2 Subdural 3 Intraserebral b Difusa 1 Konkusi ringan 2 Konkusi klasik 3 Cedera aksonal difusa BERDASAR MEKANISME Cedera kepala secara luas diklasifikasikan sebagai tertutup dan penetrans. Walaupun istilah ini digunakan luas dan berguna untuk membedakan titik pandang, namun sebetulnya tidak dapat dipisahkan. Misalnya fraktura tengkorak depresi dapat dimasukkan kesalah satu golongan tersebut, tergantung kedalaman dan parahnya cedera tulang. Sekalipun demikian, untuk kegunaan klinis, istilah cedera kepala tertutup biasanya dihubungkan dengan kecelakaan kendaraan, jatuh dan pukulan, dan cedera kepala penetrans lebih sering dikaitkan dengan luka tembak dan luka tusuk. Karena pengelolaan kedua kelompok besar ini sedikit berbeda, dipertahankanlah pengelompokan ini untuk keperluan dskriptif. BERDASAR BERATNYA Sebelum 1974, penulis berbeda menggunakan terminologi dengan konotasi bermacam-macam untuk menjelaskan pasien dengan cedera kepala. Pada tahun 1974 Teasdale dan Jennet, dengan mempelajari tanda-tanda yang tampaknya lebih dapat dipercaya dalam memprediksi outcome dan yang mana tampaknya mempunyai variasi yang kecil antar pengamat, merancang hal yang sekarang dikenal sebagai Skala Koma Glasgow. Pengenalan SKG berakibat timbulnya keseragaman dan kedisiplinan dalam literatur cedera kepala. Skala ini telah mencapai penggunaan yang luas untuk menjelaskan pasien dengan cedera kepala dan selanjutnya sudah diadopsi untuk mendeskripsikan penderita dengan peru bahan tingkat kesadaran karena sebab lain. Jennett dan Teasdale menentukan koma sebagai ketidakmampuan untuk menuruti perintah, mengucapkan kata- kata dan membuka mata. Pada pasien yang tidak mempunyai ketiga aspek pada definisi tersebut tidak dianggap sebagai koma. Pasien yang bisa membuka mata secara spontan, dapat mengikuti perintah serta mempunyai orientasi, mempunyai skor total 15 poin, sedang 2
pasien yang flaksid, dimana tidak bisa membuka mata atau berbicara mempunyai skor minimum yaitu 3. Tidak ada skor tunggal antara 3 dan 15 menentukan titik mutlak untuk koma. Bagaimanapun 90% pasien dengan skor total delapan atau kurang, dan tidak untuk yang mempunyai skor 9 atau lebih, dijumpai dalam keadaan koma sesuai dengan definisi terdahulu. Untuk kegunaan praktis, skor total SKG 8 atau kurang menjadi definisi yang sudah umum diterima sebagai pasien koma. Perbedaan antara pasien dengan cedera kepala berat dan dengan cedera kepala sedang atau ringan karenanya menjadi sangat jelas. Namun perbedaan antara cedera kepala sedang dan berat lebih sering memiliki masalah. Beberapa menyatakan bahwa pasien cedera kepala dengan jumlah skor 9 hingga 12 dikelompokkan sebagai cedera kepala sedang, dan skor SKG 13 hingga 15 sebagai ringan. Williams, Levin dan Eisenberg baru-baru ini melaporkan defisit neurologis penderita dengan cedera kepala ringan (SKG 12 hingga 15) dengan lesi massa intrakranial pada CT pertama adalah sesuai dengan pasien dengan cedera kepala sedang (SKG 9 hingga 11). Pasien dengan cedera kepala ringan tanpa dengan komplikasi lesi intrakranial pada CT jelas lebih baik. Tanpa memperdulikan nilai SKG, pasien digolongkan sebagai penderita cedera kepala berat bila : 1. Pupil tak ekual 2. Pemeriksaan motor tak ekual. 3. Cedera kepala terbuka dengan bocornya CSS atau adanya jaringan otak yang terbuka. 4. Perburukan neurologik. 5. Fraktura tengkorak depressed. 2. PENGELOLAAN CEDERA KEPALA Cedera Kepala Ringan Definisi: Pasien bangun, dan mungkin bisa berorientasi. Pengelolaan: 1. Riwayat: Jenis dan saat kecelakaan, kehilangan kesadaran, amnesia, nyeri kepala 2. Pemeriksaan umum untuk menegakkan cedera sistemik 3. Pemeriksaan neurologis 4. Radiografi tengkorak 5. Radiografi servikal dan lain-lain atas indikasi 6. Kadar alkohol darah serta urin untuk skrining toksik 7. CT scan idealnya dilakukan bila didapatkan tujuh pertama dari kriteria rawat Kriteria Rawat: 1. Amnesia posttraumatika jelas (lebih dari 1 jam) 2. Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit) 3. Penurunan tingkat kesadaran 4. Nyeri kepala sedang hingga berat 5. Intoksikasi alkohol atau obat 6. Fraktura tengkorak 7. Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea 8. Cedera penyerta yang jelas 3
9. Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggung-jawabkan 10. CT scan abnormal Dipulangkan dari UGD: 1. Pasien tidak memiliki kriteria rawat 2. Beritahukan untuk kembali bila timbul masalah dan jelaskan tentang 'lembar peringatan' 3. Rencanakan untuk kontrol dalam 1 minggu Cedera Kepala Sedang Definisi: Pasien mungkin konfusi atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana (SKG 9-12). Pengelolaan: Di Unit Gawat Darurat: 1. Riwayat: jenis dan saat kecelakaan, kehilangan kesadaran, amnesia, nyeri kepala 2. Pemeriksaan umum guna menyingkirkan cedera sistemik 3. Pemeriksaan neurologis 4. Radiograf tengkorak 5. Radiograf tulang belakang leher dan lain-lain bila ada indikasi 6. Kadar alkohol darah dan skrining toksik dari urin 7. Contoh darah untuk penentuan golongan darah 8. Tes darah dasar dan EKG 9. CT scan kepala 10. Rawat untuk pengamatan bahkan bila CT scan normal Setelah dirawat: 1. Pemeriksaan neurologis setiap setengah jam 2. CT scan ulangan hari ketiga atau lebih awal bila a- da perburukan neurologis 3. Pengamatan TIK dan pengukuran lain seperti untuk cedera kepala berat akan memperburuk pasien 4. Kontrol setelah pulang biasanya pada 2 minggu, 3 bulan, 6 bulan dan bila perlu 1 tahun setelah cedera Walau pasien ini tetap mampu mengikuti perintah sederhana, mereka dapat memburuk secara cepat. Karenanya harus ditindak hampir seperti halnya terhadap pasien cedera kepala berat, walau mungkin dengan kewaspadaan yang tidak begitu akut terhadap urgensi. Saat masuk UGD, riwayat singkat diambil dan stabilitas kardiopulmonal dipastikan sebelum menilai status neurologisnya. Tes darah termasuk pemeriksaan rutin, profil koagulasi, kadar alkohol dan contoh untuk bank darah. Film tulang belakang leher diambil, CT scan umumnya diindikasikan. Pasien dirawat untuk pengamatan bahkan bila CT scan normal. 4
Cedera Kepala Berat Definisi: Pasien tidak mampu mengikuti bahkan perintah sederhana karena gangguan kesadaran. Pengelolaan: Di Unit Gawat Darurat 1. Riwayat: Usia, jenis dan saat kecelakaan Penggunaan alkohol atau obat-obatan Perjalanan neurologis Perjalanan tanda-tanda vital Muntah, aspirasi, anoksia atau kejang Riwayat penyakit sebelumnya, termasuk obat-obatan yang dipakai serta alergi 2. Stabilisasi Kardiopulmoner: Jalan nafas, intubasi dini Tekanan darah, normalkan segera dengan Salin normal atau darah Foley, tube nasogastrik kateter Film diagnostik: tulang belakang leher, abdomen, pelvis, tengkorak, dada, ekstremiras 3. Pemeriksaan Umum 4. Tindakan Emergensi Untuk Cedera Yang Menyertai: Trakheostomi Tube dada Stabilisasi leher: kolar kaku, tong Gardner-Wells dan traksi Parasentesis abdominal 5. Pemeriksaan Neurologis: Kemampuan membuka mata Respons motor Respons verbal Reaksi cahaya pupil Okulosefalik (dolls) Okulovestibular (kalorik) 6. Obat-obat Terapeutik: Bikarbonat sodium Fenitoin(?) Steroid (???) Mannitol Hiperventilasi 7. Tes Diagnostik: (desenden menurut yang diminati) CT scan Ventrikulogram udara Angiogram 5
Tugas: 1. Berdasarkan morfologi coba jelaskan perbedaan antara epidural,subdural dan intra cranial hematom? 2. Apa yang dimaksud dengan Glasgow Outcome Scale? 3. Apa saja yang dinilai dengan Glasgow Coma Scale? 6