UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PRIMER FILARIASIS DI DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG

dokumen-dokumen yang mirip
PENCEGAHAN PENYAKIT FILARIASIS OLEH KELUARGA DI DESA RUMPIN KECAMATAN RUMPIN KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Proses Penularan Penyakit

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS

BAB I PENDAHULUAN.

ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT DI RW 1 DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT TENTANG FILARIASIS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

Prevalensi pre_treatment

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun

Kata kunci: filariasis; IgG4, antifilaria; status kependudukan; status ekonomi; status pendidikan; pekerjaan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah

Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi

BAB I PENDAHULUAN. 1

ABSTRAK PREVALENSI FILARIASIS DI KOTA BEKASI PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BAB 1 RANGKUMAN Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah.

PENGOBATAN FILARIASIS DI DESA BURU KAGHU KECAMATAN WEWEWA SELATAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA

Kata Kunci : Kelambu, Anti Nyamuk, Kebiasaan Keluar Malam, Malaria

Gambaran Pengobatan Massal Filariasis ( Studi Di Desa Sababilah Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah )

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

TUGAS PERENCANAAN PUSKESMAS UNTUK MENURUNKAN ANGKA KESAKITAN FILARIASIS KELOMPOK 6

ABSTRAK. Pembimbing I : Dr. Felix Kasim, dr., M.Kes Pembimbing II : Budi Widyarto L, dr., MH

BAB I PENDAHULUAN. penyakit bermunculan. Selain Demam Berdarah (DB) juga muncul penyakit. bagian persendian (arthralgia) (Arini, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Keadaan rumah yang bersih dapat mencegah penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

Fajarina Lathu INTISARI

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT FILARIASIS DI KABUPATEN BEKASI, PROVINSI JAWA BARAT PERIODE

PERILAKU 3M, ABATISASI DAN KEBERADAAN JENTIK AEDES HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) dan ditularkan oleh nyamuk

RISIKO KEJADIAN FILARIASIS PADA MASYARAKAT DENGAN AKSES PELAYANAN KESEHATAN YANG SULIT

BAB I PENDAHULUAN. Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN FILARIASIS DI PUSKESMAS SE-KOTA PEKALONGAN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. serta semakin luas penyebarannya. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari spesies, stadium larva

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU TERHADAP DEMAM BERDARAH PADA MASYARAKAT DI CIMAHI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Chikungunya adalah sejenis demam virus yang disebabkan oleh alphavirus

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

Kondisi Filariasis Pasca Pengobatan Massal di Kelurahan Pabean Kecamatan Pekalongan Utara Kota Pekalongan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI DESA ANTIGA, WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANGGIS I

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

Identification of vector and filariasis potential vector in Tanta Subdistrict, Tabalong District

GAMBARAN FAKTOR KEBERHASILAN KELURAHAN KRAMAS KOTA SEMARANG DALAM PROGRAM KAWASAN BEBAS JENTIK

HUBUNGAN BREEDING PLACE DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK VEKTOR DBD DI DESA GAGAK SIPAT KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

SARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

PERILAKU MINUM OBAT ANTI FILARIASIS DI KELURAHAN RAWA MAMBOK Anti-filariasis Medicine Drinking Behavior in Rawa Mambok Village

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. banyak penyakit yang menyerang seperti dengue hemoragic fever.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PENCEGAHAN FILARIASIS DI RASAU JAYA II KABUPATEN KUBU RAYA ABSTRAK

Juli Desember Abstract

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

SITUASI FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA TENGAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

Cakupan Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis di Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK DI RT 3 RW 4 DESA KEMBANGBAHU KECAMATAN KEMBANGBAHU KABUPATEN LAMONGAN

GAMBARAN PEMBERIAN OBAT MASAL PENCEGAHAN KAKI GAJAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WELAMOSA KECAMATAN WEWARIA KABUPATEN ENDE TAHUN ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional, yaitu peneliti akan

BAB I PENDAHULUAN. penghujan disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan ke manusia melalui vektor nyamuk

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI DESA LEMAH IRENG KECAMATAN KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN 2011

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah

Faktor Risiko Kejadian Penyakit Filariasis Pada Masyarakat di Indonesia. Santoso*, Aprioza Yenni*, Rika Mayasari*

BAB I PENDAHULUAN. Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes

PEMERIKSAAN MIKROFILARIA DI DUSUN CIJAMBAN KECAMATAN PANUMBANGAN KABUPATEN CIAMIS. Mei Widiati*, Ary Nurmalasari, Septi Nurizki ABSTRACT

Transkripsi:

UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PRIMER FILARIASIS DI DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG Yohannie Vicky Putri, Mamat Lukman, Raini Diah Susanti Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat ABSTRAK Filariasis adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filarial yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Desa Nanjung merupakan daerah endemik Filariasis dan setiap tahun didapatkan penderita baru. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai upaya keluarga dalam pencegahan primer Filariasis di Desa Nanjung Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan jumlah sampel 83 orang. Pengumpulan data diperoleh menggunakan kuesioner. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa upaya keluarga dalam pencegahan primer Filariasis pada subvariabel promosi kesehatan, hamper setengahnya dari responden (43,37%) sudah melakukan promosi kesehatan dengan baik. Sedangkan 56,63% responden masih kurang dalam melakukan promosi kesehatan. Pada subvariabel tindakan perlindungan khusus, hamper setengahnya dari responden (43,37%) sudah melakukan tindakan perlindungan khusus dengan baik. Sedangkan 56,63% responden masih kurang dalam melakukan tindakan perlindungan khusus. Kata Kunci: Filariasis, pencegahan primer, keluarga ABSTRACT Filariasis is cronic infectious disease caused by filarial worm infection which is transmitted by various kind of mosquitoes. Nanjung village is filariasis endemic area and each year new sufferer is found. This research aimed to have conception on family effort in Filariasis primary prevention at Nanjung Village of Margaasih Subdistrict in Bandung District. This is a descriptive research purposive sampling which took 83 people as the sample. The data was collected by using questionnaire. The result of this research was almost half of the respondents (43.37%) did good health promotion on the family effort in primary prevention on health promotion subvariable. Meanwhile, the 56.63% of respondents are still lacking in doing health promotion. On special protection act subvariable, almost half of the respondents (43.37%) did well. The 56.63% of respondents were still lacking in doing the special prevention. Key Words: Filariasis, primary prevention, family 1

PENDAHULUAN Filariasis adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filarial yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk (Muslim, 2009). Di Indonesia, Filariasis disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria, yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Di Indonesia hingga saat ini telah teridentifikasi 23 spesies nyamuk dari lima genus, yaitu Mansonia, Anopheles, Culex, Aedes, dan Armigeres. Filariasis secara perlahan mengganggu kesehatan masyarakat, menyebabkan kecacatan tetap, penurunan produktivitas klien dan keluarga (Sudomo, 2008). Filariasis merupakan masalah kesehatan yang menjadi perhatian baik pemerintah maupun tenaga kesehatan di dunia karena setiap tahun prevalensi penyakit ini selalu meningkat (Depkes, 2008). Situasi prevalensi mikrofilaria di Indonesia berdasarkan hasil survei darah jari (SDJ) berkisar dari 1% hingga 38,57%. Prevalensi mikrofilaria di pulau Jawa berkisar 1% hingga 9,2% (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). WHO menyatakan bahwa Filariasis merupakan masalah kesehatan yang serius, untuk itu WHO meluncurkan satu program eliminasi Filariasis yang dinamakan The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health by the Year 2020. Menteri Kesehatan menyebutkan bahwa program ini ditetapkan sebagai salah satu program prioritas pemberantasan penyakit menular (Ilyas, 1990). Maka Kementrian Kesehatan Indonesia pun menyusun Rencana Nasional Program Akselerasi Eliminasi Filariasis 2010-2014. 2

Seseorang dapat tertular Filariasis, apabila orang tersebut mendapat gigitan nyamuk yang mengandung larva infektif (Depkes, 2008). Proses ini biasa disebut sebagai rantai infeksi. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memutus rantai infeksi adalah dengan melakukan upaya pencegahan yang juga dapat menghilangkan atau mengurangi kemungkinan yang dapat meningkatkan potensi seseorang terkena Filariasis maka diperlukan upaya pencegahan. Pencegahan berarti menghindari suatu kejadian sebelum terjadi. Menurut Leavell dan Clark dalam keperawatan komunitas terdapat tiga tingkatan pencegahan, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Pencegahan primer merupakan usaha yang dilakukan individu sebelum menderita sakit melalui kegiatan promosi kesehatan dan tindakan perlindungan khusus (Anderson & Judith, 2006). Pencegahan primer lebih diutamakan karena merupakan dasar untuk tetap mempertahankan dan memelihara status kesehatan (mengutamakan tindakan preventif dan promotif) dengan menguatkan garis pertahanan sehingga stressor tidak dapat masuk dan menimbulkan reaksi atau tindakan dengan melakukan perlawanan terhadap penyakit atau masalah kesehatan (Anderson & Judith, 2006). Berdasarkan teori tersebut maka intervensi pada tingkat pencegahan primer merupakan faktor penting yang harus diprioritaskan pelaksanaannya dalam mengatasi masalah (Anderson & Judith, 2006). Oleh karena itu, penting sekali untuk melakukan pencegahan sebelum terjadinya filariais yaitu dengan melakukan pencegahan primer. 3

Untuk mencapai perilaku masyarakat yang sehat harus dimulai di masingmasing keluarga. Hal ini dikarenakan di dalam keluargalah mulai terbentuk perilaku-perilaku masyarakat, mengingat bahwa keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat. Orang tua merupakan sasaran utama dalam promosi kesehatan pada tatanan ini karena orang tua merupakan role model dalam menentukan dasar perilaku, terutama perilaku kesehatan bagi anak-anak mereka (Notoatmodjo, 2003). Menurut data yang didapat dari bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung melaporkan, sepanjang tahun 2008 2010, Kecamatan endemik yang paling banyak penderita penyakit Filariasis adalah Kecamatan Margaasih, yaitu 7 orang (Profil Kesehatan Kabupaten Bandung, 2010). Ini dibuktikan dengan survei dari 600 sampel yang diperiksa dan didapatkan jumlah sample yang positif terpapar cacing penyebab kaki gajah (mikrofilaria) lebih dari 1% yaitu 1,17%. Berdasarkan ketentuan WHO, jika ditemukan mikrofilarial rate 1% pada satu wilayah maka daerah tersebut dinyatakan endemis. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, Desa Nanjung merupakan salah satu daerah yang paling banyak memiliki penderita Filariasis, yakni sebanyak 5 orang. Setelah dilakukan wawancara dengan kepala Desa Nanjung didapatkan informasi bahwa setiap tahun ditemukan penderita Filariasis baru. Penderita Filariasis baru sering ditemukan di wilayah RW 01. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan ketua RW 01 didapatkan informasi bahwa pada tahun 2008 terdapat 5 orang penderita 4

Filariasis. Selain itu pada akhir tahun 2011, 2 dari 5 penderita Filariasis meninggal dunia. Pada akhir tahun 2011 Puskesmas Margaasih melaksanakan pemeriksaan darah jari dan 4 penduduk dinyatakan positif memiliki cacing filarial di dalam darahnya. Pihak Puskesmas Margaasih menyatakan masih melakukan upaya pencegahan Filariasis, seperti minum obat massal setiap tahun, sosialisasi tentang manfaat dan tujuan minum obat massal untuk mencegah Filariasis kepada warga desa, memberikan penyuluhan tentang Filariasis baik melalui kader atau petugas kesehatan, dan pemeriksaan darah jari setiap tahun sebelum dilaksanakan minum obat massal. Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai upaya keluarga dalam pencegahan primer Filariasis di Desa Nanjung Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan deskriptif. Pada penelitian ini, peneliti ingin memperoleh gambaran tentang upaya keluarga dalam pencegahan primer Filariasis di Desa Nanjung Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung. Variabel dalam penelitian ini merupakan variabel tunggal, yakni upaya keluarga dalam pencegahan primer Filariasis di Desa Nanjung Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung. Subvariabel dari penelitian ini adalah promosi kesehatan dan tindakan perlindungan khusus. 5

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga RW 01 Desa Nanjung, yakni berjumlah 501 kepala keluarga. Hal ini dikarenakan kasus Filariasis didominasi oleh RW 01. Dari jumlah tersebut diambil sampel sebanyak 83 orang yang didapatkan dari perhitungan menggunakan rumus dari Riduwan (2004). Dalam penelitian ini digunakan teknik pengambialn sampel secara purposive sampling. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan angket/kuesioner yang telah melalui tahap uji validitas dan reliabilitas. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa deskriptif. Lokasi penelitian di Desa Nanjung Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 29 Mei sampai dengan 10 Juni 2012. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Upaya Pencegahan Primer (N=83) Kategori f % Baik 36 43,37 Kurang 47 56,63 Total 83 100,00 Berdasarkan hasil penelitian tentang upaya keluarga dalam pencegahan primer Filariasis di Desa Nanjung Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung diketahui bahwa 36 responden (43,37%) sudah melakukan upaya pencegahan primer Filariasis dalam kategori baik, sedangkan 56,63% responden melakukan upaya pencegahan primer Filariasis dalam kategori kurang. Hal ini seharusnya 6

diprediksi dapat memutus mata rantai Filariasis di Desa Nanjung, tetapi pada kenyataannya setiap tahun masih ditemukan penderita Filariasis yang baru. Untuk lebih jelasnya setiap masing-masing subvariabel akan dijelaskan sebagai berikut. Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Upaya Promosi Kesehatan (N=83) Baik Kurang Subvariabel f % f % Promosi kesehatan 36 43,37 47 56,63 Berdasarkan hasil penelitian mengenai upaya keluarga dalam pencegahan primer Filariasis dalam aspekdalam aspek promosi kesehatan menunjukkan bahwa dari 83 responden, 36 responden (43,37%) melakukan upaya promosi kesehatan dalam kategori baik dan 47 responden (56,63%) melakukan promosi kesehatan dalam kategori kurang. Hal ini menunjukkan bahwa hampir sebagian besar dari responden melakukan promosi kesehatan pada kategori kurang. Untuk lebih jelasnya setiap masing-masing subsubvariabel akan dijelaskan sebagai berikut. Berdasarkan hasil penelitian dalam pencegahan primer pada aspek upaya menciptakan rumah yang sehat menunjukkan bahwa hampir setengahnya dari responden, 36 responden (43,37%) sering meggantungkan pakaian bekas pakai dibelakang pintu dan sebagian kecil dari responden, 8 responden (9,64%) selalu menggantungkan pakaian bekas pakain di belakang pintu. Hal ini kemungkinan karena menggantungkan pakaian di belakang pintu merupakan tindakan yang praktis selain itu pakaian biasanya digunakan lebih dari satu kali sehingga kebiasaan menggantungkan pakaian bekas sering dilakukan oleh keluarga dan mengakibatkan suatu tempat dijadikan sebagai tempat hunian nyamuk. 7

Selain itu hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir setengahnya dari responden, yaitu 28 responden (33,73%) selalu membuka jendela rumah pada pagi hari dan 19 responden (22,89%) sering melakukan hal yang sama. Hal ini kemungkinan terjadi karena keluarga sudah mengetahui manfaat dari pengaturan pertukaran udara dalam rumah dan manfaat sinar matahari masuk ke dalam rumah. Berdasarkan hasil penelitian upaya keluarga dalam menciptakan lingkungan yang sehat menunjukkan bahwa hampir setengahnya dari responden yaitu 32 responden (38,55%) jarang membersihkan semak-semak di sekitar rumah, 39 responden (46,99%) jarang memangkas tanaman yang terlalu rimbun, dan 44 responden (53,01%) jarang membersihkan parit. Hal ini kemungkinan terjadi karena di lingkungan tersebut jarang atau tidak pernah mengadakan kegiatan kerja bakti. Menurut Natadisastra dan Agoes (2009), dengan melakukan modifikasi lingkungan berarti mengubah sarana fisik tempat perindukan vektor nyamuk, sedangkan dengan melakukan manipulasi lingkungan berarti mengubah, memelihara, atau membersihkan sarana fisik yang sudah ada supaya tidak terbentuk tempat perindukan atau tempat istirahat nyamuk. Berdasarkan hasil penelitian kesadaran akan gizi anggota keluarga menunjukkan bahwa 33 responden (39,76%) selalu makan tiga kali dalam sehari untuk memenuhi kebutuhan energi; 50 responden (60,24%) sering mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam dalam memenuhi kebutuhan gizi; 40 responden (48,19%) jarang mengkonsusmsi makanan yang mengandung sumber zat energi, zat pengatur,dan zat pembangun ; 61 responden (73,49%) selalu membiasakan 8

makan pagi; hampir seluruhnya dari responden yaitu 73 responden (87,59%) selalu menggunakan garam beryodium, namun hampir setengahnya dari responden yaitu 32 responden (38,55%) orang tua jarang menganjurkan seluruh anggota keluarganya untuk minum dalam jumlah yang cukup setiap hari. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar responden sudah memiliki kesadaran akan gizi anggota keluarga sehingga perilaku responden pun berdampak baik. Menurut Friedman (1998), kesadaran akan gizi merupakan salah satu upaya pencegahan primer yang dapat dilakukan oleh keluarga. Kesadaran akan gizi bukan hanya suatu kesadaran akan komposisi diit sehat, tetapi juga kesadaran menyangkut kebiasaan gizi yang baik. Menurut Almatsier (2009) untuk memenuhi kebutuhan gizi dapat dilakukan dengan cara mengkonsumsi beraneka ragam makanan setiap hari. Tiap makanan dapat saling melengkapi dalam zat-zat gizi yang dikandungnya. Pengelompokan bahan makanan disederhanakan menjadi sumber zat energi atau tenaga, sumber zat pembangun, dan sumber zat pengatur. Selain itu hal yang dapat melengkapi pemenuhan kebutuhan gizi adalah membiasakan sarapan pagi, menggunakan garam beryodium, dan minum air bersih dalam jumlah yang cukup. Berdasarkan hasil penelitian upaya keluarga dalam mencari informasi tentang Filariasis menunjukkan bahwa hampir setengahnya dari responden yaitu 33 responden (33,73%) tidak pernah mengikuti penyuluhan tentang penyakit kaki gajah yang diadakan petugas kesehatan, hampir sebagian besar dari responden yaitu 54 responden (65,06%) tidak pernah bertanya kepada petugas kesehatan atau kader tentang penyakit kaki gajah, hampir seluruhnya dari responden yaitu 74 9

responden (89,16%) tidak pernah mencari informasi tentang penyakit kaki gajah dari berbagai media, dan hampir sebagian besar responden yaitu 60 responden (72,29%) tidak pernah membaca informasi tentang penyakit kaki gajah dari selebaran dan poster yang telah disediakan puskesmas. Hal ini kemungkinan terjadi karena ada responden yang mengatakan mereka jarang datang ke Puskesmas, sibuk dengan pekerjaan sehingga tidak ada waktu untuk bertanya atau pun mencari info, dan sedang tidak ada di tempat ketika petugas kesehatan mengadakan penyuluhan. Menurut Maulana (2007), proses pemberdayaan atau memandirikan masyarakat menyangkut penggalangan berbagai dukungan di masyarakat. Dukungan dari masyarakat dapat berupa peran aktif masyarakat dalam mencari informasi terkait masalah kesehatan yang sedang terjadi. Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Upaya Tindakan Perlindungan Khusus (N=83) Baik Kurang Subvariabel f % f % Tindakan perlindungan khusus 36 43,37 47 56,63 Berdasarkan hasil penelitian tentang upaya keluarga dalam pencegahan primer Filariasis di Desa Nanjung Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung dalam aspek promosi kesehatan menunjukkan bahwa dari 83 responden, 36 responden (43,37%) melakukan upaya tindakan perlindungan khusus dalam kategori baik dan 47 responden (56,63%) melakukan upaya tindakan perlindungan khusus dalam kategori kurang. Hal ini menunjukkan bahwa hampir sebagian besar dari responden melakukan tindakan perlindungan khusus pada kategori kurang. 10

Untuk lebih jelasnya setiap masing-masing subsubvariabel akan dijelaskan sebagai berikut. Berdasarkan hasil penelitian upaya keluarga dalam pemberantasan sarang nyamuk menunjukkan bahwa hampir sebagian besar dari responden, 51 responden (61,45%) selalu menutup penampungan air dan hampir setengahnya dari responden, 26 responden (31,32%) tidak pernah menutup penampungan air. Hampir setengahnya dari responden, 41 responden (49,40%) sering menguras tempat penampungan air, dan 24 responden (28,91%) jarang menguras penampungan air. Hampir sebagian besar responden, 44 responden (53,01%) sering menyingkirkan barang bekas yang dapat menampung air hujan. Hampir setengahnya dari responden, 40 responden (48,19%) tidak pernah menaburkan bubuk abate pada tempat penampungan air yang sulit dikuras. Hal ini menunjukan bahwa hampir sebagian besar responden sudah melakukan upaya pemberantasan sarang nyamuk dengan baik. Melakukan pemberantasan sarang nyamuk merupakan salah satu cara memutus rantai penularan Filariasis. Hal ini kemungkinan terjadi karena keluarga sudah sering mendapatkan info tentang PSN dari berbagai media seperti iklan di televisi, koran, penyuluhan dari petugas kesehatan, dan leaflet yang disediakan puskesmas. Berdasarkan hasil penelitian upaya keluarga dalam menghindarkan diri dari gigitan nyamuk menunjukkan bahwa 64 responden (77,12%) tidak pernah menggunakan kelambu. Hal ini menunjukkan bahwa hampir seluruhnya dari responden tidak pernah menggunakan kelambu. Hal ini kemungkinan terjadi karena keluarga menganggap penggunaan kelambu sebagai hal yang sudah kuno 11

atau tidak modern. Hampir setengahnya dari responden yaitu 34 responden (40,96%) selalu menggunakan obat anti nyamuk seperi obat nyamuk bakar, obat nyamuk semprot, obat nyamuk elektrik, atau lotion anti nyamuk agar terhindar dari gigitan nyamuk dan 24 responden (28,92%) jarang melakukan hal yang sama. Penggunaan anti nyamuk dapat tergolong masih efektif, dimana peralatan kecil, mudah dibawah dan sederhana dalam penggunaannya. Hampir sebagian besar dari responden yaitu 53 responden (63,86%) tidak pernah mematikan lampu kamar saat tidur dan sebanyak 12 responden (14,46%) selalu mematikan lampu kamar saat tidur. Menurut Chandra (2007), menghindarkan diri dari gigitan nyamuk merupakan salah satu cara untuk memutus mata rantai penularan dari arthropodborne disease. Nyamuk sangat menyukai tempat yang gelap. Oleh karena itu menjaga suatu ruangan agar tetap terang dapat meminimalkan populasi nyamuk di dalam rumah. Berdasarkan hasil penelitian, hampir sebagian besar responden yaitu 55 responden (66,27%) selalu mengikuti sosialisasi program minum obat massal dan sisanya, 28 responden (33,73%) tidak pernah mengikuti sosialisasi program minum obat massal. Hal ini kemungkinan terjadi karena responden yang sedang tidak berada di tempat saat sosialisasi diadakan oleh petugas kesehatan. Sebanyak 24 responden (28,92%) orang tua selalu menganjurkan seluruh anggota keluarganya untuk bersedia menelan obat profilaksis dan sisanya 59 responden (71,08%) orang tua tidak pernah menganjurkan seluruh anggota keluarganya untuk bersedia menelan obat profilaksis. Hal ini kemungkinan karena keluarga khususnya orang tua mendapatkan informasi yang keliru mengenai efek samping 12

obat sehingga merasa takut untuk menelan obat yang dibagikan. Hampir sebagian besar dari responden, 54 responden (65,06%) selalu bersedia menelan obat profilaksis dan sisanya 29 responden (34,94%) tidak pernah menelan obat profilaksis. Hal ini mungkin terjadi karena keluarga takut akan efek samping obat profilaksis atau keluarga sedang tidak di tempat saat pembagian obat. Untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat tentang program minum obat massal Filariasis dibutuhkan sosialisasi sebelumnya agar masyarakat tidak merasa takut dan tidak menolak untuk minum obat yang dibagikan petugas kesehatan (Depkes RI, 2008). Menurut Suprajitno (2004), keluarga memiliki peran untuk memutuskan tindakan yang tepat terhadap masalah kesehatan yang terjadi. Orang tua menganjurkan seluruh anggota keluarganya untuk bersedia menelan obat profilaksis merupakan cermin sikap anggota keluarga yang berimbas baik terhadap peran keluarga dalam memutuskan tindakan yang tepat terhadap masalah pencegahan primer Filariasis yaitu dengan bersedia menelan obat profilaksis yang dibagikan oleh petugas kesehatan. SIMPULAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 83 responden, penelitian tentang upaya keluarga dalam pencegahan primer Filariasis di Desa Nanjung Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung dapat disimpulkan bahwa hampir setengahnya dari responden (43,37%) sudah melakukan promosi kesehatan dalam upaya pencegahan primer Filariasis dengan baik. Namun hampir sebagian besar responden (56,63%) melakukan promosi kesehatan dalam upaya pencegahan 13

primer Filariasis dalam kategori kurang dalam hal menciptakan lingkungan yang sehat dan mencari informasi tentang Filariasis. Hampir setengahnya dari responden (43,37%) melakukan upaya tindakan perlindungan khusus dalam kategori baik. Namun hampir sebagian besar responden (56,63%) melakukan upaya tindakan perlindungan khusus dalam kategori kurang dalam hal menggunakan kelambu, mengikuti sosialisasi program minum obat massal, dan orang tua menganjurkan seluruh anggota keluarganya untuk bersedia menelan obat profilaksis. SARAN Dari hasil penelitian ini diharapkan masyarakat diberikan informasi tentang Filariasis dengan bahasa yang komunikatif, sederhana dan dimengerti oleh keluarga, masyarakat diharapkan dapat meningkatkan upaya mencari informasi tentang Filariasis untuk menambah pengetahuan dalam menghadapi kejadian Filariasis di daerah tempat tinggalnya, selain itu masyarakat diharapkan dapat meningkatkan upaya dalam pemeliharaan lingkungan agar tercipta lingkungan sehat sehingga tidak digunakan tempat perindukan bagi nyamuk. DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Anderson, E. T. dan Judith, Mc. F. 2006. Keperawatan Komunitas: Teori dan Praktek. Jakarta: EGC Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC 14

Departemen Kesehatan, RI. 2008. Pedoman Program Eliminasi Filariasis di Indonesia. Jakarta Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung. 2010. Profil Kesehatan Kabupaten Bandung Tahun 2010 Friedman, M. M. 1998. Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktik. Jakarta :EGC Ilyas, I. 1990. Program Pemberantasan Filaria di Indonesia. Direktorat Jenderal PPM dan PLP; Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Rencana Nasional Program Akselerasi Eliminasi Filariasis di Indonesia 2010 2014. Avalaible at: http://www.pppl.depkes.go.id (diakses 13 Oktober 2011) Maulana, H. D. J. 2007. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC Muslim, H. M. 2009. Parasitologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC Natadisastra, D. dan Ridad A. 2009. Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta: EGC Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta Riduwan. 2004. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: CV Alfabeta Sudomo, M. 2008. Penyakit Parasitik yang Kurang Diperhatikan di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; Departemen Kesehatan Republik Indonesia Suprajitno. 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga: Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC 15