STUDI PERANCANGAN JARINGAN AKSES FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI GIGABIT PASSIVE OPTICAL NETWORK (GPON) DI PERUMAHAN CBD POLONIA MEDAN Ismail Faruqi, Sihar P Panjaitan Koentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU) Jl. Almamater, Kampus USU Medan 20155 INDONESIA e-mail: ukilatoz@gmail.com Abstrak GPON (gigabit passive optical network) adalah salah satu teknologi akses kecepatan tinggi yang memiliki keunggulan multiple services, dan ketersediaan bandwidth besar yang mendukung aplikasi triple play (voice, data, dan video). Akan tetapi, proses tramisi melalui media serat optik mengakibatkan adanya degradasi sinyal yang disebabkan redaman dan dispersi sehingga dapat mengganggu proses tramisi. Pada Penelitian ini akan dirancang implementasi jaringan FTTH (fiber to the home) menggunakan teknologi GPON dari STO sampai ke perumahan CBD Polonia Medan. Dalam perancangan dilakukan penentuan perangkat, tata letak, dan volume perangkat yang digunakan. Kemudian untuk menentukan kelayakan sistem dianalisis dengan parameter rise time budget dan power link budget. Hasil analisis perhitungan dari perancangan FTTH di perumahan CBD Polonia Medan, bahwa rise time total untuk downlink dan uplink menghasilkan total waktu sistem sebesar 0,2534 dan 0,251. Nilai power margin untuk downlink dan uplink sebesar 9,1 db dan 8,68 db sehingga mengindikasikan bahwa link memenuhi kelayakan power link budget. Kata Kunci: GPON, FTTH, rise time budget, power link budget, power margin 1. Pendahuluan Umumnya, pelanggan yang sudah memakai teknologi ini memiliki kapasitas bandwidth besar, kecepatan akses lebih cepat, serta dapat melayani tiga layanan berupa data, suara, dan video (triple play). Pelanggan dalam menggunakan internet, telepon, dan IPTV dengan peralatan yang berbeda, maka dengan penerapan GPON pelanggan dapat menggunakan tiga layanan tersebut hanya pada satu ONU (Optical Network Unit). Akan tetapi, dalam proses tramisi memungkinkan serat optik mengalami degradasi sinyal yang disebabkan redaman dan dispersi sehingga mengganggu proses tramisi. Oleh karena itu, sebelum merancang jaringan, sistem dari jaringan harus ditentukan apakah layak atau tidak dengan menghitung rise time budget, power link budget, dan power margin. 2. GPON GPON merupakan teknologi PON khusus FTTH yang mengandung perangkat optik pasif dalam jaringan distribusi optik. Perangkat optik yang dipakai adalah konektor, passive splitter, dan kabel optik yang dikembangkan oleh ITU-T G.984. Dengan passive splitter kabel serat optik dapat dibagi menjadi beberapa kabel optik lagi, dengan kualitas informasi yang sama tanpa adanya fungsi addressing dan filtering, namun terjadi redaman. Dalam GPON terdapat tiga komponen utama, yaitu : 1. OLT (optical line termination) 2. ODN (optical distribution network) 3. ONT (optical network termination) Keluaran dari OLT ditramisikan melalui ODN yang menyediakan alat alat tramisi optik mulai dari OLT sampai pelanggan. ONT menyediakan interface pada sisi pelanggan dari DS (distribution point) dan dihubungkan dengan ODN. Teknologi GPON pada dasarnya adalah teknologi untuk hubungan point to multipoint, dan topologi ini sesuai untuk melayani kelompok pelanggan yang letaknya terpisah[1]. copyright DTE FT USU 25
SINGUDA ENSIKOM VOL. 6 NO.1/Januari Pada perancangan GPON tipe serat optik yang digunakan adalah G.652 yang berjenis single mode fiber. kabel optik bekerja pada light source laser diode yang berfungsi mengkonversi sinya elektrik menjadi sinyal cahaya dengan jarak jauh serta data rates yang tinggi dan biasanya diaplikasikan pada panjang gelombang 1310 nm, 1490 nm dan 1550 nm. Pada SMF, muncul distorsi sinyal yang disebut dispersi dan merupakan gejala pada serat optik yang diakibatkan oleh pelebazran pulsa (pulse spreading) dimana dapat dilihat pada Gambar 1[2]. (digital signal 3). Tidak seperti system multiplexer lainnya, GPON mempunyai layer PMD (physical media dependent) yang dilengkapi dengan FEC (forward error correction). ONT mempunyai kemampuan untuk mentramisikan data di tiga mode power. Pada mode 1, ONT akan mentramisikan pada kisaran daya output yang normal. Pada mode 2 dan 3 ONT akan mentramisikan 3-6 db lebih rendah daripada mode 1 yang memberikan OLT untuk memerintahkannya menurunkan daya apabila OLT mendeteksi sinyal dari ONT terlalu kuat atau sebaliknya, OLT akan memberi perintah ONT untuk menaikkan jika terdeteksi sinyal dari ONT terlalu rendah. Arsitektur GPON dapat dilihat pada Gambar 2[3]. Gambar 1. Pelebaran pulsa GPON mempunyai dominasi pasar yang lebih tinggi dan roll out yang lebih cepat dibandingkan penetrasi GEPON. Standar G.984 mendukung bit rate yang lebih tinggi, perbaikan keamanan dan pilihan protocol layer dua (ATM, GEM, atau Ethernet). Dengan menggunakan serat optik sebagai media tramisi, satu perangkat akan diletakkan pada sentral, kemudian akan mendistribusikan trafik triple play (suara/voip), multi media/digital pay TV dan data/internet) hanya melalui satu core kabel optik di sisi pelanggan. Yang menjadi cirri khas teknologi ini dibandingkan teknologi optik lainnya adalah teknik distrribuasi trafiknya dilakukan secara pasif, dari sentral hingga kea rah pelanggan akan didistribusikan menggunakan splitter (1:2, 1:4, 1:8, 1:16, 1:32, dan 1:64). GPON menggunakan TDMA sebagai teknik multiple access upstream dengan data rate sebesar 1.2 Gbps dan menggunakan GEM (GPON encapsulation method) atau ATM cell untuk membawa layanan TDM sehingga efisiei bandwidth lebih baik dari BPON (70%), yaitu 93 %[1]. Sistem tramisi GPON mempunyai dua model, yaitu dowtream dan upstream. Arah dowtream, frame GEM akan dibroadcast ke semua ONT, dari OLT ke semua ONT, dimana masing masing ONT akan mengidentifikasi paket yang diterimanya dari overhead frame serta memfilter data yang masuk berdasarkan portid. Arsitektur GPON berdasarkan pada TDM, sehingga mendukung layanan T1, E1, dan DS3 Gambar 2. Arsitektur GPON 3. Metode Penelitian Penelitian dilakukan pada perumahan CBD Polonia Medan yang terletak di Jl. Padang Golf. untuk perumahan ini, pengambilan sentral di STO Simpang Limun yang terletak di Jl. STM no.1 Medan. Alur perancangan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Metode Penelitian menggunakan metode perhitungan. Parameter yang dihitung adalah rise time budget, power link budget dan power margin. Untuk perhitungan rise time budget dihitung dengan menggunakan persamaan 1[4]. ( ) (1) t tx = Rise time tramitter () t rx = Rise time receiver () t chromatic = Rise time chromatic dispersion () t modal =Tidak bernilai atau nol, karena menggunakan serat optik single mode copyright DTE FT USU 26
SINGUDA ENSIKOM VOL. 6 NO.1/Januari Untuk D( )dapat dicari dengan persamaan 3. S o λ λ o ( ) ( ) (3) = Dispersion slope (ps/nm 2.km) = Panjang gelombang (nm) = zero dispersion wavelength (nm) D(λ) merupakan representasi dari turunan delay atau kelengkukangan kurva delay pada panjang gelombang, baik dowtream maupun upstream. Sedangkan D t merupakan representasi penyebaran waktu maupun pulsa akibat terjadinya chromatic dispersion pada kabel serat optik. pada persamaan 3 dan 2, parameter didapat dari spesifikasi dari kabel serat optik[5]. Setelah perhitungan rise time total diperoleh, maka dibandingkan dengan bit rates dengan format NRZ seperti dipersamaan 4. (4) (5) Selesai Gambar 3.Diagram Alir Penelitian Untuk t chromatic dapat dicari dengan persamaan 2. ( ) (2) D t = Total chromatic dispersion (ps) D(λ) = Chromatic dispersion coefficient (ps/nm.km) S = Lebar spectral laser (nm) L = Panjang jarak (km) Br pada persamaan 5 adalah bit rates dari spesifikasi ONT. Untuk memenuhi rise time budget, rise time total harusnya lebih kecil dari bit rates. Untuk perhitungan power link budget dapat dihitung dengan persamaan 6. (6) P tx = Daya keluaran tramitter (dbm) P rx = Seitivitas receiver (dbm) L = Panjang serat optik (km) α optic = Redaman serat optik (db/km) α c = Redaman konektor (db/konektor) α s = Redaman splice (db/splice) S p = Redaman spitter (db) N s = Jumlah splice N c = Jumlah konektor RI = Redaman Italasi (db/km) Setelah power link budget didapat, maka dibandingkan antara hasil redaman dan seitivitas receiver, dimana P rx seitivitas receiver. Jika perbandingan sudah memenuhi standarisasi, dilanjutkan menghitung power margin. margin merupakan besarnya daya yang tersisa dari daya pancar setelah dikurangi nilai loss selama proses pentramisian dan pengurangan terhadap seitivitas receiver. margin sangat penting sebagai salah satu copyright DTE FT USU 27
SINGUDA ENSIKOM VOL. 6 NO.1/Januari parameter untuk mengetahui kelayakan system dan diisyaratkan memiki nilai yang lebih dari nol atau tidak negatif. Untuk mengetahui besar power margin, terlebih dahulu dihitung power budget (total system margin). Perhitungan power budget dapat dihitung dengan persamaan 7. budget = P tx receiver seitivity (7) Nilai parameter pendukung perhitungan power budget didapat dari spesifikasi perangkat, bukan dari hasil perhitungan power link budget, dilanjutkan perhitungan power margin dengan persamaan 8. Dimana: M α tot ( ) (8) = margin (db) = Total redaman (db) Setelah semua perhitungan sudah didapatkan hasilnya, dianalisis apakah perancangan sudah memenuhi standarisasi yang ditentukan ITU-T G.984[4]. Adapun Gambar ilustrasi rancangan yang akan diteliti dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. konfigurasi rancangan yang dianalisis 4. Hasil dan Analisis Untuk menganalisis harus didapat hasil dari perhitungan. Jadi, diawali dengan menghitung rise time budget kemudian power link budget. 4.1 Rise Time Nilai - nilai parameter untuk perhitungan rise time budget sebagai berikut : 1. λ (panjang gelombang) = 1310 nm (uplink), 1490 nm (downlink), dan 1550 nm (video). 2. S (panjang spektral) = 1 nm 3. t tx (rise time tramitter) = 150 ps 4. t rx (rise time receiver) = 200 ps 5. L (jarak serat optik) = 3 km 6. Koefisien dispersi sesuai dengan persamaan 3, sehingga untuk koefisien dispersi downlink (λ = 1490) bernilai 13,8168 ps/nm.km dan uplink bernilai -0,1864 ps/nm.km. 7. t chromatic (chromatic dispersion) sesuai dengan persamaan 2, sehingga untuk dispersi kromatik downlink bernilai 0,0414504 dan uplink bernilai -0,0005592. 8. t r (bit rates) sesuai dengan persamaan 5, sehingga untuk downlink bernilai 0,281 dan uplink bernilai 0,562. Nilai nilai parameter pendukung perhitungan rise time budget sudah ditentukan, maka hasil analisis perhitungan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil analisis perhitungan Gelombang t chromatic Rise time total Downlink Uplink 0,414504-0,0005592 0,2534 0,251 Bit rates 0,281 0,562 / Tidak Sesuai dengan persamaan 4, t sys lebih kecil dari t r maka dapat disimpulkan bahwa sistem downlink dan uplink rise time budget layak dan memenuhi persyaratan. Seperti ditunjukkan pada persamaan 4, karena kelayakan sistem ditentukan pada persamaan 4 sesuai dengan standarisasi ITU-T G.984. 4.2 Link Dilihat dari Gambar 4, link dari STO ke pelanggan mempunyai satu 1 splice, 8 konektor dari OLT sampai ke ONT, 3 splitter. Nilai nilai parameter pendukung perhitungan power link budget sebagai berikut : 1. P tx (Daya keluaran tramitter) = 3,37 dbm 2. Seitivitas receiver = -29 dbm 3. Redaman serat optik = 0,25 db (1490 nm) dan 0,33 db (1310 nm) 4. Redaman splitter = 4 db (1:2), 6 db (1:4) dan 11 db (1:8) 5. Redaman splice = 0,02 db/splice 6. Redaman konektor = 0,5 db/konektor 7. Jarak (panjang serat optik) = 3 km 8. Redaman italasi = 0,5 db/km 9. Jumlah splice = 1 splice 10. Jumlah konektor = 8 konektor copyright DTE FT USU 28
SINGUDA ENSIKOM VOL. 6 NO.1/Januari Perhitungan diawali dengan persamaan 6 sampai ke persamaan 8. Agar perhitungan persamaan 6 lebih mudah, maka total redaman dulu dihitung. Maka, hasil analisis perhitungan power link budget dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil analisis perhitungan power link budget Gelom bang Redaman Total Nilai margin uplink dan downlink yang diperoleh dari hasil perhitungan menghasilkan nilai sebesar 9,1 db dan 8,68 db (di atas nol). Hal ini mengindikasikan bahwa link memenuhi kelayakan link power budget. Hasil dari analisis perhitungan system yang didapat dari rancangan ini adalah layak, data analisis dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil analisis perhitungan sistem 5. Kesimpulan Seitivitas Downlink 23,27 db -19,9 dbm Uplink 23,69 db -20,3 dbm No. Parameter Gelombang Hasil 1 2 3 4 Rise Time Rise Time Link Link 1310 nm (uplink) 1490 nm (downlink) 1310 nm (uplink) 1490 nm (downlink) 0,251 0,253 8,68 db 9,1 db 32,37 dbm 32,37 dbm Standa risasi < 0,562 < 0,281 Margin 9,1 db 8,68 db /Tidak > 0 db > 0 db Berdasarkan analisa perhitungan power link budget dan rise time budget, dapat disimpulkan bahwa : 1. Rise time total system untuk downlink dan uplink masih di bawah waktu total bit rates masing masing sehingga sistem dari rise time budget system dalam rancangan ini dikategorikan layak dengan pengkodean NRZ. 2. Parameter power link budget dan power margin berada dikategori layak atau bagus karena mayoritas memiliki level daya terima yang berada pada range -18 dbm sampai -22 dbm serta margin daya yang dihasilkan tidak bernilai negatif (M > 0). 3. Dalam perhitungan redaman, spesifikasi perangkat dan jarak sangat berpengaruh karena dapat membebani daya yang dipancarkan OLT sehingga daya yang diterima ONT masih didalam rentang seitivitas receiver serta margin daya di atas nol. 6. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Alm. dr. H. Achmad Sjarbaini dan Nihla Farida selaku orang tua penulis, Ir. Sihar P Panjaitan, MT selaku dosen pembimbing, juga Ir. M.Zulfin, MT dan Naemah Mubarakah, ST, MT selaku dosen penguji penulis yang sudah membantu penulis dalam menyelesaikan paper ini, serta teman-teman penulis yang sudah memberikan dukungan selama pembuatan paper ini. 7. Daftar Pustaka [1]. Pla, Juan Salvador Asei.2011. Design of Passive Optical Network. Valencia. Brno University of Technology. [2]. Senior, John M. 2009. Fiber Communicatio Principles and Practice : Third Edition. London. Pearson Education Limited. [3]. Hardjono, Pudji. 2008. Training Center (Course Development) GPON. Bandung. PT. TELKOM. [4]. Perdana, Audry Putera. 2012. Analisis Dispersion Penalty Pada Impelementasi Teknologi Gigabit Passive Optical Network (GPON) Studi Kasus Area Sto Centrum Bandung. Bandung. Ititut Teknologi Bandung. [5]. Abramczyck, Halina. 2005. Dispersion Phenomena in Optical Fibres. Lodz. Laboratory of Laser Molecular Spectroscopy (Tehcnical University of Lodz). copyright DTE FT USU 29