BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

Oleh: Syaiful, SE, Ak., MM*

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Arsyad (1999) dalam Setiyawati (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO SERI. E

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

20 Pertanyaan dan Jawaban mengenai Pengelolaan keuangan daerah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

RENCANA KERJA SKPD JANGAN ASAL JADI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang cakupannya lebih sempit. Pemerintahan Provinsi Jawa Barat adalah salah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 11 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN LANDAK PADA PERSEROAN TERBATAS BANK PEMBANGUNAN DAERAH KALIMANTAN BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 16 TAHUN 2003 SERI D NOMOR 12

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN 2006 NOMOR : 9 SERI : E.6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 76 TAHUN 2014

II. TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

3. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara

Rencana Induk Pengembangan E Government Kabupaten Barito Kuala Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. prinsipal (Jensen dan Meckling, 1976). Scott (2000) dalam Bangun (2009)

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

WALIKOTA MAGELANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG

NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BUPATI LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 5 TAHUN 2014 T E N T A N G

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG POKOK POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

- 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2005

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Daerah memegang peranan yang sangat penting dalam

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 SISTEM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

14. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 31,

SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. salah satu organisasi nirlaba, mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA TASIKMALAYA TAHUN ANGGARAN 2012

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA TAHUN ANGGARAN 2016

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 5 TAHUN 2013 T E N T A N G ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PINRANG NOMOR : 6 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN CILACAP TAHUN ANGGARAN 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya. 4. Prinsip APBD 5. Struktur APBD

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan

PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI

PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK

WALIKOTA MAGELANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 07 AKUNTANSI BELANJA

BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 6 TAHUN 2014

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 04 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

TATA CARA PENGANGGARAN

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

SIKLUS ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH

Prinsip-Prinsip Penganggaran

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN PURWOREJO TAHUN ANGGARAN 2013

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

Transkripsi:

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN 2.1 Belanja Daerah 2.1.1 Definisi Belanja Daerah Berdasarkan PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Belanja daerah diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program dan kegiatan, serta jenis belanja. 1. Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi pemerintahan daerah. 2. Klasifikasi belanja menurut fungsi terdiri dari : a. Klasifikasi berdasarkan urusan pemerintahan, atau b. Klasifikasi fungsi pengelolaan keuangan negara. Klasifikasi belanja berdasarkan urusan pemerintahan diklasifikasikan menurut kewenangan pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota. Klasifikasi belanja menurut fungsi digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara terdiri dari:

13 a. Pelayan umum b. Ketertiban dan keamanan c. Ekonomi d. Lingkungan hidup e. Perumahan dan fasilitas umum f. Kesehatan g. Pariwisata dan budaya h. Pendidikan i. Perlindungan sosial. 3. Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. 4. Klasifikasi belanja menurut jenis belanja terdiri dari: a. Belanja pegawai b. Belanja barang terdiri atas : 1. Belanja pengadaan barang dan jasa 2. Belanja pemeliharaan 3. Belanja perjalanan c. Belanja Modal d. Bunga e. Subsidi f. Hibah g. Bantuan sosial h. Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan

14 i. Belanja tidak terduga. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terdiri dari tiga komponen utama, yaitu unsur penerimaan, belanja rutin dan belanja pembangunan. Proses penyusunan APBD secara keseluruhan berada ditangan Sekretaris Daerah yang bertanggungjawab mengkoordinasikan seluruh kegiatan penyusunan APBD, sedangkan penyusunan belanja rutin disusun oleh Bagian Keuangan Pemerintah Daerah, proses penyusunan penerimaan disusun oleh Dinas Pendapatan dan Proses penyusunan belanja pembangunan disusun oleh Bagian Penyusunan program dan bagian keuangan (Bappeda). A. Belanja Administrasi Umum Belanja Administrasi umum adalah semua pengeluaran pemerintah daerah yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau pelayanan publik dan bersifat periodik. Kelompok belanja adminitrasi umum terdiri atas empat jenis belanja, yaitu : 1. Belanja Pegawai/Personalia 2. Belanja Barang dan Jasa 3. Belanja Perjalanan Dinas 4. Belanja Pemeliharaan. B. Belanja Operasi dan Pemeliharaan Kelompok belanja operasi dan pemeliharaan merupakan semua belanja pemerintah daerah yang berhubungan dengan aktivitas atau pelayanan publik. Kelompok belanja ini meliputi jenis belanja: 1. Belanja Pegawai/Personalia

15 2. Belanja Barang dan Jasa 3. Belanja Perjalanan Dinas 4. Belanja Pemeliharaan. Jenis belanja antara belanja operasi dan pemeliharaan dengan belanja administrasi umum memang sama, tetapi yang berbeda adalah pada objek belanjanya. C. Belanja Modal Belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Kelompok belanja ini mencakup jenis belanja baik untuk Bagian Belanja Aparatur daerah maupun Pelayanan Publik. D. Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan Belanja bagi hasil dan bantunan keuangan berbentuk kegiatan pengalihan uang dan atau barang dari pemerintah daerah. Kelompok belanja ini terdiri atas jenis belanja yang hanya untuk bagian belanja pelayanan publik, seperti belanja bagi hasil pajak kepada pemerintah kabupaten/kota (bagi provinsi), Belanja batnuan keuangan kepada organisasi kemasyarakatan, belanja bantuan keuangan kepada organisasi profesi, dan belanja lainnya. E. Belanja Tidak Tersangka

16 Kelompok belanja tidak tersangka adalah belanja pemerintah daerah untuk pelayanan publik dalam rangka mengatasi bencana alam dan atau bencanan sosial. 2.2 Belanja Modal Gedung & Bangunan dan Belanja Pemeliharaan 2.2.1 Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal dapat dikategorikan dalam 5 (lima) kategori utama yaitu tanah, peralatan, mesin, gedung dan bangunan, secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Belanja Modal Tanah Belanja modal tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/pembelian/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai. b. Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.

17 c. Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan,pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai. d. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan sebagai untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan, irigasi, dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan, irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai. e. Belanja Modal Fisik lainnya Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan/pembangunan/pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan, irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.

18 2.2.2 Belanja Pemeliharaan Belanja pemeliharaan adalah kewajiban yang timbul akibat hak atas pengeluaran anggaran yang dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mempertahankan aset tetap atau aset lainnya yang sudah ada ke dalam kondisi yang normal tanpa memperhatikan besar atau kecil. Belanja pemeliharaan adalah belanja yang bersifat rutin yang terdapat pada semua satuan kerja atau pemerintah daerah yang memiliki aset, sehingga penentuan besarnya anggaran belanja pemeliharaan setiap tahunnya tergantung pada banyaknya aset yang dimiliki oleh masing-masing satuan kerja atau pemerintah daerah yang bersangkutan. Kelompok belanja ini merupakan semua belanja pemerintah daerah yang berhubungan dengan aktivitas atau pelayanan publik. Kelompok belanja ini meliputi jenis belanja: 1. Belanja Pegawai/Personalia. 2. Belanja Barang dan Jasa. 3. Belanja Perjalanan Dinas. 4. Belanja Pemeliharaan. Belanja Pemeliharaan merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk pemeliharaan barang daerah yang mempunyai hubungan secara langsung dengan pelayanan publik (Abdul Halim, 2002). Adapun biaya pemeliharaan tersebut terdiri atas : a. Biaya Pemeliharaan Gedung dan Kantor Biaya Pemeliharaan Gedung dan Kantor ini misalnya biaya pemeliharaan pintu dan jendela, biaya pemeliharaan atap, dan biaya pemeliharaan lantai.

19 b. Biaya Pemeliharaan Rumah Dinas dan Asrama Biaya pemeliharaan rumah dinas dan asrama meliputi misalnya biaya pemeliharaan lantai, biaya pemeliharaan atap, dan biaya pemeliharaan pintu dan jendela. c. Biaya Pemeliharaan Museum Biaya pemeliharaan museum antara lain misalnya biaya pemeliharaan museum perjuangan, biaya pemeliharaan museum peninggalan purbakala, dan biaya pemeliharaan museum budaya. d. Biaya Pemeliharaan meubelair Biaya pemeliharaan meubelair merupakan pengeluaran yang terkait dengan pemeliharaan meubelair kantor. Biaya pemeliharaan meubelair terdiri dari misalnya biaya pemeliharaan meja, biaya pemeliharaan kursi, dan biaya pemeliharaan lemari. e. Biaya Pemeliharaan Perlengkapan Kantor Biaya pemeliharaan perlengkapan kantor yaitu pengeluaran untuk pemeliharaan barang kantor yang apabila dioperasikan memerlukan operator. Biaya pemeliharaan perlengkapan kantor termasuk di dalamnya antara lain biaya pemeliharaan Air Conditioner, Biaya pemeliharaan sound system, dan biaya pemeliharaan projector. f. Biaya Pemeliharaan Peralatan Kantor Biaya pemeliharaan peralatan kantor yaitu pengeluaran untuk pemeliharaan barang kantor yang apabila dioperasikan tidak memerlukan operator. Biaya

20 pemeliharaan peralatan kantor ini contohnya biaya pemeliharaan komputer, biaya pemeliharaan mesin ketik, dan biaya pemeliharaan mesin photocopy. Jenis belanja antara belanja operasi dan pemeliharaan dengan belanja administrasi umum memang sama, namun yang berbeda adalah pada objek belanjanya. Belanja Pemeliharaan yang dikeluarkan tidak menambah dan memperpanjang masa manfaat dan atau kemungkinan besar tidak memberi manfaat ekonomi di masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja tetap dikategorikan sebagai belanja pemeliharaan dalam laporan keuangan. Belanja pemeliharaan yang dikeluarkan setelah perolehan aset tetap yang menambah dan memperpanjang masa manfaat dan atau kemungkinan besar memberi manfaat ekonomi di masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja harus dikapitalisasi ke dalam belanja modal dan masuk ke dalam laporan keuangan sebagai penambahan nilai aset tetap dan dibeikan penjelasan di dalam Catatan Atas Laporan Keuangan. 2.3 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD yang

21 disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam satu tahun anggaran APBD meliputi: a. Hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. b. Kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. c. Penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Menurut Pasal 23 ayat 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, hak dan kewajiban daerah diwujudkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah (APBD) yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Selanjutnya, yang dimaksud dengan hak daerah sesuai dengan Pasal 21 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 meliputi beberapa hal sebagai berikut: a. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya. b. Memilih pimpinan daerah. c. Mengelola aparatur daerah. d. Mengelola kekayaan daerah. e. Memungut pajak daerah dan retribusi di daerah. f. Mendapatkan bagian dari hasil pengelola sumber daya alam dan sumber daya lain yang berada di daerah. g. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah. h. Mendapatkan hak lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

22 Sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban daerah sesuai Pasal 22 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 meliputi: a. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan, dan kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. b. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. c. Mengembangkan kehidupan demokrasi. d. Mewujudkan keadilan dan pemerataan. e. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan. f. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan. g. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak. h. Mengembangkan sistem jaminan sosial. i. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah. j. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah. k. Melestarikan lingkungan hidup. l. Mengelola administrasi kependudukan. m. Melestarikan nilai sosial budaya. n. Membentuk dan menerapkan persatuan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya. o. Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Menurut Pasal 3 ayat 4 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 APBD memiliki fungsi sebagai berikut: a. Otorisasi

23 Anggaran menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan bekerja pada tahun yang bersangkutan. b. Perencanaan Anggaran menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. c. Pengawasan Anggaran menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan dan efektivitas perekonomian. d. Alokasi Anggaran harus diarahkan untuk mengurangi penganggaran dan pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. e. Stabilisasi Anggaran menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian. APBD merupakan dokumen yang mencerminkan kondisi keuangan dari pemerintah daerah, di dalamnya meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Melalui suatu analisis, anggaran juga dapat menggambarkan rencana strategis yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan otonomi daerah yang mensyaratkan pemerintahan daerah untuk mengurus dan mengelola keuangannya secara mandiri. Pengurusan tersebut dibagi menjadi dua, yaitu pengurusan umum berupa APBD dan pengurusan khusus berupa kekayaan milik daerah. A. Penyusunan Anggaran Daerah

24 Berdasarkan Undang-Undang No.32 Tahun 2004, Undang-Undang No.33 Tahun 2004, dan Undang-Undang No. 17 Tahun 2003, siklus perencanaan anggaran daerah secara keseluruhan, meliputi 5 (lima) tahap sebagai berikut (Deouti IV BPKP, 2005): 1. Pemerintah daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sebagai landasan penyusunan rancangan APBD paling lambat pada pertengahan bulan Juni tahun berjalan. Kebijakan umum APBD tersebut berpedoman pada RKPD. Proses penyusunan RKPD tersebut dilakukan dengan melaksanakan musyawarah perencanaan pembangunaan (Musrenbang) yang selain diikuti oleh unsure-unsur pemerintahan juga mengikutsertakan dan/atau menyerap aspirasi masyarakat terkait, antara lain asosiasi profesi, perguruan tinggi, LSM, pemuka adat, pemuka agama, dan kalangan dunia usaha. 2. DPRD kemudia membahas kebijakan umum APBD yang disampaikan oleh pemerintah daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya. 3. Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakatai dengan DPRD pemerintah daerah bersama DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap SKPD. 4. Kepala SKPD selaku penggunan anggaran menyusun RKA-SKPD tahun berikutnya dengan mengacu pada prioritas dan plafon anggaran sementara yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah bersama DPRD.

25 5. RKA-SKPD tersebut kemudian disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan. 6. Hasil Pembahasan RKA-SKPD disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebgai bahan penyusunan rancangan Perda tentang APBD tahun berikutnya. 7. Pemerintah daerah mengajukan rancangan perda tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober. 8. Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai rancangan perda tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan pada satu tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. Perencanaan anggaran daerah terdiri atas formulasi kebijakan anggaran dan perencanaan operasional anggaran. Tahap pertama dalam penyusunan anggaran daerah yaitu menyusun arah dan kebijakan umum APBD. Arah dan kebijakan umum APBD termasuk dalam kategori formulasi kebijakan anggaran yang berkaitan dengan analisis fiskal. Sedangkan perencanaan operasional anggaran lebih ditekankan pada alokasi sumberdaya. Setelah arah dan kebijakan umum disusun, maka selanjutnya diadakan penjaringan aspirasi masyarakat agar partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan keuangan daerah meningkat. Melalui partisipasi masyarakat dalam pembiayaan pelayanan publik diharapkan akan tecapai efisiensi alokasi sumber daya, transparansi, akuntabilitas keuangan daerah.

26 Penyusunan rancangan APBD mencakup dua hal, yaitu (1) Penyusunan rancangan anggaran setiap unit kerja/organisasi perangkat darah, dan (2) Penyusunan rancangan APBD pemerintah daerah oleh tim anggaran eksekutif. Rancangan RAPBD oleh pemerintah daerah diajukan kepada DPRD untuk dimintai persetujuan dan ditetapkan sebagai APBD dalam tahun anggaran yang akan datang. Sesuai dengan pasal 25 butir (d) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, kepala daerah mempunyai tugas dan wewenang untuk menyusun dan mengajukan rancangan peraturan daerah tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama. Sesuai pasal 42 ayat 1 butir (b) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, DPRD bersama kepala daerah mempunyai tugas dan wewenang untuk membahas dan menyetujui rancangan peraturan daerah tentang APBD. B. Pelaksanaan Anggaran Daerah Anggaran yang baik harus dilaksanakan dengan tertib dan disiplin agar tujuan dan sasarannya tercapai secara berdaya dan berhasil guna. Sesuai dengan pasal 156 Undang-Undang No 32 Tahun 2004 dijelaskan Kepala Daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagi berikut: 1. Dalam melaksanakan kekuasaannya, kepala daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban serta pengawasan keuangan daerah kepada para pejabat perangkat daerah. 2. Pelimpahan sebagian atau seluruh kekuasaan didasarkan prinsip pemisahan kewenangan antara memerintah, dan yang menerima atau mengeluarkan uang.

27 Pelimpahan wewenang dalam pengelolaan keuangan daerah adalah pelimpahan tugas dan tanggungjawab dalam pengelolaan keuangan daerah dari kepala daerah kepada pejabat bawahannya yang bertindak untuk dan atas nama kepala daerah. Pelimpahan wewenang ini bertujuan untuk menjamin kelancaran tugas sehari-hari dalm pelaksanaan daerah dengan melampirkan contoh tanda tangan dan paraf dari pegawai/pejabat yang ditunjuk. Ketentuan mengenai batas pelimpahan wewenang diatur sebagai berikut: 1. Penunjukan penandatanganan asli SKO (Surat Keputusan Otorisator). SKO ini merupkan bukti tindakan kepala daerah yang akan mengakibatkan pembebanan pada APBD. Penandatanganan asli SKO untuk provinsi dibatasi sampai pada asisten 1 sekretaris wilayah daerah, sedangkan untuk kabupaten/kota dibatasi sampai pada sekretaris daerah kabupaten/kota. Penandatanganan SKO tembusan (kutipan) untuk provinsi sampai pada kepala biro keuangan, sedangkan untuk kabupaten/kota sampai pada bagian keuangan. 2. Penunjukkan penandatanganan SPMU (Surat Perintah Membayar Uang). Untuk kabupaten/kota dilimpahkan pada bagian keuangan sampai pada kepala urusan pada subbagian perbendaharaaan. 3. Penyerahan tugas-tugas kebendaharaan. Untuk tugas pemegang kas daerah dapat menunjuk Bank Pembangunan Daerah atau bank lainnya yang menguntungkan bagi kas daerah. Untuk penunjukan bendaharawan khusus baik di bidang penerimaan maupun pengeluaran, ditunjuk pegawai sipil yang memenuhi persyaratan yang berlaku serta penetapan atasan langsung/pimpinan kegiatan. Persyaratan penunjukan bendahawan sekurang-kurangnya

28 menduduki golongan II dan paling tinggi golongan III yang telah memiliki ijazah bendaharawan. C. Pertanggungjawaban Anggaran Daerah Salah satu upaya konkret untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara adalah penyampaian laporan peranggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 ini ditetapkan bahwa laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disampaikan berupa laporan keuangan yang setidak-tidaknya terdiri atas laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan yang di susun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Laporan keuangan pemerintah daerah yang telah diperiksa oleh BPK harus disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya enam bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai dengan pasal 27 ayat 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, salah satu kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah. Kewajiban tersebut merupakan bagian dari kewajiban umum pertanggungjawaban pemerintahan secara keseluruhan. Dalam konteks ini, sesuai pasal 27 ayat 2 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, kepala

29 daerah juga mempenyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat. Laporan Penyelenggaraan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat disampaikan kepada Presiden melalui menteri dalam negeri untuk gubernur dan kepada menteri dalam negeri melalui gubernur untuk bupati/walikota sekali dalam setahun. Pertanggungajawaban anggaran untuk kepentingan manajemen keuangan di pemerintah daerah terfokus pada laporan pelaksanaan anggaran yang sedang dijalankan. Laporan tersebut sangat diperlukan untuk pengendalian anggaran, misalnya tentang laporan tentang pelaksanaan anggaran yang terkait dengan efisiensi dan efektivitas serta ekonomis. 2.4 Belanja Modal Gedung & Bangunan dan Belanja Pemeliharaan dalam Anggaran Daerah Aset tetap merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah. Untuk menambah aset tetap, Pemerintah daerah memberikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD. Anggaran belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya.

30 Menurut Halim (2004), belanja modal merupakan belanja yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah serta akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan. Bahwa belanja modal memiliki karakteristik spesifik menunjukkan adanya berbagai pertimbangan dalam pengalokasiannya. Pemerolehan aset tetap juga memiliki konsekuensi pada beban operasional dan pemeliharaan pada masa yang akan datang (Bland & Nunn, 2002). Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai (Halim, 2002). Sementara belanja pemeliharaan adalah belanja yang digunakan untuk menjaga agar aset tetap senantiasa dalam kondisi siap digunakan sesuai dengan estimasi umur ekonomisnya. Dalam akuntansi, anggaran untuk pemeliharaan dihitung berdasarkan lamanya waktu atau periode pemakain aset tetap. Belanja modal yang didasarkan pada kebutuhan memiliki arti bahwa tidak semua satuan kerja atau unit organisasi dipemerintahan daerah melaksanakan kegiatan atau proyek pengadaan aset tetap. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masingmasing satuan kerja, maka ada satuan kerja yang khusus memberikan pelayanan publik berupa penyediaan sarana dan prasarana fisik, seperti fasilitas pendidikan (gedung sekolah, rumah dinas dan asrama), kesehatan (rumah sakit, mobil ambulans), jalan raya, dan jembatan, sementara satuan kerja lainnya hanya

31 memberikan pelayanan jasa langsung berupa pelayanan administrasi (catatan sipil, pembuatan kartu identitas penduduk), pengamanan, pemberdayaan, pelayanan kesehatan, dan pelayanan pendidikan. Berbeda dengan belanja modal, belanja pemeliharaan terjadi pada semua satuan kerja atau unit organisasi pemerintah daerah karena semua memiliki aset tetap. Karena sifatnya yang rutin, belanja pemeliharaan tidak tergantung pada tugas pokok dan fungsi satuan kerja, tetapi tergantung pada jumlah aset yang dimiliki. Secara teoritis apabila suatu organisasi melakukan suatu kebijakan untuk membelanjakan dana dari anggaran yang sudah ditetapkan untuk belanja modal, maka hal tersebut akan berpengaruh terhadap belanja pemeliharaan organisasi tersebut, karena setiap aset tetap membutuhkan biaya untuk perawatan dan pemeliharaan sampai pada waktu ketika habis umur ekonomisnya.