PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN MASALAHNYA SERTA KAITANNYA DENGAN PEMBINAAN DISIPLIN PRAJURIT DI KESATUANNYA

dokumen-dokumen yang mirip
PEMECATAN PRAJURIT TNI

Pelaksanaan Pidana Mati kemudian juga diatur secara khusus dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMBERHENTIAN DENGAN TIDAK HORMAT PRAJURIT TNI

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah tiang penyangga

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

SISTEM PENJATUHAN PIDANA TAMBAHAN PEMECATAN DARI DINAS MILITER

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

APA ITU CACAT HUKUM FORMIL?

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER

STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MATRIK PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap Negara dapat dipastikan harus selalu ada kekuatan militer untuk

Peranan Peradilan Dalam Proses Penegakan Hukum UU No.5/1999. Putusan KPPU di PN dan Kasasi di MA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO)

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NASKAH PUBLIKASI PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak Pidana Militer dibedakan dalam dua jenis tindak pidana, yaitu:

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian sudah seharusnya penegakan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga

NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara harfiah militer berasal dari kata Yunani, dalam bahasa Yunani adalah orang

BAB I PENDAHULUAN. Pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang dinamakan pidana denda. Kedua

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1

2016, No perkembangan peraturan perundang-undangan sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 19. (19/1948) Peraturan tentang susunan dan kekuasaan Badan-badan Kehakiman. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PEMERIKSAAN PERKARA DESERSI SECARA IN ABSENSIA DI PERSIDANGAN

Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan

RAHASIA BANK. Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. saja yang melanggar pasal tersebut haruslah dihukum. Anggota militer. mempermudah tahanan meloloskan diri sepatutnya diterapkan secara

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RAHASIA UJIAN AKADEMIK DIKTUKPA TNI AD TA 2015 MATA UJIAN : PENGMILCAB CHK WAKTU : 2 X 45 MENIT TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SUATU TINJAUAN TERHADAP PENERAPAN PASAL 45A UU NO 5 TH 2004 TERHADAP TERDAKWA SEORANG PRAJURIT TNI. Sugeng Sutrisno *

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN DAN KEJAKSAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selain sebagai mahkluk individu juga merupakan mahkluk sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

STANDART OPERASIONAL KEPANITERAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P U T U S A N Nomor : 16 - K / PMI-07 / AD / IV / 2011 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MATRIKS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

NOMOR 3 TAHUN 1950 TENTANG PERMOHONAN GRASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. Undang Undang Nomor 7 tahun 1946 tentang peraturan tentang

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 84, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3713)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 26 Tahun Tentang. Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM

P U T U S A N Nomor : 55-K/PM I-07/AD/ X /2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN MASALAHNYA SERTA KAITANNYA DENGAN PEMBINAAN DISIPLIN PRAJURIT DI KESATUANNYA 1. PENDAHULUAN Fakta dalam praktek peradilan pidana sering ditemukan pengadilan menjatuhkan pidana bersyarat atau dapat disebut sebagai pidana percobaan. Kesimpulan Hakim untuk sampai kepada penjatuhan pidana percobaan tersebut diambil setelah mempertimbangkan segala segi baik subjektif yaitu hal-hal yang mencakup diri Terdakwa sehingga ia melakukan tindak pidana. Seorang yang tidak pernah atau takut melakukan perbuatan melanggar hukum pada suatu ketika dapat saja terpeleset dan terpaksa berurusan dengan hukum. Terhadap orang-orang yang mempunyai perasaan menjunjung tinggi dan taat pada hukum namun dalam keadaan terpaksa harus berhadapan dengan hukum, jika orang tersebut dipidana akan lebih merusak masa depan dan kepribadian yang bersangkutan. Bagi pelaku yang seperti ini tanpa mengurangi atau mengorbankan rasa keadilan masyarakat umun atau bagi masyarakat militer yang sudah menerima sebagai adil suatu tindakan perampasan kemerdekaan yang dijatuhkan ankum akibat pelanggaran disiplin, oleh karena itu Hakim dalam putusannya dengan mempertimbangkan segi obyektif dan subyektif seperti tersebut di atas berkesimpulan lebih baik diberikan pidana berupa pidana bersyarat. Ketentuan tentang pidana bersyarat diatur dalam pasal 14 (a) sampai dengan pasal 14 (1) KUHP, pasal 15 sampai dengan pasal 20 KUHPM dan penetapan Raja tanggal 4 Mei 1926 Staatblaad 1926 Nomor 251, 480 tentang peraturan cara melakukan / menjalankan hukum dengan syarat.

2 Selain itu dalam lingkungan Peradilan Militer diatur pula tentang persyaratan bahwa selama masa percobaan belum habis Terpidana dilarang melanggar Hukum Disiplin Militer yang berat (pasal 16 KUHPM). Hukum pidana mengatur secara tegas apabila pidana bersyarat dijatuhkan berarti Hakim berdasarkan penyelidikan yang teliti, yakin bahwa dapat diadakan pengawasan yang cukup untuk dipenuhinya syarat umum yaitu Terpidana tidak akan melakukan perbuatan pidana dan syarat-syarat khurus jika sekiranya syarat-syarat itu tidak ada. Persoalan kemudian timbul bagaimana bentuk perintah kepada terpidana untuk melaksanakan pidananya jika persyaratan umum atau khusus yang diberikan oleh Hakim dilanggar. Apakah begitu diketahui terpidana melanggar langsung dimasukkan ke penjara atau Oditur Militer meminta penetapan dari Hakim. Kemudian dalam hal ini timbul persoalan lagi apakah terpidana diperiksa terlebih dahulu dalam persidangan yang kemudian dibuat putusan / penetapan Hakim terlebih dahulu, setelah itu baru terpidana menjalani pidananya ataukah menunggu perkara baru itu diputus terlebih dahulu. Persoalan baru yang lain pun akan muncul apabila terpidana yang ditetapkan menjalani pidananya atas dasar pelanggaran hukum disiplin yang kemudian perkara pidananya diputus bebas oleh Hakim. Pelanggaran untuk memerintahkan terpidana harus melaksanakan pidana itu tidak semudah seperti ketika pidana yang dijatuhkan oleh Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara yang pertama dan dijatuhi pidana bersyarat. Sehubungan dengan hal tersebut di atas pada kesempatan ini penulis mencoba tentang proses pelaksanaan pidana percobaan / bersyarat apabila syarat khusus atau syarat umum dilanggar sebelum masa percobaan habis.

3 II. PERMASALAHAN. Sesuai dengan yang dibahas disusun sistematika pembahasan sebagai berikut : A. Pengertian umum Pidana percobaan / bersyarat. B. Bagaimana proses pelaksanaan pidana jika terpidana melanggar syarat umum sebelum masa percobaan habis. C. Bagaimana proses pelaksanaan pidana jika terpidana melanggar syarat khurus sebelum masa percobaan habis. III. PEMBAHASAN. A. Pengertian umum Pidana percobaan / bersyarat. Sebelum membahas tentang proses pelaksanaan pidana, jika terpidana melanggar syarat umum maupun syarat khusus perlu dibahas tentang pengertian pidana bersyarat / percobaan. Pidana percobaan yang disebut juga sebagai pidana bersyarat merupakan kewenangan yang diberikan kepada Hakim untuk menjatuhkan pidana bersyarat kepada Terdakwa dalam pemeriksaan di sidang pengadilan terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya dan dalam hal ini termasuk juga bagi Terdakwa prajurit TNI atau yang dipersamakan. Kewenangan Hakim itu dibatasi oleh aturan dan tata caranya sebagaimana diatur dalam pasal 14 (a) sampai dengan 14 (f) KUHP maupun dalam pasal 15 sampai dengan pasal 20 KUHPM dan Staatblaad 1926 Nomor 251 dan 480 Istilah pidana percobaan adalah istilah umum yang dimaksudkan bukan pemidanaannya yanb bersyarat tetapi pelaksanaan pidananya digantungkan apakah dalam jangka waktu menjalani pidana percobaan Terpidana melanggar syarat-syarat yang diwajibkan kepadanya.

4 Hakim dapat memerintahkan pidana bersyarat jika Putusan Hakim dijatuhkan : 1. Pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun. 2. Pidana kurungan tidak termasuk pidana kurungan pengganti. 3. Pidana denda (selain denda dalam rangka pemasukkan kepada negara misalnya : Bea Cukai tindak pidana ekonomi, tindak pinana korupsi, dll. Selanjutnya dalam putusan Hakim ditentukan persyaratan umum yaitu : Apabila selama masa percobaan belum habis terpidana melakukan tindak pidana lagi maka pidana harus dijalani, selain itu dapat pula ditentukan syarat-syarat khusus yaitu terpidana dalam waktu tertuntu yang sah pendek dari masa percobaannya harus mengganti segala atau sebagian yang ditimbulkan oleh tindak pidana itu. Apabila Hakim menjatuhkan pidana penjara lebih dari 3 (tiga) bulan atau kurungan, atas sala satu pelanggaran tersebut dalam pasal 492, 504, 505, 506 dan pasal 365 KUHP maka boleh ditetapkan syarat-syarat khusus lainnya mengenai tingkah laku terpidana yang harus dipenuhi selama masa percobaan atau sebagian dari masa percobaan. Lama masa percobaan bagi perkara kejahatan dan pelanggaran tersebut dalam pasal 492, 504, 505, dan 506 KUHP paling lama adalah 3 (tiga) tahun sedangkan untuk pelanggaran lainnya paling lama 2 (dua) tahun, masa percobaan dimulai apabila sejak putusan BHT dan diberitahukan secara sah kepada terpidana. Selama terpidana berada dalam tahanan yang sah masa penahanannya tidak dihitung. Pejabat yang diserahi untuk supaya mengawasi syarat-syarat dipenuhi ialah Oditur dan dibantu oleh Ankum terpidana (pasal 262 ayat (6) UU Nomor 31 tahun 1997).

5 Bagi Hakim Militer yang akan menjatuhkan pidana percobaan sebagaimana diatur dalam pasal 14 KUHP maupun pasal 15 sampai dengan pasal 20 KUHPM harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a). Pidana bersyarat tidak bertentangan dengan kepentingan militer. b). Hakim berdasarkan penyelidikan yang diteliti harus yakin syarat umum dapat dipenuhi dan dapat mengawasi pelaksanaan pidana bersyarat. Dalam praktek masih ditemukan ada ditemukan Pengadilan Militer yang menjatuhkan pidana percobaan / bersyarat terhadap tindak pidana militer KUHPM. B. Bagaimana proses pelaksanaan pidana jika terpidana melanggar syarat umum sebelum masa percobaan habis. Khusus yaitu pelanggaran terhadap persyaratan umun yang diberikan kepada terpidana. Pidana percobaan dilaksanakan apabila dikemudian hari ada putusan Hakim yang menentukan lain, disebabkan karena terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum suatu tindak pinada sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut habis (pasal 14 (a) KUHP) atau bagi terpidana militer harus selalu ditetapkan sebagai persyaratan umum, bahwa sebelum masa percobaannya ia tidak akan melakukan pelanggaran disiplin militer yang tercantum dalam KUHDM Nomor ke-1 pasal 2 yang bersifat berat dan nomor ke-2 sama dengan ke-6 pasal 2 KUHDM. Karena KUHDM telah dicabut maka pasal-pasal tersebut dibaca menjadi pasal 6 UU Nomor 26 tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit ABRI. Pengawasan terhadap terpidana yang dipidana percobaan ada pada eksekutor. Oditur dan dalam pelaksanaannya dibantu oleh Ankum, sehingga dimaksudkan agar Ankum selama terpidana berada dalam masa percobaan dapat memberikan

6 bimbingan kepada terpidana untuk kembali menjadi prajurit yang baik dan tidak akan melakukan tindak pidana lagi (pasal 262 ayat (2) dan penjelasan umum Hapmil ayat (4) tahap pelaksanaan putusan UU Nomor 31 tahun 1997. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa persyaratan umum yang ditentukan dalam perintah Hakim di Lingkungan Peradilan Militer yang menjatuhkan pidana percobaan / bersyarat harus mencantumkan dua unsur yaitu unsur syarat umum bahwa dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan perintah hakim dan larangan penentuan terhadap seseorang telah melakukan pelanggaran Hukum Disiplin Militer berat harus didasarkan keputusan dari sidang disiplin militer di kesatuan. Berdasarkan keputusan dari sidang disiplin, komandan mengusulkan Eksekutor / Oditur selanjutnya Oditu mengusulkan kepada Kadilmil untuk menetapkan pelaksanaan pidananya. Sesuai dengan asas praduga tak bersalah pasal 8 UU Nomor 14 tahun 1970 seseorang yang dijatuhi pidana percobaan tidak boleh secara langsung menjalani pidananya karena dalam pelaksanaan pidananya masih digantungkan kepada penilaian suatu tindakan / prilaku seseorang terpidana dalam masa percobaan yang dijatuhkan dan kesalahannya harus dibuktikan terlebih dahulu di pengadilan. Apabila terpidana terbukti dinyatakan telah bersalah dan putusannya telah berkekuatn hukum tetap teridana bersyaratmelaksanakan pidananya karena telah melakukan tindak pidana sebelum masa percobaan berakhir kewenangan untuk memerintahkan pelaksanaan pidana ini pada Hakim yang memutuskan pada tingkat pertama (pasal 14 (f) KUHP). Bagi terpidana Sipil pengawasan dalam masa percobaan lebih sulit dibandigkan terpidana militer yang memiliki sistem dalam pembinaan satuan personil, karena ada penunjukan Ankum

7 / komandan sebagai pengawas sikap dan prilaku terpidana (yang belum menjalani hukuman). Tata cara pelaksanaan pidana jika terpidana melanggar syarat umum sebelum masa percobaan habis diatur dalam Stb. 1926 Nomor 251, 480 dan dikutip beberapa pasal yang relevan dan perlu diketahui sebagai berikut : Pasal 3 ayat (1) : Hakim menentukan hari sidang untuk memeriksa perkara dengan segera dan memerintahkan untuk memanggil terpidana dan Saksi. Pasal 3 ayat (2) : Hak untuk menghadirkan Saksi atau ahli untuk hadir persidangan. (Upaya ini merupakan hak terpidana atau Jaksa). Pasal 4 ayat (1) : Pemeriksaan dalam sidang tertutup, begitu pun orang yang telah berumur 6 tahun atau yang cukup umur boleh meminta supaya pemeriksaan dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum. (Hakim dalam hal ini mempertimbangkan usul atau permintaan tersebut). Pasal 4 ayat (2) : Jika pada Mejelis atau badan peradilan yang bersangkutan dengan seorang pegawai negeri ada diangkat yang menjabat pekerjaan Penuntut Umum pada Mejelis atau badan pengadilan itu, maka ia menghadiri itu dan timbangannya tentang perkara itu didengar. Dalam hal ini dipandang pula sebagai pegawai negeri yang tersebut Jaksa Panitera pada Hakim Kepolisian.

8 (Pasal ini mengatur tentang kehadiran Jaksa dan kewenangannya selama proses persidangan berlangsung yaitu memberikan pendapatnya). Pasal 4 ayat (4) : terpidana dan Penasehat Hukum di dengar jika ia hadir (berarti dalam hal ini terpidana diperbolehkan tidak menghadiri proses pemeriksaan di persidangan). Pasal 4 ayat (5) : Hukum acara yang digunakan adalah hukum acara yang berlaku pada pengadilan yang bersangkutan. Pasal 5 : Putusan untuk menjalankan pidana ini tidak dapat dilakukan upaya hukum apapun juga. Pasal 5 ayat (2) : Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Pasal 6 ayat (1) : Jika putusan dijatuhkan tanpa kehadiran terpidana, maka keputusan itu diberitahukan kepada Terpidana. Pasal 6 ayat (2) : Dalam waktu 2 (dua) minggu sesudah keputusan itu diberikan maka terpidana yang tidak hadir pada saat dibacakan putusan dapat mengajukan perlawanan kepada Hakim yang bersangkutan. Pasal 17 KUHPM : Usul untuk menjelaskan pidana dibuat berdasarkan keputusan dan Panglima / Komandan langsungnya. Keputusan mana tidak boleh diambil sebelum meminta pendapat dari Pejabat yang berhak mengajukan usul tersebut (eksekutor / Oditur Militer).

9 C. Bagaimana proses pelaksanaan pidana jika terpidana melanggar syarat khurus sebelum masa percobaan habis. Dasar melaksanakan persidangan apabila syarat khurus dilanggar adalah pasal 14 (c) KUHP. Sedangkan usul untuk menyidangkan pelanggaran terhadap syarat khurus tersebut adalah dari Jaksa / Eksekutor. Prosedur yang digunakan untuk menyidangkan pelanggaran ini adalah sama dengan prosedur dalam proses pelaksanaan pidana jika terpidana melanggar syarat umum sebelum masa percobaan habis sebagaimana tersebut uraian pada paragraf B. Kewenangan Hakim yang memutus dalam tingkat pertama selama masa percobaan dapat mengubah syarat-syarat khusus atau lamanya waktu berlaku syarat-syarat khusus di dalam masa percobaan dan juga boleh memperpanjang masa percobaan, juga boleh memerintahkan orang lain yang diperintahkan semula supaya, memberi bantuan kepada terpidana (pasal 14 (c) KUHP). Bahwa dari proses tersebut dapat diartikan bahwa pengawasan terhadap pelaksanaan syarat khusus dilakukan oleh Oditur Militer (Eksekutor) dan selanjutnya Oditur mengusulkan kepada Hakim (Pengadilan) untuk menyidangkan adanya perkara pelanggaran syarat khusus tersebut dan adanya kewenangan Hakim merubah amar putusan sepanjang lamanya masa percobaan dan merubah syarat-syarat khusus atau masa berlakunya syarat khusus tersebut..

10 IV. KESIMPULAN A. Pidana percobaan dapat dijatuhkan kepada Terdakwa yang dijatuhi pidana paling lama 1 (satu) tahun, pidana kurungan, pidana denda (salinan pemasukan kepada Negara) dan bagi militer, dipersyaratkan pidana percobaan ini tidak merugikan kepentingan militer, oleh karenanya tindak pidana yang diatur dan diancam dalam KUHPM dilarang menjatuhkan pidana bersyarat. Dalam putusannya Hakim menentukan tentang syarat umum dan dapat pula menentukan syarat khusus berupa penggantian kerugian. B. Pidana percobaan dijatuhkan dengan memperhatikan segala segi obyektif dan subyektif pada diri pelaku dan hal-hal yang mempengaruhinya serta dibuat pertimbangan yang cukup dalam putusan Hakim. C. Tata cara proses pelaksanaan untuk eksekusi jika syarat umum atau syarat khusus selama dalam masa percobaan dilanggar oleh pelaku dengan melakukan tindak pidana lagi. Eksekutor / Oditur mengusulkan kepada Kadilmil untuk melaksanakan persidangan sesuai dengan prosedur hukum acara khusus sebagaimana diatur dalam Stb. 1926 Nomor 251, 480 dan Hapmil. V. SARAN A. Prosedur beracara untuk pelaksanaan pidana jika terpidana melanggar syarat umum atau khusus itu memerlukan prosedur yang rumit dan kurang efektif serta tidak jelas, maka disarankan kepada Hakim untuk mempertimbangkan sungguh-sungguh jika akan menjatuhkan pidana percobaan kepada Terdakwa.

11 B. Agar Kadilmiltama menerbitkan edaran tentang larangan penjatuhan pidana bersyarat bagi tindak pidana militer dan atau yang menyangkut kepentingan militer. C. Perlu diajukan permohonan fatwa kepada MARI perihal hukum acaranya agar tidak menimbulkan bermacam pernafsiran. Medan, Juni 2010 Penulis,