TARGET PENYERAPAN TENAGA KERJA DALAM UNDANG-UNDANG APBN

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA FEBRUARI 2015

RUANG FISKAL DALAM APBN

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Bagi Hasil. Sumber Daya Alam. Migas. Perubahan.

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2010

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2008 SEBESAR 6,04 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2011

KEADAAN KETENAGAKERJAAN BANTEN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAMBI AGUSTUS 2015

Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat

Keadaan Ketenagakerjaan Banten Agustus 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN BANTEN AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DKI JAKARTA AGUSTUS 2017

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2009 SEBESAR 6,00 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN INDONESIA AGUSTUS 2009

BPS PROVINSI DKI JAKARTA

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2011

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PAPUA FEBRUARI 2016

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA AGUSTUS 2016

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 03/PMK.07/2007 TENTANG

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROV SUMSEL FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2013

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA FEBRUARI 2017

(1) Pendapatan Negara dalam Tahun Anggaran 1994/1995 adalah sebesar Rp (tujuh puluh enam triliun dua ratus lima puluh lima

CATATAN TENGAH TAHUN KINERJA SOSIAL EKONOMI PEMERINTAHAN JOKOWI-JK

KEADAAN KETENAGAKERJAAN MALUKU UTARA, FEBRUARI 2016

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. orang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, negara yang satu dengan

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG FEBRUARI 2016

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas. Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PAPUA FEBRUARI 2015

BPS PROVINSI JAWA BARAT

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN BANTEN AGUSTUS 2015

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 169 / PMK.07 / 2007 TENTANG

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI D.I. YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2017 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 2,84 PERSEN

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG FEBRUARI 2014

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 137, Tambahan Lembaran Neg

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG FEBRUARI 2015

ANGGARAN KEMISKINAN DAN INFRASTRUKTUR DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN PENURUNAN KEMISKINAN. Ringkasan

2 makro yang disertai dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram yang berdampak

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

BAB I PENDAHULUAN. beban pembangunan jika tidak dikelola dengan baik. Ekonom senior Indonesia

BAB VI PENUTUP. hasil analisis yang telah dibahas dalam bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan

222/PMK.07/2010 ALOKASI DEFINITIF PAJAK BUMI DAN BANGUNAN BAGIAN PEMERINTAH PUSAT YANG DIBAGIKAN KEP

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian pada umumnya mengalami fluktuasi. Pertumbuhan ekonomi nasional yang

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) SEBESAR 3,80 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016

BERITA RESMI STATISTIK

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016

TINGKAT PENGANGGURAN TERTINGGI DI KOTA YOGYAKARTA, NAMUN JUMLAH PENGANGGUR TERBANYAK

2017, No dilakukan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); c. bahwa sesuai ketentuan Pasal 3 ayat (2), Pasal 30, dan Pasal 32 Undang-U

Transkripsi:

TARGET PENYERAPAN TENAGA KERJA DALAM UNDANG-UNDANG APBN Pertumbuhan ekonomi dan Pengangguran Pertumbuhan ekonomi dan pengangguran memiliki hubungan yang erat karena penduduk yang bekerja berkontribusi dalam menghasilkan barang dan jasa sedangkan pengangguran tidak memberikan kontribusi. Tenaga kerja yang berkualitas mampu mendorong lajunya pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas mampu menyerap banyaknya pengangguran. Hukum Okun (Okun s Law) menyebutkan adanya hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan penganguran, atau dengan kata lain peningkatan pertumbuhan ekonomi dapat menurunkan jumlah pengangguran. Adanya pertumbuhan dalam Gross Domestic Product (GDP) yang mendekati 2% akan mengurangi pengangguran sebesar 1%. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan adanya penurunan jumlah pengangguran di Indonesia dalam 5 tahun terakhir, dari 9,39 juta orang pada tahun 2008 menjadi 7,24 juta orang pada tahun 2012. Penurunan jumlah pengangguran tersebut merupakan hal yang menggembirakan, namun menurut data International Labour Organization (ILO), pada periode tahun 1997-2012 Indonesia memiliki rataan tingkat pengangguran yang cukup tinggi yaitu diatas 6%. Disamping itu, menurut status pekerjaan utama, sekitar 60% orang yang bekerja merupakan pekerja di sektor informal. Hal inin menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang dicapai belum sepenuhnya mampu menciptakan lapangan kerja yang pada akhirnya menyerap tenaga kerja yang tersedia. Tabel 1. Perbandingan Jumlah Pekerja sektor Formal dan informal (juta orang) Tahun Informal Formal Agt 2009 72,723,402 32,147,261 Agt 2010 72,424,386 35,783,381 Agt 2011 68,180,640 41,489,759 Agt 2012 66,643,530 44,164,624 Sumber : BPS, diolah Mengingat hal tersebut, agar pemerintah berupaya keras mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dengan salah satu sasarannya adalah penurunan jumlah pengangguran, maka Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 18

target daya serap pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran perlu dipertegas dalam batang tubuh Undang-Undang APBN 2011, Undang-Undang APBN 2012, dan Undang-Undang APBN 2013. Ketentuan Dalam Undang-undang APBN Pasal 39 Undang-undang No 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011, menyatakan : Pemerintah dalam melaksanakan APBN Tahun Anggaran 2011 harus mengupayakan a. Penurunan kemiskinan menjadi sebesar 11,5% (sebelas koma lima persen) sampai dengan 12,5% (dua belas koma lima persen); dan b. Pertumbuhan ekonomi setiap 1% (satu persen) dapat menyerap sekitar 400.000 (empat ratus ribu) tenaga kerja. Pasal 45 Undang-undang No 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012, menyatakan : Pemerintah dalam melaksanakan APBN Tahun Anggaran 2012 harus mengupayakan a. penurunan kemiskinan menjadi sebesar 10,5% (sepuluh koma lima persen) sampai dengan 11,5% (sebelas koma lima persen); b. pertumbuhan ekonomi setiap 1% (satu persen) dapat menyerap sekitar 450.000 (empat ratus lima puluh ribu) tenaga kerja; dan c. Tingkat pengangguran terbuka menjadi sebesar 6,4% (enam koma empat persen) sampai dengan 6,6% (enam koma enam persen). Pasal 36 Undang-undang No 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013, menyatakan : Pemerintah dalam melaksanakan APBN Tahun Anggaran 2012 harus mengupayakan a. penurunan kemiskinan menjadi sebesar 9,5% (sembilan koma lima persen) sampai dengan 10,5% (sebelas koma lima persen); b. pertumbuhan ekonomi setiap 1% (satu persen) dapat menyerap sekitar 450.000 (empat ratus lima puluh ribu) tenaga kerja; dan c. Tingkat pengangguran terbuka menjadi sebesar 5,8% (lima koma delapan persen) sampai dengan 6,1% (enam koma satu persen). Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 19

Penyerapan Tenaga Kerja pada Tahun 2011, 2012 dan 2013 per 1% pertumbuhan ekonomi Berdasarkan data yang dikeluarkan BPS, jumlah pengangguran dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada tahun 2011 s.d Februari 2013 terus menurun, sementara pertumbuhan ekonomi juga cenderung menunjukkan peningkatan. Namun dengan pencapaian penurunan jumlah pengangguran dan TPT sebagaimana dilansir BPS- belum sepenuhnya memenuhi amanat UU APBN 2011, UU APBN 2012, dan UU APBN 2013. Ditunjukkan dalam tabel berikut : Tabel 2. Simulasi Penyerapan Tenaga Kerja Per 1% Pertumbuhan Ekonomi Tahun Economic growth (%) Employment employment TPT (%) Penyerapan per 1 % pertumbuhan UU APBN 2010 6.2 108208 * 802 7.14 129.35 2011 6.5 109670 * 1462 6.56 224.92 2012 6.5 110800 * 1130 6.14 173.85 400.000 tenaga kerja 450.000 tenaga kerja Feb 114020 * 3220 5.92 473.53 2013 6.8 * Agt 112190 1390 204.41 450.000 tenaga kerja * Sumber : data pokok APBN dan BPS, diolah Cat :*merupakan data Agt, ** merupakan perkiraan dengan trend penurunan rerata tahun sebelumnya Dari simulasi yang dilakukan, dengan menggunakan data jumlah orang bekerja sampai dengan bulan Agustus, jumlah tenaga kerja yang terserap per 1% pertumbuhan ekonomi belum memenuhi amanat dalam UU APBN Tahun 2011, UU APBN Tahun 2012 dan UU APBN Tahun 2013. Beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia yang belum mampu mempersempit kesenjangan antara pasokan dan penyerapan tenaga kerja, terutama di sektor formal. Pertumbuhan ekonomi yang dicapai masih membatasi penciptaan lapangan kerja. Untuk menciptakan pertumbuhan yang berkualitas, maka mau tidak mau investasi pada sektor riil terutama sektor infrastruktur mesti ditingkatkan dan terus menambah produktivitas secara berkelanjutan. Terlebih lagi, infrastruktur Indonesia masih belum lebih baik dibanding negara pesaing. Diyakini proyek-proyek padat karya mampu memberikan stimulus positif terhadap penyerapan tenaga kerja, sehingga pada akhirnya akan mampu mendongkrak pendapatan masyarakat. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 20

Fakta lain adalah rendahnya kualitas pencari kerja yang tidak sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Kondisi missmatch ini dinilai memperparah tingginya angka pengangguran. Data Agustus tahun 2012 menunjukkan tingkat pengangguran terbuka untuk pendidikan menengah masih yang tertinggi. Dari sekitar 7,2 juta pengangguran terbuka, 3,64% berpendidikan sekolah dasar, 7,76% tamatan sekolah menengah pertama, 9,60% lulus sekolah lanjutan atas, 9,87% tamatan sekolah menengah kejuruan, 6,21% pemegang ijazah diploma, dan 5,91% sarjana. Yang lebih mencemaskan, jumlah penganggur kelompok muda masih mendominasi, yakni sekitar 19,99% atau tiga kali lipat dari total penganggur secara nasional. Hal ini kian membuktikan bahwa ada missmatch antara kebutuhan dunia usaha dan ketersediaan tenaga kerja 1. TARGET PENYERAPAN TENAGA KERJA DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG APBN TAHUN 2014 Pada tahun 2014, pemerintah menurunkan target penyerapan tenaga kerja dari tiap 1% pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan, yaitu 200.000 tenaga kerja setiap 1% pertumbuhan ekonomi. Hal ini dicantumkan dalam pasal 38 RUU APBN tahun 2014 : Pemerintah dalam melaksanakan APBN Tahun Anggaran 2014 harus mengupayakan a. penurunan kemiskinan menjadi sebesar 9,0% (Sembilan koma nol persen) sampai dengan 10,0% (sepuluh koma nol persen); b. pertumbuhan ekonomi setiap 1% (satu persen) dapat menyerap sekitar 200.000 (dua ratus ribu) tenaga kerja; dan c. tingkat pengangguran terbuka menjadi sebesar 5,6% (lima koma enam persen) sampai dengan 5,9% (lima koma sembilan persen). Dibandingkan dengan target asumsi makro ekonomi, terutama pertumbuhan ekonomi (ditargetkan 6,4%) dan inflasi (ditargetkan 4,5%), yang dinilai kalangan ekonomi sangat optimis 2, maka penurunan target penyerapan tenaga kerja pada tahun 2014, seperti menggambarkan adanya ketidakyakinan pemerintah akan kinerjanya di tahun 2014. Atau dimungkinkan pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan pemerintah di tahun 2014 akan kembali didominasi oleh sektor padat modal, sehingga tidak banyak menciptakan lapangan kerja. Namun, bila melihat pada realisasi penyerapan tenaga kerja di tahun 2011-2013 (berdasarkan 1 Menciptakan Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas, http://www.investor.co.id/home/menciptakanpertumbuhan-ekonomi-berkualitas/50557, diakses tanggal 26 Agustus 2013. 2 Baca artikel Tony Prasetyantono, RAPBN 2014 berusaha ooptimis pada Harian Investor daily tanggal 19 Agustus 2013. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 21

simulasi), maka target penyerapan tenaga kerja yang ditetapkan pemerintah menjadi suatu hal yang realistis. KESIMPULAN Pemerintah belum memenuhi target penyerapan tenaga kerja yang tercantum dalam batang tubuh Undang-undang APBN Tahun 2011, UU APBN Tahun 2012 dan UU APBN Tahun 2013. Hasil simulasi mendapatkan perhitungan sebagai berikut. Penyerapan per 1 % pertumbuhan Target dalam UU APBN 224.92 400.000 tenaga kerja 173.85 450.000 tenaga kerja 204.41 450.000 tenaga kerja Selanjutnya pemerintah menurunkan target pentyerapan tenaga kerjanya pada RUU APBN tahun 2014 menjadi 200 ribu tenaga kerja setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini menggambarkan adanya ketidakyakinan pemerintah akan kinerjanya di tahun 2014, atau dimungkinkan pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan pemerintah di tahun 2014 akan kembali didominasi oleh sektor padat modal sehingga tidak banyak menciptakan lapangan kerja. Namun, bila melihat pada realisasi penyerapan tenaga kerja di tahun 2011-2013 (berdasarkan simulasi), maka target penyerapan tenaga kerja yang ditetapkan pemerintah menjadi suatu hal yang realistis. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 22