BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pesisir memiliki peranan sangat penting bagi berbagai organisme yang berada di

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DAFTAR PUSTAKA. 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut Buku Tahunan. Bogor.

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Manfaat dari penelitian ini adalah : silvofishery di Kecamatan Percut Sei Tuan yang terbaik sehingga dapat

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Oleh. Firmansyah Gusasi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

PENDAHULUAN. beradaptasi dengan salinitas dan pasang-surut air laut. Ekosistem ini memiliki. Ekosistem mangrove menjadi penting karena fungsinya untuk

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANWAR SADAT SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2004

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sungai Bedagai merupakan sumberdaya alam yang dimiliki oleh Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang didominasi oleh perairan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. terdapat di Asia Tenggara. Indonesia dikenal sebagai negara dengan hutan

PENDAHULUAN. seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air

Latar Belakang (1) Ekosistem mangrove Produktivitas tinggi. Habitat berbagai organisme makrobentik. Polychaeta

I. PENDAHULUAN. dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi,

KARAKTERISTIK FAKTOR HABITAT MANGROVE REHABILITASI DI TELUK SEPI DESA BUWUN MAS KECAMATAN SEKOTONG KABUPATEN LOMBOK BARAT

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Hampir 75 % tumbuhan mangrove hidup diantara 35ºLU-35ºLS (McGill, 1958

Struktur dan Komposisi Mangrove di Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara Jamili

adalah untuk mengendalikan laju erosi (abrasi) pantai maka batas ke arah darat cukup sampai pada lahan pantai yang diperkirakan terkena abrasi,

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

3. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai panjang garis pantai lebih kurang 114 km yang membentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN

Transkripsi:

BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS A. Kerangka Teori Hutan mangrove merupakan ekosistem wilayah pesisir yang potensial yang memiliki kaitan erat dengan kondisi ekonomi, sosial dan lingkungan di sekitarnya. Peran mangrove bagi ekosistem meliputi fungsi fisik dan fungsi biologi. Fungsi fisik mangrove yaitu sebagai pelindung pantai dari gelombang laut, mengendalikan erosi dan sedimentasi, meredam arus dan angin. Sementara fungsi biologi mangrove antara lain sebagai habitat untuk bertelur, sumber makanan dan pertumbuhan bagi berbagai spesies perairan. Penerapan kegiatan wanamina dapat mencegah kerusakan ekosistem hutan mangrove oleh masyarakat karena akan memberikan alternatif sumber pendapatan bagi masyarakat di sekitar kawasan tersebut (Wibowo & Handayani, 2006). Kawasan ekosistem hutan mangrove mempunyai peranan sangat penting bagi pengembangan dan pengelolaan tambak wanamina. Hal tersebut dikarenakan vegetasi mangrove mempunyai kesesuaian sifat fisika, kimia dan biologi yang berkaitan dengan kriteria habitat kultivan budiidaya, sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkat keberhasilan usaha wanamina. Gambar 5 menunjukkan keterkaitan antara ekositem mangrove dengan kegiatan budidaya tambak. Ekosistem mangrove berperan dalam pengendalian kualitas lingkungan media budidaya, baik kualitas fisika, kimia, maupun biologi. Tingkat kesesuaian kualitas lingkungan dan pemanfaatan jenis kultivan budidaya yang sesuai akan menentukan tingkat produktivitas budidaya yang dapat diamati dari pertumbuhan biomassa, 45

kelulushidupan, laju pertumbuhan, lama pemeliharaan, serta terhadap kualitas lingkungan dapat dilihat kandungan bahan pencemar lingkungan budidaya. Gambar 5 Kerangka Teori Penelitian B. Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka teori yang disajikan pada Gambar 5 di atas, maka disusun kerangka konsep penelitian yang telah dilakukan. Dalam kerangka konsep tersebut, 46

disusun kerangka terkait dengan variabel-variabel yang diamati dalam penelitian. Kerangka konsep penelitian ini disajikan pada Gambar 6. Gambar 6 Kerangka Konsep Penelitian 47

Penelitian dimulai dengan penggalian persepsi dan aspirasi masyarakat mengenai budidaya tambak dengan sistem wanamina melalui kuesioner dengan analisis SEM. Penggalian informasi dengan analisis SEM melibatkan beberapa variabel, meliputi: variabel budidaya tambak (X1); variabel vegetasi mangrove (X2); variabel sosial ekonomi (X3); variabel tata kelola tambak (X4); variabel faktor kultivan (X5); variabel optimasi pengelolaan tambak wanamina (Y1); serta variabel (Y2). Selanjutnya, untuk mengetahui pola wanamina yang optimal untuk diterapkan di wilayah pesisir Kota Semarang, maka dalam penelitian dilakukan analisis terhadap variasi jenis mangrove dan variasi jenis kultivan budidaya yang ditentukan berdasarkan preferensi pembudidaya dari hasil kuesioner. Variasi jenis mangrove yang digunakan yaitu A. marina dan R. mucronata. Sedangkan variasi jenis kultivan yang digunakan yaitu ikan nila, ikan bandeng dan kombinasi nilai dan bandeng. Parameter-parameter kualitas lingkungan yang diamati meliputi kualitas lingkungan fisika (suhu, kecerahan, kekeruhan), kimia (ph, salinitas, DO, N, P, K) dan biologi (plankton, benthos). Indikator yang diamati untuk menentukan pola wanamina yang optimal yaitu berdasarkan produktivitas budidaya yang dihasilkan. Produktivitas tersebut diukur berdasarkan lama pemeliharaan, laju pertumbuhan, kelulushidupan dan biomassa produksi hasil budidaya. 48

C. Hipotesis 1. Hipotesis Mayor Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan dari penelitian ini, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut: 1) Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi optimasi pengelolaan budidaya tambak wanamina di wilayah pesisir Kota Semarang. 2) Model budidaya tambak dengan sistem wanamina yang optimal di Kota Semarang ditentukan oleh kesesuaian jenis tanaman mangrove dan jenis kultivan budidaya yang digunakan. 3) Pemanfaatan jenis vegetasi yang berbeda pada tambak wanamina akan memberikan pengaruh terhadap kualitas lingkungan perairan pada budidaya tambak di wilayah pesisir Kota Semarang. 4) Strategi optimasi pengelolaan budidaya tambak dengan sistem wanamina dapat dirumuskan untuk meningkatkan terapan wanamina di wilayah pesisir Kota Semarang 2. Hipotesis Minor Hipotesis minor dalam penelitian ini merupakan hipotesis statistik dari analisis SEM yang dilakukan, meliputi: H1.1 : Pengaruh variabel budidaya tambak terhadap variabel optimasi pengelolaan tambak wanamina H0 = tidak terdapat pengaruh yang nyata dari variabel budidaya tambak 49

H1 = terdapat pengaruh yang nyata dari variabel budidaya tambak H1.2 : Pengaruh variabel vegetasi mangrove terhadap variabel optimasi pengelolaan tambak wanamina H0 = tidak terdapat pengaruh yang nyata dari variabel vegetasi mangrove H1 = terdapat pengaruh yang nyata dari variabel vegetasi mangrove H1.3 : Pengaruh variabel sosial ekonomi terhadap variabel optimasi pengelolaan tambak wanamina H0 = tidak terdapat pengaruh yang nyata dari variabel sosial ekonomi pembudidaya terhadap variabel optimasi pengelolaan tambak wanamina H1 = terdapat pengaruh yang nyata dari variabel sosial ekonomi pembudidaya terhadap variabel optimasi pengelolaan tambak wanamina H1.4 : Pengaruh variabel tata kelola tambak terhadap variabel optimasi pengelolaan tambak wanamina H0 = tidak terdapat pengaruh yang nyata dari variabel tata kelola tambak H1 = terdapat pengaruh yang nyata dari variabel tata kelola tambak 50

H1.5 : Pengaruh variabel jenis kultivan terhadap variabel optimasi pengelolaan tambak wanamina H0 = tidak terdapat pengaruh yang nyata dari variabel jenis kultivan H1 = terdapat pengaruh yang nyata dari variabel jenis kultivan terhadap variabel optimasi pengelolaan tambak wanamina H2.1 : Pengaruh variabel budidaya tambak terhadap variabel budidaya tambak H0 = tidak terdapat pengaruh yang nyata dari variabel budidaya tambak H1 = terdapat pengaruh yang nyata dari variabel budidaya tambak H2.2 : Pengaruh variabel vegetasi mangrove terhadap variabel budidaya tambak H0 = tidak terdapat pengaruh yang nyata dari variabel vegetasi mangrove H1 = terdapat pengaruh yang nyata dari variabel vegetasi mangrove H2.3 : Pengaruh variabel sosial ekonomi terhadap variabel budidaya tambak H0 = tidak terdapat pengaruh yang nyata dari variabel sosial ekonomi 51

H1 = terdapat pengaruh yang nyata dari variabel sosial ekonomi terhadap variabel budidaya tambak H2.4 : Pengaruh variabel tata kelola tambak terhadap variabel budidaya tambak H0 = tidak terdapat pengaruh yang nyata dari variabel tata kelola tambak H1 = terdapat pengaruh yang nyata dari variabel tata kelola tambak H2.5 : Pengaruh variabel jenis kultivan terhadap variabel budidaya tambak H0 = tidak terdapat pengaruh yang nyata dari variabel jenis kultivan H1 = terdapat pengaruh yang nyata dari variabel jenis kultivan terhadap variabel budidaya tambak H2.6 : Pengaruh variabel optimasi pengelolaan tambak wanamina terhadap variabel budidaya tambak H0 = tidak terdapat pengaruh yang nyata dari variabel optimasi pengelolaan tambak wanamina terhadap variabel budidaya tambak H1 = terdapat pengaruh yang nyata dari variabel optimasi pengelolaan tambak wanamina terhadap variabel budidaya tambak berwawasan lingkungan. 52