Bagaimana Cara Guru SD Memfasilitasi Siswanya Agar Dapat Menjadi Siswa yang Mandiri Mempelajari Matematika?

dokumen-dokumen yang mirip
IMPLIKASI KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH DASAR Fadjar Shadiq

MENGAPA TIDAK MENGGUNAKAN PENBELAJARAN REALISTIK PADA PENBELAJARAN PENJUMLAHAN DUA BILANGAN BULAT?

Peran Penting Guru Matematika dalam Mencerdaskan Siswanya

Bagaimana Mengintegrasikan Kegiatan Eksplorasi di Kelas? Belajar dari Olimpiade Matematika SD

Bagaimana Cara Guru Matematika Memfasilitasi Siswanya agar dapat Membangun Sendiri Pengetahuan Mereka?

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Oleh: ESTI FITRIYANI A

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Eksplorasi Matematika di SD/MI: Contohnya, Pengertiannya, dan Keunggulannya

Untuk Apa Belajar Matematika? Fadjar Shadiq, M.App.Sc Widyaiswara PPPPTK Matematika &

INVESTIGASI ATAU PENYELIDIKAN DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA. Fadjar Shadiq (Widyaiswara Madya PPPPTK Matematika)

Bagaimana Cara Guru Memanfaatkan Faktor Sikap dalam Pembelajaran Matematika? Fadjar Shadiq &

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur tingkat keberhasilan pendidikan. Matematika adalah salah

STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA ASING YANG AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN (PAKEM)

STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA ASING YANG AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN (PAKEM)

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMP

Apa Implikasi dari Inti Psikologi Kognitif Terhadap Pembelajaran Matematika?

EMPAT OBJEK LANGSUNG MATEMATIKA MENURUT GAGNE Fadjar Shadiq

Memupuk Kemandirian Sebagai Strategi Pengembangan Kepribadian

Strategi Pembelajaran Matematika

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional. Dalam Undang-undang ini, diharapkan dapat. determinan bagi tumbuh kembangnya bangsa dan negara.

II. TINJAUAN PUSTAKA. dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan

PENTINGNYA PEMECAHAN MASALAH Fadjar Shadiq, M.App.Sc (Widyaiswara PPPPTK Matematika)

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti langkah-langkah, aturan-aturan, serta contoh-contoh yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan

BAGAIMANA CARA MATEMATIKA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI PARA SISWA? Fadjar Shadiq

Penggunaan Strategi Pemodelan dengan Diagram di Sekolah Dasar

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN SISWA MELALUI PEMBELAJARAN INVESTIGASI. Oleh: Fanny Adibah IKIP Widya Darma Surabaya

Drs. H. MAHDUM MA, M.Pd. Dosen Bahasa Inggris FKIP UNRI Hp , Fax: (0761)

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sumatera Barat 2

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

Profil Proses Kognitif Siswa SMP Laki-laki dalam Investigasi Matematik Ditinjau dari Perbedaan Kemampuan Matematika

Apa dan Mengapa Guru Matematika Harus Menggunakan Teknik Bertanya?

BAHAN 1. Mata Kuliah STRATEGI PEMBELAJARAN AUD (MODEL-MODEL PEMBELAJARAN) Oleh: Nur Cholimah, M.Pd

Oleh : Sri Milangsih NIM. S BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Persepsi ini menyebabkan guru terkungkung dalam proses

Pengembangan Modul untuk Guru SMK dalam Rangka Peningkatan Pemahaman dan Penerapan Lima Tujuan Pelajaran Matematika

BENARKAH GURU MATEMATIKA SEBAIKNYA MENGAJAR SECARA INDUKTIF DAN BUKAN SECARA DEDUKTIF? Fadjar Shadiq, M.App.Sc

KAJIAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA (HASIL TAHAPAN PLAN SUATU KEGIATAN LESSON STUDY MGMP SMA)

BAB I PENDAHULUAN. seiring berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang begitu pesat,

DASAR FILOSOFI. Manusia harus mengkontruksikan pengetahuan pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Bagaimana Profesor Isoda Membantu Siswa SMP di Jepang Belajar Matematika dengan Menggunakan Problem Solving Approach (Pendekatan Pemecahan Masalah)?

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia sedang mendapat perhatian dari pemerintah. Berbagai

Didaktik : Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, ISSN : Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Subang Volume I Nomor 1, Desember 2015

B A B I P E N D A H U L U A N

Pemanfaatan Blog pada Peningkatan dan Pemecahan Masalah Pembelajaran Matematika

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

Lilik Endang Wardiningsih Guru SDN Gajah I Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro

Suprih Ediyanto SMP Negeri 30 Purworejo. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berorientasi pada kecakapan hidup (life skill oriented), kecakapan berpikir,

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN PENDEKATAN OPEN ENDED DALAM PEMECAHAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Namun pada kenyataannya

PENINGKATAN PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN SOAL OPEN ENDED MENANTANG SISWA BERPIKIR TINGKAT TINGGI. Endah Ekowati 1 dan Kukuh Guntoro 2.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

PEMBELAJARAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN OSCAR

PENTINGYA STRATEGI PEMODELAN PADA PROSES PEMECAHAN MASALAH

PARADIKMA BARU PEMBELAJARAN MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Heri Sugianto, 2013

Praktek Pembelajaran Matematika. Oleh: Fadjar Shadiq, M. AppSc WidyaIswara PPPG Matematika

PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL 1

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) BERBASIS REALISTIK PADA MATERI SEGI EMPAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan

BAGAIMANA MENENTUKAN BENAR TIDAKNYA SUATU PERNYATAAN?

Rumusan masalahan. Tujuan Penelitian. Kajian Teori. memahaminya. Demikian pula dengan siswa kelas IX SMP Negeri 1 Anyar masih

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP PENALARAN MATEMATIS PADA MATERI PERBANDINGAN SMP

ARTIKEL ILMIAH. Oleh: Siti Homsah A1C FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI AGUSTUS, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya

BAB I PENDAHULUAN. muncul karena ia membutuhkan sesuatu dari apa yang dipelajarinya. Motivasi

Staf Pengajar pada Jurusan Pendidikan Sejarah, FIS, UNY.

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

Metode Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas V SDN Kedung Banteng

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran. Efektivitas itu sendiri menunjukan taraf tercapainya suatu tujuan.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya dengan menempuh perbaikan di bidang pendidikan. Pendidikan

Kata kunci: manik-manik, kontekstual, konvensional.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia. Lebih lanjut matematika dapat memberi bekal kepada siswa. matematika siswa secara umum belum menggembirakan.

Pengembangan Bahan Ajar Dimensi Tiga Menggunakan Pendekatan Open-Ended di Kelas VIII MTs

BAB I PENDAHULUAN (1982:1-2):

BAB I PENDAHULUAN. matematika diantaranya: (1) Siswa dapat memahami konsep matematika,

PESTA ULANG TAHUN DAN MODEL PERMEN BATU MEMBANTU MEMPERJELAS KONSEP IRISAN DUA HIMPUNAN. Taufik 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) PADA PENDIDIKAN ANAK DINI USIA. Muh. Tawil, *)

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI PENDEKATAN PAKEM. By: N U R D I N. Abstrak

Transkripsi:

Bagaimana Cara Guru SD Memfasilitasi Siswanya Agar Dapat Menjadi Siswa yang Mandiri Mempelajari Matematika? Fadjar Shadiq, M.App.Sc (fadjar_p3g@yahoo.com & www.fadjarp3g.wordpress.com) Pakar Pendidikan Matematika dari Jepang, yaitu Sugiyama (2008) sebagaimana dikutip Sutarto Hadi (2009) membagi tingkat kepakaran guru dalam proses pembelajaran matematika menjadi tiga level atau tingkat, yaitu: 1. Guru level 1, yaitu para guru SD yang mengajar matematika dengan memberi tahu atau mengumumkan (telling) muridnya tentang ide dasar matematika, seperti tentang fakta (kesepakatan), konsep (pengertian), dan prosedur (urutan langkah) matematika. Sugiyama menyebutnya dengan teaching by telling atau mengajar matematika dengan memberi tahu atau mengumumkan. 2. Guru level 2, yaitu para guru SD yang mengajar matematika dengan menjelaskan (explaining) ide-ide dasar matematika beserta alasannya untuk membantu siswanya memahami matematika. Sugiyama menyebutnya dengan teaching by explaining atau mengajar matematika dengan menjelaskan untuk pemahaman. 3. Guru level 3, yaitu para guru SD yang mengajar matematika dan dapat memfasilitasi siswanya untuk memahami ide-ide dasar matematika dan mendukung proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga para siswanya dapat menjadi siswa yang mampu belajar secara mandiri (independent learners). Sugiyama menyebutnya dengan teaching based on students' independent work atau mengajar matematika dengan tujuan untuk kemandirian siswanya dalam belajar. Penulis berpendapat bahwa guru level 1 seperti dinyatakan Sugiyama hanya mengajari siswanya untuk menghafal dan mengingat saja. Guru level 2 jauh lebih baik karena ia telah berusaha untuk membantu siswanya agar memahami ide-ide matematika. Tingkat atau level tertinggi seorang guru, menurut pengkategorian Sugiyama, adalah para guru level 3 yaitu para guru yang secara pelan tetapi pasti akan terus berusaha untuk membantu atau memfasilitasi siswanya agar mandiri. Pertanyaan yang dapat diajukan sekarang adalah: Berada pada tingkat berapakah Anda sebagai guru ketika mengajar mata pelajaran matematika? Contoh Pembelajaran Guru Level 1 Perhatikan soal matematika berikut. Tentukan hasil dari: 5 ( 3) 1

Beberapa pertanyaan berkait dengan soal pada kotak di atas adalah: a. Bagaimana cara menentukan hasil pengurangan di atas? Mengapa hasilnya 8? b. Bagaimana pembelajarannya? Bagaimana membantu siswa agar dia paham? c. Apakah kita sudah membantu siswa untuk menjadi siswa yang mandiri dalam belajarnya? Berkait dengan pertanyaan a dan b di atas, jawaban yang mungkin adalah: a. Karena mengurangi dengan suatu bilangan adalah sama dengan menambah dengan lawannya. Jadi, karena pengurangnya adalah ( 3), maka hal ini berarti sama dengan menambah dengan lawan dari ( 3), yaitu +3; sehingga 5 ( 3) = 5 + 3 = 8. b. Bentuk ( 3) dapat dianggap sebagai bentuk perkalian. Pada operasi perkalian, bilangan negatif dikali dengan bilangan negatif akan menghasilkan bilangan positif, sehingga bentuk ( 3) adalah sama dengan + 3. Padahalnya, perkalian belum diajarkan. c. Pokoknya, pada operasi pengurangan, contohnya 5 ( 3), jika operasi (min, minus, atau kurang) bertemu dengan blangan negatif maka dapat diubah menjadi tambah. Jika ada siswa yang bertanya lebih jauh lagi, mengapa hasilnya begitu?; jawaban sebagian guru SD di antaranya adalah: Pokoknya begitu. Guru saya juga mengajarnya begitu. Jawaban lainnya: Ya dari sononya memang begitu. Mau apa lagi. Pada masa lalu, dan mungkin juga sampai saat ini, sebagian guru SD memulai proses pembelajaran matematika dengan mengumumkan sesuatu yang bisa berupa rumus, aturan, atau urutan langkah pengerjaan, diikuti dengan membahas contohcontoh soal, dan diakhiri dengan meminta para siswanya untuk mengerjakan soalsoal latihan. Dengan pembelajaran seperti itu, para guru akan mengontrol secara penuh materi serta metode penyampaiannya. Akibatnya, proses pembelajaran matematika di kelas di saat itu lalu menjadi proses mengikuti langkah-langkah, aturan-aturan, serta contoh-contoh yang diberikan para guru, tanpa pemahaman mengapa harus dilakukan seperti itu. Nur (2000:9) mengakui bahwa pendidikan matematika di Indonesia pada umumnya masih berada pada pendidikan matematika konvensional yang banyak ditandai oleh strukturalistik dan mekanistik. Di samping itu, kurikulumnya terlalu sarat dan kelasnya didominasi pelajaran yang berpusat pada guru. Seperti para guru di Indonesia, para guru di Asia Tenggara berkecenderungan juga untuk menggunakan strategi pembelajaran tradisional yang dikenal dengan beberapa istilah seperti: pembelajaran terpusat pada guru (teacher centred approach), pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif (deductive teaching), ceramah (expository teaching), maupun whole class instruction (Tran Vui, 2001). Strategi pembelajaran seperti dinyatakan di atas dapat dikatakan lebih menekankan kepada para siswa untuk mengingat (memorizing) atau menghafal (rote learning) dan 2

kurang atau malah tidak menekankan kepada para siswa untuk bernalar (reasoning), memecahkan masalah (problem-solving), ataupun pada pemahaman (understanding). Dengan strategi pembelajaran seperti itu, kadar keaktifan siswa menjadi sangat rendah. Para siswa hanya menggunakan kemampuan mengingat yang tergolong kepada berpikir tingkat rendah (low order thinking skills). Mengikuti pembagian level atau tingkatan guru yang dikemukakan Sugiyama di atas, guru seperti diceriterakan ini disebutnya masih berada pada level 1. Level yang paling rendah. Pertanyaan yang dapat dimunculkan adalah, apakah cara pembelajaran seperti itu akan dapat menghasilkan siswa yang kreatif, siswa yang jago memecahkan masalah, dan mampu menemukan hal-hal baru di bidangnya masing-masing? Tentunya, jawabannya adalah tidak. Karena itulah praktek pembelajaran yang hanya melatih siswa untuk mengikuti hal-hal yang telah dicontohkan gurunya seperti yang diceriterakan di atas tadi sesungguhnya tidak sesuai dengan arah pengembangan dan inovasi pendidikan kita. Contoh Pembelajaran Guru Level 2 Berbeda dengan proses pembelajaran guru level 1, guru level 2 sudah berupaya untuk membantu siswanya memahami mengapa 5 ( 3) = 5 + 3 = 8. Contoh pembelajaran yang dapat dilakukan guru adalah dengan meminta siswanya untuk mengerjakan tugas berikut. Perhatikan lima pengurangan di bawah ini. 5 4 = 5 3 = 5 2 = 5 1 = a. Tentukan hasil pengurangannya. b. Perhatikan bilangan yang dikurangi, bilangan pengurangannya, bilangan hasilnya. Bagaimana polanya? c. Lanjutkan kegiatan di atas. d. Jelaskan mengapa 5 ( 3) = 8 Ketika para siswa melaksanakan kegiatan di atas, diharapkan akan didapat hasil berikut. 5 4 = 1 5 3 = 2 5 2 = 3 5 1 = 4 5 0 = 5 5 ( 1) = 6 3

5 ( 2) = 7 5 ( 3) = 8 5 ( 4) = 9 5 ( 5) = 10 5 ( 6) = 11 Perhatikan hasil di atas. Nampaklah bahwa bilangan yang dikurangi adalah tetap, yaitu 5. Selanjutnya, bilangan pengurangannya turun satu-satu, dan bilangan hasilnya adalah naik satu-satu. Dengan langkah seperti ini guru telah berusaha untuk membantu siswanya memahami mengapa 5 ( 3) = 5 + 3 = 8. Berdasar pada pendapat Sugiyama, langkah pembelajaran yang dilakukan guru di atas sudah berada pada level 2. Proses pembelajaran yang dilakukannya jauh lebih baik dari proses pembelajaran yang dilakukan guru level 1 di atas. Dengan strategi pembelajaran seperti ini, diharapkan adanya perubahan dari: 1. Mengingat (memorizing) atau menghafal (rote learning) ke arah berpikir (thinking) dan pemahaman (understanding) 2. Model ceramah ke pendekatan: discovery learning, inductive learning, atau inquiry learning. Peningkatan kemampuan bernalar dan berpikir para siswa selama proses pembelajaran matematika di kelas menjadi sangat penting dan menentukan keberhasilan mereka dan bangsa ini di masa yang akan datang. Karenanya proses pembelajaran matematika yang dilakukan para guru level 2 diharapkan akan ikut membantu para siwa Indonesia untuk berlatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan. Contoh Pembelajaran Guru Level 3 Perhatikan sekali lagi contoh pembelajaran guru level 2 seperti dicontohkan pada kotak di atas. Memang benar bahwa guru level 2 tadi sudah berupaya untuk membantu siswanya memahami mengapa 5 ( 3) = 5 + 3 = 8. Namun, langkahlangkah yang dilakukan guru belum ada upaya darinya untuk memandirikan siswanya. Dengan kata lain, guru level 2 hanya berupaya untuk membantu siswanya agar paham. Jika seorang guru telah berupaya untuk memandirikan siswanya, maka ia akan berada pada level 3. Kotak berikut ini adalah Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dirancangnya. Setiap guru level 3 akan selalu berusaha untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa para siswanya telah memahami tugas di atas, utamanya untuk kegiatan b. Pada kotak di atas, guru harus tetap berupaya agar setiap siswanya mampu menemutunjukkan pola, keteraturan, atau struktur yang ada pada lima pengurangan di atas. Jika siswanya tidak mampu mengungkap pola yang ada, ia akan memfasilitasi siswanya dengan mengajukan beberapa alternatif pertanyaan 4

seperti: Apa yang menarik pada: (1) bilangan yang dikurangi? (2) bilangan pengurangannya? (3) bilangan hasilnya? (4) keteraturan atau pola yang ada? a. Bekerjalah dalam kelompok @ 4 orang b. Perhatikan lima pengurangan di bawah ini. 5 4 = 5 3 = 5 2 = 5 1 = c. Selidiki dan kembangkan untuk mendapatkan hasil yang menarik. d. Kembangkan untuk pola (keteraturan) lainnya Dengan cara seperti itulah, para siswa diharapkan akan mampu menemukan aturan sendiri jika dihadapakan dengan tugas atau kegiatan lain seperti. a. Perhatikan lima hal di bawah ini. 4 2 = 3 2 = 2 2 = 1 2 = b. Selidiki dan kembangkan untuk mendapatkan hasil yang menarik. a. Perhatikan lima hal di bawah ini. 4 ( 2) = 3 ( 2) = 2 ( 2) = 1 ( 2) = b. Selidiki dan kembangkan untuk mendapatkan hasil yang menarik. Proses pembelajaran yang dilakukan guru level 3 ini jauh lebih baik dari proses pembelajaran yang dilakukan guru level 1 dan 2 di atas. Guru level 3 dapat dianalogikan dengan seseorang yang memberi kail dan tidak memberi ikan; sebagaimana dinyatakan Bastow, Hughes, Kissane, dan Mortlock (1986:1) berikut: A person given a fish is fed for a day. A person taught to fish is fed for live. Jelaslah bahwa selama di kelas, para siswa dilatih untuk tidak hanya menerima sesuatu yang sudah jadi layaknya diberi seekor ikan yang dapat dan tinggal dimakan selama 5

sehari saja, namun, mereka dilatih seperti layaknya belajar cara menangkap, dengan diberi kail, sehingga ia bisa makan ikan selama hidupnya. Dengan strategi pembelajaran seperti ini, diharapkan adanya perubahan dari: 1. Positivist (behaviorist) ke konstruktivisme, yang ditandai dengan perubahan paradigma pembelajaran, dari paradigma pengetahuan dipindahkan dari otak guru ke otak siswa (knowledge transmitted) ke bentuk interaktif, investigatif, eksploratif, open ended, keterampilan proses, modeling, ataupun pemecahan masalah. 2. Subject centred ke clearer centred (terkonstruksinya pengetahuan siswa). Sejalan dengan munculnya teori belajar terbaru yang dikenal dengan konstruktivisme, menguatnya isu demokratisasi pendidikan, semakin canggihnya teknologi informasi dan komunikasi, semakin dibutuhkannya kemampuan memecahkan masalah dan berinvestigasi, dan semakin banyak dan cepatnya penemuan teori-teori baru, maka pendekatan seperti Pendidikan Matematika Realistik (Realistic Mathematics Education), Pembelajaran Berbasis Pemecahan Masalah (Problem Based Learning), Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning), serta Pendekatan Pembelajaran Matematika Kontekstual (Contextual Teaching & Learning) merupakan pendekatan-pendekatan yang sangat dianjurkan para pakar untuk digunakan selama proses pembelajaran di kelas-kelas di Indonesia. Karena itulah pendekatan dan strategi pembelajaran yang dapat disarankan adalah suatu pendekatan yang didasarkan pada suatu pendapat bahwa pemahaman suatu konsep atau pengetahuan haruslah dibangun sendiri (dikonstruksi) oleh para siswa. Daftar Pustaka Bastow, B. Hughes, J. Kissane, B. & Randall, R. (1986). Another 20 Investigational Work. Perth: The Mathematical Association of Western Australia (MAWA). Bodner, G.M.; (1986). Constructivism: a theory of knowledge. Journal of Chemical Education. Vol 63(10) pp 873-878 Depdiknas (2006). Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas. Nur, M. (2000). Realistic Mathematics Education. Makalah, tidak diterbitkan. Sutarto Hadi (2009). Sustaining Program of Lesson Study Activities. Yogyakarta: SEAMEO QITEP in Mathematics. Tran Vui (2001). Practice Trends and Issues in the Teaching and Learning of Mathematics in the Countries. Penang: Recsam. 6