ANALISIS PENGARUH KECEPATAN FLUIDA PANAS ALIRAN SEARAH TERHADAP KARAKTERISTIK HEAT EXCHANGER SHELL AND TUBE. Nicolas Titahelu * ABSTRACT

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH KECEPATAN UDARA (V) TERHADAP KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PAKSA PELAT DATAR. Rikhardus Ufie * Abstract

ANALISIS PENGARUH DIAMETER PADA SUSUNAN SETENGAH TUBE HEAT EXCHANGER DALAM ENCLOSURE TERHADAP KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS. Nicolas Titahelu *)

Pengaruh Kecepatan Aliran Terhadap Efektivitas Shell-and-Tube Heat Exchanger

ANALISIS PENGARUH BEBAN PANAS (Q) TERHADAP KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI NATURAL PELAT DATAR

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91

ANALISA KINERJA ALAT PENUKAR KALOR JENIS PIPA GANDA

PERBANDINGAN PENERAPAN JENIS DAN TEBAL ISOLASI THERMAL TERHADAP KOEFISIEN KONVEKSI OVEN RUMAH TANGGA. Pieter W. Tetelepta * Abstract

Pengaruh Tebal Isolasi Termal Terhadap Efektivitas Plate Heat Exchanger

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TABUNG SEPUSAT ALIRAN BERLAWANAN DENGAN VARIASI PADA FLUIDA PANAS (AIR) DAN FLUIDA DINGIN (METANOL)

Pengaruh Penggunaan Baffle pada Shell-and-Tube Heat Exchanger

ANALISIS KINERJA COOLANT PADA RADIATOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah

VERIFIKASI ULANG ALAT PENUKAR KALOR KAPASITAS 1 kw DENGAN PROGRAM SHELL AND TUBE HEAT EXCHANGER DESIGN

Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VARIASI PITCH COILED TUBE TERHADAP NILAI HEAT TRANSFER DAN PRESSURE DROP PADA HELICAL HEAT EXCHANGER ALIRAN SATU FASA

PENINGKATAN UNJUK KERJA KETEL TRADISIONAL MELALUI HEAT EXCHANGER

ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: ( Print) B-659

ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PADA GAS TURBINE CLOSED COOLING WATER HEAT EXCHANGER DI SEKTOR PEMBANGKITAN PLTGU CILEGON

KAJIAN EXPERIMENTAL KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI DENGAN NANOFLUIDA Al2SO4 PADA HEAT EXCHANGER TIPE COUNTER FLOW

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

Taufik Ramuli ( ) Departemen Teknik Mesin, FT UI, Kampus UI Depok Indonesia.

PERPINDAHAN PANASPADA GAS TURBINE CLOSED COOLING WATER HEAT EXCHANGERDI SEKTOR PEMBANGKITAN PLTGU CILEGON

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

EKSPERIMEN PENGARUH BEBAN PANAS TERHADAP KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS OVEN PENGERING CENGKIH. Nicolas Titahelu * Abstract

31 4. Menghitung perkiraan perpindahan panas, U f : a) Koefisien konveksi di dalam tube, hi b) Koefisien konveksi di sisi shell, ho c) Koefisien perpi

Evaluasi Performa Lube Oil Cooler pada Turbin Gas dengan Variasi Surface Designation dan Reynolds Number

BAB I PENDAHULUAN I.1.

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PITCH

Sujawi Sholeh Sadiawan, Nova Risdiyanto Ismail, Agus suyatno, (2013), PROTON, Vol. 5 No 1 / Hal 44-48

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA HEAT EXCHANGER JENIS SHEEL AND TUBE DENGAN SISTEM SINGLE PASS

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT

OPTIMASI SHELL AND TUBE KONDENSOR DAN PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA AC UNTUK PEMANAS AIR

I. PENDAHULUAN II. LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SATUAN ACARA PENGAJARAN

Kajian Performa Alat Penukar Panas Plate and Frame

PENERAPAN PERANGKAT LUNAK KOMPUTER UNTUK PENENTUAN KINERJA PENUKAR KALOR

BAB lll METODE PENELITIAN

Studi Numerik Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Tube Platen Superheater PLTU Pacitan

Jurnal ELEMENTER. Vol. 1, No. 2, Nopember Jurnal Politeknik Caltex Riau Mustaza Ma a

PERENCANAAN SISTEM PEMANAS PADA RANCANG BANGUN ALAT PENGUJI EFISIENSI WIRE AND TUBE HEAT EXCHANGER

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

ANALISA PENGARUH VARIASI LAJU ALIRAN UDARA TERHADAP EFEKTIVITAS HEAT EXCHANGER MEMANFAATKAN ENERGI PANAS LPG

Karakteristik Perpindahan Panas pada Double Pipe Heat Exchanger, perbandingan aliran parallel dan counter flow

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

KAJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PANJANG TERHADAP LAJU PERPINDAHAN PANAS ALAT PENUKAR PANAS PIPA KONSENTRIK. Budi Santoso *)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-198

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

ANALISIS DAN SIMULASI KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TABUNG SEPUSAT ALIRAN SEJAJAR DENGAN VARIASI KAPASITAS ALIRAN.

Analisa pengaruh variasi laju aliran udara terhadap efektivitas heat exchanger memanfaatkan energi panas LPG

ANALISIS PENGARUH EFEKTIVITAS PERPINDAHAN PANAS DAN TAHANAN TERMAL TERHADAP RANCANGAN TERMAL ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print)

Experimental Study of Heat Transfer Characteristics in The Hair-Pin Heat Exchanger

JURNAL TEKNIK POMITS 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

PENUKAR PANAS GAS-GAS (HXG)

Pengaruh Variasi Putaran Dan Debit Air Terhadap Efektifitas Radiator

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EFEKTIVITAS PENUKAR KALOR TIPE WL 110 MODEL CONSENTRIS TUBE MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

PENUKAR PANAS GAS-GAS (HXG)

PENGARUH BAHAN INSULASI TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA TANGKI PENYIMPANAN AIR UNTUK SISTEM PEMANAS AIR BERBASIS SURYA

PENGUJIAN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PADA HEAT SINK

Kajian Performa Alat Penukar Panas Plate and Frame

Analisa Unjuk Kerja Secondary Superheater PLTGU Dan Evaluasi Peluang Peningkatan Effectiveness Dengan Cara Variasi Jarak, Jumlah dan Diameter Tube

SIMULASI EFEKTIFITAS ALAT KALOR TABUNG SEPUSAT DENGAN VARIASI KAPASITAS ALIRAN FLUIDA PANAS, FLUIDA DINGIN DAN SUHU MASUKAN FLUIDA PANAS DENGAN ALIRAN

Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Oktober 2012

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

PENGARUH LAJU ALIRAN FLUIDA MASUK TERHADAP KAPASITAS PENUKAR PANAS JENIS PEMBULUH DAN KAWAT PADA KONVEKSI BEBAS

STUDI EKSPERIMENTAL UNJUK KERJA RADIATOR PADA SUMBER ENERGI PANAS PADA RANCANG BANGUN SIMULASI ALAT PENGERING

Analisa Heat Balance Thermal Oxidizer dengan Waste Heat Recovery Unit

RANCANG BANGUN HEAT EXCHANGER TUBE FIN TIGA PASS SHELL SATU PASS UNTUK MESIN PENGERING EMPON-EMPON

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2014) ISSN:

PENGARUH PERBANDINGAN TANPA SIRIP DENGAN SIRIP LURUS DENGAN ALIRAN AIR BERLAWANAN TERHADAP EFISIENSI PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Re-design dan Modifikasi Generator Cooler Heat Exchanger PLTP Kamojang Untuk Meningkatkan Performasi.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk proses-proses pendinginan dan pemanasan. Salah satu penggunaan di sektor

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilakukan setelah di setujui sejak tanggal pengesahan

Perencanaan Mesin Pendingin Absorbsi (Lithium Bromide) memanfaatkan Waste Energy di PT. PJB Paiton dengan tinjauan secara thermodinamika

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

Perancangan Termal Heat Recovery Steam Generator Sistem Tekanan Dua Tingkat Dengan Variasi Beban Gas Turbin

PENGARUH DEBIT ALIRAN AIR TERHADAP PROSES PENDINGINAN PADA MINI CHILLER

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA

Studi Numerik Pengaruh Gap Ratio terhadap Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Susunan Setengah Tube Heat Exchanger dalam Enclosure

Transkripsi:

ANALISIS PENGARUH KECEPATAN FLUIDA PANAS ALIRAN SEARAH TERHADAP KARAKTERISTIK HEAT EXCHANGER SHELL AND TUBE Nicolas Titahelu * ABSTRACT Effect of hot fluid flow velocity direction have been investigated to determine the characteristics of shell and tube heat exchanger. Experimental study examined by varying hot fluid velocity (V) = 0.011 to 0.037 m / s on the hot fluid inlet temperature (T hi ) = 363K. The experimental results demonstrated by the increasing speed of the flow direction of hot fluid on the hot fluid inlet temperature is constant, then the characteristics of the heat exchanger; Reynolds number (Re), Nusselt number (Nu), convection coefficient (h), overall heat transfer coefficient (U), heat transfer rate (q) and effectiveness (e) increase with the gradient increased significantly. This condition occurs at a speed (V) < 0037 m/s and the characteristics of optimal heat exchanger at a speed (V) = 0.037 m/s and minimum speed (V) = 0.011. The increasing velocity (V) direction flow of hot fluid on the hot fluid inlet temperature constant, the heat transfer characteristics of the accelerated ie, Re,h increased 25.1%, Nu,h increased by 35.64%, increased by 35.79% hi, Re,c increased by 28, 32%, Nu,c 36.90%, ho increased by 36.75%, U increased 35.81, q increased by 25.09% and increasing fluid velocity (V) <.030 m/s heat exchanger effectiveness ( ) 20:41% while increasing the fluid velocity (V) > 0.030 m/s no significant impact on effectiveness. Keywords: Heat fluid velocity, heat exchanger shell and tube, Reynolds number, Nusselt number, effectiveness I. PENDAHULUAN Heat Exchangers berfungsi untuk memindahkan panas antara dua fluida atau lebih yang memiliki perbedaan temperatur (Hodge dan Taylor, 1999). Menurut Kakac S (1998) heat exchanger banyak digunakan dalam bidang rekayasa industri, diantaranya; radiator pada mobil, oil cooler pada mesin pesawat terbang, kondensor pada sistem pendinginan, feed water heater pada boiler dan lain-lain. Salah satu tipe heat exchanger yang lazim digunakan yakni tipe Shell and Tube. Menurut Smith E. M (1996) klasifikasi aransemen aliran fluida dari tipe shell and tube terdiri dari aliran searah (parallel flow), aliran berlawanan (counter flow) dan aliran menyilang (cross flow). Heat exchanger shell and tube aliran searah (parallel flow) dimana fluida panas dan fluida dingin mengalir dalam arah yang sama, baik pada sisi masuk maupun pada sisi keluar. Menurut Cengel (1997), hampir semua heat exchanger, perpindahan panas didominasi oleh konveksi dan konduksi dari fluida panas ke fluida dingin, dimana keduanya dipisahkan oleh dinding. Perpindahan panas secara konveksi sangat dipengaruhi oleh bentuk geometri heat exchanger dan ketiga bilangan tidak berdimensi yaitu bilangan Reynold (Re), bilangan Nusselt (Nu) dan bilangan Prandtl (Pr) fluida. Ketiga bilangan tak berdimensi ini tegantung dari kecepatan aliran dan properties fluida. Menurut Smith, E. M (1997) besar perpindahan konveksi yang terjadi untuk suatu heat exchanger aliran searah tipe shell and tube akan berbeda dengan heat exchanger aliran berlawanan tipe shell and tube untuk beda temperatur yang sama. Sedangkan besar ketiga bilangan tidak berdimensi tersebut bergantung pada kecepatan aliran serta sifat fluida yang meliputi massa jenis, viskositas absolut, panas jenis dan konduktivitas panas. Besar kecil kecepatan aliran menentukan jenis aliran yaitu aliran laminar atau aliran turbulen. Aliran turbulen yang terjadi dalam aliran akibat meningkatnya kecepatan aliran akan mempengaruhi bilangan Reynold (Re) dan bilangan Nusselt (Nu) yang kemudian mempengaruhi perpindahan panas secara konveksi (Naylor, D dan Oosthuzen, P. H., 1999). Namun, semakin tinggi kecepatan aliran berarti waktu kontak kedua fluida semakin singkat. Berdasarkan kondisi ini, disusun hipotesa bahwa kenaikan kecepatan aliran akan meningkatkan karakteristik perpindahan panas heat exchanger. Penelitian ini akan didesain sebuah heat exchanger aliran searah (parallel flow) tanpa baffle dengan fluida panasnya oli yang mengalir pada sisi tube, sedangkan fluida dinginnya air tawar yang mengalir pada sisi shell. Dengan jumlah tube 8 buah atau 4 laluan yang terbuat dari tembaga dan shell terbuat dari besi. Jika memvariasikan kecepatan fluida pada temperatur masuk fluida panas (T hi ) konstan mengindikasikan karakteristik perpindahan panas heat exchanger tipe shell and tube akan meningkat pula. Kecepatan fluida (V) divariasikan dari 0.011 m/s hingga 0.037 m/s pada * Nicolas Titahelu, Dosen Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Unpatti

820 Jurnal TEKNOLOGI, Volume 5 Nomor 2, 2010: 819-824 temperatur masuk fluida panas (T hi ) = 363 K konstan bertujuan untuk mengetahui berapa besar perubahan karakteristik heat exchanger shell and tube. II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Variabel Penelitian Adapun variabel penelitian dibedakan atas variabel bebas yakni kecepatan fluida (V) dan variabel terikat yakni karakteristik heat exchangers yakni: Re, Nu, h, U, q dan є. 2.2. Instalasi Penelitian 13 12 sebanyak lima kali untuk mendapatkan data yang valid. 7. Menghentikan pompa dan mendinginkan instalasi penelitian. 8. Mengulangi langkah ke-6, untuk mendapat kecepatan 0,017 m/s, 0,024, 0,030 m/s, dan 0,037 m/s dengan mempertahankan temperatur masuk fluida panas untuk 363 K konstan. 2.4. Teknik Pengambilan Data Pengukuran temperatur pada model uji dilakukan dengan menggunakan thermocouple dan dibaca dengan menggunakan display thermometer. Pembacaan temperatur dilakukan saat kondisi dari model uji dalam keadaan steady. Penempatan alat ukur pada model uji diperlihatkan dalam gambar 2 di bawah ini Potongan-AA Saluran masuk fluida panas Saluran keluar fluida dingin 7 1 2 14 11 O 0.95 cm 1.59 cm Th,i Tc,o A 6 10 9 8 4 cm 10,254 cm 5 4 3 Keterangan : 1. Shell 8. Tangki flluida dingin 2. Tube 9. Pompa fluida dingin 3. Tangki fluida Panas 10. Katup 4. Pompa fluida Panas 11. Katup 5. Katup 12. Flow meter fluida dingin 6. Katup 13. Isolasi glasswoll 7. Flowmeter fluida panas 14. Isolasi asbes Gambar 1. Instalasi penelitian 2.3. Prosedur Penelitian Adapun prosedur penelitian dari pelat datar sebagai berikut: 1. Mempersiapkan semua perlengkapan dan peralatan yang diperlukan. 2. Memasang instalasi penelitian dan mengisolasi shell dengan isolator glasswoll dan asbes seperti pada gambar 1. 3. Memasukkan fluida panas (oli) dan fluida dingin (air tawar) kedalam masing-masing tangki. 4. Menjalankan pompa untuk mengalirkan fluida panas dan fluida dingin untuk mengecek kebocoran. 5. Memanaskan fluida panas dengan menggunakan heater di dalam tangki. 6. Mengatur laju aliran massa fluida panas dan dingin dengan cara mengatur bukaan katup dan dibaca pada flowmeter untuk mendapatkan kecepatan 0.011 m/s dengan temperatur masuk fluida panas 363 K konstan. Selanjutnya menunggu kondisi operasi stedi state, maka mengukur temperatur masuk dan keluar fluida panas maupun fluida dingin serta temperatur ruang dengan thermometer. Pengambilan data temperatur ini diulang 10.16 cm Th,o 15 cm Saluran keluar fluida panas Saluran masuk fluida dingin A 100 cm 15 cm 130 cm Gambar 2. Lokasi pengukuran Keterangan : T hi = temperatur masuk fluida panas, T ho = temperatur keluar fluida panas, T ci = temperatur masuk fluida dingin, T co = temperatur keluar fluida dingin. 2.5. Teknik Analisa Data Data hasil pengukuran akan dianalisa dengan menggunakan regresi berganda untuk mendapat karakteristik perpindahan panas konveksi paksa pelat datar yakni; bilangan Reynolds (R e ), bilangan Nusselt (Nu), bilangan Prandtl (Pr), koefisen perpindahan panas konveksi (h), koefisien perpindahan panas me nyeluruh (U), laju perpindahan panas konveksi (q konv ) dan efektifitas (є). Kemudian menyimpulkan hasil penelitian. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Data Hasil Penelitian Pengujian dilakukan secara konveksi paksa dengan memvariasikan kecepatan udara (V) yakni 0.011 m/s hingga 0.037 m/s pada temperature masuk fluida panas (T hi ) = 363 K dan temperatur ruang (T ro ) = 28 o C konstan. Pengambilan data dilakukan setelah sistem dalam kondisi steady state, tekanan 1 atm dan laju aliran massa tidak mengalami fluktuasi cukup berarti atau konstan, diperoleh data seperti diperlihat dalam tabel 1, sebagai berikut : Tc,i

Nicolas Titahelu; Analisis Pengaruh Kecepatan Fluida Panas Aliran Searah 821 Terhadap Karakteristik Heat Exchanger Shell And Tube Tabel 1. Data hasil eksperimen Skala: oli = 225; air tawar = 0,85 V (m/s) T hi T ho T ci T co 0,011 308,8 304,2 0,017 313,7 305,7 0,024 363 318,6 301 306,3 0,030 320,7 306,9 0,037 321,2 307,7 3.2. Analisa Grafik 3.2.1. Analisa fluida panas Gambar 3 memperlihatkan bahwa semakin besar panas (T hi ) konstan, maka harga bilangan Reynold (Re,h) akan semakin meningkat. Peningkatan bilangan Reynold (Re,h) akan mencapai optimal pada kecepatan fluida (V) = 0.037 m/s dan minimum pada kecepatan fluida (V) = 0.011 m/s. Untuk kecepatan fluida (V) < 0.030 m/s terjadi peningkatan bilangan Reynold (Re) tidak signifikan dengan kenaikan curam dan untuk kecepatan fluida (V) > 0.030 m/s terjadi pula kenaikan bilangan Reynold (Re) cukup signifikan dengan gradien kenaikan landai. perbandingan lurus dengan laju aliran massa fluida panas sebagai beriktu : 4m h Re, h d i h Gambar 3 juga memperlihatkan bahwa semakin besar kecepatan fluida (V) pada temperatur masuk fluida panas (Thi) konstan, maka bilangan Nusselt akan meningkat signifikan dengan kenaikan curam, kondisi ini terjadi pada kecepatan fluida (V) < 0.030 m/s dan pada kecepatan fluida (V) > 0.030 m/s terjadi pula kenaikan bilangan Nusselt (Nu.h) tidak signifikan dengan gradien kenaikan curam. Bilangan Nusselt optimal pada kecepatan fluida (V) = 0.037 m/s dan minimum pada kecepatan fluida (V) = 0.011 m/s. Fenomena ini terjadi karena semakin meningkatnya kecepatan fluida panas rata-rata menyebabkan bilangan Reynold meningkat, mengakibatkan bilangan Nusselt (Nu,h) semakin meningkat pula. Bilangan Nusselt merupakan salah satu parameter yang sangat penting untuk mengetahui karakteristik perpindahan panas konveksi. Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, bahwa bilangan Nusselt (Nu,h) adalah rasio antara konduksi dan konveksi. Semakin meningkatnya bilangan Nusselt (Nu,h) sebagai akibat bertambahnya kecepatan fluida (V). Karena bilangan Nusselt berbanding lurus dengan bilangan Reynold dan bilangan Pr, yang juga sesuai dengan persamaan : 4 5 0.4 Nu, h 0.023 Re, h Pr Gambar 3. Distribusi bilangan Reynold (Re,h) dan bilangan Nusselt (Nu,h) Fenomena ini memperlihatkan bilangan Reynold (Re,h) merupakan rasio antara gaya inersia terhadap gaya viskous yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran tertentu. Semakin besar kecepatan udara (V), maka semakin besar pula bilangan Reynold (Re) dan juga sebaliknya bahwa semakin kecil kecepatan udara (V), maka semakin kecil pula bilangan Reynold. Kecepatan udara (V) yang besar akan menyebabkan menyebabkan laju aliran massa fluida panas, hal ini sesuai pula dengan persamaan bilangan Reynold yang merupakan Gambar 4. Distribusi koefisien konveksi (hi & ho) Gambar 4 memperlihatkan bahwa semakin besar panas (Thi) konstan, maka koefisien perpindahan panas konveksi (hi) semakin meningkat cukup signifikan dengan gradient kenaikan curam, kondisi ini terjadi pada kecepatan fluida (V) < 0.030 m/s dan pada kecepatan udara (V) > 0.030 m/s terjadi pula kenaikan koefisien perpindahan panas konveksi (hi) tidak signifikan dengan gradient kenaikan curam. Fenomena ini terjadi karena bertambahnya kecepatan fluida (V), maka

822 Jurnal TEKNOLOGI, Volume 5 Nomor 2, 2010: 819-824 temperatur fluida panas rata-rata menjadi meningkat sehingga mengakibatkan harga bilangan Reynolds (Re,h) meningkat pula. Dengan meningkatnya harga bilangan Reynolds (Re,h) ini mengakibatkan bilangan Nusselt (Nu,h) menjadi semakin meningkat sehingga koefisien konveksi juga meningkat. Hal ini sesuai pula dengan persamaan konveksi dimana koefisien konveksi berbanding lurus dengan bilangan Nusselt, sebagai berikut: hi Nu, h K 3.2.2. Analisa fluida dingin Gambar 5. Distribusi bilangan Reynold (Re,c) dan bilangan Nusselt (Nu,c) Gambar 5 memperlihatkan bahwa semakin besar panas (T hi ) konstan, maka harga bilangan Reynold (Re,c) akan semakin meningkat. Peningkatan bilangan Reynold (Re,c) akan mencapai optimal pada kecepatan fluida (V) = 0.037 m/s dan minimum pada kecepatan fluida (V) = 0.011 m/s. Untuk kecepatan fluida (V) < 0.017 m/s terjadi peningkatan bilangan Reynold (Re,c) tidak signifikan dengan kenaikan landai dan untuk kecepatan fluida (V) > 0.017 m/s terjadi pula kenaikan bilangan Reynold (Re,c) cukup signifikan dengan gradien kenaikan curam. Fenomena ini memperlihatkan bilangan Reynold (Re,c) merupakan rasio antara gaya inersia terhadap gaya viskous yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran tertentu. Semakin besar kecepatan udara (V), maka semakin besar pula bilangan Reynold (Re,c) dan juga sebaliknya.. Kecepatan udara (V) yang besar akan menyebabkan menyebabkan laju aliran massa fluida panas, hal ini sesuai pula dengan persamaan bilangan Reynold yang merupakan perbandingan lurus dengan laju aliran massa fluida panas sebagai beriktu : di Re, c 4m c Di c Gambar 5 juga memperlihatkan bahwa semakin besar kecepatan fluida (V) pada temperatur masuk fluida panas (Thi) konstan, maka bilangan Nusselt (Nu,c) akan meningkat signifikan dengan kenaikan curam, kondisi ini terjadi pada kecepatan fluida (V) < 0.030 m/s dan pada kecepatan fluida (V) > 0.030 m/s terjadi pula kenaikan bilangan Nusselt (Nu.c) cukup signifikan dengan gradien kenaikan curam. Bilangan Nusselt optimal pada kecepatan fluida (V) = 0.037 m/s dan minimum pada kecepatan fluida (V) = 0.011 m/s. Fenomena ini terjadi karena semakin meningkatnya kecepatan fluida dingin rata-rata menyebabkan bilangan Reynold meningkat, sehingga bilangan Nusselt (Nu,c) meningkat pula. Bilangan Nusselt merupakan salah satu parameter yang sangat penting untuk mengetahui karakteristik perpindahan panas konveksi. Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, bahwa bilangan Nusselt (Nu,c) adalah rasio antara konduksi dan konveksi. Semakin meningkatnya bilangan Nusselt (Nu,c) sebagai akibat bertambahnya kecepatan fluida (V). Karena bilangan Nusselt berbanding lurus dengan bilangan Reynold dan bilangan Pr, yang juga sesuai dengan persamaan : 4 5 0.4 Nu, c 0.023 Re Pr Gambar 4 memperlihatkan bahwa semakin besar panas (Thi) konstan, maka koefisien perpindahan panas konveksi (ho) semakin meningkat cukup signifikan dengan gradient kenaikan curam, kondisi ini terjadi pada kecepatan fluida (V) < 0.030 m/s dan pada kecepatan udara (V) > 0.030 m/s terjadi pula kenaikan koefisien perpindahan panas konveksi (hi) tidak signifikan dengan gradient kenaikan curam. Fenomena ini terjadi karena bertambahnya kecepatan fluida (V), maka temperatur fluida dingin rata-rata menjadi meningkat sehingga mengakibatkan harga bilangan Reynolds (Re,c) meningkat pula. Dengan meningkatnya harga bilangan Reynolds (Re,c) ini mengakibatkan bilangan Nusselt (Nu,c) menjadi semakin meningkat sehingga koefisien konveksi juga meningkat. Hal ini sesuai pula dengan persamaan konveksi dimana koefisien konveksi berbanding lurus dengan bilangan Nusselt, sebagai berikut: ho Nuc K Di

Nicolas Titahelu; Analisis Pengaruh Kecepatan Fluida Panas Aliran Searah 823 Terhadap Karakteristik Heat Exchanger Shell And Tube 3.2.3. Analisa koefisien perpindahan panas menyeluruh Gambar 6. Distribusi koefisien perpindahan panas menyeluruh (U) dan laju perpindahan panas (q) Gambar 6 memperlihatkan bahwa semakin besar panas (Thi) konstan, maka koefisien perpindahan panas menyeluruh (U) semakin meningkat cukup signifikan dengan gradient kenaikan curam, kondisi ini terjadi pada kecepatan fluida (V) < 0.030 m/s dan pada kecepatan udara (V) > 0.030 m/s terjadi pula kenaikan koefisien perpindahan panas menyeluruh (U) tidak signifikan dengan gradient kenaikan landai. Fenomena ini terjadi karena bertambahnya kecepatan fluida (V), maka temperatur fluida panas dan dingin rata-rata menjadi meningkat sehingga mengakibatkan harga koefisien perpindahan panas menyeluruh (U) meningkat pula, hal ini sesuai pula dengan persamaan koefisien perpindahan panas menyeluruh (U) dimana koefisien konveksi berbanding lurus dengan koefisien perpindahan panas menyeluruh (U), sebagai berikut: 1 U 1 1 hi ho 3.2.4. Analisa laju perpindahan panas Hasil eksperimen memperlihatkan bahwa semakin besar kecepatan fluida (V) dengan temperatur masuk fluida panas (Thi) konstan, maka semakin besar laju perpindahan panas (q) kondisi terjadi pada keseluruhan kecepatan fluida (V) seperti diperlihatkan pada gambar 6. Gambar 6 memperlihatkan kenaikan laju perpindahan panas (q) cukup signifikan terjadi pada V < 0,017 m/s dan V > 0,030 m/s dengan gradien kenaikan curam sedangkan pada 0,017 < V < 0,030 m/s kenaikan laju perpindahan panas (q) tidak signifikan dengan gradien kenaikan landai. Laju perpindahan panas (q) terendah pada V = 0,011 m/s dan laju perpindahan panas (q) optimal pada V = 0,037 m/s untuk setiap variasi kecepatan fluida (V). Fenomena ini berkaitan dengan temperatur fluida dingin dan panas rerata yang mengalami peningkatan dengan semakin besarnya kecepatan fluida (V), yang menyebabkan bilangan Reynold, bilangan Nusselt, koefisien konveksi dan koefisien perpindahan panas menyeluruh (U) mengalami peningkatan, hal ini sesuai pula dengan persamaan laju perpindahan panas (q) dimana laju perpindahan panas (q) merupakan berbanding lurus dengan koefisien perpindahan panas menyeluruh (U) dan T lmtd,pf, sebagai berikut : q U A F ΔT lmtd,pf 3.2.5. Analisa efektivitas heat exchanger Gambar 7. Distribusi efektifitas ( ) Hasil eksperimen memperlihatkan bahwa semakin besar kecepatan fluida (V) dengan temperatur masuk fluida panas (Thi) konstan, maka semakin kecil efektivitas ( ) kondisi terjadi pada keseluruhan kecepatan fluida (V) seperti diperlihatkan pada gambar 7. Gambar 7 memperlihatkan penurunan efektivitas ( ) cukup signifikan terjadi pada V < 0,024 m/s dengan gradien penurunan curam sedangkan pada V > 0,024 m/s kenaikan efektivitas ( ) tidak signifikan dengan gradien kenaikan landai. Penurunan efektivitas ( ) terendah pada V = 0,024 m/s dan laju perpindahan panas (q) optimal pada V = 0,024 m/s. Fenomena ini menunjukan bahwa tingkat kenaikan laju perpindahan panas (q) tidak signifikan jika dibandingkan dengan tingkat kenaikan laju perpindahan panas maximum, hal ini sesuai pula dengan persamaan efektivitas ( ) dimana laju perpindahan panas (q) merupakan berbanding lurus dengan efektivitas ( ) sedangkan laju perpindahan

824 Jurnal TEKNOLOGI, Volume 5 Nomor 2, 2010: 819-824 panas maximum (q max ) berbanding terbalik, sebagai berikut : q U A F T lmtd, pf qmax C min Th i Th o IV. KESIMPULAN Hasil penelitian eksperimen dengan memvariasikan kecepatan udara (V) = 0.011 m/s hingga 0.037 m/s pada temperatur masuk fluida panas (Thi) = 363 K konstan terhadap karakteristik heat exchanger menghasilkan kesimpulan, sebagai berikut : 1. Karakteristik perpindahan panas yakni bilangan Reynolds (Re), bilangan Nusselt (Nu), koefisien konveksi (h), koefisien perpindahan panas menyeluruh (U) dan laju perpindahan panas (q) optimal pada V = 0.037 m/s dan minimum V = 0.011 m/s, sedangkan efektifitas heat exchanger ( ) optimal pada V = 0.030 m/s dan minimum pada V = 0.011 m/s. 2. Semakin meningkat pada kecepatan fluida (V) < 0.037 m/s, maka karakteristik perpindahan panas semakin terakselerasi yakni; Re,h meningkat 25.01%, Nu,h meningkat 35.64%, hi meningkat 35.79%, Re,c meningkat 28,32%, Nu,c 36,90%, ho meningkat 36,75%, U meningkat 35,81, q meningkat 25,09% dan semakin meningkat kecepatan fluida pada (V) < 0,030 m/s efektifitas heat exchanger ( ) meningkat 20.41% sedangkan kecepatan fluida (V) > 0,030 m/s tidak berpengaruh signifikan terhadap efektifitas. DAFTAR PUSTAKA Bejan, A., 1993., Heat Transfer, John Willey & Sons, Inc, New York. Cengel, Yunus, A., 1998, Heat Transfer a Practical Approach, McGraw-Hill, New York. Davies, M. R. D., 2000, On Gaseous Free Convection Heat Transfer with Well- Defined Boundary Condition, Journal of Heat Transfer, vol. 122, pp. 3-10. Incropera, Frank P. and David P. Dewitt., 1999., Fundamentals of Heat and Mass Transfer, Fourth Edition, John Willey & Sons Co, New York. Kays, W. M dan Crawford, M. E., 1993, Convective Heat and Mass Transfer, McGraw-Hill, Inc, New York. Kern, D.Q., 1983., Process Heat Transfer Mc- Graw Hill, Tokyo. Kreith, F dan Priyono, A., 1986 Prinsip-Prinsip Perpindahan Panas, Edisi ketiga, Penerbit Erlangga, Jakarta. Moran, Michael J. & Howard, N. Shapiro., 1993., Fundamental of Engineering Thermodynamics, 2 nd edition, John Willey & Sons, New York. Naylor, D dan Oosthuzen, P. H., 1999, Introduction to Convective Heat Transfer Analysis, McGraw-Hill, New York. Smith, E, M., 1997, Thermal Design of Heat Exchangers a Numerical Approach Direct Sizing and Stepwise Rating, John Wiley & Sons, Chichester. Wark. K. Jr. dan Richards D. E., 1999, Termodinamics, Sixth edition, McGraw- Hill, Singapore.