BAB 1 PENDAHULUAN. dalam mencapai target MDGs (Millennium Development Goals), termasuk negara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan stagnan yang ditandai dengan tidak meningkatnya beberapa indikator

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. dihasilkan dalam International Conference of Population Development (ICPD) Cairo

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan mengalami kemunduruan. Setelah program KB digalakkan pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. jumlah anak dalam keluarga (WHO, 2009). Program KB tidak hanya

pemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4% dan 11% diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2 %), implant (2,8%), Medis

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi Indonesia. Dinamika laju pertumbuhan penduduk di

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. bahwa angka kematian ibu (AKI) di Indonesia di tahun 2012 mengalami kenaikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka pertumbuhan penduduk yang tinggi merupakan salah satu masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih besar menempatkan ibu pada risiko kematian (akibat kehamilan dan persalinan)

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warning, keterpurukan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari berbagai masalah kependudukan. Masalah di bidang. Indonesia sebesar 1,49% per tahun.

BAB I PENDAHULUAN. bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan. terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas (BkkbN, 2013)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi. 1. Indonesia yang kini telah mencapai 237,6 juta hingga tahun 2010 menuntut

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia (Cina, India, dan Amerika Serikat) dengan. 35 tahun (Hartanto, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. sebab apapun yang berkaitan atau memperberat kehamilan diluar kecelakaan. Angka

BAB 1 PENDAHULUAN. (1969) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kependudukan di Indonesia merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah dampak dari meningkatnya angka kelahiran. Angka kelahiran dapat dilihat dari pencapaian tingkat fertilitas.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sensus Penduduk tahun 2010 sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju

BAB 1 PENDAHULUAN. petugas membantu dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. setelah Amerika, China, dan India. Jumlah penduduk Indonesia dari hasil Sensus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan pada umur kurang 15 tahun dan kehamilan pada umur remaja. Berencana merupakan upaya untuk mengatur jarak kelahiran anak

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. menggalakkan program keluarga berencana dengan menggunakan metode

BAB 1 PENDAHULUAN. (bkkbn.go.id 20 Agustus 2016 di akses jam WIB). besar pada jumlah penduduk dunia secara keseluruhan. Padahal, jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat jumlah

I. PENDAHULUAN. metode kontrasepsi tersebut adalah Intra Uterine Device (IUD), implant, kondom, suntik, metode operatif untuk wanita (MOW), metode

BAB I PENDAHULUAN. yang mendapat perhatian dan pembahasan yang serius dari ahli

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu dari negara berkembang dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN berjumlah jiwa meningkat menjadi jiwa di tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. yang digunakan dengan jangka panjang, yang meliputi IUD, implant dan kontrasepsi

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan wanita untuk merencanakan kehamilan sedemikian rupa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 :

BAB I PENDAHULUAN. tidak disertai peningkatan kualitas hidupnya. Laporan BKKBN (2008)

BAB I PENDAHULUAN. terhadap perkembangan ekonomi dan kesejahteraan Negara (Irianto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. penghambat pengeluaran folicel stimulating hormon dan leitenizing hormon. sehingga proses konsepsi terhambat (Manuaba, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju,

BAB I PENDAHULUAN. 2010) dan laju pertumbuhan penduduk antara tahun sebesar 1,49% yang

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengendalian tingkat kelahiran dan usaha penurunan tingkat

I. PENDAHULUAN. atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, seperti

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai

BAB I PENDAHULUAN. besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan berbagai progam untuk

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Menurut dari hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi merupakan salah satu program yang dijadikan sebagai dasar perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2014 mencapai 231,4 juta

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga berencana (KB) adalah gerakan untuk membentuk keluarga. alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran.

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan nasional (Prawirohardjo, 2007). Berdasarkan data

I. PENDAHULUAN. penduduk Indonesia sebanyak jiwa dan diproyeksikan bahwa jumlah ini

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan yang hingga saat ini belum bisa diatasi. Jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALISA DAMPAK PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP TOTAL ANGKA KELAHIRAN DI PROVINSI MALUKU

BAB I PENDAHULUAN. dan misi Program KB Nasional. Visi KB itu sendiri yaitu Norma Keluarga

BAB I. termasuk individu anggota keluarga untuk merencanakan kehidupan berkeluarga yang baik

BAB I PENDAHULUAN. menjadi BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) dengan. variabel yang mempengaruhi fertilitas (Wiknjosastro, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. namun kemampuan mengembangkan sumber daya alam seperti deret hitung. Alam

BAB I PENDAHULUAN. oleh tiga faktor utama yaitu: kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kepadatan kependudukan di Indonesia merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu masalah besar. berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana dirintis sejak tahun 1957 dan terus

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. adanya permasalahan kependudukan, karena Indonesia merupakan negara

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperaatan. Disusun oleh : SUNARSIH J.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga berencana telah menjadi salah satu sejarah keberhasilan dan

BAB I PENDAHULUAN. 248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat

Nuke Devi Indrawati. Tlp : ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muda, dan arus urbanisasi ke kota-kota merupakan masalah-masalah pokok

BAB 1 PENDAHULUAN. keterbatasan. Pertumbuhan penduduk yang pesat dan terbatasnya lahan sebagai sumber

ABSTRAK. Kata kunci: pengalaman, seksual, vasektomi. Referensi (108: )

BAB I PENDAHULUAN. hanya pemerintah, masyarakat juga diperlukan partisipasinya dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada

BAB I PENDAHULUAN. kependudukan salah satunya adalah keluarga berencana. Visi program

BAB I PENDAHULUAN. pasangan usia subur(pus) untuk mengikuti Program Keluarga Berencana. Program Keluarga Berencana (KB) menurut UU No.

BAB 1 PENDAHULUAN. besar. AKI menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 yaitu

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar negara-negara di dunia yaitu masalah kependudukan. Laju

BAB I PENDAHULUAN. miliar jiwa. Cina menempati urutan pertama dengan jumlah populasi 1,357 miliar

BAB I PENDAHULUAN. periode tahun yaitu 1,45%. Maka dari itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI KONDOM DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KASOKANDEL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak negara di berbagai belahan dunia telah berkomitmen secara serius dalam mencapai target MDGs (Millennium Development Goals), termasuk negara Indonesia sampai batas waktu tahun 2015 (Muryanta, 2011). Indonesia membuka akses kesehatan reproduksi secara universal kepada seluruh individu yang membutuhkan termasuk di dalamnya adalah peningkatan Contraceptive Prevalence Rate (CPR). Telah terjadi pergeseran paradigma yang cukup signifikan dalam pelaksanaan program KB yaitu dari pendekatan demografis menjadi mengedepankan aspek hak-hak asasi manusia (Witjaksono, 2012). Berdasarkan proyeksi penduduk yang dihasilkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2025, perkiraan penduduk Indonesia sekitar 273,65 juta jiwa. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cenderung menurun, dimana pada tahun 1971-1980 adalah 2,30 persen, tahun 1980-1990 adalah 1,97 persen, tahun 1990-2000 sebanyak 1,49 persen dan tahun 2000-2005 turun lagi menjadi 1,3 persen. Namun bila dilihat menurut provinsi, laju pertumbuhan penduduk tersebut tidak merata, berfluktuasi dan malah ada yang meningkat. Sementara itu, angka Total Fertility Rate (TFR) pada pasangan usia subur di Indonesia menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 dibanding dengan tahun 2002 dari survei yang sama tidak mengalami perubahan atau stagnasi (Asih dan Oesman, 2009).

Program KB Nasional telah memiliki visi dan misi terbaru yang tertuang dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) tahun 2010-2014, yaitu dengan visi penduduk tumbuh seimbang 2015 dan misinya mewujudkan pembangunan yang berwawasan kependudukan serta mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera (Muryanta, 2011). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014 diarahkan kepada pengendalian kualitas penduduk melalui tiga prioritas utama (1) Revitalisasi Program KB; (2) Penyerasian kebijakan pengendalian penduduk; dan (3) Peningkatan ketersediaan dan kualitas data serta informasi kependudukan yang memadai, akurat dan tepat waktu. Selain itu dalam Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2010 tentang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional menekankan perlunya dilakukan perubahan/penyerasian terhadap Renstra BkkbN tentang Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana Tahun 2010-2014 yang meliputi penyesuaian untuk beberapa kegiatan prioritas dan indikator kinerjanya (Witjaksono, 2012). Pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk diarahkan pada peningkatan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi yang terjangkau, bermutu dan efektif menuju terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas (Witjaksono, 2012). Salah satu upaya membentuk keluarga kecil berkualitas dengan menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang. Metoda Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) adalah kontrasepsi yang dapat dipakai dalam jangka waktu lama, lebih dari dua tahun, efektif dan efisien untuk tujuan pemakaian menjarangkan

kelahiran lebih dari 3 tahun atau mengakhiri kehamilan pada pasangan yang sudah tidak ingin tambah anak lagi. Jenis metoda yang termasuk dalam kelompok ini adalah metoda kontrasepsi mantap (pria dan wanita), implant, dan AKDR atau Intra Uterine Device (IUD) (Asih dan Oesman, 2009). Pemakaian MKJP memiliki banyak keuntungan, baik dilihat dari segi program, maupun dari sisi klien (pemakai). Disamping mempercepat penurunan TFR, penggunaan kontrasepsi MKJP juga lebih efisien karena dapat dipakai dalam waktu yang lama serta lebih aman dan efektif. Metoda kontrasepsi ini sangat tepat digunakan pada kondisi krisis yang dialami oleh sebagian besar masyarakat Indonesia terutama pada masyarakat yang tergolong kurang mampu/miskin. Dalam situasi ini, kelompok masyarakat miskin merupakan fokus garapan pemerintah yang dianggap sangat strategis. Dilihat angka kegagalan MKJP relatif lebih rendah dibanding non- MKJP. Angka kegagalan MKJP dilaporkan sebesar 0-2 per 1000 pengguna, sedangkan metoda non-mkjp dilaporkan terjadi lebih dari 10 per 1000 pengguna. Dari hal tersebut terlihat bahwa metoda MKJP lebih efektif untuk dapat mencegah terjadinya kehamilan pada penggunanya (Asih dan Oesman, 2009). Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 2012) memperlihatkan proporsi peserta KB yang terbanyak adalah suntik (31,9%), pil (13,6%), Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (3,9%), Norplant (3,3%), sterilisasi wanita (3,2%), kondom (1,8%), sterilisasi pria (0,2%), dan sisanya merupakan peserta KB sederhana yang masing-masing menggunakan cara sederhana seperti pantang berkala

maupun senggama terputus (Retnowati, 2010). Hal ini berarti AKDR menempati urutan ketiga dari berbagai jenis kontrasepsi yang digunakan. Program KB telah dinyatakan cukup berhasil di Indonesia dan kontrasepsi AKDR/IUD juga merupakan alat kontrasepsi yang cukup populer, namun masih banyak didapati di berbagai daerah penurunan penggunaan metode kontrasepsi AKDR/IUD (Mujihartinah, 2009). Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), peserta KB Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) menurun dari 14,6 persen pada Tahun 2002-2003, dan menjadi 10,9 persen pada Tahun 2007. Metode kontrasepsi AKDR/IUD cenderung mengalami penurunan dari 6,2 persen pada tahun 2002 sampai tahun 2003 menurun menjadi hanya 4,9 persen pada Tahun 2007 (Witjaksono, 2012). Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2011 persentase peserta KB baru yang menggunakan suntikan 48,20%, pil 27,95%, AKDR/IUD sebesar 6,55%, implan 8,02%, kondom 7,81%, MOW (Metode Operasi Wanita) 1,20% dan MOP (Metode Operasi Pria) 0,27%. Sedangkan persentase peserta KB aktif yang menggunakan kontrasepsi suntikan 46,47%, pil 25,81%, AKDR/IUD 11,28%, implan 8,82%, MOW 3,49%, kondom 2,96% dan MOP 0,71%. Berdasarkan data tersebut di atas berarti penggunaan AKDR masih lebih kecil pada peserta KB baru dan peserta KB aktif dibandingkan KB suntikan dan pil. Rendahnya penggunaan MKJP yang salah satunya AKDR dipengaruhi oleh faktor pengguna dan penyedia pelayanan KB. Salah satu faktor yang dianggap berkontribusi dengan kecenderungan pemilihan metode kontrasepsi jangka pendek

adalah faktor penerimaan atau image terhadap kontrasepsi tersebut. Selain itu dari sisi penyedia pelayanan, MKJP membutuhkan tenaga yang berkompeten, sarana dan prasarana penunjang pelayanan yang memadai (Witjaksono, 2012). AKDR merupakan kontrasepsi yang dimasukkan melalui serviks dan dipasang di dalam uterus. AKDR mencegah kehamilan dengan merusak kemampuan hidup sperma dan ovum karena adanya perubahan pada tuba dan cairan uterus. Efektifitas AKDR dalam mencegah kehamilan mencapai 98% sampai 100% bergantung pada jenis AKDR. AKDR terbaru seperti copper T 380 o memiliki efektivitas yang cukup tinggi bahkan selama 8 tahun penggunaan tidak ditemukan adanya kehamilan (Meilani dkk, 2010). Pemakaian metode AKDR cenderung menurun dari waktu ke waktu. Hal ini terlihat dari sedikitnya pertambahan jumlah akseptor AKDR baru dari tahun ke tahun. Menurunnya jumlah pengguna ulang AKDR, serta banyaknya jumlah akseptor yang mengganti metoda dari AKDR ke metoda lain. Sekitar 12% peserta AKDR berhenti menggunakan AKDR dengan alasan karena efek samping. Walaupun kontrasepsi AKDR sangat efektif dan berjangka waktu lama, AKDR ini kurang begitu diminati masyarakat karena prosedur pemasangannya cukup rumit, harus dikerjakan oleh tenaga medis terlatih dan terkesan tabu karena alat kontrasepsi di masukkan ke dalam kemaluan akseptor sehingga wanita seringkali takut selama pemasangan. Selain itu, kontrasepsi AKDR juga memiliki risiko komplikasi atau efek samping yang menimbulkan perasaan tidak nyaman seperti haid menjadi lebih banyak, dismenore, perdarahan antar menstruasi, dan jika berat dapat menyebabkan anemia, serta bisa

menyebabkan perforasi dinding uterus jika pemasangannya tidak benar. Hal ini menyebabkan pengguna AKDR makin mengalami penurunan (Marlinda, 2011). Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau lebih dikenal dengan IUD (Intra Uterine Device) merupakan pilihan kontrasepsi yang efektif, reversibel dan berjangka panjang, serta dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduktif. Adapun efek samping yang umum terjadi dari AKDR adalah nyeri bersenggama, menstruasi banyak, keputihan. Hal ini menyebabkan ketidakberlangsungan pemakaian AKDR meningkat. Efek samping pada pemakaian AKDR kadang tidak dapat diatasi dengan hanya memberikan obat-obatan saja dan pada akhirnya akseptor menghentikan pemakaiannya (Utami dkk, 2011). Menurut Indiarti (2012) efektivitas AKDR mencapai 97-98%, tergantung dari jenis AKDR yang dipakai. Alat tersebut bisa dipakai dalam rahim sampai 2-5 tahun sebelum dilepas. AKDR merupakan kontrasepsi yang paling menguntungkan. Di lihat dari efek samping yang ditimbulkannya, alat kontrasepsi ini seharusnya paling banyak dijadikan pilihan dan paling mungkin dipakai dalam setiap kondisi. Adapun keuntungan penggunaan AKDR yaitu 1) meningkatkan kenyamanan hubungan suami dan isteri karena rasa aman terhadap risiko kehamilan. 2) dapat dipasang segera setelah melahirkan atau keguguran. 3) kesuburan segera kembali setelah AKDR dicabut/dibuka. 4) cocok untuk mencegah kehamilan atau menjarangkan kehamilan dalam jangka panjang. 5) tidak terpengaruh oleh faktor lupa dari si pemakai. 6) tidak mengganggu hubungan pasangan suami-isteri. 6) tidak ada efek samping hormonal. 7) tidak mengganggu laktasi. 8) tidak berinteraksi dengan obat-obatan.

Efektivitas suatu alat kontrasepsi dapat memengaruhi kelangsungan atau ketidaklangsungan akseptor dalam penggunaannya. Begitupun dengan AKDR, walaupun efektivitasnya tinggi, tetapi ketidaklangsungan pemakaiannya juga cukup tinggi, sehingga menjadi salah satu penghambat dalam gerakan keluarga berencana nasional (Manuaba, 2005). Salah satu ukuran dari kualitas pemakaian alat kontrasepsi adalah efektifitas pemakaian kontrasepsi yang semakin tinggi, tetapi masih terdapat 31% akseptor berhenti (putus pakai atau drop out) menggunakan kontrasepsi di Indonesia, sedangkan angka ketidaklangsungan (drop out) untuk AKDR sebanyak 9.9% (Bappenas, 2010). Alasan ketidaklangsungan seperti kegagalan kontrasepsi, ketidakpuasan terhadap alat/cara KB, efek samping, dan kekurangtersediaan alat/cara KB. Tingkat ketidaklangsungan yang tinggi, kegagalan alat/cara KB dan pergantian alat/cara KB bisa mengindikasikan bahwa diperlukan perbaikan dalam pemberian konseling tentang pemilihan alat/cara KB, pelayanan lanjutan dan penyediaan pelayanan yang lebih luas (Sudarianto, 2010). Menurut SDKI tahun 2002-2003 tingkat ketidaklangsungan pemakaian (drop out) kontrasepsi mencapai 20% di 33 propinsi di Indonesia, sedangkan SDKI pada tahun 2007 meningkat menjadi 26%. Terjadinya peningkatan angka drop out dengan alasan pertama 10% disebabkan karena rasa takut akibat efek samping dan masalah kesehatan lainnya. Alasan lain drop out ber-kb ini adalah karena ingin hamil 5%, alasan yang berhubungan dengan metode penggunaan alat KB 5%, alasan lain disebabkan oleh biaya, rasa tidak nyaman, perceraian, frekuensi hubungan seksual

yang jarang sebesar 3% dan kegagalan alat KB 2%. Sedangkan proporsi pemakaian kontrasepsi yang ganti cara ke metode lain sebesar 13% (Witjaksono, 2012). Di Indonesia jumlah peserta baru KB AKDR pada tahun 2009 hanya 4,3% (43.184 PUS) dari jumlah peserta KB yaitu 1.003.015 PUS. Metode kontrasepsi AKDR belum dapat menarik akseptor untuk menggunakannya sebagai alat untuk menjarangkan kehamilan. Padahal metode kontrasepsi AKDR ini merupakan salah satu metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP), yang mempunyai efektifitas 0,6-0,8 kehamilan dari 100 perempuan dalam satu tahun pertama penggunaan (Musdalifah, 2010). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa rendahnya pemakaian kontrasepsi AKDR dikarenakan ketidaktahuan akseptor tentang kelebihan metode tersebut. Ketidaktahuan akseptor tentang kelebihan metode AKDR disebabkan informasi yang disampaikan petugas pelayanan KB kurang lengkap (Maryatun, 2009). Studi yang dilaksanakan Maryatun (2009) di Kabupaten Sukoharjo pada bulan April 2007 menyebutkan bahwa lima dari tujuh akseptor KB merasa malu pada saat pemasangan AKDR/IUD dan merasa takut dengan adanya perdarahan yang berlebihan pada saat menstruasi. Pentingnya informasi tentang AKDR/IUD sangat dibutuhkan bagi akseptor KB. Penelitian Bruce tahun 1990 di Amerika Serikat juga menjelaskan bahwa informasi merupakan suatu bagian dari pelayanan keluarga berencana yang sangat berpengaruh bagi calon akseptor maupun akseptor pengguna mengetahui apakah kontrasepsi yang dipilih telah sesuai dengan kondisi kesehatan dan sesuai dengan tujuan akseptor dalam memakai kontrasepsi tersebut. Informasi sangat menentukan pemilihan alat kontrasepsi yang dipilih, sehingga informasi yang

lengkap mengenai kontrasepsi sangat diperlukan guna memutuskan pilihan metode kontrasepsi yang akan dipakai (Maryatun, 2009). Penelitian di El Salvador oleh Katz, Jhonson, Janowits pada tahun 2002 dalam Mujihartinah (2009) mengatakan bahwa tingkat ketidaklangsungan AKDR/IUD tinggi disebabkan oleh adanya rumors, kurangnya perhatian dan metode selama konseling dan keterampilan petugas. Penggunaan kontrasepsi IUD perlu dicermati mengingat sumbangan penggunaan AKDR/IUD terhadap penurunan fertilitas tidak diragukan lagi, karena efektifitas dan tingkat kembalinya kesuburan yang cukup tinggi. Risiko kegagalan IUD khususnya TCU 380A adalah 0,8 tiap 100 wanita bahkan bisa 1:170 wanita pemakaian tahun pertama, sedangkan pil sebesar 1-8%, suntik KB kurang dari 1%. Pada penelitian Sumawan dan Ernawati (2006) yang berjudul Cost Effectiveness Analysis of IUD, Injection and Pill Contraception Methods through Quality of Life Approach didapatkan hasil angka efek samping dan kegagalan yang ditimbulkan IUD memiliki prosentase lebih kecil dibandingkan dengan persentase angka kegagalan dan efek samping yang ditimbulkan kontrasepsi pil dan suntik. Faktor keputusan konsumen untuk menggunakan alat kontrasepsi AKDR/IUD tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adapun faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku menurut Teori Lawrence Green (1980) yang dikutip dalam Notoatmodjo (2010a) adalah faktor predisposisi atau predisposing (pengetahuan, pendidikan, paritas, kepercayaan, nilai dan sikap), faktor pendukung atau enabling factors (ketersediaan sumber daya kesehatan/fasilitas

pelayanan kesehatan, keterjangkauan sumber daya kesehatan) dan faktor pendorong atau reinforcing factors (dukungan dari keluarga, teman kerja, tokoh masyarakat, tokoh agama, juga peran petugas kesehatan). Melalui penelitian Sambosir (2009) menemukan bahwa determinan pemakaian kontrasepsi dipengaruhi oleh faktor sosio demografi yaitu jumlah anak masih hidup, pengetahuan semua metode KB modern, pendidikan, agama, kasta, keterpaparan pada media massa dan diskusi KB dengan suami. Penelitian Kusumaningrum (2009), beberapa faktor-faktor lain yang memengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi seperti tingkat pendidikan, pengetahuan, kesejahteraan keluarga, dan dukungan dari suami. Faktor-faktor ini nantinya juga akan memengaruhi keberhasilan program KB. Sedangkan penelitian Dewi (2012), tingkat paritas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan AKDR. Semakin banyak jumlah anak yang telah dilahirkan semakin tinggi keinginan responden untuk membatasi kelahiran. Pada akhirnya hal ini akan mendorong responden untuk menggunakan AKDR. Pertimbangan akseptor dalam menentukan pilihan jenis kontrasepsi tidak hanya karena terbatasnya metode yang tersedia, tetapi juga kurangnya pengetahuan tentang kesesuaian alat kontrasepsi dengan tujuan penggunaannya (kebutuhan), persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi tersebut, tempat pelayanan dan kontraindikasi dan alat kontrasepsi yang bersangkutan. Pemahaman keluarga tentang kesehatan reproduksi termasuk pemilihan alat kontrasepsi dipengaruhi oleh pendidikan, pendapatan, pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, akses informasi

dan ketersediaan pelayanan kesehatan, serta tingkat pemahaman kesehatan reproduksi (Indrawati, 2011). Pengetahuan yang rendah menyebabkan wanita takut menggunakan alat kontrasepsi tersebut karena sebelumnya rumor kontrasepsi yang beredar di masyarakat. Pengetahuan yang baik terhadap metode kontrasepsi akan menumbuhkan sikap positif terhadap metode tersebut serta menimbulkan niat untuk menggunakannya. Wanita Indonesia menghentikan penggunaan IUD karena kurangnya sosialisasi dan pemberian informasi kepada masyarakat. Selain informasi, banyak hal yang terkait dengan pemakaian alat kontrasepsi baik dari sudut pandang ibu terhadap alat kontrasepsi tersebut maupun akses dan kualitas pelayanan KB. Padahal, IUD secara teoritis merupakan cara kontrasepsi yang cukup ideal karena pada umumnya hanya memerlukan satu kali pemasangan, angka kegagalan kecil (0,6-0,8 per 100 kehamilan), cocok untuk semua umur, aman karena tidak mempunyai pengaruh sistemik yang beredar ke seluruh tubuh (pengaruh hanya satu tempat), tidak memengaruhi isi, kelancaran ataupun kadar ASI (air susu ibu), mencegah kehamilan untuk jangka waktu yang cukup lama, sekali pasang untuk beberapa tahun (2-10 tahun), tidak perlu sering melakukan pemeriksaan ulang, dan kesuburan cepat kembali setelah dilepas (Indrawati, 2011). Pengalaman penggunaan metode kontrasepsi, informasi dan keterangan yang diperoleh akseptor baik dari puskesmas, media massa dan media elektronik serta informasi dari akseptor lain yang juga telah menggunakan AKDR, menimbulkan suatu persepsi tersendiri pada akseptor tentang metode kontrasepsi AKDR itu sendiri.

Persepsi adalah pengalaman seseorang terhadap objek peristiwa yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan suatu pesan (Marlinda, 2011). Menurut Maryatun (2009) faktor yang berhubungan langsung dengan ketidaklangsungan pemakaian kontrasepsi adalah persepsi. Persepsi ibu dan berbagai dukungan terhadap pemakaian alat kontrasepsi terutama suami ataupun masyarakat akan berpengaruh terhadap akseptor. Suami dihubungkan dengan norma yang dianut dalam kehidupan masyarakat. Jumlah penduduk di Propinsi Sumatera Utara tahun 2011 sebanyak 13.103.596 orang dengan jumlah PUS sebanyak 3.097.532 orang. Akseptor KB sebanyak 1.699.804 orang (45,2%) (BPS Propsu, 2012). Jumlah akseptor AKDR pada tahun 2012 di Propinsi Sumatera Utara sebanyak 191.345 orang terdiri dari peserta KB aktif sebanyak 160.152 orang dan peserta KB baru yaitu 31.193 orang. Hingga Desember 2012 jumlah peserta KB aktif AKDR yaitu 153.925 orang, sedangkan angka ketidakberlangsungan (dropout) sebanyak 37.420 orang (24,3%) (BkkbN Provinsi Sumatera Utara, 2013) Berdasarkan data yang diperoleh dari BkkbN Kabupaten Deli Serdang (2012) bahwa jumlah peserta AKDR di Kabupaten Deli Serdang per Desember 2012 sebanyak 30.172 orang, yang aktif sebanyak 26.012 orang, sedangkan yang dropout sebanyak 4.160 orang (15,99%). Berdasarkan data yang diperoleh dari BkkbN Kabupaten Deli Serdang (2012) bahwa Kecamatan Patumbak jumlah peserta aktif per Desember 2012 sebanyak 995 orang, yang aktif sebanyak 896 orang, sedangkan yang dropout sebanyak 99 orang

(11,05%). Lamanya pemakaian akseptor memutuskan untuk berhenti menggunakan AKDR di wilayah kerja Puskesmas Patumbak rata-rata dalam 1 tahun ( 12 bulan). Beberapa alasan yang menyebabkan akseptor menghentikan penggunaan AKDR yaitu adanya efek samping, ingin punya anak lagi, ganti alat kontrasepsi yang lain, kurang dukungan dari suami, kurangnya pengetahuan dan informasi dari petugas, sehingga adanya anggapan ibu PUS yang tidak melangsungkan pemakaian AKDR menyatakan bahwa AKDR dapat berpindah ke jantung, paru-paru, dan hati, serta dapat menyebabkan tumor pada rahim. Hasil wawancara diketahui bahwa mereka mengatakan penyuluhan tentang penggunaan kontrasepsi sudah pernah dilakukan, tetapi untuk penyuluhan secara spesifik tentang AKDR belum pernah dilakukan, membuat PUS kurang mendapatkan informasi yang tepat. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka ingin dilakukan penelitian tentang Faktor-faktor yang memengaruhi lama ketidaklangsungan pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada ibu PUS di wilayah kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013. 1.2 Permasalahan Adanya drop out pemakaian kontrasepsi AKDR yang dijumpai pada ibu PUS, maka berdasarkan latar belakang tersebut sehingga ingin diketahui melalui penelitian dan rumusan masalah yang akan diteliti adalah Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi lama ketidaklangsungan pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada ibu PUS di wilayah kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013.

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi faktor predisposisi (umur, jumlah anak, pendidikan, pengetahuan, sikap, persepsi), faktor pendukung (efek samping, ganti alat kontrasepsi, ingin punya anak lagi) dan faktor pendorong (dukungan suami, peran petugas kesehatan) terhadap lama ketidaklangsungan pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada ibu PUS di wilayah kerja Puskesmas Patumbak tahun 2013. 1.4 Hipotesis Ada pengaruh faktor predisposisi (umur, jumlah anak, pendidikan, pengetahuan, sikap, persepsi), faktor pendukung (efek samping, ganti alat kontrasepsi, ingin punya anak lagi) dan faktor pendorong (dukungan suami, peran petugas kesehatan) terhadap lama ketidaklangsungan pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada ibu PUS di wilayah kerja Puskesmas Patumbak tahun 2013. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, hasil penelitian ini berguna sebagai bahan evaluasi program keluarga berencana, sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan KB dan sebagai bahan untuk pengambilan keputusan berkaitan dengan pengelolaan KB. 2. Memberikan masukan dan pertimbangan bagi pengelola atau pelaksana Keluarga Berencana untuk dapat meningkatkan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) bagi akseptor KB baru dan lama, agar dapat meningkatkan kelangsungan penggunaan AKDR.